Title : A Thousand Years Love Song
Rated : T
Cast : Yunho, Jaejoong, Changmin, Yoochun, Junsu, Eunhyuk, other casts
Pair : Yunjae, Yoomin, Jaechun, Homin other
Summary : Changmin akan melakukan apa saja agar Yunho bahagia meski dia harus terluka. /Jika kusimpan air mata ini selama 1000 tahun, apakah itu akan cukup? Apakah kita bisa bersama di kehidupan berikutnya?/
Disclaimer : Semua karakter milik diri mereka, orang tua, keluarga, dan agensi mereka. Tetapi plot dan cerita murni milik author dan apabila ada kesamaan, mohon dimaafkan m(_o_)m
Warning : Alur yang lambat, boy x boy, CRACK COUPLE (mungkin)
A/N : Ini chapter kedua yang saya janjikan. Semoga ending dan jalan cerita sesuai diharapkan. Jujur saja, ini cerita terkompleks yang pernah saya bikin dan semoga bisa dimengerti, kalau tidak...baca lagi aja *duar* XDD
Inspired by A Thousand Years Love Song – DBSK
Year 998 Month 6 Date 4
Malam ini sebuah pesta kembali diselenggarakan untuk merayakan ulang tahun daripada Putra Mahkota Kerajaan Korea Utara. Semua petinggi-petinggi kerajaan dari negara lain diundang untuk menghadiri pesta tersebut. Seperti biasa, pesta ini hanya sebuah kamuflase untuk melakukan diskusi dan mengamati tindakan musuh untuk selanjutnya. Musik dan dansa memenuhi ruangan pesta. Beberapa orang dewasa masuk ke dalam pembicaraan penting membiarkan anak-anak mereka bermain-main dengan teman seusianya.
Di luar ruangan, tepatnya di sebuah taman yang letaknya tak jauh dari ruang pesta, duduklah seorang anak laki-laki kecil di bangku taman. Tampak dari raut wajahnya dia tidak menikmati pesta tersebut. Dilihat dari parasnya, sepertinya anak laki-laki itu masih berusia 5 tahunan, tapi tinggi anak tersebut membuat perkiraan usia sedikit meleset. Dia menekuk kaki kanannya dan menyandarkan dagunya ke atas lututnya itu. Helaan nafas terdengar keluar dari bibirnya yang merah dan sedikit kering. Musik dari ruangan pesta sayup-sayup terdengar. Yang menemaninya hanya suara tetes air dari daun ke atas kolam ikan di depannya dan suara jangkrik.
"Apa yang kau lakukan di sini?" Tiba-tiba sebuah suara datang menghampirinya. Anak lelaki yang pertama mengangkat wajahnya dan melihat ke arah sumber suara. Dilihatnya anak lelaki lainnya yang berdiri tegap memakai pakaian kerajaannya dengan bangga. Setelah mengamati namja yang bertanya kepadanya, anak lelaki itu kembali meneruskan pikirannya dan mengabaikan pertanyaan yang ditujukan kepadanya.
Dirasakannya namja itu duduk di sampingnya dan menatap ke arah langit yang penuh dengan bintang. "Wah, pantas saja kau betah di sini, langitnya indah." Merasa tidak dijawab pertanyaannya, namja tersebut mencoba memulai pembicaraan.
Sebuah senyuman tipis terulas pada anak lelaki yang lebih muda itu. "Kau aneh." ujarnya pelan.
"Bukankah kau yang lebih aneh? Apa yang sedang kau lakukan di sini?" Dia mengalihkan pandangannya kepada namja yang lebih muda darinya itu. Sejenak mata mereka saling bertemu, hitam bertemu dengan hitam, saling menyelami perasaan masing-masing.
"Bosan." jawabnya dengan singkat. "Aku tidak pernah nyaman dengan pesta-pesta seperti ini, lain halnya dengan hyungku –mungkin."
Memang hanya sebentar, tapi namja di sampingnya sempat menaikkan alis mata seolah ingin bertanya lebih lanjut, namun hanya diam yang terucap. "Oh." Hanya itu yang bisa dilontarkan dan kembali lagi keheningan menyapu mereka.
"Siapa namamu?" Akhirnya namja muda itu memutuskan untuk bertanya. Rasanya nyaman berada dengan namja asing ini. Walau baru bertemu tapi rasanya mereka sudah saling mengenal dan dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan orang baru.
Namja itu terlihat dia sejenak kemudian tak lama menghela nafas. Diputarnya kepalanya dan mereka bertatapan. "Begini saja, rasanya tidak asyik kalau kita memberitahukan nama asli kita. Maksudku, nanti kalau kita sudah saling tahu nama, pasti sikap kita akan berubah." ujarnya dengan bahasa yang disederhanakan. Dia terlihat cukup bingung untuk merangkai kata yang tepat. Pasalnya yang ada di hadapannya ini hanya anak kecil yang kelihatannya berusia 5 tahun, walau anak lelaki itu tinggi dan memiliki badan yang tegap.
"Aku mengerti, maksudku kau tidak ingin karena 'status' kita sikap kita berubah satu sama lain, begitukah?" Namja yang lebih tua itu mengangguk dengan semangat, senang karena dia tidak perlu menjelaskannya lagi dan sedikit kaget karena anak lelaki itu tampak cukup pintar. "Arasso, panggil saja aku Max."
"Oke, Max." Namja itu menyengir dan mengulurkan tangannya. "Panggil aku Micky."
.
A Thousand Years Love Song
by eL-ch4n
20.01.2012
.
Year 1011 Month 8 Date 1
Sudah hampir 2 bulan berita hilangnya Yunho dan Changmin menyebar di masyarakat. Banyak kabar yang mengatakan bahwa Yunho yang merencanakan penyusupan tersebut dan menculik Changmin yang mengetahui aksi dari Sang Jenderal. Ada juga kabar yang mengatakan bahwa penyusup itu menculik Changmin dan membunuh Yunho. Begitu banyak simpang siur terjadi. Satu kenyataan yang ada, Yunho dan Changmin menghilang. Pedang Yunho tertinggal di lorong kerajaan begitu pula dengan genangan darah yang begitu banyak. Entah darah Changmin atau darah Yunho, tapi bisa dipastikan keadaan salah satu di antara mereka sekarat.
Keadaan Jaejoong tidak jauh dari kata sehat. Mendengar adik semata wayangnya menghilang ditambah dengan adanya kemungkinan kekasih hatinya meninggal membuat kesehatannya menurun. Yoochun sudah mengusahakan untuk memanggil tabit-tabit istana dan memberikan pengobatan terbaik untuk suaminya. Dia harus mengatasi masalah ini secepatnya karena kehilangan Yunho seperti kehilangan salah satu ksatrianya. Yunho adalah jenderal besar yang kemampuannya sudah tidak diragukan lagi di antara bawahannya. Dia pintar bermain dengan pedang, tangkas dalam menentukan tindakan selanjutnya, juga tidak lupa bahwa kebijaksanaan yang dimiliki oleh jenderal tersebut.
"Penasihat Choi, apa analisamu untuk keadaan ini?" Saat ini, Yoochun dan beberapa menteri istana serta Kyuhyun – penasihat Choi – sedang berkumpul di ruang rapat mendiskusikan keadaan mereka saat ini. Penyerangan 2 bulan lalu merupakan serangan tak terduga, untung saja tak banyak korban. Para petinggi dari kerajaan lain berhasil diamankan, walau memang Yoochun harus kehilangan satu atau dua anak buahnya. Yang penting keadaan bisa diatasi dan memang tinggal keberadaan Changmin dan Yunho saja yang harus dianalisa.
Kyuhyun berjalan menuju ke meja rapat dengan langkah tegas. Walau masih muda, tetapi kejeniusannya dalam menganalisa tidak diragukan. Itulah sebabnya pada usia mudanya, dia mendapat kedudukan sebagai penasihat. Banyak yang sempat menentang, tetapi atas kegigihan dan rekomendasi dari Changmin, akhirnya para petinggi pun lunak dan memberinya kesempatan. "Akan lebih baik kita membagi langkah kita. Pertama, sebarkan beberapa pengawal yang mengetahui wajah Yunho dan Changmin ke seluruh pelosok negeri dan mencari mereka. Kedua, di saat yang sama, kita telusuri lagi jalan-jalan yang digunakan para penyusup itu. Sayangnya para penyusup itu semua terbunuh oleh para pengawal istana sehingga tidak ada yang tersisa untuk diinterogasi."
Yoochun mengangguk tanda mengerti dan setuju dengan nasihat Kyuhyun. "Kau benar, tapi kita sudah menyebarkan pengawal ke seluruh pelosok negeri dan keberadaan mereka masih belum ditemukan."
"Kalau begitu, anda harus memperluas daerah pencarian. Negeri Korea ini begitu luas dan dengan luka yang mungkin diderita dari salah satu di antara mereka, saya yakin mereka belum bisa pergi jauh. Akan lebih baik jika kita juga melihat alasan di balik penyusupan ini. Tidak ada yang hilang, dan jika boleh ditambahkan, penyusupan ini terkesan serampangan dan tidak terencana." Kyuhyun berhenti sejenak untuk mengambil nafas dan membiarkan penghuni ruangan itu meresapi perkataannya. "Sepertinya memang tujuan awal dari penyusupan ini hanya menyebabkan kekacauan saja. Jika saya perhatikan dan analisa, ada dua kemungkinan. Pertama, penyusupan ini bermaksud menculik Jaejoong-shi dan mengancam anda atau kedua, tujuan awal mereka adalah Changmin. Yang kedua ini masih belum bisa saya mengerti, tapi akan saya telusuri lebih lanjut."
Yoochun sekali lagi mengangguk. "Baiklah, kalian boleh pergi. Untuk saat ini, tindakan yang bisa kita lakukan adalah mencari tahu keberadaan Yunho dan Changmin. Leeteuk-shi." Seorang namja dengan rambut hitam kecokelatan dan berwajah manis mengangguk mendengar namanya dipanggil. "Kau tolong urusi mengenai kabar yang beredar di masyarakat. Aku tidak mau mereka menduga-duga hal yang tidak baik."
"Baiklah, Yang Mulia." Leeteuk mengangguk memberi hormat dan mengijinkan dirinya untuk keluar untuk segera melakukan tugasnya.
"Lalu, Junsu-shi, aku mau kau yang bertanggung jawab selama Yunho masih menghilang." Junsu mengangguk dan menyusul Leeteuk keluar dari ruangan. "Aku tahu situasi ini rasanya aneh, tapi kumohon agar kalian semua bekerja sama dengan baik. Jika ada sesuatu yang ingin kalian utarakan, katakan sekarang dan aku akan mendengarkannya."
Seorang namja bertubuh kecil berparas manis mengangkat tangannya. Meski terlihat manis, rautnya dingin dan tak berekspresi. Bibirnya yang semerah darah itu menyunggingkan sebuah senyuman mengerikan. "Aku rasa bukankah hal ini sederhana?" tanyanya dengan nada mengejek. Yoochun menjawab dengan nada datar. "Maksud anda, Kibum-shi?"
"Saya memang hanya wakil dari Cina karena raja saya saat ini sedang mengurusi hal lain. Tapi, saya rasa semuanya bisa melihat hal ini. Cara pandang anda saja yang sepertinya harus diubah sedikit." Sekali lagi kata-katanya penuh dengan misteri dan ejekan membuat semua penghuni ruangan terdiam terutama Kyuhyun yang tangannya sudah mengepal dengan erat. "Bagaimana kalau mereka berdua memang merencanakan ini semua? Penyusupan ini dilakukan agar menutupi kenyataan sesungguhnya."
"Kenyataan?" sela Yoochun dengan ekspresi yang sulit untuk dijelaskan.
"Bagaimana kalau Yunho dan Changmin itu saling mencintai, tapi tidak bisa bersatu karena 'status' mereka. Lalu akhirnya mereka melakukan hal gila ini? Dengan begini mereka bisa bersama tanpa dihalangi apapun bukan?" tanyanya dengan datar tak lupa tatapan dingin yang diberikan pada salah satu penghuni ruangan tersebut yang menelan ludah.
"Ap-?" Yoochun tidak bisa menghentikan kalimatnya. Gulp. Dia menelan ludah. Apa benar yang dikatakan wakil dari Cina ini? Memang argumennya terlihat lebih masuk akal. Tidak, tidak mungkin. "Alasan yang masuk akal, Kibum-shi." Suara Kyuhyun sekali lagi memenuhi ruangan, memecahkan keheningan sesak di antara mereka.
Kedua namja itu sekarang saling berhadapan di depan Yoochun. Kyuhyun memutar kepala dan badannya sehingga mereka berdua saling menatap satu sama lain. Sebuah emosi meledak di antara mereka, menari-nari minta untuk dilepaskan. Senyuman sinis terpasang di wajah Kibum. "Benarkah? Tapi sepertinya anda tidak setuju dengan pendapat saya, penasihat Choi." Sebuah nada meremehkan terdengar di balik perkataan Kibum.
"Saya hanya ingin memberitahu bahwa ada sebuah celah dalam analisa anda." Kyuhyun menutup matanya sebentar membiarkan keheningan yang sudah menjadi teman mereka sedari tadi kembali menghampiri. "Jika benar teori mereka saling jatuh cinta itu benar, kenapa ditemukan genangan darah di lorong istana dan tidak lupa pedang Yunho-shi yang tertinggal? Akan lebih baik jika Yunho-shi membawa pedangnya serta sehingga bisa melindungi mereka dalam perjalanan."
Hening.
Kembali senyum sinis terulas di kulit putih itu. "Aku hanya mengutarakan pendapatku saja, Kyuhyun-shi. Anda tidak perlu tegang seperti itu. Rasanya anda tidak terima kalau mereka berdua sama-sama jatuh cinta." Kyuhyun tak menjawab hanya senyum sinis yang menemani wajahnya. "Yah, tapi saya rasa tidak ada masalah juga seandainya mereka benar-benar saling mencintai bukan?"
"Jika tidak adalagi yang ingin dibahas, saya mengundurkan diri." sela Kyuhyun. Raut wajahnya tetap datar tak menunjukkan ekspresi apapun. Yoochun pun mengijinkan Kyuhyun untuk undur diri dan tak lama mempersilakan semua anggota rapat tadi keluar termasuk Kibum. Sesaat sebelum Kibum keluar, dia terhenti. "Yoochun-shi." ujarnya pelan membuat kepala Yoochun yang sudah tertunduk terangkat dan bertatapan kembali dengan sepasang bola mata tajam tersebut. "Apa jadinya kalau itu alasan yang sesungguhnya?" Dan tanpa menunggu jawabannya, Kibum pergi meninggalkan Yoochun sendirian dalam ruangan tersebut.
Raja Korea itu merenungkan kembali perkataan wakil Cina itu. Tangannya meraih sebuah liontin yang mendekap erat di dadanya. Sebuah kalung dengan bandul sebuah batu berwarna merah membara. Dia menggenggamnya dengan erat membuat tangannya juga hampir memerah semerah batu tersebut.
Sebuah nama dibisikannya dengan suara lirih. "Max."
.
"Lihat, batu ini merah sekali."
"Mana, mana? Wah iya, batu ini indah sekali."
"Ayo kita ambil satu."
"Eh, memangnya boleh? Lagian mau dipakai di mana?"
"Aish kau ini, kemarikan talimu."
"Kau mau apa, Micky?"
"Nah selesai. Ini untukmu dan ini untukku. Bandul ini akan menjadi pengingat kita satu sama lain ya."
.
Year 1011 Month 8 Date 2
Sebuah desa dekat perbatasan Korea dan Jepang, tersebutlah sebuah gubuk kecil terbuat dari bambu terletak di tengah-tengah desa tersebut jauh dari kehidupan. Terlihat seorang namja tinggi sedang berjalan dari dalam hutan. Tangan kirinya memegang telinga kelinci yang baru saja diburunya untuk makan malam. Sebuah senyum tipis terukir di wajahnya ketika diletakannya kelinci yang sudah tak bernyawa itu di atas nampan. Perlahan kakinya melangkah menuju ke sebuah pintu. Dibukanya pintu itu dengan perlahan agar tidak menimbulkan bunyi.
Senyuman kembali terukir ketika didapatinya namja yang memiliki wajah tergolong kecil itu masih tertidur lelap dengan selimut yang menghangatinya. Perlahan dia melangkah menuju ke samping namja tersebut dan akhirnya duduk di samping tempat tidurnya. Tangannya mengatur poni namja tersebut dengan lembut. Setiap gerakannya penuh dengan kehati-hatian, tidak ingin namja itu terbangun dari tidurnya.
Tiba-tiba gerakan tangannya dihentikan oleh sebuah genggaman erat di pergelangan tangannya. "Changmin." Namja yang diketahui bernama Jung Yunho, Jenderal Legenda Korea Utara, memanggil namja tinggi itu dengan nada ancaman.
"Lukamu sudah lebih baik, hyung." Changmin mencoba melepaskan tangannya dari genggaman Yunho dan berhasil. Sang Jenderal sepertinya masih lelah. Lukanya masih belum pulih sepenuhnya.
"Min." ujar Yunho pelan sembari mendudukkan dirinya di tempat tidur. "Sampai kapan kita akan berada di sini? Kau bisa lepaskan kakiku, Min. Kau lihat aku masih terluka, aku tidak akan ke mana-mana." Yunho menunjukkan ke arah kakinya yang saling terikat dengan tali dan diberikan beban berat sehingga dia tak bisa beranjak ke manapun tanpa bantuan dari dongsaengnya itu. Kedua tangannya juga saling terikat membuat gerakannya sangat terbatas.
Changmin menggeleng sambil tersenyum lembut. "Aku tidak mau mengambil resiko, hyung. Sabarlah, sebentar lagi semuanya akan baik-baik saja. Begitu luka hyung sudah sembuh, semuanya akan baik-baik saja. Ya," ujarnya pelan. "Semua akan baik-baik saja." Dia terus mengulangkan pernyataan itu layaknya sebuah mantera untuk menyakinkan dirinya.
Yunho tidak mengerti dengan tindakan Changmin. Malam itu yang dia ingat Changmin menyerangnya dan dia kalah karena kecerobohannya. Kemudian Changmin mengatakan bahwa dia mencintainya sebelum namja tinggi itu melakukan sesuatu membuat dirinya merasakan sebuah sakit yang amat sangat. Ketika matanya terbuka, dia sudah berada di gubuk ini. Dia sudah kehilangan arah mengenai waktu. Sudah berapa lama dia menghilang, bagaimana kabar istana, bagaimana keadaan anak buahnya, dan bagaimana keadaan Jaejoong –kekasih hatinya?
Seolah bisa membaca pikiran Yunho, Changmin berkata dengan lembut, "Tenang saja hyung. Jae hyung memang sedikit sakit, tetapi tabib istana sudah menyembuhkannya. Dia baik-baik saja, walau dia masih sering melamunkan beberapa hal." "Melamunkanmu." lanjutnya dalam hati.
"Min, aku tidak mengerti. Apa yang kau inginkan?" Yunho mencoba menggali sesuatu dari namja yang sekarang sudah dewasa ini. Sungguh, semua tindakan Changmin merupakan misteri yang tidak bisa dia mengerti dan dia tidak merasa suka akan hal itu. Apakah Changmin sudah menjadi begitu gila karena mencintainya dan memutuskan untuk mengurungnya? Rasanya tidak mungkin Changmin melakukan hal itu, tapi yang namanya gila karena cinta semua bisa dilakukan kan?
"Kau tidak perlu mengerti hyung. Belum saatnya." ujar Changmin penuh dengan nada misterius. Semua jawabannya selalu mengundang pertanyaan lain yang tidak bisa terjawab. "Tapi, hyung, ingat satu hal. Aku sangat mencintaimu dan aku tidak ingin melihatmu menderita. Jika aku yang harus menderita, biarkan aku saja yang merasakannya." Dan setelah itu, Changmin memberikan sebuah senyum lembut terakhir dan beranjak pergi dari ruangan tersebut meninggalkan Yunho yang masih mencoba meresapi kata-katanya.
Tiba-tiba saja dia mengutuki dirinya sendiri! Dipukulnya tempat tidurnya dengan kedua tangan terikat melampiaskan kekesalannya entah pada siapa dan karena apa.
Changmin masih menyandarkan tubuhnya pada pintu kamar tersebut. Tetes air mata perlahan keluar dari bola matanya yang bening. Badannya perlahan turun dan duduk ke atas lantai yang terbuat dari kayu. Tubuhnya meringkuk seperti seorang anak kecil yang kehilangan mainannya. Kedua kakinya ditekuk. Tangan kirinya berada di atas kedua lututnya, sementara tangannya meremas sesuatu yang melingkar di lehernya –sebuah bandul dengan batu bulat berwarna merah maroon membara. Dia menahan isak tangisnya sambil tetap meremas bandul itu dengan erat seolah tak ingin melepasnya.
"Micky." lirihnya pelan.
.
"Memangnya kau akan pergi, Micky?"
"Mungkin sebentar lagi, Max. Tapi aku janji aku tidak akan melupakanmu. Kau kan harus menunjukkanku siapa jenderal beruntung yang kau cintai itu."
"Micky!"
"Hahaha...lihatlah Max, mukamu merah sekali! Ya sudah, kalau kita bertemu lagi, jangan lupa untuk saling bertegur sapa ya. Jangan lupa dengan janji kita. Bagaimana kalau kita ketemu lagi di tempat ini saat usiamu sudah lebih dewasa -18 tahun mungkin?"
"18 tahun? Kenapa harus begitu lama? Kau tidak mau bertemu dengan diriku lagi?"
"Karena...rahasia."
(Karena saat itu aku sudah bisa menikahimu, Max)
"Ya sudah kalau begitu. Janji?"
"Janji. Kita bertemu lagi di tempat bulan purnama bersinar paling terang ya."
"Memangnya tempat itu ada?"
"Ada, sini kubisikkan."
"Hoo...ada juga tempat seperti itu ternyata."
.
Year 1011 Month 8 Date 5
Sudah 2 bulan berada di dalam ruangan, Jaejoong merasa sedikit bosan dan lelah. Akhirnya, dia memutuskan untuk keluar dari ruangannya dan menginjakkan kaki di taman istana. Masih erat di hatinya bagaimana dulu dia mengelilingi istana ini dan menghabiskan waktunya bersama dengan Yunho. Meskipun menikah dengan Yoochun, kebersamaannya dengan Yunho masih tetap tidak berkurang karena Yoochun yang harus sering bepergian mengurusi keadministrasian.
Mengingat Yunho, kembali rasa sesak muncul di dadanya. Yunho –nya hilang dan tidak ada yang tahu di mana keberadaannya. Apakah ini pertanda dari Tuhan bahwa sudah seharusnya dia melupakan Yunho dan melakukan tugasnya sebagai seorang suami dari seorang Park Yoochun? Tidak, biar bagaimanapun hatinya masih dimiliki oleh Yunho. Dia akan mengkhianati kekasihnya jika dia membiarkan Yoochun untuk masuk. Tapi, bagaimana dengan ciuman itu, Jaejoong?
Ciuman yang diberikan Yoochun padanya waktu itu adalah ciuman pertama yang dirasakannya setelah menikah dengan Yoochun. Ciuman itu bermaksud untuk menenangkannya dan dia berhasil tenang. Dia juga menangis dalam dekapan hangat suaminya itu. Apakah itu berarti dia sudah memberikan kesempatan bagi Yoochun? Dia akan merasa sangat bersalah jika mengatakan dia mencintai Yoochun ketika hatinya masih berkelut dengan keberadaan Yunho. Kehilangan Yunho membuatnya sadar bahwa yang dia butuhkan adalah dekapan hangat dari jenderalnya, ksatrianya, kekasih hatinya. Hal ini memantapkan Jaejoong. Ya, dia masih mencintai Yunho, mencintai Jung Yunho. Dia rindu dengan suara lembut namja itu, rindu dengan candaan kecil yang dilontarkannya untuk menghibur Jaejoong yang bersedih karena appanya. Dia rindu masa-masa itu, masa-masa di mana mereka bisa saling merengkuh satu sama lain tanpa peduli dengan yang namanya 'status' sosial. Salahkan ayahnya yang terlalu bernafsu menyatukan kekuasaan. Sekarang, apalah arti kekuasaan itu ketika akhirnya ayahnya harus menghembuskan nafas terakhirnya tanpa membawa apapun juga menyusul ummanya?
Jaejoong terduduk di taman seorang diri, merenungkan kembali semua tindakan yang diambilnya. Apa yang harus dia lakukan selanjutnya, dia tidak tahu. Bukan hanya kekasihnya yang hilang, adik semata wayangnya juga tidak diketahui keberadaannya. Haruskah dia berakhir sendirian lagi?
Tampaknya dia terlalu asyik dengan pikirannya sendiri sehingga tak menyadari kehadiran suaminya. "Jae." Suara serak basah itu membuyarkan lamunan Jaejoong. Jaejoong berbalik dan mendapati suaminya tengah duduk di sebelahnya.
"Yoochun." ujarnya pelan. Dia tidak merasakan debaran itu. Tidak ada. Semuanya terasa nyaman ketika berada bersama dengan namja yang ada di sampingnya. Jadi benarkah bahwa semua ini hanya ilusi cinta semata?
"Tadi aku ke kamarmu dan tidak menemukanmu. Aku kemudian berpikir bahwa kau pasti akan berada di taman untuk merenungkan sesuatu." Yoochun mengelus kepala Jaejoong dengan lembut diiringi sebuah senyuman. "Tenanglah, kita pasti akan menemukan mereka."
Jaejoong tersenyum sambil menahan rasa sedih yang akan keluar sewaktu-waktu dan mengangguk. "Gomawo, Yoochun." Yoochun menjawab dengan senyuman tulus terukir di wajahnya.
"Yoochun-shi!" Sebuah suara memanggil Yoochun. Terdengar nada khawatir di balik suara itu. Tampak Junsu sedang berlari secepat yang dia bisa dengan sebuah surat di tangan kanannya.
Ketika Junsu telah tiba di depan rajanya, dia memberi hormat dan kemudian menyerahkan surat yang ditemukannya tergeletak begitu saja. Mulanya dia tidak menghiraukannya, tetapi dia merasa tertarik dan akhirnya dia memutuskan untuk mengambilnya. Yang membuatnya dia cepat memberikan itu kepada Yoochun adalah ketika dia membaca secarik baris pertama yang tertuju untuk rajanya. Merasa ini penting dan pribadi, dia tidak berani untuk melanjutkannya dan segera memberikannya kepada yang dituju.
Yoochun membuka gulungan surat tersebut dengan hati-hati. Apa yang dibacanya membuat pupil matanya membesar. Jaejoong hendak mendekat untuk membacanya, tetapi Yoochun telah berdiri dan meremas kertas itu. "Junsu, panggilkan Kyuhyun." Junsu segera memberi hormat dan melaksanakan tugasnya. Entah kenapa dia bisa merasakan hawa mengerikan yang keluar dari rajanya itu.
Mereka berdua tenggelam dalam kesunyian sebelum Yoochun berkata dengan nada lembut, namun mengerikan. "Jae, aku berjanji akan membawa mereka kembali untukmu." Tak menunggu balasan dari Jaejoong, Yoochun segera meninggalkan suaminya yang masih bingung.
Sepertinya hanya angin yang bisa melihat apa isi dari surat yang membuat suasana hati Yoochun berubah. Sembari berjalan ke ruangannya, tangannya meremas kertas tersebut dengan erat membuat tangannya sedikit terluka dan meneteskan darah, mengotori surat tersebut. Kedua bola mata Yoochun juga memancarkan sebuah amarah yang mendalam. "Max." desisnya pelan.
.
.
Annyeong, Micky.
Apakah kau masih mengingat diriku? Semoga saja, karena aku tidak pernah bisa melupakanmu. Kudengar katanya jenderal dan adik dari suamimu menghilang bukan?
Kalau kukatakan aku yang menyebabkannya, kau akan bagaimana? Pasti kau akan kesal dan marah seperti biasanya.
Tapi, masalahnya begini. Aku akan mengembalikan mereka untukmu, asal kau mau melakukan satu hal. Bawa serta suamimu ke tempat di mana bulan purnama bersinar paling terang 5 hari dari sekarang. Aku yakin kau masih ingat tempat itu, Micky karena kau yang memberitahukan tempat itu pada diriku. Aku akan menunggumu dengan kedua orang yang berarti bagi hidupmu.
Aku ingin bertanya, di antara dua orang ini, siapa yang lebih ingin kau selamatkan? Yunho? Changmin? Aku harap kau memberi jawaban yang tepat.
Salam,
Max
.
Year 1011 Month 8 Date 10
Changmin sadar bahwa malam ini semuanya akan berubah. Ketika pagi tiba, dia merasa enggan untuk membuka mata dan beranjak dari tempat tidurnya, tetapi semua sudah berjalan sesuai rencananya dan apa jadinya jika sang pemeran utama tak turun dalam panggung? Dia berjalan dengan lunglai ke kamar Yunho. Dilihatnya Yunho masih tertidur dengan lelap. Sekali lagi dia tersenyum lembut sembari mengelus dahi namja yang dicintainya itu. Dia mengecup lembut dahi itu untuk yang terakhir kalinya. Seluruh tubuhnya bergetar hebat. Belum pernah dia merasa segugup ini.
"Kuatkan dirimu Shim Changmin!"
Dia melepaskan ikatan tangan dan kaki Yunho. Dengan lembut dia menepuk pipi Yunho, membangunkan sang jenderal. "Yunho-hyung, ayo bangun. Kau harus mandi." Yunho membuka matanya dan mendudukkan dirinya. Dilihat ikatan pada tangan dan kakinya telah terlepas. Apakah berarti hari ini Changmin akan membebaskannya? "Changmin?"
"Ne, hyung. Hari ini semuanya akan terungkap dan semoga kau mengerti." Terlihat garis muka Changmin membentuk sebuah raut kesedihan. Yunho hendak meraih namja jangkung itu, tapi Changmin telah menghalanginya lebih dulu. "Hentikan hyung. Kau hanya akan menyakitiku lebih dalam." ujarnya dengan sedih. "Ijinkan aku untuk menciummu sekali saja. Aku ingin tahu bagaimana rasanya mencium seseorang yang kucintai. Tolong."
Melihat betapa rapuhnya Changmin saat ini, Yunho tidak bisa menolak. Dia membiarkan Changmin mendekat ke arahnya dan menempelkan kedua bibir mereka. Hanya sekilas karena tak lama kemudian Changmin menarik dirinya sebelum dia tidak bisa menguasai dirinya. "Gomawo, hyung." Changmin menarik nafas sebentar kemudian berdiri. "Ayo mandi, hyung. Bajumu juga sudah kusiapkan. Sebentar lagi, hyung. Sabarlah."
Yunho masih tidak mengerti dengan tingkah laku Changmin, tetapi melihat dongsaengnya itu sangat menderita, dia tidak mau mendorongnya lebih dalam lagi. Diapun mengangguk dan segera mandi untuk menyegarkan pikirannya. Apa yang dimaksud Changmin dengan sebentar lagi? Apa yang akan terjadi? Setelah selesai memandikan dirinya, dia memakai bajunya –baju tentara waktu dia menghilang kemarin. Sebuah kertas berada di samping bajunya beserta sarapan pagi itu –sebuah sup dan roti panggang.
Isi kertas itu hanya tulisan Changmin yang mengatakan dia harus pergi untuk sementara dan bahwa sarapan itu untuk Yunho. Dia juga menitip pesan agar Yunho jangan pergi ke mana-mana dan dia boleh menggerakkan tubuhnya yang sudah sedikit kaku itu. Yunho hanya tersenyum simpul. Dia memang ingin kabur, tetapi dia tidak ingin menyebabkan dongsaengnya itu bersedih lebih dalam lagi. Akhirnya diapun meneguk sup yang masih hangat tersebut bersama dengan roti panggang itu. Tapi entah kenapa, kepalanya terasa pusing dan rasa kantuk menyerangnya.
Bruk.
Dan dia terjatuh ke dalam kegelapan sekali lagi.
Kriet.
Perlahan pintu gubuk itu terbuka. Sosok Changmin terlihat memegang kenop pintu bersama dengan seorang namja lain yang berjalan di belakangnya. "Aku harap kau tahu apa yang kau lakukan, Min." Namja itu berujar dengan nada tegas untuk memperingati Changmin. Changmin mengangguk sembari tersenyum dan segera mengangkat badan Yunho dibantu namja itu.
"Aku hanya bisa berharap semua sesuai rencana, Kyu." ujarnya lembut.
Kyuhyun –namja itu – mendengus pelan dan membantu Changmin untuk membopong Yunho ke tempat perjanjian. "Kalau kau gagal, aku juga akan ikut bersama denganmu, Min."
"Tidak, sudah kukatakan kau tidak usah ikut campur." sela Changmin dengan tegas. Dibaringkannya tubuh Yunho di atas rumput, tepat di bawah pohon oak yang besar.
"Kau sahabatku, Min. Dan ini adalah ideku! Kalau gagal, aku yang akan bertanggung jawab!" Kyuhyun masih bersikeras. Dia tidak mungkin meninggalkan sahabatnya begitu saja, sahabat yang sudah mendukungnya begitu lama. "Pokoknya aku tetap akan membantumu sampai saat terakhir!"
"Ne, arasso. Gomawo, Kyu." Dia segera memeluk Kyuhyun dan membenamkan mukanya ke atas dada Kyuhyun. Dia sudah lelah dan berharap bahwa hari ini semua penderitaannya akan berakhir.
.
.
Yoochun hanya mengajak Junsu, Eunhyuk untuk menemaninya menuju ke tempat perjanjian. Jaejoong bersikeras untuk ikut serta, tetapi Yoochun menolaknya. Dia tidak mau ada apa-apa terjadi pada suaminya. Walau dia tidak begitu mencintai suaminya itu, tapi dia tidak mau terjadi sesuatu pada Jaejoong.
"Kalian berdua diam di sini dan tunggu aba-abaku." Eunhyuk dan Junsu mengangguk dan bersiaga di posisinya. Yoochun mengangguk tanda senang dan segera berjalan menuju ke tempat perjanjian. Malam itu langit tak berbintang membiarkan sang rembulan bersinar sendirian. Tempat yang dimaksud adalah sebuah lembah yang cukup tinggi mendekat ke langit membuat bulan purnama bisa terlihat begitu indah dan terang.
Sudah beberapa menit berlalu namun tak ada tanda-tanda siapapun yang datang.
Srek. Duag.
Yoochun berbalik dan menemukan kedua pengawal yang diajaknya sudah terbaring tak berdaya penuh luka, namun masih bernafas. Dilihatnya sosok yang berdiri tegap di antara kegelapan malam. Sosok itu seorang namja berpostur tubuh tinggi dengan kostum serba hitam menyelimutinya sehingga Yoochun tak bisa menebaknya, tak lupa juga sebuah masker menutup bagian bawah wajahnya. "Max?" tanya Yoochun dengan hati-hati. Melihat bandul merah itu membuat kaki Yoochun mendadak kehilangan tenaganya. Di hadapannya itu adalah Max, sahabat masa kecilnya, orang yang selalu menghiburnya, dan orang yang dia cintai.
"Hai, Micky!" Suara itu terdengar tinggi dan mengencam. "Bukankah sudah kubilang untuk membawa Jaejoong turut serta? Namun kau malah melanggarnya dan membawa dua cecunguk tak berguna ini."
"Max." Desis Yoochun terdengar mengancam. "Aku bersumpah jika sesuatu terjadi pada –"
"Pada siapa, Micky? Siapa yang ingin kau selamatkan?"
Apakah ini sebuah pertanyaan jebakan? Yoochun menghela nafas kemudian menariknya. "Max atau harus kupanggil." Dia terhenti sejenak sementara sosok itu terdiam membiarkan angin berhembus menyapu mereka. "Shim Changmin."
Sosok itu melakukan hal yang sama seperti sebelumnya, melepas masker membiarkan wajah seorang Shim Changmin terlihat oleh pantulan cahaya rembulan. "Kau tahu ini aku?" tanyanya dengan nada senang?
"Changmin, hentikan permainan ini, ini sama sekali tidak lucu." Yoochun mengabaikan pertanyaan Changmin dan berjalan pelan mendekati namja jangkung yang ada di hadapannya. "Aku tahu bahwa Max itu kau, aku tahu bahwa jenderal yang kau cintai itu adalah Yunho, tapi yang tidak kuketahui, kenapa kau lakukan semua ini?"
Changmin terdiam. Kedua pasang mata itu saling menatap, mencoba mencari jawaban yang tersembunyi. "Kenapa kau tidak pergi saja bersama dengan Yunho, bukankah dengan begitu kau bisa hidup bahagia bersama dengannya?"
"Tidak semudah itu." jawabnya dengan tegas namun sorot matanya terlihat sendu. "Apa kau bisa hidup bersama dengan seseorang yang kau cintai namun tak pernah melihatmu, tak pernah mencintaimu?"
.
.
Tok. Tok.
"Sebentar." Jaejoong membuka pintu kamarnya yang diketok entah oleh siapa. Ketika pintu terbuka, sebuah tubuh terjatuh pada dirinya.
Matanya terbelalak. Tubuh yang jatuh itu adalah Yunho?
.
.
"Jadi apa yang ingin kau lakukan?" tanya Yoochun. Dia masih tetap mengurangi jarak di antara mereka, mencoba menggapai apa yang ada di depan matanya.
"Aku ingin memberinya kebahagian, tapi aku tidak tahu bagaimana caranya." Changmin terhenti begitu pula dengan langkah Yoochun. "Sampai Kyuhyun mengatakan kepadaku."
"Kyuhyun?"
.
.
"Arasso, tapi aku tidak yakin ini akan berhasil. Begini, Yunho harus menghilang dan kau harus melakukan sebuah pertukaran dengan Yoochun. Kau harus mengajaknya seorang diri. Di saat itu kau kembalikan Yunho kepada Jaejoong dan kau bawa Yoochun pergi selamanya."
"Kenapa tidak sebaliknya?"
"Bodoh, kau seperti tidak tahu pikiran hyungmu saja."
"Dia memang bukan hyungku, kau tahu itu kan, Kyu?"
"Ne, mianhae. Aku tidak bermaksud –"
"Tidak apa-apa. Jadi, maksudmu?"
"Mudahnya, kau bawa Yoochun, entah kau bunuh dia –"
"Andwae! Jangan mengatakan bunuh semudah itu."
"Ne, mianhae. Aku benar-benar minta maaf. Baiklah, kau bawa saja dia pergi jauh. Mungkin kasih dia obat agar dia lupa ingatan atau apapun. Tentu saja berarti Jaejoong akan kehilangan suaminya. Saat itu, rakyat pasti akan memaklumi jika seandainya Jaejoong tidak menikah dan dia bisa bersama dengan Yunho. Bukankah begitu?"
"Tapi kenapa tidak mereka saja yang kabur dan Yoochun di istana? Biar bagaimanapun Yoochun itu raja dan perannya lebih penting."
"Tapi hyungmu juga raja kan? Sekarang, coba kau di posisi hyungmu dan Yunho, mereka pasti tidak akan mau hidup bahagia tapi di satu sisi melupakan tanggung jawab mereka terhadap rakyat. Mereka pasti akan diliputi rasa bersalah. Dengan ini, semuanya akan bahagia."
.
.
"Jadi semua ini hanya rencanamu untuk membahagiakan mereka?" Changmin terdiam, tapi Yoochun menganggap itu sebagai jawabannya. Tiba-tiba gelak tawa terdengar dari mulut Yoochun. "Changmin-ah, Changmin-ah. Kalau kau ingin melakukan itu, kenapa tidak berdiskusi denganku? Dengan begitu kau tidak perlu melakukan hal ini." Entah bagaimana, sudah tidak ada jarak lagi di antara mereka. Yoochun menggenggam kedua tangan Changmin dengan erat. "Dan kau tak perlu mengotori tangan ini." Dia mengecup kedua tangan itu dengan lembut.
Changmin menatap tidak percaya. "Micky?"
"Yoochun, Chunnie, atau apapun panggil aku selain Micky." ujarnya lembut dengan suara seraknya.
Andai saat itu tidak gelap mungkin Yoochun bisa melihat betapa merahnya kedua pipi Changmin sekarang. "Apa maksudmu?"
"Saranghae, Minnie. Sejak kita pertama bertemu di pesta itu, sejak kita menghabiskan waktu bersama. Aku selalu mencintaimu."
Kedua bola mata Changmin membesar. Tidak mungkin, rasanya cinta benar-benar membutakannya. Dia tidak menyadari ada seseorang yang begitu mencintai dirinya –sangat mencintainya. "Kau?"
Yoochun mengangguk dan menatap mata Changmin dengan hasrat yang mendalam. "Jika ini artinya aku bisa memilikimu, aku rela melepas takhtaku dan membiarkan pasangan itu memilikinya. Bagiku, kau lebih penting." Dia memeluk Changmin dengan erat membiarkan namja yang lebih muda itu menangis keras melepaskan semua emosi yang tersimpan dalam hatinya.
Tampaknya bulan purnama tak akan sendiri lagi malam itu sama seperti Changmin yang sudah menemukan Micky-nya.
.
.
"Sepertinya semua sesuai rencanamu ya?" Sebuah suara muncul dari balik semak-semak mengejutkan Kyuhyun yang sedang duduk menatap langit tak berbintang. Kyuhyun tak bergerak dan meladeni tamu tak diundang itu. Dia hanya membiarkan pemilik suara tersebut duduk di sampingnya tanpa menghiraukannya sedikitpun. "Dengan begini, apakah kau akan bahagia?" tanya pemilik suara itu penuh selidik.
"Selama dia bahagia, aku akan bahagia –atau setidaknya aku akan berusaha bahagia." ujar Kyuhyun dengan pelan.
"Aku ingin melihat bagaimana reaksinya andai dia tahu bahwa kau sudah mempertimbangkan semuanya." Pemilik suara itu kembali berbicara, tapi Kyuhyun tak langsung menanggapinya.
"Maka saat itu dia akan marah padaku." Kyuhyun kembali diam. Tak lama dia menghela nafas dan memutar kepalanya menatap pemilik suara tersebut. "Dan Kibum-shi, gomawo."
Kali ini senyuman yang terukir di wajah Kibum adalah senyuman tulus yang bisa melelehkan siapapun. Kibum mengangguk dan kembali bergabung dengan Kyuhyun mengamati langit yang tak berbintang.
.
.
Apakah akhirnya mereka semua bahagia? Tidak ada yang tahu, tapi tidak semua kisah harus berakhir bahagia, namun bukan berarti dalam hidup mereka tidak ada kebahagiaan. Changmin telah menemukan kembali Mickynya yang akan mengisi kekosongan hatinya. Yunho kembali kepada Jaejoong dan akan selalu menjaga kekasihnya. Dan Kyuhyun? Pemuda itu akan mencoba melupakan apa yang dinamakan cinta, tapi dengan Kibum di sampingnya, rasanya itu bukan hal yang mudah.
Kisah ini terjadi tepat 1000 tahun yang lalu, apakah kisah yang sama akan terulang lagi, tidak ada yang tahu. Tapi bukan berarti, tidak mungkin sebuah kebetulan yang sama akan terjadi.
.
.
Year 2011 Month 2 Date 1
Incheon International Airport, 11.51 p.m.
"Ne arasso, umma. Aku bukan anak-anak lagi. Iya, aku sudah sampai di bandara sekarang. Belum, aku belum lihat Jae-hyung. Mungkin dia akan sedikit telat." Seorang namja dengan tinggi di atas rata-rata terlihat berjalan di bandara. Tangan kirinya sedang memegang telepon, tampak dia sedang berbicara dengan ummanya, sementara tangan kanannya menarik koper yang dibawanya. "Ne, saranghae umma."
jangkung itu segera menutup teleponnya dan menarik kopernya. Di sisi lain tampak sekumpulan yeojya yang sedang membawa spanduk bertuliskan 'I LOVE YOU MICKY' 'MICKY, BE MY BOYFRIEND' dan sejenisnya tak lupa dengan foto seorang pemuda tampang dengan rambut hitam cepak, berkulit putih dengan jidat yang sedikit lebar.
"Sepertinya ada artis penting." pikir namja itu sambil melirik ke arah kumpulan yeojya yang masih menunggu kedatangan seorang Micky Yoochun –idola yang sedang naik daun saat itu. Namja tinggi itu mengangkat bahunya dan mengabaikan keramaian tersebut. Toh, itu bukan urusannya.
Brak.
Tiba-tiba saja dia menabrak seseorang dan dirinya terjatuh ke atas lantai. Orang yang ditabraknya segera meminta maaf dan membantu namja itu berdiri. 'Sepertinya wajahnya sedikit familiar.' Pikir namja jangkung itu.
"Mianhae, aku tidak memperhatikan jalan. Aku sedang terburu-buru tadi." Namja jangkung itu menggeleng kepalanya.
"Gwenchana. Aku tidak apa-apa. Kalau kau buru-buru, lebih baik kau segera pergi."
"Ne, arasso. Gomawo. Mianhae sekali lagi." Namja yang menabraknya itu sekali lagi meminta maaf dan pergi meninggalkan namja jangkung itu yang hanya menghela nafas. Ketika dia hendak merapikan dirinya, dilihatnya sesuatu bersinar di bagian kopernya. Ketika diteliti, itu sebuah leontin berupa batu berwarna merah maroon yang secara kebetulan –atau takdir – mirip dengan punyanya. "Kok bisa sama? Tapi ini pasti banyak dijual di pasar kok. Aigo, bagaimana cara aku mengembalikannya ke namja tadi ya? Ya sudahlah, aku simpan saja, siapa tahu nanti ketemu lagi.'
Dan itulah pertemuan pertama seorang Shim Changmin dengan Park 'Micky' Yoochun 1000 tahun kemudian.
.
.
Brak.
"Umma, nanti aku telepon lagi ya." Namja cantik itu segera menutup teleponnya dan keluar dari mobilnya yang baru saja ditabrak. "Aigo, bagaimana ini?"
"Mianhae, apakah kau baik-baik saja?" Dari mobil yang satunya keluarlah seorang namja dengan wajah yang lebih kecil dari namja lainnya.
Sejenak namja cantik itu terpukau dengan ketampanan namja tersebut, tapi kemudian dia kembali tersadar. "Ne, gwenchana. Tapi bagaimana ini, aku harus segera menjemput adikku dan mobilnya sepertinya tidak bisa digunakan."
"Bagaimana kalau aku mengantarmu?" Namja cantik itu masih menatap dengan curiga namja tampan itu. "Tenang saja, anggap saja sebagai permintaan maafku dan aku akan menyuruh temanku yang seorang pemilik bengkel untuk mengurusnya. Sebentar." Diapun segera mengeluarkan ponselnya dan menekan beberapa tombol. "Ne Kyu, ini aku bisa kau segera ke jalan menuju bandara? Iya, aku menabrak mobil dan sepertinya kerusakannya cukup parah. Bisa kau segera ke sini? Oke, gomawo." Cklik. Namja tampan itu segera menatap namja cantik itu dan tersenyum. "Sudah, sebentar lagi dia akan ke sini. Kita tunggu sebentar saja. Oh ya, namaku Jung Yunho."
Uluran tangan yang diberikan namja tampan itu sedikit diragukan oleh namja cantik itu, tapi kemudian akhirnya diapun menyalaminya. "Kim Jaejoong."
.
.
"Aish, Yunho itu bisa-bisanya menganggu saja!" Namja dengan rambut hitam cepak itu segera menutup ponselnya dan membantingnya ke atas tempat tidur.
"Ada apa chagi?" Namja lainnya yang terlihat manis dengan bibirnya yang semerah kirmizi, rambut sehitam arang dan kulit seputih salju itu bertanya kepada namjachingunya dengan lembut.
"Yunho hyung menabrak mobil –lagi. Dan aku harus ke sana sekarang juga. Mianhae, Bummie. Sepertinya kita harus menunda acara makan siang kita."
Namja manis itu tersenyum dan mengecup singkat pipi namja tampan itu. "Gwenchana, Kyunnie. Yang penting kita bisa bersama." Dan mereka berpelukan dalam damai yang tak bisa mereka rasakan.
.
.
The End
.
.
Tamat, kali ini tamat setamat-tamatnya. Apakah akan diberikan penjelasan mengenai tingkah laku Changmin atau hubungan mereka selanjutnya itu masih belum diketahui. Tergantung dari mood author dan minat dari para readers.
Sungguh, tidak diduga ceritanya bakal panjang dan membingungkan seperti ini -_-"
Semoga kalian semua mengerti dan jika tidak, silakan bertanya dan berkomentar *duar*
Oh ya, jadi ingat. Happy Lunar New Year bagi yang merayakannya
Selamat mendapatkan ang pao ya...haha...
Oke deh. Makasih buat
4kasuna Fu-chan. Enno KimLee. Milky Black Snow. Ca-Latte. Park Hyo Ra. widiwMin. Zero Bie. toriYJSM. Rveryn. Han Sera. Chidorasen.
Oh ya, yang mau request pair juga boleh, dan kalau tertarik seh bakal saya bikin *duar*
Korban pair berikutnya kaykny Minsu deh, kaykny lagi tertarik dengan si lumba-lumba dan food monster XDD tapi saya juga lagi tertarik sama ChangminxDonghae...jiahaha my two biases XDD
Kenapa ya saya jadi bkin pair crack semua? (-_-") Widi, semua gara-gara kamu, eon jadi ketagihan *duar*
Thanks for reading ;)
Akhir kata,
Review?
3001ChangMinnie