Desclaimer: Naruto © Masashi Khisimoto

Rating: T

Genre: Romance

Pairing: SasuNaru

Warning: AU, Fluff, OOC, dan banyak kekurangan.

Author's note: Author tidak menanggung efek yang ditimbulkan dari fanfict ini terhadap reader. Kalau keberatan, silahkan meninggalkan page ini. Terima kasih

Niatnya buat sequel, tapi karena aku punya ide lagi yang belum terselesaikan jadinya fic ini dibuat dua-oneshoot aja. Tunggu aja sequelnya ya kalo jadi hehe

Selamat membaca ^_^


A Sweet Day

Pagi ini aku memulai kegiatanku seperti biasa. Aku menyelesaikan sarapanku di meja makan sendirian. Ayah dan ibuku berada di luar negeri demi bisnis keluarga yang sedang mengalami masa kejayaannya. Aniki pun juga ikut andil dalam urusan ini, dia dicalonkan ayah untuk menjadi penggantinya suatu hari nanti. Sedangkan aku, aku hanya anak kuliahan yang dianggap belum terlalu pantas untuk berada di perusahaan walaupun terkadang aku membantu ayah dan aniki dalam urusan bisnis. Tapi aku juga tidak memungkiri kalau aku cukup senang untuk tidak direpotkan dalam urusan bisnis karena hal itu akan menyita banyak waktuku.

Kuliah hari ini dimulai sore nanti dan kulihat suasana pagi yang cerah di luar jendela padahal tadi malam hujan cukup deras. Maka kuputuskan untuk pergi ke rumah Sasori daripada di rumah menunggu jam kuliah, lagipula tugasku sudah aku selesaikan tadi malam.

Aku masuk ke mobil silverku yang tanpa kap penutup atas —menampilkan kesan mewah— dan menuju rumah Sasori. Aku yakin dia tidak keberatan untuk diganggu lagipula Uchiha tidak pernah menerima penolakan.

Jalanan cukup sepi, aku melaju dengan kecepatan normal karena ini berada dalam kawasan Konoha Institute. Aku tidak melihat adanya polisi tidur di jalan itu sehingga menyebabkan mobilku terguncang lalu menyebabkan boneka yang berbentuk aniki yang kepalanya dapat bergoyang terjatuh. Aku mengambil boneka kesayanganku itu, benda itu terlihat lucu karena setiapkali aku melihatnya, aku selalu membayangkan aniki melakukan perbuatan yang hina menurut keluarga Uchiha, yaitu menggoyang-goyangkan kepala.

Aku tetap fokus menyetir sambil tanganku meraba-raba untuk mencari boneka yang terjatuh itu. Karena kurasa jalanan cukup sepi, aku memutuskan untuk menyetir tanpa melihat —aku menggunakan mataku untuk mencari boneka itu— setelah boneka itu kutemukan, kutaruh pada laci yang ada dalam mobil agar tidak terjatuh lagi.

Dan yang kulihat sekarang ada tikungan yang cukup tajam lalu palang dari Konoha Institute yang memberitahukan agar berhati-hati atas tikungan yang akan dilewati, tetapi hal itu cukup cepat bagiku untuk menyadari. Lantas aku segera memperlambat lajuku dan membanting setir mobil berlawanan dengan trotoar yang semakin mendekat.

CRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIT... Suara dari rem mobil yang tidak kuat menahan gaya gesek ban terdengar cukup keras. Aku berhasil melewati tikungan yang cukup tajam tadi, tapi setelah aku melihat kembali ke depan, ternyata aku menuju seorang anak yang diam berdiri di tepi jalan. Lalu aku menginjak pedal rem kuat-kuat.

Aku merasakan benturan kecil di bemper depanku, lalu terdengar bunyi yang ternyata berasal dari anak itu yang jatuh pingsan di depan mobilku. Aku bersumpah aku tidak menabraknya, bahkan goncangan kecil yang timbul tadi sangat kecil, lalu selanjutnya terdengar suara anak itu yang terjatuh yang bukan karena aku menabraknya.

Apa aku tinggalkan saja pemuda itu? Aku sangat yakin aku tidak menabraknya, jadi siapapun tidak dapat menyalahkanku. Tapi setelah kupikir lagi hal itu hanya akan dilakukan oleh para pecundang. Dan aku bukan seorang pecundang! Akhirnya aku memutuskan untuk melihat keadaan pemuda tadi. Kubalikkan tubuhnya yang menghadap ke tanah, lalu seketika jantungku serasa berhenti berdetak ketika melihat wajahnya. Hatiku tertarik kepadanya serasa gravitasi berasal darinya, bukan dari inti bumi.

Lukanya tidak parah menurutku, bahkan tidak ada goresan yang terjadi sejauh aku melihat saat ini. Kuputuskan untuk membawa dia ke rumahku. Lalu aku mengambil jalan memutar dengan kecepatan yang agak tinggi.

Setelah melewati pagar, aku melihat para pelayan dan satpam yang melihat ke arahku, atau ke pemuda ini, dengan tatapan aneh. Tapi aku tak menghiraukannya, biasanya aku langsung melihat ke arah mereka saja, lalu mereka pasti akan diam menunduk.

Aku bawa pemuda ini di ruang santai keluarga, aku tidurkan dia pada sofa. Sangat berat membawanya ke sini, aku tidak ingin pemuda ini disentuh oleh siapapun selain aku jadi kuputuskan untuk membawanya sendiri. Apa tadi yang kupikrkan? Ah, mungkin saja aku merasa bersalaha sehingga aku melakukan hal ini. Ya, mungkin karena hal itu. Ya, pasti gara-gara hal itu. Pasti.

Kulihat wajahnya kembali, kulit tannya yang eksotis, rambutnya yang cukup unik, cukup imut juga anak ini. Eh, apa yang kupikirkan? Tidak.. tidak.. Aku mulai berpikir macam-macam. Kuputuskan segera mengambil kotak obat daripada terus memandanginya dan membuat aku berpikir aneh.

Setalah aku mengambil kotak obat dan mengeluarkan beberapa yang kubutuhkan, aku melihat matanya mengerjap, tanda dia akan tersadar. Ketika kelopak matanya membuka seutuhnya dan dia melihat sekitarnya, kuputuskan untuk mendekatinya. Seketika, seperti ada panah yang menusukku dan membuatku diam terpaku ketika aku melihatnya, aku seperti terhipnotis bak melihat seorang malaikat yang sadar setelah terjatuh dari langit, begitu mempesona. Aku tidak bisa memungkiri lagi, aku sangat amat tertarik dengan pemuda ini. Dan itu membuatku merasa sangat bersalah karena telah membuatnya pingsan.

"Hei, apa kamu baik-baik saja?", kataku dengan nada bicara yang tidak biasa kulontarkan pada orang lain. Sepertinya sifat stoicku hilang seperti debu yang tertiup oleh kehadiran pemuda ini.

Dia menoleh ke arahku," Malaikatnya ganteng banget. Apa ini berarti aku masuk surga?"

Omongan pertama yang keluar darinya membuatku cukup geli, aku dibuat tertawa olehnya. "Maafkan aku ya, tadi aku menabrakmu. Kau ingat? Ban mobilku tergelincir, sehingga menyebabkan hal ini terjadi kepadamu", kataku tulus. Aku rasa mukanya memerah karena dia menyadari omongan bodohnya tadi.

"Ehh iya, aku ingat. Oh tidak apa-apa kok, aku rasa tidak ada yang salah dengan tubuhku", katanya sambil mendudukkan diri.

"Oh syukurlah kalau begitu, ehmmm..."

"Naruto. Namikaze Naruto", ucapnya sambil menyodorkan tangan untuk berjabat tangan.

"Sasuke. Uchiha Sasuke. Senang bertemu denganmu, Naruto. Walaupun tidak cukup senang menabrakmu", candaku sambil tersenyum tipis. Tunggu, aku bisa bercanda dengan orang yang baru kukenal?

Waktu terasa begitu lambat. Sentuhan tangannya begitu lembut dan ada gelombang elektrik mengalir dari tanganku menuju dadaku. Kami saling bertatap tanpa ada kata yang terucap, sampai akhirnya dia tersontak kaget lalu aku juga cukup kaget karena aku baru tersadar kalau kami berjabat tangan cukup lama dan langsung melepaskan jabatan tangan tadi.

"Kamu di rumahku, Naruto. Aku membawamu kemari karena kebingungan harus membawamu kemana lagi", ucapku memecah keheningan setelah peristiwa tadi.

"Ah, terima kasih, Sasuke. Maaf merepotkanmu hehe", katanya sambil nyengir.

"Kau bilang apa sih, seharusnya aku yang minta maaf kepadamu. Oh iya, apa kau mahasiswa Konoha Institute?"

"Iya, aku mahasiswa tingkat satu. Ini di mana? Apa jauh dari kampusku? Aku ada kuliah siang nanti"

"Tidak, cukup dekat dengan kampusmu. Ini di Senju City. Kalau tidak keberatan, istirahatlah sebentar di sini sebagai permintaan maafku", kataku. Aku berusaha untuk mengenalnya lebih jauh, aku akan menahannya untuk bersamaku selama mungkin.

"A-Ah... Iya...", katanya dengan sedikit berpikir. Aku rasa aku sudah cukup bertingkah diluar batas karena pemuda yang baru kukenal ini.

"Tunggu di sini sebentar ya, aku buatkan teh hangat untukmu"

"Eh tidak usah repot-repot", katanya. Tapi aku menghiraukannya agar dia dapat menghabiskan waktu lebih banyak denganku.

Aku kembali ke ruang itu dengan membawa baki yang berisi teko, satu sachet teh celup, dan dua cangkir gelas. Aku berencana membuat teh hangat untuknya dan aku. Setelah beberapa saat, aku rasa dia memperhatikanku, lalu kutoleh ke arahnya. Dia cukup kaget dengan gerakanku barusan, spontan dia langsung menoleh ke arah lain. Dalam hati aku tersenyum melihat tingkahnya, apa dia tertarik olehku? Hmmm

"Terima kasih", katanya setelah menerima cangkir yang aku sodorkan ke dia.

"Ne, Naruto. Jam berapa kau kuliah?", aku ingin mengajaknya jalan-jalan denganku.

"Ehmmm... Jam 1 Siang, 'Suke."

"Anou... Kau kuliah di mana?", tambahnya.

"Aku mahasiswa tingkat tiga di Hiruzen University", jawabku.

"Wah, itu kan universitas ternama yang sangat mahal", katanya. Aku sedikit mendengus secara spontan ketika mendengar itu. Aku agak tidak menyukai orang-orang yang ada di sana. Mereka semua sering memakai topeng ketika berinteraksi dengan orang lain. Di sana tempat kuliah orang-orang ternama dan pastinya kaya raya. Banyak orang yang memakai topeng agar dapat menjalin bisnis yang lebih baik, dan aku sudah muak akan hal itu.

"Naruto, maukah kau menemaniku jalan ke mall dekat sini? Hakuen Coast, kau tahu kan? Lebih dekat dengan kampusmu juga", ucapku memutus topik yang tak kusukai itu. Jujur saja, aku cukup malu untuk mengajak seseorang yang baru dikenal untuk jalan bersama. Tapi tidak ada hal lain lagi untuk menahnnya di sini.

"To? Naruto?", aku membuyarkan lamunannya. Apa dia menganggapku aneh karena tiba-tiba mengajaknya keluar? Semoga tidak.

"E-eh... Iya, aku mau", jawabnya. Hari yang cukup menyenangkan, aku mengangap ini adalah respon positif darinya.

Setelah menghabiskan tehnya, secara tak sadar aku mengulurkan tanganku untuk menuntunnya berjalan keluar. Saat dia hampir berdiri, dia meringis kesakitan. Aku mengulurkan tanganku yang satu lagi untuk membantunya berdiri.

"Sudah tidak apa-apa kok hehe", katanya.

"Kau yakin?"

Dia hanya mengangguk, lalu aku menuntunnya menuju garasi.

"Mobilnya tidak apa-apa, 'Suke?", katanya setelah kami berada di dekat mobil.

"Aku mengkhawatirkanmu. Kau malah mengkhawatirkan mobilku? Kau lucu sekali", kataku. Tunggu, aku tadi bilang kalau aku mengkhawatirkannya? Rasanya mukaku memanas. Lalu dia tertawa kecil setelah menyadari perkataannya barusan yang konyol.

Aku melaju dengan kecepatan yang aku bilang pelan, berusaha menikmati setiap detik bersamanya walaupun hanya berdiam berdua seperti ini.

"Sasuke, apa mallnya sudah buka? Kalaupun sudah, bukannya masih sepi? Hanya ada pegawai yang menyiapkan untuk buka atau untuk bersih-bersih", katanya memecah keheningan di antara kami.

"Memang belum sepenuhnya buka, tetapi aku ada restoran langganan yang buka 24 jam di mall itu."

"Oh begitu, Sasuke. Baiklah", ucapnya agak sedikit ragu.

Setelah masuk ke mall itu, kami berjalan menuju restoran tempat biasa aku nogkrong. Lalu pelayan datang membawa daftar menu setelah kami duduk. Naruto memesan orange juice, sedangkan aku memesan kopi dan dua muffin, untukku dan selesai menulis pesanan, aku memberikan kertas pesanan itu ke palayan tadi, lalu dia membungkuk sedikit dan pergi meninggalkan kami.

Aku berusaha untuk mencari tahu tentangnya sebanyak mungkin melalui pembicaraan ringan selama menunggu pesanan kami. Aku rasa dia orang yang sangat ramah, mengingat dia cukup bangga atas semua yang dialaminya dalam kehidupannya selama dia bercerita kepadaku.

Lalu seorang pelayan datang membawa pesanan kami. Naruto yang cukup kaget karena merasa tidak memesan muffin, tapi diberi muffin oleh pelayan itu. Dia bermaksud untuk menaruh muffin itu ke arahku, tetapi aku berhasil mencegahnya," Itu untukmu, Naruto. Makanlah."

"B-Baiklah, Sasuke"

"Sepertinya bioskop akan buka sebentar lagi, kau mau nonton denganku?", aku berusaha mencari kegiatan lain agar dia tetap bersamaku.

"E-eh... Ehmmmm...", pikirnya yang tergolong cukup lama. Aku merasa dia sudah berpikir kalau hal ini tidak wajar, apa dia akan menolakku kali ini? Uchiha tidak menerima penolakan!

"Anggap saja ini permohonan maafku, aku yang traktir", dalihku.

"Baiklah, tapi kau tidak perlu mentraktirku, Sasuke."

"Tidak, tidak. Aku yang traktir."

"Tidak perlu, Sasuke. Aku memaksamu untuk tidak mentraktirku, oke?", katanya dengan sedikit cengiran. Aku rasa dia cukup lucu.

"Baiklah, tapi aku yang mentraktirmu makan yang ini ya", kataku. Ketika dia akan melontarkan kalimat yang mungkin berisi penolakan, spontan aku menambahkan,"Kali ini aku yang memaksa, Naruto." Sedikit seringaian muncul dari wajahku.

Setelah selesai membayar, kami menuju bioskop dengan agak cepat karena seingatku filmnya sudah ada yang diputar jam segini.

"Kau mau nonton yang mana? Aku terserah kamu saja", kataku setelah kami sampai di bioskop itu. Aku tak peduli film apa yang akan kami lihat, yang penting adalah aku dapat bersamanya.

"E-eh... Yang itu saja" dia menunjuk poster film romantis. "Aku sudah menonton yang satunya", tambahnya.

"Baiklah, tunggu sini ya", kataku seraya berjalan ke antrean.

Kami masuk ke teater 2, tempat film itu diputar. Ternyata film itu sudah diputar beberapa menit. Kami duduk di bangku dua dari teratas di bagian tengah. Aku meletakkan popcorn di tengah-tengah antara aku dan Naruto.

Aku tidak berkonsentrasi pada filmnya, aku menghabiskan waktuku di sini untuk mencuri-curi pandang ke arahnya. Aku memanfaatkan kegelapan dan film ini yang menarik perhatian Naruto. Aku lihat dia serius memperhatikan film ini. Apa dia suka film romantis ya?

Ketika aku akan mengambil popcorn, aku cukup kaget karena tanganku digenggam erat oleh tangan Naruto. Lalu dia melepaskan tanganku begitu tersadar bahwa yang digenggam itu tanganku, bukan popcorn. Aku melihat ke arahnya, terdapat mimik muka yang berbeda. Aku rasa dia malu.

Lampu menyala, pertanda film ini telah selesai. Kalau Naruto bertanya pendapatku tentang film ini, aku akan mengarangnya saja.

"Sasuke, sepertinya aku akan masuk kuliah setengah jam lagi", tapi kalimat tersebut yang keluar dari mulutnya.

"Kau benar. Ayo, aku antar ke kampusmu", kataku setelah melihat jamku. Aku rasa aku tidak punya jalan lain lagi untuk menahannya tetap bersamaku.

Kami menuju kampusnya dengan kecepatan yang aku bilang lambat lagi dan diselingi oleh pembicaraan ringan.

Aku menurunkannya tepat di kampusnya agar aku dapat mengetahui kampusnya itu walaupun sebelumnya dia menyuruhku untuk menurunkannya di tempat ia pingsan tadi. Sebelum dia turun, dia meminta nomor handphone ku, lalu dia juga memberikan nomornya lewat sebuah missedcall. Aku hampir lupa untuk meminta nomornya, untung saja.

"Terima kasih banyak, Sasuke", ucapnya dengan sedikit tersipu.

"Ya, kapan-kapan kita bertemu lagi ya. Jaa", kataku lalu memutar arah mobilku keluar menjauhi kampusnya,

Aku sangat senang sekali hari ini, aku bertemu pemuda aneh yang sangat membuatku penasaran dan bertingkah tidak biasa. Aku harus mendapatkannya. Semua permintaan Uchiha harus terpenuhi. Seringaian terpancar dari wajahku.

OWARI


OMAKE

Aku tiba di rumahku, kulihat ada Sasori duduk di ruang tamu.

"Katamu tadi, kau ingin ke rumahku?", tanya Sasori.

"Hn."

"Lalu? Kenapa tidak jadi?",tanyanya lagi.

"Tidak ada apa-apa, aku cukup malas saja."

Karena tidak ada kerjaan, Aku melihat ponsel sekedar untuk mengecek. Ada satu buah pesan singkat dari Naruto. Dengan cepat Sasuke membukanya.

.

From: Naruto

Terima kasih buat hari ini, Sasuke

.

Aku tersenyum tipis, lalu ketika akan membalas sms itu Sasori merusak suasana,"Ada apa, Sasuke? Aku jarang melihat ekspresi itu?"

"Ekspresi apa?", jawabku.

"Coba kulihat handphone mu, cepat berikan!", ucap Sasori yang menghampiriku.

Dengan cepat aku memindah tampilan handphone itu yang awalnya membaca sms dari Naruto, ke sms yang dikirim oleh Itachi. Ketika dia merebut handphoneku, dia membaca sms dari aniki itu, lalu mengembalikannya ke arahku.

"Lancang sekali kau, Sasori."

"Heran saja melihatmu begitu."

Untuk menghindari kecurigaan Sasori, aku membalas sms Naruto hanya sekedar untuk menanggapinya.

"Tapi kau aneh sekali hari ini, Sasuke."


Gimana, Minna-san? Semoga senang di chapter ini

Kalau berkenan, Doru minta masukan ataupun ide, sapa tau Doru lebih terinspiras. Makasih ^_^

Kalau ada yang review itu rasanya seneng banget ya. Apalagi ada yang fav nih fict, rasanya sueneng banget gitu! :D

Tapi Doru tetap meminta reviewnya walaupun itu berbentuk flame xD


Balesan buat reviewer yang gak login:

Ai chan: Makasih atas reviewnya~ :D

Iya ini mau dibuat sequel tapi ada ide mendadak jadi konsepnya diubah dikit jadi dua-oneshoot

noname: iya, mungkin di sini diceritain kenapa Sasuke jadi OOC gitu. Btw, makasih atas reviewnya~ :D

Ritsu: ini diceritain kenapa Sasuke begitu :D Iya, ini progress bikin sequel doain cepet selesai ya :)

Makasih atas reviewnyaa :D