DISCLAIMER :
Togashi-Sensei
TITLE :
Atashi no Shugo Tenshi
PAIRING :
Absolutely KuroPika^^
WARNING :
OOC. FemKura. Rated T - Semi M. Dedicated to all of HxH Community Members! We can do it^^
SUMMARY :
I can feel it…when you're not safe
My heart is pounding…when there's something endangered you
Just don't go, stay beside me
I will protect you…forever
EDITED BY :
whitypearl
BETA READERS :
Airin Aizawa
Kiyui Tsukiyoshi
PUBLISHED BY :
ToneIvonne Katzura
CONTRIBUTORS (alphabetic orders):
Airin Aizawa
Kiyui Tsukiyoshi
Natsu Hiru-chan
Scarlet85
ToneIvonne Katzura
UL-Chan
whitypearl
.
.
.
CHAPTER 1
Hari Jumat yang cerah dengan udara yang sejuk. Semua orang terlihat senang, karena mereka akan segera berakhir pekan setelah melewati hari ini. Tampak di jalanan kota yang sibuk, seorang gadis berambut pirang tengah berjalan menuju suatu tempat dan ekspresi wajahnya terlihat datar, sepertinya ia sedang sibuk memikirkan sesuatu sambil sesekali menoleh ke belakang.
'Akhir-akhir ini aku merasa ada yang aneh,' ucap gadis itu dalam hati yang tak lain adalah Kurapika Kuruta, seorang blacklist hunter yang saat ini bekerja di Keluarga Nostrad. 'Rasanya aku diikuti…' batin Kurapika lagi cemas tetapi tetap menjaga ekspresi wajahnya untuk tetap tenang.
Tiba-tiba ingatan Kurapika terputar kembali ke beberapa hari yang lalu, saat ia terlibat dalam pertarungan dengan beberapa orang anggota mafia. Saat itu Kurapika sampai dikurung oleh mereka. Namun saat berhasil melepaskan diri, gadis itu terkejut melihat para penjahat tersebut sudah mati mengenaskan. Kurapika merasa … ada yang membunuh mereka untuk melindunginya.
'Ah…mungkin aku salah! Harus kupikirkan kembali semuanya dari awal,' akhirnya Kurapika memutuskan. Kemudian ia berbelok dan sekarang didepannya terdapat sebuah perpustakaan tua di tengah-tengah kota itu. Iapun tersenyum dan masuk ke perpustakaan besar itu.
Kurapika senang menghabiskan waktu luangnya di sana. Gadis itu memang suka membaca. Baginya, dengan membaca ia dapat menambah wawasan dan mengetahui apa yang sebelumnya tidak ia ketahui hanya dalam tulisan dari lembaran-lembaran kertas itu. Kebetulan hari ini adalah hari terakhir sebelum ia harus pergi kekediaman Neon Nostrad, majikan manjanya yang baru pulang dari sekolah asramanya untuk berlibur. Tentu Kurapika dan rekan-rekannya harus menjaga gadis itu nanti.
Kurapika segera memilih buku yang diinginkan dan mencari tempat nyaman untuk duduk membaca buku itu di sudut ruangan yang terbilang lebar itu. Ia baru saja membaca beberapa halaman saat tiba-tiba terdengar keributan dari arah meja petugas perpustakaan. Kurapika pun menoleh sedikit ke arah suara ribut itu berasal.
Tampak seorang pria bertubuh subur sedang marah-marah di sana, sambil memperlihatkan foto bergambar wajah seseorang kepada penjaga perpustakaan yang hanya menatap pria itu dengan tatapan penuh pertanyaan dan takut.
"Dia sering datang ke sini, tidak mungkin kau tidak tahu! Lebih baik kau beritahu di mana dia atau kuhancurkan tempat ini!" ancamnya dengan nada membentak. Sang penjaga perpustakaan itupun hanya terdiam takut, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan di saat-saat seperti ini karena ia memang tak pernah melihat orang yang di maksud pria berbadan subur itu.
Dahi Kurapika mengernyit mendengarnya. Kalau seandainya bisa seperti tokoh animanga, pasti saar ini di dahinya timbul banyak sudut-sudut yang menandakan ia sangat kesal. Ia benar-benar merasa terganggu. Ini adalah hari santai terakhir bagi Kurapika sebelum Neon datang, tapi pria itu mau merusaknya? Dan apakah dia tidak dapat menghargai semua orang yang sedang berada di sini? Ini adalah perpustakaan!
Kurapika segera beranjak dari tempat duduknya yang mulai tak nyaman lagi, ia melangkah menuju meja petugas perpustakaan. Pria bertubuh subur itu menoleh melihat kedatangan gadis itu dan menatapnya heran.
BRAKK!
Kurapika menggebrak meja dengan keras, membuat semua yang hadir di situ bertambah terkejut dan semua mata hanya menatap heran bercampur takut dengan kelakuan Kurapika.
"Apa maumu sebenarnya? Apa yg kau cari? Jangan membuat keributan di sini!" bentaknya dengan nada yang sangat kesal menandakan ia benar-benar meledak.
Sebenarnya dengan melakukan hal itu, Kurapika pun telah berbuat keributan seperti apa yang tengah dilakukan pria yang berada di hadapannya. Kurapika menyadari hal itu, namun ia sedang tak mau peduli tentang hal macam itu untuk saat ini.
Pria itu pun menjawab dengan nada yang tak kalah keras dari Kurapika, "Aku hanya ingin mencari gadis ini!" ucapnya seraya menunjukkan selembar foto. "Dan apa urusannya denganmu, Nona? Sebaiknya kau tidak usah ikut campur kalau kau ingin selamat!" lanjutnya seraya ikut-ikutan menggebrak meja.
Kurapika semakin gemas dengan kelakuan pria itu. Ia mengulurkan tangan dan menampakkan rantai Nen-nya.
Aksi Kurapika terhenti saat tiba-tiba terdengar suara keributan di luar perpustakaan. Semua orang berhamburan keluar, termasuk Kurapika dan pria itu. Orang-orang menjerit melihat banyak mayat bergelimpangan di sana. Kurapika tertegun, pemandangan itu begitu mengerikan…matanya membelalak dan berubah warna menjadi merah. Ia tak menyadari kehadiran seseorang di belakangnya hendak menyerang dirinya. Kurapika pun berbalik ... ternyata gadis di dalam foto itu!
Gadis itu melancarkan serangan membabi buta ke arah Kurapika dengan menggunakan sebilah pedang panjang yang terlihat begitu berkilau. Kurapika yang terkejut segera menghindar dengan cepat. Si pria misterius pun turut campur dalam pertarungan mereka berdua hingga menimbulkan kekacauan. Kurapika pun bingung, ada apa sebenarnya?
Kurapika dengan lincahnya langsung membalikkan tubuhnya dan memegangi tangan gadis berambut hitam itu hingga pedangnya terlepas. Karena kelincahannya, Kurapika bisa langsung mengunci gerakan gadis berkacamata itu. "Apa maumu Nona?" tanya Kurapika pelan dengan mata yang sudah memerah bagai darah.
"Kau harus mati," gadis itu berkata dengan nada suara yang datar tanpa emosi.
Kurapika tertegun. Siapa gadis ini? Kenapa dia ingin membunuhnya? Kurapika menjadi lengah, hingga lawannya berhasil melepaskan diri dan mengambil pedangnya kembali. Saat dia mengarahkan pedangnya ke arah Kurapika, Kurapika merasakan sepasang tangan yang kuat meraih pinggangnya dan membawanya pergi.
Si gadis misterius menengadah terkejut, ia tampak kesal. Ia tak ingin kehilangan jejak Kurapika namun pria bertubuh subur yang berada di sana segera menyerangnya sehingga gadis itu tidak bisa mengejar Kurapika.
.
.
Pemilik tangan itu membawa Kurapika ke balkon sebuah gedung tua. Kurapika menoleh memandang sosok itu. Seorang pria mengenakan topeng, dengan tanda aneh di keningnya tersenyum tipis padanya. "Kau tidak seharusnya berada di tempat itu, Nona," kata pria itu sambil menatap Kurapika dengan mata hitamnya yang misterius.
Kurapika memandangnya heran, perlahan warna matanya berubah kembali menjadi biru. Mata biru Kurapika yang berbinar membuat mata hitam yg menatapnya takjub.
Tiba-tiba raut wajah Kurapika berubah, bagaikan baru tersadar dari alam khayalannya, ia segera melepaskan diri dari pelukan pria itu dengan sedikit kasar.
"Kenapa kau membawaku pergi? Kau kira aku tak bisa melindungi diriku sendiri?" protesnya dengan nada membentak ke sosok pria yang sudah membawanya kemari.
Pria di hadapannya terkejut dengan reaksi Kurapika, membuatnya terdiam beberapa saat tapi kemudian dia tertawa kecil. Kurapika pun hanya menatapnya bingung seraya menaikan sebelah alisnya.
"Nona yang menarik," gumam pria itu. Ia meraih Kurapika kembali ke pelukannya lalu mencium bibir gadis itu dengan lembut dan perlahan.
Mata biru Kurapika pun membulat sempurna. Ia benar-benar tak menyangka, akan mendapatkan perlakuan seperti itu oleh pria yang bahkan tak di kenalnya. Pria itu hanya menikmati ciumannya hingga kemudian Kurapika tersadar. Dengan cekatan ia langsung mendorong tubuh pria bertopeng yang tidak dikenalnya itu dengan sangat kasar.
"Pria brengsek! Apa maumu?" ucap Kurapika sambil melangkah mundur untuk menjaga jarak dari pria yang lebih tinggi darinya itu. Tangan kanan Kurapika mengusap bibirnya seolah berusaha menghapus jejak bibir pria itu. Tangan kirinya ia kepalkan dengan kuat dan sebuah tinjuan pun mendarat di wajah si pria bertopeng. Tapi meleset! Pria itu begitu cekatan, ia segera memalingkan wajahnya hingga tinjuan Kurapika meleset. Tetapi sepertinya tinju Kurapika tak sepenuhnya meleset karena topeng yang dikenakan pria itu mulai retak.
Mata Kurapika kembali berubah menjadi merah ketika melihat sosok di depannya dengan wajah tanpa topeng.
"Ku-Kuroro..." ucapnya dengan nada tak percaya dan rasa kebencian menyelimuti hatinya.
"Kita berjumpa lagi, Nona Kuruta," sapa Kuroro santai sambil trsenyum.
Baru kali ini Kurapika melihat senyum menawan pria itu. Tapi ia segera tersadar dan mengeluarkan rantainya, membelit lengan kiri Kuroro. Namun mereka dikejutkan oleh kehadiran si gadis misterius tak jauh dari sana, yang segera menghampiri dan mengibaskan pedangnya. Kuroro menarik tangannya yang terlilit rantai, membuat Kurapika terjatuh ke dalam pelukannya lagi. Kali ini bukan hanya mata Kurapika yang merah, tapi juga pipinya.
"Kau ada masalah apa dengan gadis itu?" gumam Kuroro sambil melompat menghindari serangan si gadis misterius dengan Kurapika berada di pelukannya.
"Aku tidak tahu! Lepaskan aku!" protes Kurapika sambil meronta-ronta di pelukan Kuroro yang hangat.
Banyak pertanyaan yang terlintas di benak Kurapika, mulai dari Kuroro yang tiba-tiba berada di depannya, sampai gadis aneh yang terus menerus mengincarnya. Sebenarnya apa yang sedang terjadi saat ini?
"Sekali lagi aku bertanya Nona Kuruta... Kau punya urusan apa hingga gadis itu terlihat bersemangat sekali membunuhmu?" ucap Kuroro yang masih memeluk tubuh Kurapika. Sepertinya ia merasa kurang puas dengan jawaban gadis itu sebelumnya.
"Cih! Sudah kubilang dari tadi aku tidak tahu!" jawab Kurapika sambil mengalihkan pandangannya dari Kuroro yang entah untuk apa mengeluarkan buku Skill Hunter miliknya.
Setelah membuka halaman buku yang diinginkan, Kuroro mengeluarkan indoor fish. Ikan aneh itu meliuk-liuk menuju si gadis misterius. Memanfaatkan kesempatan itu, Kuroro pun segera kabur bersama Kurapika yang masih terus meronta-ronta dalam pelukannya.
"Lepaskan aku!" seru Kurapika saat mereka berdiri di bawah sebuah pohon yang rindang. Pipinya masih saja merona.
"Diamlah sebentar atau akan kubungkam mulutmu dengan bibirku seperti tadi," perintah Kuroro datar.
Wajah Kurapika merengut. Dengan cekatan ia langsung menepis tangan Kuroro.
"Bagaimana aku bisa diam kalau kau terus saja menyentuh dadaku! Nafasku sesak, Baka!" ucap Kurapika dengan wajah yang lebih memerah lagi. Tanpa mereka sadari jarak mereka dan gadis misterius itu sudah cukup jauh. Jadi, Kuroro dan Kurapika sudah bisa sedikit santai.
Kuroro tertawa kecil mendengar ucapan gadis di hadapannya.
"He-hey! Apa yang lucu?" tanya Kurapika sewot.
"Haha! Ternyata seorang gadis berdada kecil bisa merasakan sesak juga bila disentuh," jawab Kuroro dengan santai sambil terus tertawa.
Kurapika terdiam. Tangannya mengepal kuat-kuat. Ugh, betapa ia jadi lebih membenci pria itu saat ini!
Dia benar-benar membuatku ingin memukulnya lagi!, gerutu Kurapika dalam hati seraya mulai mengigit bibir bawahnya untuk menahan rasa kesalnya.
Namun Kurapika tak memperhatikan, bahwa kini pipi Kuroro pun tampak sedikit merona. Tiba-tiba tawa pria itu berhenti. Raut wajahnya berubah serius. Ia segera menarik tubuh Kurapika dan mendekap punggung gadis itu begitu erat, sementara rantai yang melilit lengan kirinya sudah menghilang.
Kurapika merasakan keanehan itu, sehingga ia tetap diam dan hanya pasrah menerima perlakuan Kuroro. Wajahnya terbenam di dada bidang pria itu. Tercium aroma maskulin dari tubuhnya, membuat jantung Kurapika berdegup kencang.
Gadis itu merasakan aura musuhnya mendekat.
"Ughh!"tiba-tiba trdengar Kuroro sedikit merintih.
Kurapika menoleh, terlihat bahu Kuroro terluka dan mulai mengeluarkan darah. Mata Kurapika membelalak terkejut. Tiba-tiba orang yang mengejar mereka datang.
"Serahkan dia padaku!" seru si gadis misterius.
Kuroro pun membuka lagi halaman buku Skill Hunter-nya dan menggumamkan sesuatu. Kurapika memejamkan matanya dan tanpa sadar mencengkeram baju hitam Kuroro. Beberapa detik kemudian, mereka sudah berada di tempat lain yang asing bagi Kurapika.
.
.
Sementara itu, pria yang mengejar gadis misterius itu terlihat kesal dan bingung. Semua terjadi begitu cepat di depan matanya dan ia tidak bisa berbuat banyak.
"Ke mana gadis buruanku itu? Dan apa juga hubungannya dengan nona pirang itu? Uhhh…sial! Bisa-bisa aku tidak jadi mendapatkan uang untuk membeli game baru!", gerutunya.
Pria itu menghela napas berat, lalu mengambil makanan kecil dari balik baju yang ia kenakan dan mulai memakannya.
"Kakak!" Tiba-tiba sebuah suara memanggilnya. Ia pun menoleh. Dilihatnya dua orang bocah berdiri tak jauh dari sana, yaitu Gon dan Killua. Ya, ternyata pria itu adalah Milluki, salah seorang kakak Killua.
"Kakak, apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Killua heran. Tidak biasanya Miluki tidak berada di rumah dan bermain game.
Gon menatap keduanya dengan wajah berseri-seri.
"Ohh…kau kakaknya Killua?" ucapnya.
"Aku sedang memburu seorang gadis," jawab Miluki tanpa menghiraukan Gon yang sedang menatap mereka.
"Tapi jadinya malah kacau sekali…dia malah bertarung dengan seorang gadis berambut pirang yang sempat memarahiku!"
"Gadis berambut pirang?" kata Killua dan Gon bersamaan. Mereka nampak terkejut.
Wajah Gon langsung berubah serius. "Kak Milluki, bagaimana ciri-ciri gadis pirang itu?"
Milluki berpikir sejenak, lalu berkata, "Mmm…mungkin usianya sekitar 17 tahun, senjatanya adalah rantai. Dia hebat juga!"
"Itu Kurapika!"
"Eh? Kalian mengenalnya?"
"Killua, Kurapika sedang dalam bahaya! Kita harus menolongnya!"
"Aku tahu," jawab Killua pendek. Namun terlihat jelas dari matanya, bahwa ia pun mengkhawatirkan Kurapika.
Kedua bocah itu langsung pergi meninggalkan Miluki yang terheran-heran.
'Dasar aneh,' gumam Miluki dalam hati sambil kembali memakan makanannya.
.
.
"Ada di mana kita sekarang?", tanya Kurapika sambil menoleh memperhatikan tempatnya dan Kuroro berada.
Di depannya, terhampar padang rumput hijau yang sangat luas. Kurapika sama sekali tak mengetahui tempat ini. Dan ia kira, tempat ini sangat jauh dari tempatnya tadi.
"Di suatu tempat di muka bumi ini", jawab Kuroro pendek enteng dengan wajah tanpa ekspresi seperti biasanya.
"Heh! Aku bertanya baik-baik!" bentak Kurapika kesal.
"Aku juga menjawab baik-baik. Kau saja yang terus membentakku," sahut Kuroro tak peduli.
"Baiklaaaah...terserah kau saja! Sekarang bisa kau lepaskan aku?"
Kuroro melepaskan pelukannya. Kurapika menatap luka Kuroro dengan bimbang.
'Apa aku harus menyembuhkannya?,' tanya Kurapika dalam hati.
"Hei, sebentar...", kata Kurapika pelan sambil memegang bahu Kuroro dan melihat lukanya. Luka itu cukup dalam dan masih mengeluarkan darah. Kuroro adalah orang yang sangat dibencinya, tapi ia juga telah menyelamatkannya! Bahkan luka itu ada karena Kuroro melindungi Kurapika.
Kurapika pun berusaha menyingkirkan semua dendam dan rasa bencinya terhadap Kuroro untuk sejenak, kemudian mengeluarkan Holy Chain miliknya. Rantai itu tampak seperti menari mengelilingi bahu Kuroro yang terluka. Perlahan, luka itu menutup dengan sendirinya dan menghilang tanpa bekas.
"Kenapa kau menyembuhkanku?" tanya Kuroro mendekatkan wajahnya ke wajah Kurapika.
"Ha-hanya balas budi!" elak Kurapika memalingkan wajahnya. "Jadi sekarang kita impas!"
Kurapika merasakan angin semilir menyentuh pipinya. Ia pun menoleh menatap padang luas itu.
"Indah 'kan?" bisik Kuroro lembut di telinga Kurapika.
'Ya…indah sekali' gumam Kurapika dalam hati. Namun tentu saja dia tidak akan mengakui hal itu pada Kuroro, musuh bebuyutannya!
"Hmph! Biasa saja kok!" jawab Kurapika sekenanya.
Kuroro hanya tersenyum melihat reaksi Kurapika. Tentu saja ia tahu bahwa sebenarnya gadis itu berbohong.
"Apa yang lucu?" tanya Kurapika kesal.
"Tidak apa-apa," jawab Kuroro masih dengan senyum tipis menghiasi wajahnya yang tampan.
Keheningan pun terjadi...
Kuroro memandang matahari sore yang mulai tenggelam. Ia menoleh ke sebelahnya, di mana Kurapika berada. Cahaya jingga matahari memantul ke rambut pirang gadis itu, menimbulkan cahaya emas yg berkilauan.
'Cantik...' gumam Kuroro dalam hati. Tiba-tiba ia membuka bajunya.
Kurapika terkejut dan memalingkan wajah. "Apa yg kaulakukan?", pekiknya.
"Bajuku bau darah...aku tidak mau membuatmu merasa tidak nyaman karena bau darah ini. Memangnya kaupikir aku mau apa?" Kuroro balik bertanya. Ia memasukkan baju itu ke dalam Fun Fun Cloth, lalu mengeluarkan baju yang baru.
Kurapika merengut. Tentu saja dia tak mau menjawabnya! Dengan wajah yg merona, Kurapika melirik Kuroro. Pria itu memiliki tubuh yang bagus, dan sekarang ia memakai kaus hitam turtleneck yg menonjolkan otot-ototnya.
Kuroro memunguti kayu yang berserakan dan membuat api unggun, lalu kembali duduk di samping Kurapika. Mereka tetap diam sampai langit benar-benar menjadi gelap.
"Dia ... gadis yang mengejarmu itu adalah seorang pembunuh bayaran," kata Kuroro tiba-tiba sambil tetap memandang lurus ke depan.
Kurapika terkejut mendengarnya. Kini banyak pertanyaan memenuhi benaknya.
"Lalu, kenapa ia ingin membunuhku?" tanya Kurapika.
"Mungkin...," Kuroro berkata tanpa menyelesaikan kalimatnya.
Lalu ia menghela napas. "Entahlah, aku tidak tahu. Kupikir kita harus menyelidikinya."
"Lalu kenapa kau bisa tiba-tiba ada di sana?"
Kuroro melirik wajah Kurapika. Ia tak mungkin mengatakannya, bahwa sejak Kurapika menancapkan pisau Nen di jantungnya dan walau sekarang pisau Nen itu berhasil dihilangkan oleh Abengane, Kuroro selalu dapat merasakan jika Kurapika tengah berada dalam bahaya...seolah Gadis Kuruta itu adalah bagian dari jiwanya. Awalnya, ia mengacuhkan perasaan itu. Tapi kemudian perasaan itu menjadi sangat mengganggunya, menimbulkan rasa khawatir di dalam dada. Sebentar teringat di benaknya, beberapa kejadian saat diam-diam ia menyelamatkan Kurapika dari berbagai macam bahaya yang mengintai.
"Kuroro!" protes Kurapika, membuyarkan lamunan pria itu. "Hei! Kenapa kau diam saja?"
Tanpa sadar Kurapika mendekatkan wajahnya. Kuroro pun menoleh. Pria itu akan berusaha berkelit, saat ternyata gerakan kepalanya malah membuat bibirnya mendarat di pipi Kurapika walau hanya sekilas.
PLAKK!
Tamparan Kurapika langsung mendarat di wajah Kuroro.
Kuroro memegang pipinya yang terasa panas seketika.
"Hei, aku tidak sengaja! Salah sendiri kenapa dekat-dekat!" protesnya.
"Alasan saja! Pria mesum! Lancang!" seru Kurapika.
"Untuk apa aku mencium pipimu kalau aku bisa mencium bibirmu seperti tadi?"
Mendengar kalimat itu, Kurapika terdiam. Mukanya merah...karena marah, ah bukan, lebih tepatnya malu. Aku benar-benar dipermalukan oleh Pimpinan Ryodan ini!, gerutunya dalam hati sambil mengepalkan tangan dan mengigit bibir bawahnya berusaha menahan emosi.
"Lihat saja, aku akan membalasmu!" ancam Kurapika setengah berteriak.
Kuroro tersenyum nakal. "Oh, balas menciumku maksudnya? Dengan senang hati aku akan menerimanya."
Darah Kurapika serasa mendidih mnedengar ucapan Kuroro, tapi gadis itu segera menguasai dirinya.
"Aku harus kembali," ucap Kurapika sambil berdiri dan bersiap meninggalkan Kuroro.
'Gon dan yang lainnya pasti mencemaskanku kalau aku tak cepat pulang.' batinnya berkata. Tetapi ketika langkah pertama telah ia tapakkan, sepasang tangan kekar mengunci pergerakannya dengan memeluknya dari belakang. Wajah Kurapika pun memerah karena ia tahu, siapa lagi kalau bukan Kuroro yang memeluknya? Tak mungkin hantu 'kan?
"Jangan pergi…" ucap sebuah suara yang tertangkap gendang telinga Kurapika.
Kuroro hanya membenamkan wajahnya di punggung Kurapika, tetapi itu sukses membuat wajah Kurapika bagai kepiting rebus yang siap dimakan.
"K-Kuroro..." Kurapika menjadi gugup dengan perlakuan Kuroro.
Kuroro membalikkan badan Kurapika agar menghadap padanya. Hal ini membuat gadis itu mendongak dan menatap Kuroro. Sorot mata hitam itu nampak berbeda. Begitu sedih ... hampa, dan sepi.
Aku tak tahan akan rasa sakit yang tiba-tiba kurasakan saat dirimu berada dalam bahaya, ucap Kuroro dalam hati sambil membelai rambut Kurapika. Jangan pergi ... hingga aku bisa tahu bahwa kau baik-baik saja.
Kurapika terhanyut dalam tatapan Kuroro. Tanpa sadar ia pun berjinjit ... menarik leher Kuroro dan mencium bibir pria itu.
KRING! KRING!
Tiba-tiba ponsel Kurapika berbunyi. Refleks, Kurapika langsung mendorong Kuroro dan mengangkat teleponnya.
Kuroro tersenyum geli. Kurapikalah yang kali ini menciumnya, tapi kenapa dia yang didorong? Kuroro membiarkan Kurapika mengangkat telepon itu, namun dia mendekat dan memeluk gadis itu dari belakang. Suara Kurapika di telepon langsung terdengar berbeda karena perlakuan itu.
Kuroro memasang wajah sebal karena diabaikan Kurapika. Sementara Kurapika menerima telepon dari Senritsu. Senritsu mengabarkan bahwa Tuan Nostrad ingin segera bertemu dengannya. Setelah selesai bicara, Kurapika pun menutup teleponnya.
"Kuroro, sepertinya aku harus pergi sekarang," kata Kurapika pelan dengan kepala tertunduk.
Kuroro yang merasa jengkel langsung mencium bibir Kurapika dengan gusar. Tangan kanannya memegang pipi Kurapika dan tangan kirinya memeluk pinggang gadis itu.
Kurapika mendorong dada Kuroro. Tapi Kuroro tak ingin melepaskannya, ia malah mempererat pelukannya.
Ciuman itu berlangsung beberapa lama, membuat Kurapika lupa akan segalanya. Saat ini Kuroro begitu menguasai dirinya.
"Aku orang yang sangat posesif, Kuruta-ku Sayang. Kau milikku... Hanya milikku seorang," gumam Kuroro di antara ciumannya.
Mata Kurapika setengah terbuka, pipinya merona … nafasnya terengah-engah karena ciuman Kuroro yang begitu memburu tidak memberinya waktu untuk bernapas.
"Aku akan mengantarmu pulang, aku tak mau gadis itu mengejarmu lagi," bisik Kuroro sambil mengecup bibir Kurapika sekali lagi.
Kurapika tak membantah. Apa yang trjadi? Ia tidak tahu... ia pun tak mengerti. Namun Kurapika merasa bahagia, dicintai seperti ini... Ah! Cinta?
.
.
"Hei! Bagaimana?", tanya Killua sedikit berteriak pada Gon yang berlari di sampingnya sambil terus berusaha menghubungi Kurapika.
"Ponselnya susah dihubungi. Di mana dia sekarang ya? Apakah dia berada di tempat yang jauh dari sini?" Gon balik bertanya.
Killua berhenti berlari dan menjitak kepala Gon.
"Aduh! Killua, apa yang kau lakukan? Sakit...", ringis Gon sambil memegang kepalanya.
"Untuk apa kita berlari kalau kita belum tahu di mana Kurapika berada? Kukira kau sudah tahu tempatnya!" sahut Killua sebal.
"Kau sendiri kenapa ikut berlari denganku?" Gon berusaha membela diri.
"Sudahlah! Cepat hubungi Kurapika lagi!"
Gon mengeluarkan ponselnya kembali dari saku dan terus menghubungi ponsel Kurapika.
'Ah, diangkat!' seru Gon dalam hati dengan wajah ceria.
"Kurapika, di mana kau sekarang?" tanya Gon tergesa-gesa.
"Memangnya kenapa?" terdengar suara Kurapika di ujung telepon.
"Kami dengar kau dikejar seseorang. Jadi sekarang kau di mana?", tanya Gon.
"Ehm...", gumam Kurapika.
Killua tidak sabar mendengarnya. Ia segera merebut ponsel dari tangan Gon.
"Sekarang kau di mana, Kurapika?" tanya Killua dengan nada mengancam. "Kau tidak apa-apa?"
"Aku ada di suatu tempat … jangan khawatirkan aku," jawab Kurapika langsung dengan nada yang ia buat setenang mungkin.
'Aneh...' pikir Killua. Killua tak bisa di bohongi karena ia tahu pasti saat ini Kurapika sedang menyembunyikan sesuatu.
.
.
Kuroro segera mengambil ponsel Kurapika dan mematikannya.
"Hei!" protes Kurapika sambil mengulurkan tangan hendak mengambil ponselnya kembali.
Kuroro tidak menghiraukan protes gadis itu. Ia langsung menggendong Kurapika dan membawanya pergi.
Tak lama kemudian, mereka sampai di rumah Nostrad. Kuroro melompat turun ke balkon, lalu menurunkan Kurapika dari gendongannya.
"Ini kamarmu?" tanya Kuroro sambil menoleh ke dalam.
"Ah? Iya," jawab Kurapika dengan agak bingung.
Kuroro segera mencium gadis itu dan berbisik di telinganya, "Kita akan segera bertemu lagi...mungkin aku akan menemuimu di sini. Sampai nanti," katanya, membuat wajah Kurapika merona kembali. Lalu ia melompat pergi dari hadapan Kurapika.
Setelah kepergian Kuroro, Kurapika melangkah menuju ruangan Tuan Nostrad. Tiba-tiba ia berpapasan dengan Senritsu yang baru saja keluar dari ruangan itu. Jantung Kurapika berdebar. Apa yang harus dikatakannya? Ya…dia tidak bisa berbohong pada Senritsu.
Senritsu menatap Kurapika dengan curiga, sementara irama jantung Kurapika semakin tak beraturan. Saat di telepon tadi, tentu saja Senritsu tahu saat itu ia mendengar suara detak jantung orang lain tengah bersama Kurapika. Detak jantung yang hampa, penuh dengan aroma kematian. Namun Senritsu belum berani menanyakannya langsung pada Kurapika. Akhirnya ia hanya memandangi gadis itu dengan tatapan sendu.
Melihatnya, Kurapika menjadi merasa bersalah. Ia menghela napas, lalu berkata,
"Hari ini aku mengalami banyak hal aneh, Senritsu. Aku bertemu pria tak dikenal di perpustakaan, diserang gadis pembunuh bayaran yang tampaknya sangat menginginkan nyawaku dan-" Kalimatnyapun terpotong, ia kurang yakin untuk menyelesaikan kalimatnya itu.
"Dan apa, Kurapika?" tanya Senritsu saat Kurapika tidak menyelesaikan ucapannya.
Suara Senritsu terdengar lembut, menenangkan hati Kurapika hingga membuat gadis itu tidak lagi ragu untuk melanjutkan ucapannya,
"Dan diselamatkan oleh Pemimpin Gen'ei Ryodan, Kuroro Lucifer…"
Senritsu dapat mendengar dengan jelas, detak jantung Kurapika yang berbeda saat menyebutkan nama Kuroro.
Sebuah senyuman tulus terlihat di wajah Senritsu. Apapun yang terjadi di antara Kurapika dan Kuroro Lucifer, dari detak jantung Kurapika saat ini…Senritsu tahu bahwa Kurapika sedang bahagia, dan dia akan ikut bahagia untuknya.
Kurapika merasa lega melihat senyuman itu.
"Tuan Nostrad sudah menunggumu, cepatlah masuk," kata Senritsu sambil berjalan melewati gadis itu.
.
.
Di dalam ruangan, tampak Tuan Nostrad sedang duduk di mejanya. Sepertinya ia sibuk memikirkan sesuatu, namun wajahnya langsung berseri-seri saat melihat kedatangan Kurapika.
"Tuan, kau ingin bertemu denganku?" tanya Kurapika dengan nada yang sangat lembut dan sopan. Tentu saja Kurapika adalah orang yang sopan.
Tuan Nostrad segera berdiri menghampirinya.
"Kurapika, Neon putriku sedang sakit...tapi ada temannya yang berulang tahun besok malam. Bisakah kau pergi mewakilinya untuk menyampaikan ucapan selamat dan kado dari Neon? Gadis itu teman baiknya. Kau juga boleh membawa pendamping jika mau. Ada pesta dansa juga di sana."
Kurapika terkesiap mendengarnya. Dia benar-benar tidak suka keramaian, apalagi pesta dansa!
"Baiklah, Tuan. Apakah ini acara yang formal?" tanya Kurapika dengan nada khawatir terdengar sekilas dari suaranya.
"Ya, kuharap kau bisa melakukannya dengan baik. Tentu saja aku pun sudah mempersiapkan segalanya. Besok, pergilah ke kota bersama pendampingmu untuk memilih baju," jawab Tuan Nostrad sambil tersenyum penuh arti. Dengan wajah bingung, Kurapika kembali ke kamarnya setelah membungkukkan sedikit tubuhnya untuk berpamitan dengan tuan Nostrad.
Matanyapun membulat sempurna ketika ia melihat sosok Kuroro sedang duduk di tempat tidurnya dengan santai.
"K-kamu! Ada apa lagi?" tanya Kurapika dengan wajah merona.
Kuroro tersenyum. "Perasaanku mengatakan...besok kau membutuhkan bantuanku."
kurapika menjadi gugup. Apakah Kuroro telah menguping percakapannya dengan Tuan Nostrad?
"Kau terlalu yakin!" bantah Kurapika.
Saat ini Kurapika benar-benar merasa gugup setengah mati, jantungnya berdegup tak beraturan, wajahnya semakin merah merona.
'Kenapa orang ini seakan-akan tahu semua aktivitasku?' Kurapika bertanya-tanya dalam hati.
Kuroro tersenyum melihat Kurapika yang mati-matian berusaha bersikap tenang dengan kebingungan yang tampak di wajah cantiknya.
Masih dengan senyum menawan menghiasi wajah tampannya, Kuroro turun dari tempat tidur Kurapika lalu menghampiri gadis itu. Ia mengangkat dagu Kurapika dengan jari telunjuknya. "Aku tak akan mengijinkanmu pergi dengan pria lain selain aku," bisiknya.
Kurapika menepiskan tangan Kuroro dari wajahnya.
"Ha? Memangnya kau ini siapa? Seenaknya mengatur orang!" ucap Kurapika dengan nada menantang, berusaha menyembunyikan kegugupannya saat ini.
"Lalu, memangnya siapa yang muncul di kepalamu untuk kau ajak ke pesta besok?" tanya Kuroro sambil melipat kedua tangannya di dada dan menatap Kurapika dalam-dalam.
Kurapika langsung terdiam mendengar pertanyaan itu. Ya, memang sebenarnya wajah Kuroro-lah yang langsung terpikirkan saat itu.
Kuroro tertawa kecil melihat raut wajah Kurapika, tentu saja ia dapat membaca apa jawabannya hanya dengan melihat wajah Kurapika yang nampak menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya.
"Kau benar-benar menggemaskan," katanya sambil mencium Kurapika.
Aku adalah penjagamu...seumur hidupku, ucap Kuroro dalam hati.
Sebelum Kuroro menciumnya lebih jauh, Kurapika mendorong pria itu perlahan, membuatnya terheran-heran.
"Ada apa, Tuan Putriku?" tanya Kuroro dengan senyum menawannya.
"Se-sebaiknya kau pergi sekarang. Besok kita ke pergi ke kota untuk mencari bajunya," jelas Kurapika dengan wajah yang masih merona.
"Kau tidak ingin aku menginap di sini?", tanya Kuroro menggoda sambil memeluk pinggang Kurapika.
"Untuk apa kau menginap di sini?" tanya Kurapika sewot.
"Untuk rencana kita besok. Dan...kupikir kau ingin aku lebih lama bersamamu?" goda Kuroro (lagi) seraya mempererat pelukannya.
TOK! TOK!
Mendadak terdengar suara ketukan pintu. Mata Kurapika membulat dan secara spontan mendorong Kuroro.
"Cepat pergi sebelum ada yang menemukanmu disini," pintanya dengan suara berbisik seraya berusaha melepaskan pelukan Kuroro.
Kuroro terpaksa melepaskan pelukannya, tapi walau tidak rela, ia tetap menyempatkan diri mencium dahi Kurapika, lalu menghilang dari balik jendela kamar.
Kurapika tertegun, lalu menoleh ke arah pintu. Siapa yang ingin menemuinya pada jam seperti ini?
"Oh kau sudah tidur ya? Sudahlah kalau begitu," terdengar suara Bashou dari luar pintu dan suara langkahnya yang berlalu.
Kurapika menghela napas lega. Namun saat berbalik, tiba-tiba Kuroro sudah kembali berada di hadapannya.
"Kenapa terkejut begitu? Aku 'kan punya kekuatan teleportasi," jelasnya sambil memeluk Kurapika lagi.
Wajah Kurapika merah padam karena malu. Kuroro menahan tawanya melihat raut wajah gadis itu.
Dia langsung diam setiap kali aku menyentuhnya, pikirnya geli.
"Ayo kita tidur! Aku lelah sekali setelah petualangan kita hari ini," ajak Kuroro sambil menarik tangan Kurapika.
Kurapika memekik kaget. Kuroro segera membawanya berbaring bersama, tanpa melepaskan pelukannya.
"Hei, lepaskan!" protes Kurapika dengan suara tertahan, khawatir seseorang akan mendengarnya.
Tapi Kuroro hanya diam. Tak berapa lama, terdengar suara napasnya yang teratur terasa di wajah Kurapika. Kurapika menoleh. Ternyata pria itu sudah tidur!
Kurapika menghela napas...menenangkan dirinya lalu memejamkan mata.
Baru saja satu jam berlalu, Kurapika terbangun oleh suara nyamuk yang cukup mengganggu. Ia segera tersadar melihat posisinya yang tengah tidur bersama Kuroro saat ini.
Apa yang kulakukan? Kenapa aku bisa tidur bersamanya?, pikir Kurapika.
Perlahan Kurapika melepaskan pelukan Kuroro lalu turun dari tempat tidurnya dan berbaring di sofa. Memang tidak nyaman, namun Kurapika berusaha menahan dirinya.
Kurapika tidak tahu, bahwa Kuroro dapat merasakan ketidaknyamanannya itu. Ia langsung membuka matanya dan turun dari tempat tidur, lalu membawa Kurapika kembali ke sampingnya.
Saat Kurapika baru saja akan membuka mulutnya untuk protes, Kuroro segera menempelkan bibirnya ke bibir gadis itu.
"Aku sudah bertindak cukup sopan dengan hanya memelukmu saat tidur. Apa kau mau aku bertindak lebih jauh untuk membuatmu mau menurutiku?" ancam Kuroro.
Entah sudah berapa kali wajah Kurapika merona karena perbuatannya. Kali ini, Kuroro memeluknya lebih erat.
"Selamat tidur," kata Kuroro sambil mengecup kepala Kurapika yang menempel di dadanya.
.
& Skip Time &
.
Hari sudah pagi. Kurapika memicingkan mata saat cahaya matahari menyinari wajahnya. Dilihatnya tangan Kuroro masih memeluk erat dirinya. Kurapikapun mengangkat sedikit untuk melihat wajah pria yang memaksanya tidur bersama semalam, dilihatnya wajah pria itu tampak begitu damai.
Tiba-tiba perut Kurapika terasa sakit. Mungkinkah karena grogi? Kurapika segera melepaskan pelukan Kuroro dan pergi ke kamar mandi.
Suara air yang terdengar dari dalam kamar mandi membuat Kuroro terbangun. Kuroro tersenyum mengingat semua yang terjadi kemarin. Antara dirinya dan Kurapika, benar-benar tidak dapat diduga sebelumnya.
Menyadari ada yang harus dilakukannya segera, Kuroro pun beranjak turun dari tempat tidur dan mengambil secarik kertas...menulis surat untuk Kurapika,
'Semalam aku benar-benar mengalami tidur malamku yang paling damai. Terimakasih. Aku ada perlu dulu sebentar, aku akan segera kembali untuk menjemputmu.'
Setelah selesai menulis, Kuroro meletakkan surat itu di atas bantal kemudian berlalu pergi.
.
& Skip Time &
.
Sekitar setengah jam berselang, Kurapika keluar dari kamar mandi. Ia merasa heran melihat Kuroro sudah tidak ada di tempat tidur.
'Lho, dia ke mana?,' pikirnya heran sambil melihat ke sekeliling kamar.
Sebuah surat di atas bantal menarik perhatian Kurapika, ia segera mengambil dan membacanya.
Setelah selesai, Kurapika segera menyobek surat itu untuk menghilangkan bukti. Iapun memasang wajah kesal dan sedikit mengeluarkan wajah cemberutnya yang membuatnya terlihat tambah manis.
'Benar-benar tidak sopan, dia 'kan bisa pamit dulu baru pergi!,' gerutunya dalam hati. Tapi kemudian ia terkejut sendiri. 'K-kenapa aku jadi begini? Dia pamit atau tidak, itu terserah ia saja!'
Kurapika baru saja menyadari, dia telah mengalami banyak hal dengan Kuroro. Yang terpenting adalah dia yang telah melewati satu malam bersama Sang Lucifer itu.
'Oh...Sebenarnya apa yang terjadi padamu, Kurapika?,' tanya Kurapika pada dirinya sendiri.
Dia tak ingin tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia pun bersiap-siap untuk pergi ke kota. Yah... Mau bagaimana lagi? Dia harus pergi dengan siapa?
.
Akhirnya ia selesai bersiap-siap dan berdiri di depan jendela kamarnya.
'Sepertinya aku tak bisa begitu saja terlepas darinya,' batin Kurapika.
Tak lama kemudian, Kuroro datang kembali. Ia menatap penampilan Kurapika smbil tersenyum. Wajah Kurapika langsung merengut. 'Memang ada yang aneh ya?' tanya Kurapika pada dirinya sendiri.
"Ayo kita pergi," ajak Kuroro sambil menggendong Kurapika ke tempat di mana ia memarkir mobil sedan hitamnya yang mewah.
.
Di dalam mobil, tiba-tiba Kuroro mendekatkan tubuhnya ke Kurapika. Yang di dekati hanya tersentak kaget.
"Ma-mau apa!" pekik Kurapika kaget.
Kuroro tertawa geli. "Sabuk pengamanmu, Tuan Putri," kata Kuroro sambil memasang sabuk pengaman ke tubuh Kurapika. Jarak di antara mereka yang begitu dekat membuat jantung Kurapika berdegup kencang. Ia tak tahu, Kuroro pun merasakan hal yang sama.
Kuroro menyalakan mesin dan mulai menjalankan mobilnya. Mereka duduk dalam diam.
'Untung saja dia tak melakukan apapun. Bisa bahaya kalau aku terjebak lagi' kata Kurapika dalam hati sambil menghela napas panjang.
"Kenapa, Kurapika? Seperti habis melihat hantu saja," kata Kuroro sambil tersenyum tanpa mengalihkan perhatiannya pada jalanan yang ada di hadapannya.
"Tidak, tidak ada apa-apa. Jadi kita mulai dari mana?", kata Kurapika yang langsung membungkam mulutnya.
Bodoh! Apa yang kulakukan!, seru Kurapika dalam hati.
"Wah...tak sabaran sekali kau ini," goda Kuroro seraya tersenyum tipis.
"Ti-tidak! Sungguh...", elak Kurapika seraya mulai mengutuk dirinya sendiri karena telah memulai percakapan yang memberi kesempatan bagi Kuroro untuk menggodanya lagi, entah untuk yang keberapa kali.
"Baiklah. Kita akan segera sampai", ucap Kuroro menyeringai. Kurapika hanya bergidik ngeri.
Kuroro mempercepat laju mobilnya. Mobil mereka melaju sangat kencang sementara Kurapika terus berteriak sambil mencengkeram baju Kuroro. Bagaimana dengan Kuroro? Tentu dia hanya tertawa melihat reaksi Kurapika.
.
.
Di rumah Keluarga Nostrad, sambil tersenyum-senyum Bashou melangkah menyusuri koridor menuju kamar Kurapika. Sesampainya di sana, ia pun langsung mengetuk pintu kamar itu.
"Kurapika, kau sudah bangun?" tanya Bashou.
Hening ... tak ada jawaban.
'Anak gadis zaman sekarang bangunnya siang sekali!,' pikirnya seraya tertawa kecil.
Tapi ternyata pintu itu tidak terkunci. Bashou memberanikan diri untuk melongok ke dalam kamar Kurapika, dan ia sangat terkejut melihat gadis itu tidak ada di sana.
"Tuan Nostrad!" serunya sambil berbalik pergi menghampiri sang majikan.
"Tuan, Kurapika sudah tidak ada di kamarnya," lapor Bashou setelah ia sampai di hadapan Tuan Nostrad.
"Oya? Ke mana dia pergi pagi-pagi begini?" Tuan Nostrad bertanya-tanya dengan heran. "Seharusnya 'kan dia pergi dengan pelayan memilih gaun yang pantas untuk ia kenakan nanti malam. Kalau begitu coba hubungi dia dan cari tahu di mana keberadaannya!" lanjutnya dengan nada agak panik.
Bashou mengangguk singkat seraya langsung mengeluarkan ponsel dan mulai menekan nomor Kurapika.
.
.
Kuroro baru saja memarkir mobilnya di depan butik langganan Neon saat tiba-tiba ponsel Kurapika berbunyi. Kurapikapun menggerebah kantung celananya dan langsung meraih Handphonenya itu. Mata Kurapika membulat sempurna saat melihat nama yang terpampang di incoming callnya itu.
"Ah...ya Bashou, aku sudah berada di depan butik langganan Nona. eh? tidak usah, terimakasih. Aku pergi bersama orang yang nanti akan menemaniku ke pesta. Kau tidak usah menyusulku kemari. Baiklah," terdengar suara Kurapika menjawab teleponnya. Setelah selesai, Kurapika memasukkan ponsel kembali ke sakunya.
"Siapa?" tanpa sadar Kuroro bertanya. hey! Sejak kapan dia peduli siapa yang menelepon Kurapika?
"Temanku," jawab Kurapika pendek sambil membuka sabuk pengamannya.
"Teman ya?" gumam Kuroro. Ia keluar dari mobil dan membukakan pintu mobil sebelahnya untuk Kurapika.
Kurapika mendengus kesal. "Kau pikir aku pembohong?"
Kuroro hanya tersenyum tipis. 'Polos sekali...tidak mengerti perasaanku,' ucapnya dalam hati dengan rasa kecewa sedikit terlihat di wajah tampannya. Ia segera menarik tangan Kurapika dan menuntunnya masuk ke butik.
"Selamat datang," sapa seorang pramuniaga ramah begitu mereka berdua memasuki toko. "Ada yang bisa dibantu?" lanjut pramuniaga itu dengan nada lembut dan sopan.
Kurapika menjadi gugup, belum pernah ia membeli baju untuk pesta seperti ini.
"Aku...diperintahkan Tuan Nostrad datang ke sini," jawab Kurapika singkat.
"Oh, teman Nona Neon? Ya,ya! Tentu saja! Sudah saya siapkan. Tunggu sebentar!"
Pramuniaga itu berbalik pergi dan mengambil sesuatu dari meja counter, yaitu sebuah gaun pink selutut dengan banyak renda! Kuroro dan Kurapika langsung sweatdrop melihatnya. Mungkin kurapika memang belum pernah membeli gaun, tapi dia tahu bahwa gaun seperti itu bukanlah seleranya.
Kuroro menghela napas. "Kami akan memilih sendiri," katanya sambil melangkah ke bagian baju wanita. Kurapika terkejut dan segera mengekorii pria itu.
Kuroro langsung sibuk melihat-lihat. Hanya dalam waktu sebentar saja, ia sudah menemukan apa yang dicarinya. Tanpa bicara, Kuroro segera membawa gaun pilihannya sambil menarik Kurapika ke ruang ganti.
"Hei! Lepaskan! Aku bisa memilih sendiri!" protes Kurapika berusaha melepaskan diri dari gandengan tangan Kuroro.
Kuroro menoleh untuk menatap wajah gadis yang ia cintai itu. Tatapan matanya yang begitu serius sukses membuat Kurapika jadi agak bergidik ngeri.
"Dengan penampilanmu yang seperti itu kau bisa memilih gaun sendiri? Yang benar saja!", ucapnya tak percaya.
Kurapika lalu mengomel untuk membela dirinya, hingga pramuniaga yang tadi menemani mereka, datang menghampiri.
"Ada apa ya?" tanyanya heran melihat pasangan didepannya ini hanya saling membentak satu sama lainnya.
"T-tidak ada apa-apa kok!" jawab Kuroro dan Kurapika bersamaan sambil memberikan senyuman terbaik mereka kepada pramuniaga itu.
Lalu Kuroro berbisik, "Coba baju itu sekarang dan perlihatkan padaku, atau aku sendiri yang akan memakaikannya ke tubuhmu."
BRAK! Mendengar ancaman itu, Kurapika langsung menutup pintu ruang ganti dan mulai membuka bajunya sambil terus menggerutu.
.
& Skip Time &
.
"Lama sekali," ucap Kuroro entah pada siapa. Iapun menengokkan kepalanya ke jam dinding sebelahnya, sudah 15 menit berlalu. Eh? 15 menit dan dia sudah menggerutu?
"Aku tidak mau keluar!" terdengar suara Kurapika dari dalam ruang ganti yang tertangkap oleh gendang telinga Lucifer itu.
"Aku perlu melihatnya sendiri, apakah gaun itu cocok atau tidak untukmu!" Jawab Kuroro mulai berdiri dari tempat duduk tunggunya.
Suasana hening sesaat. Pintu ruang ganti terbuka perlahan, menampakkan Kurapika yang mengenakan gaun hitam panjang, dgn model halterneck dan punggung terbuka. Di samping gaun itu terdapat belahan yang cukup tinggi hingga hampir mencapai setengah paha Kurapika. Kuroro terpesona melihatnya, demikian pula halnya dengen pramuniaga yang berada di situ. Namun Kuroro langsung tersenyum geli melihat raut wajah Kurapika yang merengut dan merona secara bersamaan.
"Gaun apa ini!" pekiknya.
BIP..BIP..BIP...!
Ponsel Kurapika tiba-tiba berbunyi. Sebuah pesan masuk.
Pengirim : Bashou
Pesan :
Jangan lupa bahwa pesta dansa yang akan kau hadiri adalah pesta topeng, dan yang akan menemanimu adalah...(tebak siapa?)
Kurapika semakin cemberut. "Banyak aturan sekali, memangnya siapa yang ditugaskan untuk mendampingiku ke pesta? Dasar Bashou, tidak jelas!," omelnya.
Kuroro terkejut, wajahnya terlihat sangat tidak rela mendengar ucapan Kurapika. Aura menyeramkan mulai terasa di ruangan itu, membuat pramuniaga toko segera menghindar dan melayani pegunjung lain.
Kuroro menatap Kurapika dalam-dalam dan menyilangkan kedua jari tangannya, berharap keberuntungan akan berpihak padanya.
Kurapika menoleh ke arah Kuroro, dan ia dapat melihat kekecewaan nampak di wajah tampan pria itu. Entah apa yang muncul di benak Kurapika saat itu, tapi ia segera menelepon Bashou.
"Bashou, aku tidak tahu siapa yang iseng membuat peraturan itu, tapi aku benar-benar tidak menyukainya. Kemarin Tuan Nostrad mengijinkanku pergi dengan siapa saja. Jadi aku hanya akan berpegang pada kata-katanya itu. Terima kasih," ucap Kurapika lalu mematikan ponselnya.
Kuroro tercengang melihat hal itu, ia menatap Kurapika seolah tak percaya atas apa yang baru saja didengarnya.
Wajah Kurapika langsung merona.
"A-aku melakukannya bukan untukmu, aku hanya tak mau dipasangkan dengan orang asing seenaknya!" Kurapika brkilah.
Kuroro tersenyum. Ia menarik Kurapika keluar dari ruang ganti agar bisa memperhatikannya dengan lebih jelas. Warna gaun itu begitu kontras dengan kulit Kurapika yang putih. Kuroro terlihat puas dengan pilihannya.
"Kenapa modelnya begini? Aku risih," protes Kurapika pelan.
"Halterneck mmbuat dadamu yang kecil terlihat lebih besar," jawab Kuroro santai.
DWAAAGGGGHHHH!
Pukulan panas langsung mendarat di wajah tampan Sang Lucifer ketika Kurapika mendengar tanggapan Kuroro.
"Apa yang kau lakukan?" protes Kuroro. Namun Kurapika hanya memalingkan wajahnya yang memerah dan masuk kembali ke ruang ganti untuk melepaskan gaun yang dikenakannya.
Kuroro tersenyum tipis melihat tingkah gadis itu.
'Dia memang gadis yang dingin, galak...tapi dia pun sangat manis. Hm...aku akan membuat dia terpana dengan baju yang akan kupilih untukku sendiri,' pikir Kuroro. Karena ruang ganti penuh, Kuroro pun membawa baju pilihannya ke kamar mandi dan mencobanya di sana.
Sementara itu, Kurapika baru saja selesai berganti pakaian. Ia heran melihat Kuroro tak ada di sana menunggunya. Kurapika mulai menengok ke sana kemari mencarinya.
"Kurapika," terdengar suara Kuroro di belakangnya.
Kurapika berbalik. Kuroro agak terkejut melihat raut wajah Kurapika yang khawatir.
"Kamu mencariku?" godanya sambil tersenyum nakal.
"T-Tidak kok!" elak Kurapika. Tapi ia langsung terdiam melihat penampilan Kuroro. Pria itu mengenakan tuksedo hitam. Begetu tampan...bagaikan seorang pangeran.
"Apakah ini cocok?" tanya Kuroro.
Tentu saja Kurapika tak mau jujur! "Biasa saja," jawabnya ketus.
"Jadi perlu aku cari yang lain?"
"Tidak usah! Itu saja!"
Kurapika terkejut atas perkataannya sendiri dan langsung menutup mulutnya. Kuroro tertawa geli.
"Baiklah, ayo sekarang kita pergi ke salon untuk mendandanimu," ajaknya.
"Salon? Aku tidak mau!", teriak Kurapika.
"Kuakui kau tetap cantik walaupun tanpa riasan, tapi kau harus tetap berdandan ke salon kalau ke pesta," jelas Kuroro sambil menyeret Kurapika.
Kurapika yang awalnya akan menolak lagi langsung diam, wajahnya bersemu merah mendengar pujian Kuroro yang ditujukan untuknya.
Tak lama kemudian Kuroro sudah mengganti tuksedonya, lalu berdua dengan Kurapika berjalan ke kasir untuk membayar pakaian yang mereka beli. Kuroro mengeluarkan gold credit cardnya, namun Kurapika segera mencegah, "Biar aku bayar sendiri!" ucapnya.
Kuroro segera menutup bibir kurapika dengan jari telunjuknya, membuat petugas kasir butik itu merona melihatnya.
"Sst...biarkan kubelikan gaun itu, sebagai permintaan maaf karena aku telah memintamu memakainya."
Kurapika tak membantah lagi, sepertinya ia mulai lelah terus berdebat dengan Kuroro.
Setelah membayar, Kuroro menarik Kurapika masuk kembali ke dalam mobilnya.
"Kenapa kau menyeretku?", protes Kurapika sambil menarik tangannya.
"Kupikir kau hewan buas yang tak mau ke salon," kata Kuroro tenang sambil membukakan pintu mobil untuk Kurapika.
Gadis itu pun segera masuk ke dalam mobil dengan kesal.
.
& Skip Time &
.
Saat ini Kuroro sudah berada di salon. Baju tuksedo hitamnya telah ia kenakan. Ia tengah menunggu Kurapika yang sedang didandani. Sesekali Kuroro tertawa geli mendengar Kurapika yang protes kepada penata riasnya.
Tak lama, Kurapika pun keluar. Ia nampak cantik sekali. Riasan natural di wajahnya semakin menonjolkan kecantikan gadis itu. Kuroro terdiam menatapnya dan ini membuat Kurapika merona. Perlahan Kurapika melangkah menghampiri Kuroro dan memberikan sebuah topeng padanya. Topeng berwarna hitam berkilauan, yang hanya menutupi bagian mata saja.
"Jangan diam saja, ayo pakai topeng ini!" kata Kurapika sambil berusaha menghindari tatapan Kuroro. Di tangan yang satunya, Kurapika pun tengah memegang topeng yang sama dengan yang ia berikan pada Kuroro.
"Oya, kartu undangannya tertinggal di Rumah Nostrad. mungkin kita harus mengambilnya dulu?" tanya Kurapika tiba-tiba. Ia benar-benar enggan pergi ke pesta, sehingga ia berusaha mengulur waktu.
Kuroro menghela napas. Tentu saja ia mengerti apa yang dipikirkan gadis itu.
"Jangan bilang yang tidak-tidak. Ayo, kita pergi sekarang," kata Kuroro sambil mengajak Kurapika pergi.
.
& Skip Time &
.
Waktu menunjukkan pukul 19.00 saat Kuroro dan Kurapika sampai di depan ballroom sebuah hotel terkenal. Kurapika merasa gugup. Kuroro segera menggenggam tangan gadis itu yang terasa dingin.
"Tenanglah, aku akan bersamamu," bisiknya.
Kurapika menoleh, menatap mata hitam pria itu. Entah kenapa, hatinya menjadi tenang. Tanpa sadar Kurapika balas menggenggam tangan Kuroro. Dengan bergandengan tangan mereka memasuki ballroom sambil mengenakan topeng dan membawa kado bagi gadis yang berulangtahun.
Semua mata langsung tertuju pada pasangan itu. Pasangan muda yang cantik dan tampan…terlihat begitu indah dan serasi bagaikan sebuah lukisan, pikir mereka.
Padahal sebenarnya, Kurapika merasa sangat tidak nyaman dengan high heels hitam yang ia kenakan.
"Berdiri dengan tegak," bisik Kuroro tanpa menoleh.
"Coba saja kau berada di posisiku dan rasakan sendiri!" Kurapika balas berbisik.
Mereka langsung menghampiri gadis yang berulangtahun malam itu dan menyerahkan kado dari Neon.
"Ah..terimakasih, tolong sampaikan salamku padanya. Semoga kalian menikmati pesta ini," kata gadis itu, lalu ia pun pergi menyapa tamu undangan yang lain.
"Kita pulang saja," kata Kurapika pada Kuroro.
Belum sempat Kuroro menjawab, tiba-tiba seorang pria mabuk menghadang mereka dan langsung menarik Kurapika.
"Ayo berdansa denganku," katanya.
Kuroro benar-benar tidak suka melihatnya. Ia menarik Kurapika dan memeluknya. Pipi Kurapika merona karena tangan Kuroro menyentuh punggungnya yang terbuka.
"Gadis ini bersamaku," kata Kuroro sambil menatap tajam pria itu, membuatnya langsung mundur. Kurapika pun terkejut melihat raut wajah Kuroro.
Kemudian tanpa berkata apa-apa, Kuroro membawa Kurapika ke lantai dansa.
"Kita pulang saja! Aku tidak bisa dansa!" protes kurapika.
Namun Kuroro meletakkan tangan gadis itu di bahunya, melingkarkan tangannya ke pinggang Kurapika dan menggenggam tangan yang lainnya.
"Ikuti saja langkahku," kata Kuroro pendek.
Tak lama, Kurapika mulai lihai mengikuti langkah Kuroro. Tapi ia belum berani menatap mata pria itu. Kurapika merasa nyaman...tanpa sadar ia bersandar di dada Kuroro.
Tiba-tiba lampu padam. Kuroro merasakan bahaya mengancam Kurapika.
Kuroro memeluk erat Kurapika. Kurapika hanya diam saja. Ia merasakan aura jahat mengintainya. Aura itu begitu tajam hingga ia tak berani berkutik.
"Untuk saat ini, kau diam saja. Oke?", bisik Kuroro pelan.
Kurapika mengangguk pelan. Mereka berdua hanya diam, sementara keributan terjadi di sekitar mereka. Tamu-tamu pesta berlarian karena takut. Kurapika berusaha menajamkan indranya untuk mendeteksi pemilik aura itu.
'Aura gadis itu...,' pikir Kurapika.
Kuroro merasakan gerakan sebuah pisau melesat ke arah mereka. Dengan sigap Kuroro menangkap pisau itu dengan sebelah tangannya.
"Tunjukkan dirimu!" ia berseru.
"Akkkkhhhhh!"
Kuroro dapat mendengar suara teriakan Kurapika seolah tengah kesakitan.
"Kurapika!" Teriak Kuroro dengan nada yang sangat cemas dengan keadaan Kurapika di dalam kegelapan seperti ini.
Kuroro dapat merasakan genggaman erat Kurapika di bajunya. Tercium bau darah dari tubuh gadis itu. Dengan tangan gemetar Kuroro meraba bagian belakang tubuh Kurapika ... dan menyentuh sesuatu yang basah di punggungnya. Kuroro menggerakkan tangannya ke atas. Sebuah pisau menancap di bahu Kurapika.
'Bodoh! Kenapa aku bisa tidak waspada begini?' Kuroro memarahi dirinya sendiri.
"Gadis itu...," terdengar suara Kurapika sambil setengah merintih. "Di belakangmu..."
Kuroro menoleh perlahan. Dalam kegelapan, tampak siluet gadis misterius di jendela ballroom itu.
"Kejar saja dia, tinggalkan aku di sini," kata Kurapika.
Kaca jendela tiba-tiba pecah, bersamaan dengan lampu yang menyala kembali. Gadis itu berlari dengan cepat menuju Kuroro dan Kurapika. Kuroro melompat menghindar.
"Cepat sembuhkan lukamu," kata Kuroro khawatir.
Sambil berada di bawah serangan si gadis misterius, Kurapika mengeluarkan Holy Chain miliknya dan menyembuhkan luka yang berada di bahunya.
Kuroro sedikit lega, ketika bahu Kurapika mulai pulih kembali. Namun ia tak melihat apa yang akan menyerangnya.
Kuroro terlalu memusatkan hampir seluruh perhatiannya pada Kurapika. Si gadis misterius menganggap Kuroro sebagai penghalang, sehingga ia bermaksud menyingkirkan pria itu.
Luka Kurapika baru saja menutup sempurna saat ia melihat kilatan pedang si gadis misterius menuju punggung Kuroro.
"Jangaaaannnn...!" seru Kurapika panik. Matanya membelalak ... dan mulai berubah warna menjadi merah. Mata merah yang muncul kali ini bukan karena kemarahan, tapi karena rasa takut Kuroro akan terluka.
Mata Kuroro terbelalak. Darah bercucuran di lantai. teriakan panik orang-orang yang berada di sana pun terdengar. Cipratan darah mengenai wajah Kuroro dan Kurapika.
"K-Kuroro!" kata Kurapika khawatir saat tubuh pria itu tiba-tiba ambruk menimpa tubuhnya. Kurapika segera menahannya.
"A-aku tidak apa-apa…," Kuroro berkata dengan suara yang lemah, mencoba menenangkan Kurapika.
Seorang kriminal sekelas Kuroro bisa dengan mudah diserang seperti itu. Apa yang mengganggu konsentrasinya? Tentu saja Kurapika tidak tahu, bahwa dialah penyebabnya. Kurapika segera mengalihkan perhatiannya ke tubuh Kuroro yang terluka.
"Aku mohon, bertahanlah...pindahkan kita ke tempat yang aman agar aku bisa menyembuhkan lukamu," bisik Kurapika dengan suara tercekat. Namun Kuroro hanya meringis menahan rasa sakitnya.
Tiba-tiba si gadis misterius terlempar oleh meja yang ditendang dengan kuat. Ternyata Gon berada di sana. Killua pun bersiap dengan kekuatan elektronnya. Matanya melirik ke arah Kuroro dan Kurapika. Banyak pertanyaan terlintas di benak kedua bocah itu, tapi mereka harus memusatkan perhatian pada si gadis misterius terlebih dahulu.
Milluki pun tiba-tiba muncul di tempat itu.
"Hoii…! dia jatahkuuuu, game barukuuu…..!" teriaknya.
"Kakak!" seru Killua terkejut. Gon pun ikut menoleh.
Si gadis misterius memanfaatkan kesempatan ini untuk melarikan diri. Melihat hal itu, Milluki segera mengejarnya.
"Hei, tunggu! Jangan kabur! Aku akan menangkapmu dan mendapatkan uang yang banyak!" katanya.
Sementara itu, Killua menghampiri Kurapika dengan Kuroro berada di pelukannya.
"Aku dan Gon akan mencoba mengalihkan perhatiannya untuk sementara. Kau lakukanlah apa yang harus kau lakukan sekarang," katanya lalu berlari mengikuti Gon yang mengejar Milluki dan si gadis misterius.
Sepeninggal mereka, tinggallah Kurapika berdua dengan Kuroro di ballroom itu. Orang –orang yang sebelumnya ikut berada di sana sudah tewas karena serangan si gadis misterius yang membabi-buta, lalu sisanya melarikan diri. Malam yang awalnya begitu indah…tiba-tiba jadi mengerikan seperti ini.
Kurapika menatap Kuroro dengan sedih, sambil menyembuhkan luka pemuda pemilik mata hitam itu dengan Holy Chain-nya.
Tanpa ia sadari, pipinya basah oleh air matanya sendiri. Kuroro yang melihat itu hanya tersenyum lemah.
"Tak kusangka, si pengguna rantai yang hebat ternyata bisa menangis juga," godanya dengan nada lirih.
"Jangan banyak bicara dulu bodoh!" bentak Kurapika kesal. Kuroro pun menutup matanya perlahan.
Dalam waktu sebentar saja luka Kuroro menghilang, tapi matanya masih terpejam. Kurapika pun panik.
"Kuroro?" tanya Kurapika dengan takut-takut sambil mendekatkan wajahnya.
Ternyata Kuroro hanya berpura-pura. Ia langsung mencium Kurapika.
"Setelah semua kejadian ini ... kupikir sudah saatnya kita harus jujur pada perasaan masing-masing," kata Kuroro di antara ciumannya.
Pipi Kurapika langsung merona merah mendengar perkataan Kuroro. Gadis itu menangis lagi, matanya masih berwarna merah ... namun kali ini karena rasa bahagia yang begitu menguasai dirinya. Kuroro langsung bangkit dan memeluknya dengan erat.
Lalu Kuroro melonggarkan pelukannya. Ia dan Kurapika saling menatap selama beberapa saat...hingga akhirnya saling mendekatkan diri dan berciuman kembali. Kali ini ciuman itu benar-benar terasa berbeda, sebuah ciuman yang tulus dan penuh cinta.
Tiba-tiba terdengar suara ledakan di luar sana. Kuroro dan Kurapika berhenti berciuman, dan langsung teringat pada Gon dan Killua yang sedang bertarung. Mereka segera pergi menghampiri asal suara.
"Aku mencintaimu," bisik Kuroro sambil tersenyum tipis.
Kurapika menoleh. "Aku juga. Jangan tinggalkan aku, kalau tidak aku akan membunuhmu," candanya.
Dalam hati, Kuroro rasanya tak percaya ... kata-kata itu dapat keluar dari mulutnya yang notabene seorang kriminal kejam yang dapat membunuh banyak nyawa tanpa perasaan. Tapi memang, sejak ia dapat merasakan jika Kurapika berada dalam bahaya... Kuroro mulai menyadari betapa pentingnya Gadis Kuruta itu bagi dirinya.
Sesampainya di tempat di mana suara ledakan itu berasal, terlihat Gon, Killua dan Milluki sedang bertarung melawan si gadis misterius.
Gadis itu berseru dengan lantang, "Jangan ikut campur urusanku! Aku hanya menginginkan nyawa si gadis pirang itu!"
Kurapika tertegun dan merasa heran...ia benar-benar tak habis pikir, kenapa gadis itu begitu ingin membunuhnya? Siapakah yang menyuruhnya?
"Sebenarnya siapa dirimu dan kenapa kau terus mengincar nyawa Kurapika?" tanya Kuroro sambil menatap gadis itu dengan tajam. "Apa kau dibayar seseorang? Aku bisa memberimu lebih banyak dari yang diberikan orang itu!" Lanjutnya dengan nada yang sangat keras.
Kurapika terkejut mendengar pernyataan Kuroro, sebegitu melindunginyakah pria itu kepada dirinya?
Gon dan Killua pun terbengong-bengong mendengarnya, sementara Milluki tetap dengan kuda-kudanya. Dia tak mau kehilangan buruannya lagi kali ini.
"sebentar lagi aku akan mendapatkan game yang kuinginkan" Tegun Milluki seraya tersenyum tipis dengan penuh keyakinan ia bisa mengalahkan gadis misterius itu.
TBC
.
.
A/N :
Review please…? Dan untuk member HxH Community, jangan lupa untuk ikut berpartisipasi di Chapter 2 nanti loh ya^^