THE CLOCK TOWER
by PurpleliciousVioletta
.
Inspired of The Struggle Within: Clock Tower II
.
"...-kun..."
Sang Countess terus ditarik paksa menuju menara jam yang berada di puncak kastil itu. Ujung gaunnya yang berwarna cream cerah sudah kotor karena terseret secara kasar. Ia terus mengucap satu nama –berharap orang yang ia sebut akan datang menolongnya. Ia sudah lelah menangis sejak tadi. Namun rasa sakit yang menjalar diwajahnya begitu perih hingga ia tak mampu menahan butiran air yang terus keluar dari matanya.
"...-kun..."
Ia sudah mengucap nama itu ribuan kali dalam tangisnya. Beberapa kali ia memberontak untuk melepaskan diri dari tangan kekar milik pria yang menariknya kini. Namun, kekuatannya jelas tidak sebanding. Ia malah mendapatkan cacian, tamparan, bahkan pukulan di seluruh badannya. Terlihat jelas lingkar berwarna biru keunguan di sekitar mata kirinya.
"Berhenti mengucap nama pria jalang itu!"
"K-kumohon, Orochimaru. Biarkan aku melihatnya sekali saja."
Plak!
Sebuah tamparan yang sangat kuat kembali mendarat di pipinya yang sudah tampak memerah. Gadis itu meringis. Kini bukan lagi hatinya yang tersakiti, namun tubuhnya sudah sangat mengerikan. Kekerasan pada fisiknya sudah tidak sanggup ia terima lagi. Muncul dendam dan kebencian yang terus memuncak pada pria yang menariknya dengan kasar ini –Orochimaru. Ia hanya ingin bertemu dengan pria yang ia kasihi. Hanya itu.
"Ingat, Ojou-sama, saat ini kau sudah menjadi milikku. Berhenti menyebut nama pria jalang itu dihadapanku! Atau seluruh klanmu akan menemui ajalnya ditiang gantungan." Orochimaru membuka pintu menara itu dengan kasar. Terlihat anak tangga yang cukup banyak itu mengarah keatas –ke puncak menara jam kastil. Ia kembali menyeret countess dari klan Hyuuga itu dengan kasar.
"Aku sudah bermurah hati hanya menaklukkan klanmu –bukan melenyapkan kalian!"
Cuih!
Orochimaru mengusap cairan kental yang terasa hangat dari wajah pucatnya. Kemudian ia menatap tajam kearah countess yang meludahi wajahnya –memperlihatkan kelereng matanya yang seperti ular, membuat sang countess merasa ngeri. "Sudah cukup, Hinata! Kau perempuan jalang!"
Orochimaru kembali menarik paksa sang countess –Hinata, namun kali ini cukup kuat sehingga tubuh mungil Hinata terbanting diantara tangga-tangga yang sangat keras itu. Ia kembali diseret dengan paksa hingga beberapa bagian gaunnya robek. Tidak hanya itu, tubuhnya kembali penuh luka goresan yang terasa sangat perih saat bergesekan dengan anak-anak tangga yang ia lalui.
"Berhenti, Bajingan! Sampai aku benar-benar mati, aku tidak sudi menjadi milikmu! A-aku..." Hinata terus terisak.
Terlihat sebuah pintu kayu yang berdebu di ujung anak tangga. Orochimaru segera mengetuknya beberapa kali dengan satu tangan yang ia kepal. Sementara tangan satu lagi masih menggenggam kuat pergelangan Hinata yang sudah memerah. "Yakushi!"
Suara pintu itu berdecit kuat seperti engsel-engsel pintunya sudah rusak saat terbuka. Seorang pria berkacamata bulat dengan bingkai kacamata yang tipis berdiri didepan pintu. Ia menyeringai saat melihat Hinata.
"K-kabuto-san?"
Hinata terkesiap. Ia dapat merasakan darahnya mengalir dan terpompa dengan cepat oleh jantungnya. "Selamat malam, Ojou-sama." Kabuto tersenyum, kemudian memperbaiki posisi kacamatanya. "Aku turut bersedih atas jatuhnya klan Hyuuga," lanjutnya.
Lidah Hinata masih terasa kelu. Ia tidak menyangka jika Kabuto, tangan kanan ayahnya –Hyuuga Hiashi, ternyata berkhianat. Bukankah dahulu ia pernah bersumpah untuk setia melayani klannya?
"K-kau..." masih kelu. "K-kau pengkhianat, K-kabuto-san?"
Kabuto hanya terkekeh. "Ayolah, Ojou-sama. Orochimaru-sama telah menjanjikan harta dan kekuasaan yang melebihi klan Hyuuga kepadaku. Sementara menjadi tangan kanan ayahmu, aku terus menerus dicaci, bahkan dihina!" Wajah Kabuto berubah saat mengucapkan kalimatnya yang terakhir.
Iris lavender Hinata bergetar.
"Sudah cukup reuni kalian!" ucap Orochimaru kemudian. Ia langsung menghempaskan tubuh Hinata dengan kasar kearah Kabuto. Kabuto menangkap tubuh mungil Hinata yang kemudian ia hempaskan lagi ke lantai kayu yang berdecit. Tubuh Hinata sudah sangat sakit. Beberapa bagian di wajahnya dan tubuhnya sudah lebam akibat perlakuan kasar Orochimaru.
"Ayo pergi, Yakushi!" panggil Orochimaru yang sudah menuruni anak tangga duluan.
Kabuto menampakkan seringainya kepada Hinata. "Kini derajatmu sudah lebih rendah dariku, Hinata. Kau hanya tawanan sekarang!" ucap Kabuto. Hinata berusaha bangkit dan memohon kepada Kabuto. Ia mendekap kaki jenjang Kabuto. Air matanya terus mengalir.
"Aku mohon kepadamu, Kabuto. Aku rela melakukan apapun untukmu, asalkan aku diberi kesempatan bertemu sekali lagi dengan keluargaku dan..."
"Pria jalang itu?" potong Kabuto. "Kau akan segera melihatnya, Hinata. Kau akan melihatnya besok di tiang pemenggal kepala." Kabuto menendang tubuh Hinata yang mendekap kakinya. Alhasil, Hinata terpelanting karena tendangan kuat Kabuto. Kemudian pria dengan surai abu-abu itu mengunci pintu menara dan pergi.
Hinata bangkit dan duduk bersandar di salah satu tiang. "A-aku..." Air matanya sudah berhenti mengalir, namun wajahnya masih basah karena sisa air matanya tadi. "A-aku mengutukmu, Orochimaru!" ucapnya disela tangisnya.
"Aku akan tetap hidup. Aku akan memainkan jiwa yang tinggal di kastil ini!"
- Chapter I -
"Jangan khawatir, Kushina. Semua akan baik-baik saja."
Pria berambut kuning cerah itu membelai lembut punggung tangan isterinya –berharap sang isteri mampu menepis semua kekhawatiran yang menyelimuti jiwanya. Sebenarnya ia juga sedikit khawatir seperti Kushina –isterinya, namun tidak berlebihan. Wajah Kushina sudah memucat sejak tadi. "Asalkan anak-anak tidak tahu, semuanya akan baik-baik saja," ucapnya lagi.
Kushina memberanikan diri menegakkan wajahnya setelah sejak tadi menunduk. "Lalu bagaimana dengan Sasuke?" Kekhawatiran masih menyelimutinya. Namun senyuman Minato seakan mengatakan bila semuanya-akan-baik-baik-saja. "Sudahlah, Kushina."
Kushina kembali menunduk. Tubuhnya sedikit gemetar.
"Tadi sore Naruto menghubungiku. Dia bilang, mereka akan sampai malam ini jika tidak ada halangan." Kushina kembali menatap sapphire milik Minato –suaminya. "Kau istirahat saja. Biar aku yang menunggu mereka," ucap Minato lagi. Kushina menggeleng lemah. "Aku tidak mau. Aku ingin bersamamu menunggu mereka."
Minato kembali tersenyum. Diusapnya pelan pucuk kepala Kushina. Surai merah Kushina ia belai lembut. Minato sungguh mencintai isterinya itu yang telah memberikannya seorang putra yang sangat ia banggakan –Naruto.
Suasana pasca makan malam mereka sangat sunyi –mengingat hanya mereka berdua dan seorang perawat kastil ini. Tinggal di kastil ini adalah kutukan bagi Minato dan Kushina. Awalnya Minato memang tergiur dengan harga kastil ini yang sangat murah. Minato dan Kushina pun menemui sang pemilik kastil.
Seorang pria tua berambut hitam panjang mengklaim dirinya sebagai pemilik kastil ini. Proses jual-beli kastil ini pun terkesan aneh. Sang pemilik meminta setetes darah Minato dan Kushina sebagai simbol penyerahan kepemilikan kastil ini. Walau aneh, Minato dan Kushina seperti tersihir untuk tetap melakukan permintaan pria tua itu. Dan konsekuensi yang harus mereka terima setelah itu adalah–
–hidup mereka bergantung pada kastil ini.
Mereka takkan bisa lepas dari kastil ini sebelum kutukan yang kini menimpa mereka musnah. Yeah, kutukan. Sang pemilik sebelumnya sudah berumur lebih dari ratusan tahun –nyaris menjadi makhluk abadi. Namun, menjadi makhluk abadi yang dimaksud tidaklah menyenangkan. Ia tidak dapat merasakan kenikmatan duniawinya. Sebanyak apapun dan selezat apapun makanan yang ia makan, ia tidak akan merasa kenyang. Sebanyak apapun dan senikmat apapun minuman yang dapat membuatnya mabuk, itu tidak akan terasa. Sebanyak apapun ia melakukan seks dengan banyak wanita, tidak pernah bisa memuaskan nafsunya. Ia tidak akan bisa mati sebelum mengalihkan kutukan itu kepada orang lain untuk tinggal di kastil itu.
Maka, beberapa hari setelah Minato dan Kushina menempati kastil itu, sang pemilik sebelumnya yang diketahui bernama Orochimaru tewas secara mengenaskan. Untung bagi mereka, seorang wanita misterius yang selalu merawat kastil ini membantu mereka –mengatakan apa yang terjadi pada hidup mereka. Hanya ada dua pilihan untuk menyelamatkan mereka menjadi makhluk abadi –mengalihkan kutukan itu, atau mematahkan kutukan itu. Tsunade –wanita misterius yang merawat kastil itu, tidak pernah memberitahu mereka bagaimana cara mematahkan kutukan itu. Ia hanya mengatakan sebuah jawaban ambigu, "Jika ia datang, kutukan itu akan musnah dengan sendirinya".
Jika saja tidak ada kutukan itu, Kushina dan Minato bisa saja pindah dan membeli rumah yang lebih megah dari kastil ini. Namun, tentang kutukan itu, mereka tidak menceritakannya kepada putra mereka. Karena itu, Minato sengaja mengirim putra mereka ke luar negeri untuk menimba ilmu. Ia takut –jika terlalu lama di kastil ini bersama mereka, putra mereka juga terkena kutukan itu.
Tahun ini Naruto berencana menjenguk keadaan orangtuanya yang tinggal di 'rumah baru' mereka. Ia juga mengajak Sasuke –sahabatnya, yang juga hubungan keluarga mereka juga bersahabat. Bagi Sasuke, Naruto bukanlah mengajaknya, mungkin lebih tepatnya memaksanya untuk ikut menghabiskan liburan musim panas tahun ini di Konoha.
Teetth.
Terdengar suara bel dari pintu depan yang ditekan beberapa kali oleh seseorang. Wajah Minato tampak sumringah. "Kurasa mereka sudah sampai," ucap Minato kemudian.
"Biar aku yang membukakan pintu." Kushina langsung bangkit dari kursinya dan menuju pintu ruang makan itu. Di putarnya kenop pintu, kemudian ia hilang dari pandangan Minato dibalik pintu itu. Setelah Kushina hilang dari pandangannya, wajahnya langsung berubah 180 derajat. Ia tampak khawatir seperti Kushina tadi. Ia menyatukan kedua telapak tangannya dan saling bertautan. "Kami-sama..."
"Kyaaa~"
Teriakan Kushina membuat doa yang akan dipanjatkan tertunda. Ia lebih memilih melihat keadaan Kushina yang sedang membukakan pintu. "Kushina!"
Betapa terkejutnya Minato saat melihat Kushina yang tak sadarkan diri tepat di depan pintu utama kastil itu. Samar-samar Minato melihat sebuah bayangan putih berdiri di luar pintu. Lama kelamaan bayangan putih itu semakin terlihat jelas –menampakkan sesosok gadis cantik dengan surai indigo. Kelereng lavendernya nyaris tampak putih. Gaun putihnya tampak berkilauan. Tubuh Minato seketika sulit digerakkan. Jantungnya terasa terus berpacu dengan cepat –sehingga darahnya mengalir dengan cepat.
"K-ku-mohon..." Lidah Minato juga terasa sangat kelu untuk berucap. "K-kumohon, Ohime-sama. J-jangan g-ganggu dia!"
Sosok gadis tadi tampak tersenyum –mungkin lebih tepatnya ia menyeringai. Urat-urat disekitar matanya muncul dalam hitungan sepersekian detik –sehingga sosok gadis cantik itu tampak mengerikan. Kedua tangannya yang memakai sarung tangan sebatas siku saling bertaut di depan perutnya.
.
Stasiun kereta Konoha hari itu sangat ramai –walau hari itu adalah hari senin. Namun karena minggu itu adalah liburan musim panas, jadi wajar saja jika lokasi sarana dan prasarana umum di Konoha sangat ramai. Dua orang pemuda baru saja keluar dari sebuah gerbong kereta yang berhenti di stasiun itu. Mereka cukup kesulitan untuk keluar dari stasiun itu.
Namun kegigihan salah seorang pemuda yang berambut blonde itu, membuat mereka lebih cepat keluar dari kerumunan manusia itu. Setelah keluar dari stasiun itu, pria blonde tadi meletakkan sebuah tas jinjing yang ia pegang sedari tadi untuk melepas lelah sejenak. Sementara pemuda satu lagi duduk sebuah kursi panjang. Ia mengelap peluh yang sedikit membasahi wajah stoic-nya.
"I'm back! Namikaze Naruto is back!" pria blonde itu mengacungkan ibu jarinya kearah langit –sembari berimajinasi dengan beberapa efek suara seperti pahlawan dan orang nomor satu di dunia. Ia tersenyum lima jari –memperlihatkan deretan gigi-gigi putihnya yang tersusun rapi.
Pletak!
Pukulan keras mendarat diatas kepalanya –membuyarkan imajinasinya. "Ittai, Sasuke!" ringisnya sambil mengusap kepalanya yang terasa sakit berdenyut-denyut. Pemuda yang memukulnya hanya menatapnya datar. "Hentikan imajinasi anehmu, Naruto! Orang-orang melihat kearah kita."
"Orang-orang bukan menatap kita, tapi menatapku! Mereka hanya kagum melihat ketampananku, Sasuke!"
Pemuda berwajah stoic yang bernama Sasuke itu hanya berdecih dan menghela napasnya dalam. Ia segera bangkit dan menuju tepi jalan. Kemudian ia menghentikan sebuah taksi untuk mereka tumpangi. Sasuke kemudian menyuruh Naruto segera masuk kedalam mobil.
"Mereka heran mengapa ada orang bodoh bersamaku!"
.
"Yang benar saja, Naruto. Apa kita salah rumah?"
Sasuke sangat kagum melihat suasana yang begitu asri. Di tempat ini –di depan sebuah bangunan seperti kastil tua, mereka berdiri setelah turun dari taksi. Ia sungguh kagum, namun tidak ia perlihatkan didepan Naruto. Naruto berkacak pinggang. "Tentu saja tidak, Sasuke!" Ia tersenyum lebar. "Tou-chan bilang, rumah ini dahulu kastil. Aku tidak yakin nama kastil itu, aku lupa!"
Sasuke mendecih.
"Kalau begitu, kenapa kita tidak masuk sekarang?" tanya Sasuke dingin. Ia melihat Naruto yang tiba-tiba diam –tampak gugup. "Aku takut bila kita salah rumah!"
Gubrak!
Ucapan polos Naruto mampu membuat Sasuke langsung sweatdrop seketika. Bukankah tadi Naruto dengan percaya diri jika rumah megah ini adalah rumah orang tuanya?
Kriiet.
Gerbang di depan mereka terbuka pelan –menimbulkan suara berdecit yang menyakitkan telinga. Seorang wanita berambut pirang muncul seorang wanita memakai yukata tipis berwarna hijau. Wanita itu menatap tajam kearah Naruto, kemudian kearah Sasuke. Matanya membulat sempurna saat melihat Sasuke. Kelereng matanya tampak bergetar –terkejut.
"S-siapa k-kalian?" tanya wanita itu kemudian. Tubuhnya masih bergetar hebat. Tatapannya masih melekat pada sosok Sasuke dihadapannya.
"Aku Namikaze Naruto. Aku adalah anak Namikaze Minato!" ucapnya bangga. Mendengar jawaban itu, wanita itu terpejam sejenak. Anehnya, tubuhnya tidak lagi bergetar hebat seperti tadi. Ia sudah bisa mengendalikan tubuhnya yang terkejut. Kemudian wanita itu kembali membuka matanya dan menatap Naruto.
"Oh, ternyata kau anak Minato-sama. Masuklah!" Wanita itu membuka gerbang lebih lebar sehingga Naruto dan Sasuke dapat masuk kedalam halaman depan rumah itu. Naruto langsung terkesiap –kagum. Bangunan megah itu bukan tampak seperti kastil –bangunan itu memang kastil! Sebuah menara jam yang menjulang tinggi di puncak kastil itu, membuat kastil itu benar-benar kastil yang sering ditampilkan dalam film-film.
Rerumputan hijau yang terlihat sangat terawat tampak begitu indah. Jalan dengan lebar sekitar 1 meter yang terbuat dari batu sungai itu terlihat seperti sebuah karpet yang menyambut kedatangan mereka berdua. Naruto menatap Sasuke dengan tatapan kagumnya.
"Minato-sama sudah menunggu kalian sejak semalam," ucap wanita itu sambil berjalan mendahului mereka menuju kedalam kastil. Naruto mengikuti langkah wanita itu dengan sesekali berputar karena kagum dengan halaman depan kastil itu. Sementara Sasuke masih mematung karena takjub.
Kastil ini sungguh indah luar biasa. Apalagi keadaan yang begitu tenang dan asri. Kemudian onyx milik Sasuke tiba-tiba menangkap sebuah sosok yang jauh dari jarak pandangnya –sehingga terlihat samar. Namun ia yakin jika ia tidak salah menangkap sosok itu. Sosok putih itu terlihat seperti gadis yang memakai gaun western klasik. Dan anehnya, sosok itu –
–tersenyum kepadanya, diatas menara jam di puncak kastil.
.
つずく
.