Yunjae story
Disclaimer: not mine...their own theyselve, but JUNSU is MINE!
Genre: Friendship/ romance
Warning: OOC, slash content, no bashing, but receive flamer
Dont like? just leave...
Coffee Prince
Part 3
.
#AKTF#
.
Coffe Prince ditutup setengah hari! Alasannya? Wah, itu adalah pertanyaan yang ada dibenak sebagian gadis-gadis cantik yang berniat mampir ke café tersebut –dan menikmati pemandangan para pemuda tampan di café, tentunya.
Mereka terpaksa memutar arah pulang ketika membaca tulisan 'CLOSED' terpampang besar di pintu masuk café. Dan menelan kekecewaan besar.
Café memang terpaksa ditutup, karena sang Master of Coffe mereka dilarikan ke rumah sakit setelah pingsan secara tidak elit dan sangat tidak manly bila alasannya hanya karena segelas cola. Lagipula, bila café buka, lalu siapa yang akan membuat minuman berbahan utama kopi di tempat mereka? tidak mungkinkan Seungri, yang notabene hanya tau membuat waffle sepanjang hidupnya.
Lalu...
Bagaimana nasib Barista tampan kita?
Dan juga Jung Yunho yang wajahnya berubah bak mayat hidup begitu menyadari betapa bodohnya ia telah mempercayai kata-kata orang lain. Entah~, apa Yunho yang terlalu bodoh hingga mempercayai Junsu, atau Junsu yang terlalu licik dan SOK polos hingga mampu memperdayai seorang Jung Yunho yang memang tidak menggunakan otaknya dalam melakukan hal apapun.
.
BRAKKK
Pintu kamar pasien didobrak dengan seenaknya oleh seorang pria paruh baya. Wajahnya yang TIDAK terlihat kerutan sedikit pun –walau ia telah melewati 45 tahun mengarungi kehidupan sebagai khalifah dunia yang baik– cemas luar biasa. Benar-benar suatu kutukan, memiliki wajah awet muda. Tidak diragukan lagi darimana Jaejoong mendapatkan wajah yang walaupun sudah berusia 25 tahun –hampir 26– tetap terlihat bagai anak remaja SMA. Hal itu juga berlaku untuk Junsu, tentunya. Mengingat mereka berasal dari bibit yang sama.
"Ah, paman." Sapa Junsu begitu melihat pria paruh baya yang juga menjabat sebagai ayah sepupunya itu masuk. Pria bernama lengkap Kim Nam Gil itu langsung menghampiri ranjang sang anak tercinta. Pakaiannya yang harusnya rapi begitu juga dengan tatanan rambut sang ayah yang biasanya klimis, hancur berantakan. Mengingat ia mengendarai mobil pribadinya ngebut luar biasa dengan kecepatan di atas 60km/jam. Ih wow! Demi anak tersayang gitu loh!
"Joongie kenapa Su ie?"
"Hanya pingsan paman, tidak perlu khawatir. Sebentar lagi mungkin dia sadar."
Kim Nam Gil mengelus sisi wajah anaknya. Sembari menciumi pipi putih itu dengan sayang. Ia terlalu sayang terhadap anaknya ini. Peninggalan satu-satunya sang istri yang telah meninggal 20 tahun yang lalu. Membuatnya menjadi duda seumur hidup.
Junsu melihat pemandangan beraura pink itu dengan tatapan maklum. Maksudnya, sudah terbiasa gitu. Karena Pamannya itu terkenal son complex akut terhadap Jaejoong. Kontras dengan tampangnya yang selalu terlihat berwibawa.
Padahal apa yang harus dikhawatirkan orang tua itu? Cantik-cantik gitu, Jaejoong pemegang sabuk hitam dan martial art yang tangguh. Apa karena wajah sepupunya yang cantiknya minta ampun itu yah? hingga Jaejoong –yang tanpa disadari oleh dirinya sendiri– sering ditatap dengan mata 'lapar' oleh sebagian orang yang berotak mesum?
Kalau itu urusannya sih, sang paman tidak perlu khawatir. Karena sebelum pamannya bertindak, Junsu memastikan kalau orang-orang itu akan menjalani hidup bak neraka. Ingatkan mereka semua bahwa Junsu adalah guardian seumur hidupnya Jaejoong. Dan pasti setingkat lebih kuat diatas Jaejoong. Alasan kedua kenapa Jaejoong tidak punya kekasih hingga kini. Setelah sang ayah yang selalu berlaku luar biasa protektif. Hingga membuatnya menerima predikat 'High Quality Jomblo every Year'. Ckck, sungguh penghargaan yang membanggakan Jaejoong-sii.
Bibir Junsu menyeringai. Mengingat sudah banyak orang yang ia singkirkan karena dianggap lalat yang berani menyentuh miliknya. Paling ringan sih, korbannya hanya menderita impotensi akut. Gara-gara korban itu, yang berjenis kelamin lelaki –entah kenapa makhluk berjenis kelamin ini selalu meragukan gender Jaejoong dan diliputi rasa penasaran yang besar–, memegang dada Jaejoong dengan sengaja. Ketika mereka berdua berjalan menuju kantin kampus. Waktu itu, mereka masih kuliah semester 2. Bahkan sang tersangka berani mencubit-cubit nipple Jaejoong yang tersembunyi dibalik T-shirt. Tanpa ampun Junsu memberikan pemuda mesum itu 'sedikit' pelajaran hidup. Berterima kasihlah pemuda itu terhadap Seungri yang menghentikannya. Sehingga pemuda itu hanya menderita penghentian keturunan. Impoten maksudnya. Haah...
Ringan tidak?
Seringai Junsu makin memanjang mirip dewa perang yang licik. Lucifer.
Sampai sekarang, Jaejoong sendiripun tidak tahu bagaimana Junsu bisa memiliki seringai yang begitu mengerikan kontras dengan wajahnya yang polos seperti malaikat.
"Ngh!" erangan Jaejoong membuat kedua pria yang ngakunya sayang banget terhadapnya itu terkejut. "Joongie!" seru sang ayah. Memaksa Jaejoong membuka matanya lebih lebar.
"Ayah." Sapanya lemah.
Diedarkan pandangannya kesekeliling. Melihat ruangan yang tidak familiar ini. Ruangan dengan nuansa serba putih cukup membuat Jaejoong mengerti dimana ia berada sekarang.
Rumah sakit. Ah, ingatkan ia akan tragedi Cola beberapa jam lalu. Yang membuatnya terbaring tak berdaya sekarang.
Ia sedikit mengeluh akan selera para dokter diseluruh dunia. 'Kenapa memilih cat dengan warna monoton sih? sepanjang mata hanya putih saja yang dilihat.'
"Chagya, bagaimana keadaanmu nak? Kau masih merasa mual? Masih merasa pusing? Kalau iya, berbaring saja lagi sayang. Istirahat yang banyak. Ayah dengar kau meneguk cola yang diberikan oleh seseorang? Siapa orang yang telah berani meracuni anak kesayanganku dengan minuman terlarang itu hah? Katakan Joongie! Akan Ayah beri pelajaran!" cecarnya dengan emosi yang berapi-api. Jujur ya, Jaejoong malah mau muntah mendengarnya. Hello~ ingatkah ayahnya kalau Jaejoong sudah berusia seperempat abad? Bukan lagi anak balita yang perlu dikhawatirkan. Kepala Jaejoong malah semakin berdenyut dibuatnya.
Sementara diluar kamar pasien yang ditempati sang Barista cantik itu, Jung Yunho berdiri mematung. Ditemani sahabat baiknya yang emang baik hati walau gak ikhlas itu, Shim Changmin.
Nyali Jung Yunho ciut mendadak. Tersangka yang sedari tadi menunggu diluar dengan perasaan kalut dan bersalah merinding disko. Yunho semakin tidak berani menampakkan batang hidungnya setelah mendengar ancaman sang calon mertuanya itu. Duh, bagaimana nasib percintaanya dengan Jaejoong nanti? Mendapatkan hati sang Barista itu saja Yunho sampai harus rela melakukan puasa dua hari dan melakukan meditasi dua malam dikamarnya, demi memanjatkan doa kepada Tuhan agar perjuangannya berbuah manis. Yunho ingat akan petuah Halmoninya di kampung. Kata nenek, kita harus sering mendekatkan diri kepada Tuhan bila apa yang diinginkan terkabulkan. Berhubung Yunho cucu yang selalu menuruti petuah orang yang lebih dulu hidup darinya itu, makanya ia melakukan hal tersebut. Termasuk rela puasa dari hal-hal berbau mesum dan berfantasi tentang calon namjachingunya itu. Sedikit rahasia ya, Jaejoong itu objek mimpi basahnya Yunho tiap malam. Dasar, yang namanya lelaki, biar otaknya rada bego tetep aja mesum.
Changmin menepuk pundak sahabatnya. Memberikan sebagian semangatnya. Changmin pernah mendengar dari Junsu bagaimana seramnya tuan Kim kalau menyangkut bossnya itu.
'Ternyata ada juga ayah seperti itu, ha~ah, kasihan jae-hyung. Dia pasti menderita.' Desah Changmin bersimpati dalam hati. Bersyukur dia memiliki ayah yang 'normal' –menurutnya.
"Yun, selamat berjuang ya. Yang kudengar dari Junsu-hyung sih, ayahnya tidak akan melepaskan siapapun yang berani menyentuh anaknya itu. Yang semangat ya." Cetus Changmin, maksud hati ingin memberi semangat. Yang ada malah Yunho semakin terpuruk sambil menjambak-jambak rambutnya.
Bisa berakhir dengan tubuh tak berbentuk ini urusannya.
Lagi asik-asiknya meratapi nasib, tiba-tiba pintu masuk kamar Jaejoong terbuka lebar. Menampakkan batang hidung mancung duo iblis bermarga 'Kim'. Bedanya, yang lebih muda menyeringai licik. Sedangkan yang lebih tua memasang tampang sangar bak preman pasar. Yunho bahkan dengan lebaynya bisa melihat api-api imajiner disekeliling tubuh Tuan Kim itu.
"Diakah?" tanya Tuan Kim berbahaya, setelah pintu kamar anaknya tertutup. Dia tidak ingin anaknya melihat dirinya bertampang layaknya bos gangster atau mafia.
Glek.
Yunho menelan ludah. Changmin yang harusnya tidak bersalah pun ikut menciut juga merasakan hawa panas yang menguar disekitarnya
"Ne paman. Dia lalatnya." Balas Junsu tenang dengan senyum yang mengembang.
Langkah Tuan Kim mendekat perlahan. Langkahnya sengaja diberatkan dan menghentak. Biar kesannya tambah gahar.
TAP
Tuan Kim berdiri selangkah lebih maju berhadapan dengan Yunho dan Changmin. Memandang lebih teliti.
Wajah dihadapannya ini lumayan tampan. Tubuhnya juga Lumayan tinggi. Tapi itu tidak menyurutkan niatnya untuk melabrak pemuda tanggung dihadapannya ini.
Kalau saja jubah Harry Potter itu benar-benar ada. Ingin rasanya ia menyelimuti tubuhnya agar tidak terlihat.
"A-anyeong, Ahjussi." Sapanya terbata.
Tuan Kim terdiam sejenak.
"Kau..menyukai Joongie?" tanyanya tanpa basa-basi dengan nada berbahaya.
Hah? Joongie? Maksudnya Jaejoong ya? Pikir Yunho bloon.
Dengan keberanian yang tersisa, Yunho menjawab pertanyaan itu. "I-iya Ahjussi."
"Hm...kau juga yang memberikan Angel ku itu cola?" lanjut Tuan Kim mengintimidasi Yunho.
Lah? Tadi Joongie, sekarang Angel. Ckck, dasar ayah yang so sweet ini Tuan Kim. Pikir Changmin, yang sedari tadi cengo mendengar julukan buat bosnya keluar dari mulut Ayah bosnya itu.
"Kau tahu, kalau Joongie itu phobia Cola?"
Yunho menggeleng. Dia mana tahu kalau Cola adalah hal terlarang bagi Jaejoong.
"Itu bukan murni kesalahanku seratus persen, Paman!" ujarnya membela diri. Tapi benar kok, kejadian beberapa jam lalu murni bukan karena dirinya keseluruhan. Kalau mau disalahkan, salahkan saja keponakan Tuan Kim yang berani membohonginya.
Mata Tuan Kim menyipit. Dia melihat sorot takut-berani dimata musang pemuda dihadapannya itu.
Pandangannya menoleh kesamping, kearah Junsu yang balas tersenyum sangat manis padanya.
Rasanya ia mengerti sekarang.
Dasar Junsu. Desahnya dalam hati.
"Kali ini kau kumaafkan. Tapi, jangan senang dulu kau anak muda. Tidak semudah itu mendapatkan anakku. Banyak rintangan yang harus kau lalui –mulai sekarang." Ancam Tuan Kim, lalu melangkahkan lagi kakinya meninggalkan Yunho yang hampir lemas dengkul kakinya.
Junsu menyeringai –lagi.
Sungguh, mungkin berkat puasanya juga ya, Yunho sekarang bisa melihat dua buah tanduk muncul dikepala Junsu. Bukti nyata kalau ia emang keturunan iblis. Ah, dasar Yunho lebay aja.
.
.
.
.
.
"Lain kali, jangan membahayakan nyawa anakku hanya untuk sekedar lelucon Su-ie." Ujar Tuan Kim sesaat mereka berjalan dilorong rumah sakit. Junsu hanya tersenyum –lagi– mendengarnya. Tidak ingin menjawab atau membela.
"Cari hal lain bila ingin mengerjai pemuda itu. Atau kau juga akan kularang mendekati Joongie ku." Ancam Tuan Kim.
.
.
.
.
Jaejoong duduk bersandar dibantal. Menatap keluar jendela kamar inap rumah sakit ini. Sebenarnya sih dia bisa saja keluar detik itu juga dari rumah sakit. Toh yang dialaminya Cuma phobia cola semata, bukan sakit parah yang harus berlama-lama dirumah sakit. Ayahnya aja yang terlalu berlebihan, memaksanya tinggal hingga rasa pusing dan mual yang dialaminya hilang sampai Jaejoong kembali segar.
Jaejoong menggelengkan kepalanya, tidak habis pikir dengan Ayah bodohnya itu. Dia hanya phobia cola. Bukannya HAMIL!
krieeet
Kepala Jaejoong tertoleh, menatap kearah pintu masuk yang kini terbuka sedikit.
Matanya memandang malas begitu ia melihat siapa yang ada dibalik daun pintu.
'Si bodoh itu.' Desisnya.
Disana, tampak Yunho menongolkan sedikit kepalanya. Memandang takut kearah sang pujaan hati.
"B-b-boleh aku-masuk?" tanya Yunho mendadak gagap. Jaejoong mengangguk tanda setuju.
Yunho mendudukkan dirinya kesebuah kursi kecil yang ada di samping meja.
"Aku minta maaf Jaejoong-ssi" dengan mengatupkan kedua telapak tangannya, dan menutup mata ia memohon ampun sebesar-besarnya pada Jaejoong.
"Sungguh, aku tidak tahu kalau kau phobia minuman bersoda. Aku minta maaf!" lanjutnya lagi.
Jaejoong menatap tajam. Jauh dilubuk dasar sanubarinya, ingin sekali mencincang pemuda bodoh dihadapannya ini. Dia geram pada kebodohan Yunho. Ah entahlah, disebut bodoh apa polos pemuda itu.
Jaejoong menghela nafas. Jemari telunjuknya ditujukan kearah Yunho, mengisyaratkan sebuah perintah mendekat. Yunho beringsut memahami isyarat itu. Didekatkannya tubuh tingginya ke tepi ranjang Jaejoong, duduk menyamping menghadap pemuda cantik itu.
Telapak tangan Jaejoong tergerak, membuat Yunho memejamkan kedua matanya. Bersiap menerima hukuman yang diberikan Jaejoong. Dia pasrah saja, mau ditinju pun boleh, asal Jaejoong tidak memintanya menjauhi dirinya. Mana bisa Yunho hidup tanpa melihat Jaejoong walau hanya semenit.
"Pabbo!" desis Jaejoong pelan. Melihat Yunho memejamkan matanya erat, membuat kedua sudut bibirnya terangkat. Segaris senyum tipis terlukis diwajah cantiknya. Dengan gerakan seduktif, dielusnya puncak kepala Yunho, bak mengelus kepala anak kucing yang tersesat. Mengelus Yunho, rasanya seperti mengelus kucing peliharaannya dirumah, Jiji.
Yunho tersihir akan elusan itu. Tubuhnya kaku. Matanya bahkan tidak mau terbuka. Apa sebegitu hebatnyakah seorang Kim Jaejoong terhadap dirinya? Barista itu menyihir tubuhnya hanya dengan sebuah sentuhan dipuncak kepala. Mematikan semua syaraf motoriknya.
"Hei, buka matamu Jung Yunho." Perintah Jaejoong, dan Yunho mematuhinya. Mata musang itu terbuka, dan hal pertama yang dilihatnya adalah sepasang mata besar bermanik coklat nan bening milik Jaejoong. Dalam hati Yunho bertanya, apa mata seorang pria bisa seindah itu?
"Kau sadar aku ini seorang lelaki kan tapi kau masih menyukaiku" Yunho mengangguk. "Apa tidak boleh? Apa salah?" tanya Yunho, meminta jawaban pada Jaejoong.
"Boleh saja, tapi itu tetap salah Yunho."
"Tapi aku terlanjur sangat menyukaimu Jaejoong!"
Jaejoong terdiam sejenak. Pusing kembali melandanya. Ternyata pemuda tanggung dihadapannya sangat keras kepala dan berkemauan keras.
Terserahlah...
"Baiklah. Tapi jangan memaksa aku untuk menyukaimu, entahlah...aku juga tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Mungkin suatu saat aku berbalik menyukaimu, siapa yang tahukan?" ujarnya, menarik jemari-jemari lentiknya dari puncak kepala Yunho. Pandangannya tidak terlepas sedikitpun dari Yunho. Mendapatkan pancaran mata yang tidak pernah Jaejoong lihat sebelumnya. Sebuah ketulusan, kepolosan, dan juga kebodohan.
"Jadilah dirimu yang biasanya, lalu gunakan sedikit otakmu kalau kau ingin membuatku terkesan."
Mata Yunho membuka lebar. Hatinya dibanjiri perasaan hangat entah dari mana. Tidak disangka, kata-kata Jaejoong begitu bijaksana walau diucapkan dengan nada datar. Seorang pria yang sudah matang dalam segi apapun itu memang berbeda levelnya. Jaejoong bertingkat-tingkat diatasnya, dan itu membuat Yunho merasa kecil. Hingga menimbulkan sebuah tekad luar biasa darinya. Tekad mengejar Jaejoong hingga dirinya bisa berdiri sejajar dengan level kedewasaan yang dimiliki barista Coffe Prince itu,membuat Jaejoong berbalik mengaguminya.
Bagaimanapun, Yunho sudah benar-benar jatuh cinta pada Jaejoong. Semakin lama semakin besar rasa suka itu, tidak perduli rintangan dari manapun menghalangi tekadnya untuk mendapatkan pemuda cantik itu.
Tidak perduli Kim Junsu dan Kim Nam Gil aka calon bapak mertuanya, duo iblis yang berada di barisan terdepan sebagai penghalang nomor wahidnya. Jung Yunho tidak akan mundur selangkahpun.
Yunho tersenyum. Rasa-rasanya, kata-kata sang Barista itu adalah sebuah sinyal persetujuan bagi dirinya untuk leluasa menyukai Jaejoong.
'Jadi dirimu sendiri...dan gunakan otakmu Jung Yuho.' Ulangnya kembali kata-kata Jaejoong yang kini akan terekam terus diingatannya.
"Kamsahamnida, Jaejoong-ah"
Jaejoong tersenyum tipis mendengarnya –lagi. Yah, apa boleh buat. Lebih baik membiarkan pemuda dihadapannya itu melakukan apa yang ingin dilakukannya. Anggap saja sebuah hiburan. Satu orang polos dalam daftar orang yang dikenalnya tidak buruk juga.
Lagipula, mungkin rasanya akan sangat sepi bila pemuda labil ini tidak mengisi kehidupannya. Pemuda ini, Jung Yunho, perlahan sedikit demi sedikit mampu membuatnya tertawa sendiri kala mengingat kekonyolan yang setiap hari dilakukannya. Bahkan dirumah, yang seharusnya menjadi tempat Jaejoong melupakan segala hal gila yang dilaluinya seharian, ia tetap mengingat pemuda bermata musang ini.
Ah, orientasi seksual ya...
Jaejoong tidak pernah berpikir kearah sana. Baginya yang memantapkan diri sebagai pria straight, wanita tetaplah tujuan akhirnya untuk mendapatkan anak.
Lalu, cinta...
Apa boleh ia menambatkan hatinya kepada seseorang yang berjenis kelamin sama dengan dirinya?
Sungguh, hal seperti itu tidak pernah terlintas diotak encernya, sebelum ia mengenal pemuda dihadapannya sekarang.
.
.
.
.
.
.
.
Kata orang, balas dendam itu menyakitkan –kalau kau mampu melakukannya.
Sayangnya, kata-kata itu tidak berlaku bila lawanmu adalah Kim Junsu. Karena, sebelum kau melancarkan serangan balasan, Junsu akan menyerangmu terlebih dulu tanpa kau sadari. Serangan andalan yang biasa ia lancarkan sebagai pertahanan awal bila musuhnya bersiap membalasnya.
Apalagi kalau bukan sebuah senyum tidak bersalah yang mengeluarkan aura innocent bak bayi baru lahir, yang membuat lawannya tidak tega memukul, menendang, mencabik-cabik seperti yang pernah Junsu lakukan pada musuh-musuhnya terdahulu.
Dan itu terjadi juga pada Yunho. Niatnya sih, keesokan harinya ia ingin menghajar habis-habisan pemilik marga Kim itu. Tapi urung dilakukan begitu melihat aksi Junsu yang menunjukkan rasa bersalah dengan pelupuk mata yang tergenang hampir jatuh. Raut wajah penyesalan –yang terlihat jelas bahwa itu adalah sebuah SANDIWARA wahai anak muda.
Dan Yunho, yang berjiwa ksatria tulen tersentuh akan aksi Junsu. Hatinya memaafkan tanpa syarat sang iblis yang menyeringai dibalik tangis lebay bualannya.
"Dasar bodoh." Desis Jaejoong yang melihat kedua pemuda nun jauh di beranda cafe yang kini tengah bermaaf-maaf ria. Ternyata Jung Yunho tidak mengenal dengan baik seorang Kim Junsu. Dan mungkin, suatu saat nanti ia akan terperosok kedalam lubang yang lebih dalam dari yang kemarin.
Emangnya mudah mendapatkan Kim Jaejoong? Desis Junsu. Perlu waktu seribu tahun kau anak muda.
.
.
.
Changmin geli hati melihat sohib kentalnya yang begitu cepat memaafkan dan termanipulasi orang lain. Teman satunya itu memang berhati lurus, walau sekarang memiliki orientasi yang bengkok.
Tring.
Pintu cafe terbuka.
Senyum Changmin melebar melihat siapa pengunjung yang datang.
Pengunjung tetap mereka yang sedari tadi dinanti kedatangannya oleh Changmin.
Ia bersiap melayani pengunjung itu yang kini telah duduk menyendiri di kursi favorite pria itu.
"Hai, Yoochun-ah." Sapanya. Menampakkan sebuah cengiran yang disambut segaris senyum tipis diwajah putih Yoochun. Pemuda tanggung yang berstatus waiter part timean di cafe itu, selalu melayaninya secara khusus bila ia berkunjung. Menjadi satu alasan lain baginya tidak pernah absen dari cafe itu.
Ya, pemuda gentle bertubuh kelewat tinggi ramping itu lah yang merubah warna harinya menjadi lebih berwarna dari sebelumnya.
Changmin duduk dihadapan Yoochun, hal yang selalu dilakukannya bila cafe sedikit lenggang.
"Kau selalu datang disaat yang tepat Chunnie, hingga aku bisa menemanimu disini." Uajrnya setelah menyediakan secangkir teh Earl Gray dihadapan Yoochun.
Kening Yoochun mengkerut melihat minuman yang dibawa Changmin.
"Jangan bilang, bahwa kali ini pun kau mentraktir ku Changmin-ah? Karena aku sama sekali tidak memesan teh. Ah, apa menu teh ada di daftar cafe ini?" tanya Yoochun heran.
Changmin menggeleng sembari menggangguk setelahnya, menambah lipatan di kening Yoochun bertambah. Dan sedikit terkekeh akan tingkah Changmin.
"ini special. Dan memang aku memesan ini sebagai traktiran untukmu, dan ah –apa kau tidak pernah membaca buku menu? Bahwa teh ini juga ada didalam menu? Mengingat pengunjung disini tidak hanya para lelaki?hm?"
Penjelasan dari Changmin membuat Yoochun menganggukkan sedikit kepalanya.
"Cobalah, sekali-kali minum teh tidak buruk kan?"
Yoochun menyesap teh yang disajikan. "Enak...dan terasa tenang." Pujinya. Membuat Changmin tersenyum puas. "Sering-seringlah meminum teh, jangan Cuma kopi pahit saja."
"Hm."
"Tapi, kau juga jangan mentraktirku setiap kali aku kemari, berhenti melakukan hal yang merugikan dompet mu." Sergah Yoochun kemudian, dirinya merasa tak enak hati diberi minuman gratis oleh pemuda yang bekerja bahkan untuk membiayai kuliahnya pun ia harus mengirit.
"Tidak masalah. Karena aku akan meminta balasannya nanti."
"Hah?"
Changmin terkekeh akan ekspresi lucu Yoochun. Pria yang lebih sering melamun untuk menghabiskan harinya kini lebih ekspresif dalam mengungkapkan pikirannya. Apa karena andil dirinya juga ya? Kalau iya, Changmin boleh berbangga hati setelahnya.
"Bagaimana kalau hari minggu nanti, ajak ke Lotte world,hm? Sudah lama aku ingin kesana tapi harga tiket masuknya lumayan mahal."
"Lotte world?" ulang Yoochun tampak berpikir. Dilihatnya Changmin begitu antusias mengajaknya. Seperti ajakan kencan saja.
"Baiklah. Hari minggu ini kan?" Changmin mengangguk mendengar persetujuan Yoochun. hatinya girang bukan main dan ingin rasanya ia terlonjak bahagia.
Kalian tau, sedari tadi dadanya berdegup tak karuan menanti jawaban pria berjidat lebar itu. Dan ia harus bersyukur mendengar jawaban yang diharapkannya itu.
Nah, nah. Changmin-ah...jangan bilang kau terpesona pada pria penyendiri itu. Bukankah barusan kau mengatai Yunho akan orientasinya yang bengkok itu?
Lalu, bagaimana dengan dirimu sendiri sekarang, hah?
Tbc again...
Nb: sadly to say, karena ini adalah terakhir kalinya aq mempost ff difandom ini, tapi ff ini akan tetap dilanjut mungkin di blog pribadi q. Blog q yang terbengkalai hahah..
Dan terima kasih banyak buat para reader yang sudah sudi membaca, mereview bahkan memfave ff ini...
Kamsahamnida m(_ _)m
My big regard
bie