Sakigane(Rauto & Noir):
Hallo, semuanya. Pada akhirnya sampai juga di chapter terakhir fic ini, nggak nyangka juga sih akhirnya sudah mau tamat begini. Untuk proses pembuatannya, Rauto tidak bisa mengetik secara langsung karena sedang belajar untuk ujian, jadi menitip naskah fanfiction-nya ke Noir :3 Jadi ceritanya dibuat Rauto, yang ngetik Noir (penting banget). Terima kasih kepada seluruh pembaca maupun chara yang terlibat (lu kata tersangka terrorist) dalam fanfic ini, ya. Sedikitnya kami terharu fic ini sudah mau tamat, hehehe. Semoga Noir bisa merangkai naskah buatan Rauto lewat fic ini. Akhir kata happy reading~
.
.
.
.
.
A HOPE Star!
Day Forever
© Sakigane (Rauto & Noir)
Rate: T
WARNING(s): Misstypo, OOC, AU, dll
Don't Like, Try Read
.
.
.
.
.
Sesekali Tsubasa memandangi piala penghargaannya. Penghargaan yang begitu direbut jutaan peserta dalam ajang award yang mengukit sejarah dunia, penghargaan yang menaikan namanya menjadi bintang besar di Jepang, juga penghargaan yang mempertemukannya dengan malaikat hatinya. Malaikat satu-satunya yang bisa meruntuhkan tembok es dalam hatinya, malaikat satu-satunya yang bisa menarik senyum tulus darinya, malaikat yang mengubah hidupnya.
Tapi sekarang apa… Semua itu tinggal angan-angan saja, tinggal kenangan yang akan terus diingat Tsubasa seumur hidup. Baru saja kemarin Tsubasa melepas kepergian sang malaikat yang kembali dalam tidur panjangnya. Malaikat yang dipenjara dalam hukuman takdir, dan Tsubasa tidak boleh egois untuk memintanya tetap disisi Tsubasa. Sebetulnya bagi Yuu sendiri, Tsubasa juga malaikatnya. Satu-satunya makhluk awam yang bisa mengerti dirinya, bagaikan tali takdir yang tidak bisa dilepas lagi. Tali takdir yang membuat ikatan mereka semakin kuat, semakin kuat seiring detik jarum jam berjalan, semakin kuat seiring hari terus berganti siang dan malam.
"Yuu…" guman Tsubasa sesekali menyebut nama yang begitu berharga baginya. Walaupun hanya seminggu, walaupun begitu singkat, walaupun tidak bisa selamanya bersama, tapi Tsubasa tidak akan pernah melupakannya. Sosok dimana kehadirannya bagaikan kilauan bintang yang menyinari distorsi luar angkasa. Tidak terasa hari-hari penuh kenangan bersamanya kini tidak tersisa apapun.
Bahkan saking bodohnya, Tsubasa tidak pernah mengabadikan sosok rupanya dalam sebuah foto. Tidak pernah, tidak pernah Tsubasa memotret sosok itu sebelum akhirnya sosok itu berubah menjadi debu berlian yang terbang ke angkasa luas.
Dengan hilangnya Yuu dalam hidup Tsubasa, anak ini memutuskan untuk melewati hari-harinya seperti biasa. Tapi tentu saja terasa berat baginya, sakit di hati ini tidak bisa disembunyikannya sedalam apapun samudra perasaan yang meluap. Bahkan Tsubasa mengingkari perkataannya sendiri… perkataan dimana dirinya pertama kali bertemu dengan Yuu…
"Kh…" Tsubasa melipat kedua tangannya di depan piano yang masih tertutup rapi tutsnya. Dan disana kepada dinginnya bersandar, menyendiri dari apapun. Padahal dulu Tsubasa dengan mulutnya sendiri berkata …
… ia tidak akan sakit hati dan berharap Yuu cepat menyingkir dari kehidupannya.
Apa ia harus menemukan pengganti Yuu? Tidak sedikit sosok seperti Yuu ada di dunianya untuk sekarang. Tapi Tsubasa tidak bisa melakukan itu. Yuu tidak bisa disamakan dengan apapun, tidak ternilai apapun. Yuu begitu istimewa bagi Tsubasa, Yuu adalah yang nomor satu dalam hati Tsubasa. Senyuman tulusnya selalu terukir indah dalam memori ingatan Tsubasa, kenang-kenangan yang mereka lalui bersama selalu teringat oleh hati Tsubasa …
Tsubasa mengangkat kepalanya kembali, melihat keseluruhan ruang latihannya yang sunyi. Dirinya kembali teringat dimana dirinya bersama Yuu berlatih bersama menciptakan nada-nada yang indah. Sungguh kehangatan sebuah keluarga yang selama ini dirindukan Tsubasa, dan tidak akan ada yang bisa menggeser posisi Yuu di kursi piano kesayangannya itu. Memikirkan itu membuat Tsubasa semakin sakit saja dalam batinnya, ia tidak bisa berpikiran jernih seperti sedia kala. Karena Yuu sudah datang mewarnai hidupnya dan sekarang pergi dengan begitu cepatnya …
Pria berambut panjang itu pun beranjak keluar dari ruang latihannya, berusaha untuk melupakan apapun yang terjadi disana dengan Yuu, tapi begitu keluar, rasanya Tsubasa semakin sakit saja. Hatinya tersayat-sayat begitu memandangi ruang keluarga, tempat dimana biasanya dia dan Yuu menonton acara televisi bersama. Dan disana Yuu selalu saja melepas tawanya yang terdengar begitu indah bagi indera pendengaran Tsubasa. Dan disana Tsubasa sering kali mengajarkan apa saja yang tertinggal dari Yuu selama 100 tahun berlalu. Saling tahu-memberitahu, saling tawa-tertawa… Walaupun sederhana, tapi itulah sosok keluarga harmonis yang selama ini hilang dalam diri Tsubasa selama bertahun-tahun. Dan walaupun singkat, Tsubasa bisa merasakan sosok keluarga yang sesungguhnya, sosok keluarga yang begitu bersinar dan berkilauan sejauh mata memandang. Dan yang mengajarkan itu adalah Yuu …
Tidak mau semakin sedih, Tsubasa kini melangkah dengan pelan menuju kamar tidurnya bermaksud untuk istirahat. Tapi ternyata disana Tsubasa semakin terpukul. Dilihatnya sebuah kamar yang penerangannya bergantung pada ventilasi udara yang cukup besar. Kamar yang sunyi, dan disana terdapat banyak sekali mainan yang pernah dibelinya untuk Yuu, untuk senyumannya, untuk kebahagiaannya. Dan Yuu tidak pernah menolak apapun yang diberikan Tsubasa padanya, sekalipun itu perbuatan buruk Tsubasa. Melihat mainan-mainan yang menganggur itu, ingin sekali Tsubasa melihat Yuu memainkannya kembali, ingin sekali ia melihat Yuu bersenang-senang dengan alat duniawi itu. Tsubasa tertunduk, rasanya ingin menangis untuk yang kedua kalinya semenjak dirinya menjadi manusia dingin.
Kini dirinya sadar, yang bisa membuatnya tertawa dan bersedih hanya Yuu seorang, sekalipun sanak saudara Tsubasa meninggal, Tsubasa tidak pernah menitikan air matanya demi bersedih. Tsubasa tidak pernah menangisi kepergian sanak saudaranya yang lain, tidak pernah. Bahkan walaupun kejam, Tsubasa berani bersumpah kalau ia tidak akan menangis sekalipun teman personilnya yang menghilang. Yang membuatnya sedih dan rapuh seperti ini…
… hanya Yuu seorang.
Entah karena apa, Tsubasa melangkah mendekati lemari pakaiannya yang terbilang cukup besar. Dan dengan kedua tangannya, dibuka daun pintu lemari itu. Dibuka tanpa suara, dan Tsubasa betul-betul ingin menangis melihatnya. Disana terdapat beberapa baju yang dibelinya untuk Yuu, mengisi hampir setengah dari lemari pakaiannya. Bukti rasa sayangnya pada sang adik kebanggaan Tsubasa seumur hidupnya. Isi baju dalam lemari itu hampir sama seperti Yuu yang mengisi hari Tsubasa. Walaupun tidak sampai setengah dari hidup Tsubasa, tapi detik-detik itu begitu berkilauan dan tak ternilai harganya.
Hatinya begitu sakit, hatinya begitu perih, kenapa bisa hanya dengan seorang Yuu dirinya menjadi seperti ini…?
Tidak ingin sakit hati seperti itu terus, belum lagi Tsubasa juga tidak mau menangis. Menangis sama halnya dengan penyesalan, dan menyesal sama sekali tidak membuahkan apapun. Sekalipun ia menangis sampai air matanya kering pun, Yuu tidak akan datang lagi padanya. Tertidur untuk selamanya, dan Tsubasa tidak akan pernah melihatnya lagi. Tsubasa pun keluar dari kamarnya. Bingung apa yang harus dilakukannya, Tsubasa pun pergi ke dapur bermaksud untuk memasak sesuatu, setidaknya melakukan pekerjaan agar dirinya tidak semakin terpuruk.
Tapi pada kenyataannya, angin yang berhembus dari jendela dapur membuat air matanya menetes dari pelupuknya. Dapur… Tempat dimana dirinya memasak bersama dengan Yuu, tempat dirinya bisa berbagi hal kecil yang diketahuinya pada adik tersayang. Tempat mereka sering kali tertawa bersama bersama. Juga tempat dimana Yuu pergi dari genggamannya. Bahkan uang semahal apapun tidak bisa menundah kepergiannya. Tsubasa jatuh tersungkur disana, tertunduk dengan air mata yang sudah tidak bisa dibendung lagi. Entah menyesal atau sedih, tapi Tsubasa sudah tidak kuasa untuk menahan perasaan pedihnya, perasaan sakitnya yang begitu besar. Ia menangis sejadi-jadinya, sampai air matanya sudah habis dikeluarkannya, tertunduk sendirian di dapur, rindu akan sosok Yuu …
Entah berapa lama dirinya berusaha melepas semua penyekat hatinya …
Entah detik kapan dirinya mulai lega akan perasaannya …
Entah putaran jarum jam kapan dirinya mulai kosong dari masalahnya …
Tsubasa kembali mengangkat kepalanya, berusaha untuk menyudahi tangis kepedihannya. Dan sesuatu menangkap pandangannya, sebuah vas dengan bunga yang tidak akan pernah dilupakan Tsubasa. Ya, itu adalah bunga yang pernah diberikan Yuu padanya, anggap saja sebagai 'salam' perkenalan pertemuan pertama mereka. Tsubasa meletakan bunga itu di sebuah vas yang tidak begitu mewah, dan diletakan di sudut jendela dapur. Sesaat kalau angin berhembus, bunga itu mengikuti alunan angin dingin yang menyeruak. Meskipun begitu …
… bunga itu tetap hidup. Biasanya bunga tidak akan bertahan lama setelah mekar keindahannya lalu mati. Tetapi bunga yang pernah Yuu berikan pada Tsubasa, sekalipun sudah berusaha untuk ditolak, tapi Yuu tidak menyerah. Dan kini bunga itu menjadi kenang-kenangan bearti bagi Tsubasa. Satu-satunya yang Yuu bisa berikan padanya dan terus mekar sampai sekarang. Mekar walaupun angin dingin menerpanya, mekar walaupun airnya jarang diganti, tetapi bunga itu terus hidup.
… terus hidup.
Warna oranye bunga itu mengingatkan Tsubasa pada warna rambut malaikat kecilnya. Sekalipun kecil, sekalipun sederhana, tetapi ia tetap hidup menghiasi sebagian kecil dari dapur Tsubasa. Sama halnya seperti sosok kecil Yuu yang mewarnai hidup Tsubasa walaupun hanya hitungan hari …
"Yuu…" sekali lagi digumaninya nama anak itu, walaupun sudah pasti tidak akan ada yang menjawabnya. Hanya gerakan pelan sang bunga yang lagi-lagi terhembus angin. Tsubasa bangkit berdiri, menghampiri bunga itu, menyentuhnya… Menyentuhnya sama seperti dirinya menyentuh Yuu.
"… semoga kita bisa bertemu lagi, suatu saat nanti"
Bunga itu terus hidup abadi selama masa hidup Tsubasa …
10 tahun kemudian, Tsubasa berhenti menjadi penyanyi karena ingin menikah dan menghidupi keluarganya. Namun ia tetap menulis lagu, dan bunga itu tetap setia menemaninya di samping …
10 tahun kemudian lagi, Tsubasa sudah mulai mengajari anak-anaknya tentang musik. Dan bunga itu masih segar dan menjadi tontonan keluarganya …
10 tahun kemudian lagi, Tsubasa mendapat kabar kalau Masamune, teman satu personilnya dulu, meninggal dunia karena kecelakaan. Dan saat Tsubasa menghadiri pemakamannya pun Tsubasa memberikan sebuah dari bunga yang pernah Yuu berikan padanya. Masih segar dan mekar dengan indahnya …
10 tahun kemudian lagi, Tsubasa mendapati anak-anaknya sudah menikah. Dan pada saat itu Tsubasa menceritakan bahwa sisa bunga itu adalah bunga yang paling disukainya dari bunga apapun di dunia. Setia mekar dan terlihat begitu indah …
10 tahun kemudian lagi, Tsubasa dengar kalau Ginga menyusul kepergian sang saudara jauh. Walaupun tidak menangis, tapi Tsubasa begitu sedih mendengar teman baiknya pergi. Dan lagi-lagi Tsubasa memberikan satu dari bunga yang pernah diberikan Yuu padanya, masih setia mekar dan tidak layu sedikit pun …
10 tahun kemudian lagi, dimana kulit Tsubasa mulai keriput layaknya orang tua kebanyakan …
… Tsubasa menghembuskan nafas terakhirnya. Ia meninggal tepat di kamarnya sendiri. Bahkan penyebab kematiannya tidak diketahui istri maupun anak-anaknya. Begitu mereka mendatangi kamarnya, mereka sudah menemukan Tsubasa terbaring di ranjang tidurnya, terlelap untuk selamanya. Sembari menyunggingkan sebuah senyum abadi, dan bunga-bunga yang selama ini menghiasi sepanjang hidupnya juga masih mekar di sisinya. Dan pada akhirnya bunga itu yang menghiasi makam Tsubasa Ootori …
…
Yuu,
Peri pengamat yang dihukum oleh Yang Maha Kuasa, kini membukakan matanya lagi. Terbangun dari tidur panjangnya yang hanya terasa seperti semalam tanpa bintang. Begitu dirinya tersadar, Yuu melihat kiri-kanannya. Ia tertidur di sebuah taman yang untungnya belum ada yang melihatnya disana. Pikirannya belum pulih, ia pun berdiri dengan tubuh mungilnya. Berjalan tanpa arah di sebuah kota yang modern, sampai ingatannya perlahan kembali… kembali… kembali dan kembali…
"Tsubasa-nii…" akhirnya dirinya kembali ingat. Ingat akan sang kakak di masa lalu. Sang kakak yang begitu bearti baginya, sang kakak yang begitu dihormati dan dicintainya. Kepergiannya ke masa sekarang bukanlah sebuah hak, tapi sebuah kewajiban. Kewajiban yang mengharuskannya berdosa meninggalkan sang kakak sendirian. Rasanya ingin menangis, tapi kalau seperti itu …
… Tsubasa di'atas sana' yang melihatnya pasti ikut bersedih. Yuu mati-matian menahan air matanya untuk tidak menangis, ia ingin menjadi kuat sekalipun Tsubasa sudah tidak ada lagi di sisinya. Dirinya berjalan sendirian di kota yang modern, mungkin karena penampilannya yang terbilang kuno, lainnya memandang risih dirinya.
Itulah yang paling disakiti Yuu, ia tidak pernah diterima siapapun setiap berganti zaman. Mata manusia memang sudah tidak melihat rasa kasihan, melainkan harta saja. Dan karena faktor itu tidak jarang Yuu disakiti sekitarnya, tetapi ia berusaha untuk kuat dan tegar menghadapi semua ini. Ia berusaha menjadi kuat demi sang kakak yang selama ini sudah mengajarinya banyak hal. Demi sang kakak yang selama ini memberikannya sebuah kasih sayang, dan seumur hidup Yuu tidak akan bisa membalas jasa Tsubasa. Sampai Yuu terundang oleh harum bunga.
"Eh? Wangi bunga…" guman Yuu berusaha untuk mencari asal wangi harum bunga yang kelihatannya begitu familiar bagi dirinya. Dan setelah di tengok, asal harum itu berasal dari sebuah tempat pemakaman yang begitu luas dan indah. Musim semi mengundang banyak bunga baru yang lahir di sekitar pemakaman, membungkus rapi makam-makam orang yang tertidur di sana. Merasa tertarik, Yuu pun melangkahkan kakinya di sekitar pemakaman yang sepi itu, pemakaman yang dihiasi rerumputan hijau yang begitu indah, juga banyak bunga bermekaran disana.
Yuu terus melihat kiri dan kanan, mencium wangi bunga yang berbeda dari bunga-bunga lainnya. Bunga khusus yang sepertinya pernah ditemuinya di masa lalu. Dan begitu dirinya tiba disebuah makam…
…makam yang mengukir nama kakaknya. Makam yang terhiasi bunga anemone yang dulu pernah diberikannya pada Tsubasa. Yuu langsung berlari menuju makam Tsubasa, mendapati bunga anemonenya tetap mekar menghiasi makam Tsubasa sampai saat ini. Kenangan yang tidak akan pernah dilupakan, Yuu langsung jatuh bersimpuh di depan makam Tsubasa, menyentuh nisan yang mengukir nama kakaknya disana. Dan disanalah terbaring sang kakak yang sudah pergi jauh ke dunia sana.
"Hiks… Tsubasa-nii… Maafkan aku… Maafkan aku…!" isak Yuu memeluk erat nisan itu layaknya batu itu bernafas. Layaknya ia memeluk sang kakak tersayang, dan Yuu begitu menyesal kenapa dirinya bisa setega ini meninggalkan orang yang paling berharga baginya, sampai sekarang orang itu sudah pergi …
Menyesal …
Ya, hanya menyesal yang bisa Yuu lakukan sekarang. Menyesal karena dirinya harus menjadi peri terkutuk dan dihukum untuk lahir ke dunia. Menyesal karena dirinya harus bertemu dengan Tsubasa. Menyesal karena dirinya harus menyakiti Tsubasa. Juga menyesal karena …
… tidak bisa menemani sang kakak sampai akhir hayatnya. Yuu menangis sekeras-kerasnya, meneriaki nama kakaknya terus menerus, walau mungkin tidak ada yang mendengarnya. Sampai dirinya lelah sendiri, sampai dirinya kehabisan tenaga karena tidak makan dan minum. Ia pun berbaring di samping makam kakaknya, sesekali di tatapnya bunga anemone yang masih setia menghiasi makamnya,
Bunga anemone memiliki artian dari bahasa bunga, artinya… Aku mencintaimu.
Aku mencintaimu, dan karena perasaan itulah Tsubasa terus menyimpan bunga itu sampai akhir hayatnya. Tsubasa mencintai Yuu sebagai adiknya, dan tidak akan ada yang bisa menggantikannya seumur hidup. Tubuh Yuu semakin lemas, semakin tidak bertenaga, hanya mata emerald-nya yang bekerja, sedangkan anggota tubuh lainnya sudah tidak memiliki tenaga untuk digerakan.
"Tsubasa-nii…" ucapnya lirih, rasanya mata itu semakin berat untuk membuka matanya. Dan mungkin sebentar lagi Yuu akan mengalami hal yang sama dengan Tsubasa, yaitu mati. Tetapi sesaat kemudian Yuu merasakan sebuah cahaya yang menyinari pandangannya. Cahaya yang begitu besar dan berkilauan. Ingin mencari tahu cahaya apa itu, tapi Yuu sudah tidak bisa bergerak lagi, anggota tubuhnya seakan mati rasa pada saat itu juga.
"Yuu, apa yang kau lakukan?" Yuu membulatkan matanya, ia mengenali betul suara siapa itu. Suara sosok yang membuatnya menjadi seperti ini, suara Yang Maha Kuasa. Kenapa bisa Dia berada disini, sengaja datang demi peri terkutuk macam Yuu?
"Ka –Kami-sama…" ucap Yuu lirih. Ia tahu tidak seharusnya sekarang dia seperti ini, tetapi ia lebih memilih untuk diam di samping makam kakaknya. Ia ingin membalas semua yang selama ini dilakukan Tsubasa padanya, dengan cara menemaninya. Sampai Yuu sudah tidak lagi bernafas, dan ia sudah rela menerima hukumannya dari Yang Maha Kuasa nantinya.
"Apa sebegitu menyesalnya kamu akan perbuatan yang selama ini kau lakukan, Yuu?" cahaya itu kembali bersuara. Yuu memandang lemah cahaya itu. Benar, semua ini salah Yuu. Seandainya saja ia tidak berbuat kesalahan, maka ia tidak akan dihukum seperti ini. Seandainya saja ia tidak dihukum, pasti ia tidak akan turun ke dunia dan berganti zaman seperti ini. Dan kalau tidak ke dunia, ia tidak akan bertemu dengan Tsubasa, dan kalau ia tidak bertemu dengan Tsubasa, semua ini tidak akan …
"Maafkan aku, Kami-sama. Aku memang berdosa telah melakukan ini semua…" ucapnya tulus "… tapi aku tidak akan pernah memaafkan diriku kalau aku tidak menemani Tsubasa-nii lagi…" lanjutnya dengan suara kecil.
"Apa yang sebenarnya kau harapkan sekarang?" tanya sosok itu lagi dengan suara yang semakin menggemah. Yuu memejamkan matanya, kembali meneteskan air mata kepedihannya. Tangannya memeluk erat batu nisan berukir nama sang kakak dan rasanya tidak mau lepas.
"Aku ingin bertemu dengan Tsubasa-nii lagi, karena hanya Tsubasa-nii yang bisa mengerti aku di dunia ini –"
"Sesungguhnya aku berkata padamu, percuma apa yang kau lakukan sekarang karena dia sudah pergi ke tempat yang sangat jauh."
"Aku tahu itu!" bentak Yuu tiba-tiba dengan air matanya yang semakin deras mengucur dari matanya. Dirinya semakin erat memeluk batu nisan itu "…hiks… Aku tahu itu! Aku tahu itu! Karena itu… Biarkan aku seperti ini sampai ajal menjemputku, karena aku sangat menyayangi kakakku!"
Hening, tidak ada lagi yang berbicara. Angin semilir berhembus dan membuat tubuh Yuu semakin tidak kuat untuk bertahan. Dan tidak terasa cahaya tadi sirnah sudah, sisa Yuu kembali seorang diri.
Sampai pergantian hari pun tidak dirisaukan Yuu, ia tetap disana. Setia menemani makam sang kakak walau ia tahu tidak akan ada hasil yang bearti. Dan nantinya mungkin dia juga akan …
"Tsubasa-nii, aku menyayangimu…"
Mungkin saja itu ucapan terakhir yang keluar dari mulut Yuu. Dirinya terlelap dengan tubuh yang semakin kurus karena tidak makan dan minum. Lalu pada akhirnya ia menyusul Tsubasa ke alam sana, menghembuskan nafas terakhirnya, seiring layunya bunga anemone yang menghiasi makam Tsubasa.
"Yuu, pada akhirnya kau menemukan orang yang begitu bearti dalam hidupmu. Dan kau dengan tulus dan setia berada di sampingnya. Atas nama bintang yang bersinar abadi di luar angkasa ini…"
"… kau kumaafkan"
"Dan sekarang, temuilah dia…"
…
"Tsubasa! Tsubasa, coba lihat!" seru sang ayah pada anaknya yang sedari tadi membaca di ruang tunggu sebuah rumah sakit. Sang anak yang memiliki manik mata keemasan disertai rambut perak panjang yang indah pun menoleh, mendapati sang ayah berlari padanya dengan wajah gembira.
"Ada apa, ayah –"
"… Ibumu melahirkan adikmu dengan selamat, Tsubasa!" seru sang ayah dengan rasa kegembiraan yang begitu terpancar pada wajahnya. Sang putra sulung pun membulatkan matanya mendengar cerita sang ayah.
"Be-benarkah begitu, ayah? Adikku sudah lahir?" tanya Tsubasa memastikan. Sang ayah mengangguk dengan begitu antusias. Tsubasa langsung menunda bacanya dan menyimpan buku bacaannya itu di tasnya, segera mengikuti sang ayah menuju ruang tempat adiknya dirawat.
"Lihat itu, Tsubasa! Adikmu yang berbaring di ranjang urutan ke 3. Manis, bukan?" tanya sang ayah bersama dengan Tsubasa mengintip ruang rawat bayi lewat jendela. Tsubasa memperhatikan baik-baik ranjang yang ditunjuk ayahnya.
"Wah, laki-laki atau perempuan?" tanya Tsubasa bersemangat begitu statusnya yang tadinya anak tunggal berubah menjadi putra sulung. Karena sebentar lagi sang adik akan menjadi anggota keluarganya yang baru. Sang ayah berbicara dengan salah satu perawat, lalu setelah mendapat ijin, sang ayah langsung menuntun Tsubasa untuk masuk ke dalam menemui adiknya.
"Laki-laki, Tsubasa, sama sepertimu. Tapi sepertinya ia mirip dengan ayah, deh. Ya, tidak?" tanya sang ayah kelihatannya begitu antusias. Tsubasa mengamati sang adik yang masih menggeliat disana, memandang haru saudara barunya.
"Mirip apanya?" ledek Tsubasa tidak bermaksud untuk menyinggung. Lalu sang ayah menunjuk sang adik yang mulai membukakan matanya, dan disana terlihat sepasang mata emerald yang begitu indah membuat Tsubasa terpukau.
"Lihat, ia memiliki mata emerald yang indah sama seperti ayah! Kira-kira kita beri nama siapa, ya? Kau punya ide, tidak?" tanya sang ayah mengelus pelan kepala sang adik yang tersenyum sendiri begitu memandang Tsubasa. Entah perasaan apa, Tsubasa merasa begitu rindu akan kehadirannya, seperti pernah bertemu, seperti pernah hidup dulunya. Dan sebuah nama terlintas dalam pikiran Tsubasa.
"Ayah, bolehkah aku yang memberi nama?" tanya Tsubasa bermaksud untuk meminta ijin dari orang tuanya. Sang ayah memutar bola matanya lalu tersenyum tipis.
"Silahkan, pikirkan nama yang bagus, ya, Tsubasa. Karena dia adalah adik pertamamu" ijin sang ayah sekaligus menasehati. Tsubasa mengangguk lalu tersenyum tulus pada sang adik yang mulai detik itu akan mengisi hari-harinya.
"Aku akan memberinya nama…"
"…Yuu"
.
.
.
.
.
OWARI
.
.
.
.
.
Sakigane(Rauto & Noir):
Demoooo, akhirnya chapter terakhir keluar juga (nangis2 lebay) *dihajar pembaca* Seperti yang tadi diterangkan di author note pembuka, naskahnya dari Saki, tapi mungkin Gane merubah atau menambahkan beberapa bagian. Semoga chapter terakhir ini memuaskan pembaca sekalian, ya :D Kami sangat menikmati proses pembuatan fanfic ini, dan Gane tidak henti-hentinya menangis (anak lebay, biasalah XD *plak*) saat mengetik chapter terakhir ini. Sambil mengetik, Gane mendengarkan lagu 'Hikari Iro Crystalia' punya IA dari Vocaloid3 yang ternyata cocok sekali untuk imej cerita ini. Terima kasih kepada para pembaca :D
See Our Perfect Reviewers XD
GummieRobot1698 (Pembaca setia satu ini demen banget gonta ganti nama sampai kita berdua pusing ngeliatinnya *kalian berdua juga woi!* Tapi reviewnya bener2 bikin semangat buat ngelanjutin cerita ini, hehehe. Terima kasih banyak, lho sudah mau mereview, hehe ^_^)
-Nagi AoFujisaki –SPAzell (Hehehe, dan pembaca setia A HOPE satu ini juga banyak sekali membantu, hehehe. Lewat dukungan review, bahkan rela2 di favo *cerita jelek ancur begini di favo? Makasih banget DX* Pokonya makasih banyak sudah mendukung proses pembuatan fanfic ini, ya XDD)
Red BloodyRiver (Makasih banget sudah mau meluangkan waktu untuk RnR, padahal ceritanya jelas ancur lebur begini, lho. Wkwkwk, tapi kadang ngakak jug abaca reviewnya Red-san, wkwkwk *dhuagh*)
Laila Sakatori 24 (Ini dia reviewers yang paling kocak *digebukin* yang pernah kami temui, kadang baca repiunya ketawa-ketiwi sendiri juga, wkwkwk *dihajar Laila-san* Makasih, lho, dah mau RnR OwO b)
Ghisa-chan (Dan jreng jreng! *what the?* Sesama penggemar berat TsubasaYuu jadi kadang XLalu sehati, deh #Ini bukan iklan woi# Selaku sama2 fans TsubasaYuu, seneng deh kalau Ghisa-san suka juga ma cerita ancur lebur kayak begini x'D Makasih sudah mendukung, ya! *thumbs up*)
Mist.a Railgun Fubuki (Dan yang satu ini juga, pembaca yng paling gemesin *what?* Senang deh di kau mendukung, makasih banyak, ya :D)
And for all Reviewers, thank you O w O/
Kita berjumpa di karya kami yang lainnya, ya. Akhir kata review please untuk bahan referensi. ^_^
Be a blanc heart and a noir soul~
:: Sakigane