Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

.

Chapter 1

New Life

Bau anyir darah menyelimuti sebuah kediaman megah seorang pebisnis di Tokyo. Mayat-mayat berserakan dengan kondisi mengenaskan. Ada yang tubuh dan kepalanya terpisah, ada yang kehilangan tangan dan kakinya, bahkan ada yang tak lagi berbentuk manusia. Pembunuhan besar-besaran telah terjadi di sana, puluhan nyawa melayang sia-sia di tangan sebuah organisasi pembunuh bayaran terbesar di kota itu. Meninggalkan kepedihan bagi setiap manusia yang ditinggalkan.

Sebuah pesta besar perayaan ulang tahun sebuah perusahaan seharusnya sedang digelar di sana. Ya, seharusnya, jika saja pembantaian ini tak terjadi. Semua orang tewas, kecuali seorang gadis remaja yang kini tengah ketakutan memandangi mayat kedua orang tuanya. Gaun putihnya telah berubah menjadi merah darah. Rambutnya berantakan, make up-nya juga telah luntur akibat tangisan yang tak kunjung berhenti dari kedua emerald cantiknya.

Ia adalah Sakura Haruno. Putri satu – satunya dari pemilik perusahaan terbesar di Jepang. Kondisinya menyedihkan saat ini, ia bingung harus melakukan apa. Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam pikirannya. Mengapa orang – orang itu tega melakukan semua ini padanya? Mengapa mereka tak sekalian saja membunuhnya, daripada membuatnya hidup sebatang kara begini?

Sakura ingat betul bagaimana kejadian ini bermula. Ia tengah sibuk menyapa undangan yang baru saja hadir, berdandan cantik dengan gaun putih yang nampak pas di tubuhnya. Rambutnya ditata rapi, dan wajah cantiknya dipoles make up tipis. Membuat kecantikannya terlihat semakin sempurna.

Mulanya pesta berjalan lancar, sampai sekelompok manusia berjubah dengan gambar awan merah memasuki ruangan, menyebabkan suasana hening seketika. Dan semua berlalu begitu cepat. Mereka mulai menarikan tarian kematian. Mengeluarkan senjata mereka dan membunuh orang-orang di sana dengan sangat anggun. Semua seolah terhipnotis dengan tarian kematian yang mereka tampilkan. Menebaskan samurai ke tubuh para tamu satu per satu dengan irama yang pas. Membuat para korbannya tak menyadari kematian yang sedang menjemput mereka satu per satu.

Cara membunuh mereka benar-benar berbeda. Sakura hanya memandang dengan terpana. Tak ada jeritan, tak ada rasa takut, bahkan tak ada perlawanan. Semua mati dalam ketenangan. Tubuh-tubuh tak bernyawa satu per satu tumbang, menghadiahkan lautan darah yang mengalir dari tubuh mereka. Cara mereka menghabisi korbannya, benar-benar cantik. Bahkan Sakura tak mampu mengedipkan matanya barang sedetik saja. Ia baru benar-benar tersadar saat melihat tubuh ayahnya yang mulanya hendak melindunginya ikut tumbang di hadapannya. Gadis cantik itu masih terdiam, tubuhnya kaku tak mampu bergerak. Saat ini di hadapannya berdiri seorang pria dengan mata semerah darah, menatapnya angkuh, wajahnya tak begitu jelas karena tertutup topeng. Darah yang melekat pada pedangnya belum juga mengering, namun tak nampak beniat menebas tubuh ringkih Sakura. Didekatinya tubuh Sakura, dan dibisikkannya kata-kata terakhir sebelum ia benar- benar pergi.

"Mendendamlah. Biarkan amarah menguasai hatimu dan menjadikanmu kuat. Suatu saat, aku akan datang lagi untuk membunuhmu."

Sakura merosot. Kakinya melemah. Tak ada kata yang keluar dari bibir mungilnya, namun airmata mengalir dari emerald cantiknya. Jantungnya berdebar, membuatnya sesak dan sulit bernafas. Ditatapnya sosok yang menghilang dalam ketenangan. Sama seperti saat mereka datang, mereka kembali pergi dengan membawa misteri.

Sakura masih memandangi jasat kedua orang tuanya. Ia bingung harus bagaimana setelah ini. Haruskah ia menelfon polisi? Ya, mungkin itu yang seharusnya ia lakukan. Tapi ia tak mampu, bahkan untuk menggeser tubuhnya sekalipun. Air matanya telah mengering, isakannya telah terhenti, ia masih terdiam kosong.

Tiba-tiba seseorang menyadarkannya. Lagi-lagi sosok asing dalam hidupnya. Seorang pria dengan rambut keperakan dan masker yang menutupi wajahnya dengan sepasang mata berlainan warna.

"Ikutlah bersamaku, Sakura," ucap pria itu tenang. Sakura hanya menurut. Ia tak melakukan perlawanan saat tangan pria itu menariknya berdiri dan membawanya pergi. Ia terlalu syok untuk bertanya, terlalu bingung dengan kondisi ini.

Di luar terdapat limosin dan beberapa pengawal yang menyambut mereka. Pria itu membawanya masuk, dan Sakura hanya menuruti maunya. Ia benar-benar tak tahu hendak dibawa kemana dirinya, atau siapa orang-orang dengan jas rapi di dalam mobil itu. Namun ia hanya bisa pasrah saat ini.

"Selamat datang di kehidupan barumu, Sakura," ucap pria itu yang hanya ditanggapi diam oleh Sakura.

##############

Saat ini terdapat dua organisasi rahasia terbesar di Jepang. Yang pertama adalah Akatsuki, yaitu sebuah organisasi atau bisa kita bilang mesin pembunuh yang akan menyelesaikan masalahmu dalam sekejap. Hanya perlu katakan siapa, dimana, dan berapa orang yang harus mereka habisi, serta kirimkan uang sesuai perjanjian, maka masalahmu akan segera terselesaikan dengan sempurna dan tanpa jejak. Musuhmu akan tewas dalam hitungan detik dan tanganmu akan tetap terjaga kebersihannya. Dalam aksinya, mereka tak pernah pandang bulu. Tak peduli siapa yang benar atau siapa yang salah. Anda pesan, kami laksanakan. Kiranya begitulah prinsip kerja mereka.

Organisasi terbesar yang lainnya adalah Exterminator. Terbilang masih baru, namun kiprahnya tak bisa disepelekan. Saat ini kedudukannya setara dengan Akatsuki. Exterminator terbentuk tiga tahun setelah Akatsuki. Meskipun sama-sama organisasi pembunuh bayaran, mereka memilii prinsip kerja yang berbeda. Exterminator selalu memilih-milih kasus. Mereka hanya akan menjalankan misi untuk membunuh orang-orang yang bisa kita sebut sebagai penikmat dunia fana. Hanya orang-orang yang benar-benar butuh untuk dimusnahkanlah yang akan mereka habisi.

Soal keuangan, nampaknya kau tak perlu terlalu khawatir. Pemimpin organisasi ini adalah orang terkaya sekaligus terpandang di Konoha –kota tempat markas besar mereka. Siapapun yang mengenalnya takkan menyangka bahwa dibalik sikap ramahnya ia adalah seorang penggerak mesin pembunuh yang profesional.

Exterminator adalah organisasi yang berdiri diantara hitam dan putih. Dan Sakura sedang terjebak dalam kotak hidup mereka sekarang.

Mobil mulai memasuki sebuah gedung yang nampak tak terurus. Sakura masih menatap kosong ke arah luar kaca mobil, diperhatikannya para penjaga yang satu persatu mendekati mobil.

Setelah melakukan beberapa prosedur, mereka membukakan pintu gerbang berlapis di hadapan mobil yang ditumpangi Sakura.

Mobil berhenti di depan sebuah pintu megah bergaya eropa kuno. Ternyata di dalam tempat yang nampak seperti gedung tak terurus itu bagaikan istana yang begitu indah. Terdapat taman yang sangat luas dengan berbagai macam tanaman hias yang tak pernah dilihat Sakura sebelumnya. Sakura semakin dibuat takjub saat turun dari mobil. Di hadapannya kini pintu besar itu terbuka, memperlihatkan isi istana itu.

Pria yang mengajaknya tadi membawanya masuk, membuatnya semakin terbengong-bengong memperhatikan segala macam hiasan yang terpajang di ruangan yang maha luas. Lantainya terbuat dari marmer, langit-langitnya berlukiskan berbagai macam gambar yang nampak memiliki makna atau kisah tertentu bila diperhatikan, lampu-lampu kristal membuat suasana mewah semakin terasa. Bangunan ini lebih mirip dengan hotel bintang lima dibandingkan sebuah rumah.

Kini Sakura tengah menaiki satu per satu anak tangga yang membawanya menuju lantai dua rumah itu.
"Kau akan bertemu keluarga barumu. Bersikap ramahlah pada mereka," ucap pria itu berusaha mengakrabkan diri. Sakura hanya mengangguk gugup. Ketakutan mulai menjalari batinnya. Ia mulai menyadari bahwa kini dirinya berada di sebuah tempat asing bersama orang-orang yang belum pernah ia temui. Sakura mulai panik saat pria di hadapannya membuka salah satu pintu, memperlihatkan sekumpulan manusia yang nampak sedang menikmati waktu luang mereka.

Sakura menunduk semakin dalam. Ia malu sekaligus takut. Semua mata memandangnya heran saat ini. Penampilan Sakura yang awut-awutan membuat beberapa dari mereka mengerenyit jijik.

"Kuharap ada alasan masuk akal mengapa kau mengumpulkan kami Kakashi. Kau membuat waktuku menikmati buruanku tersita," ucap seseorang memecah keheningan.

Sakura mendongakkan matanya, ia terkejut memandang seorang pemuda yang tengah duduk di sofa layaknya seorang bos besar sambil membersihkan sebuah samurai yang berlumuran darah. Mata pemuda itu nampak aneh, kedua matanya berwarna kemerahan dengan aksen tertentu. Sakura teringat dengan mata itu, mata yang sama dengan milik pria berjubah yang hampir membunuhnya. Mengingat hal tersebut, Sakura kembali merasa ketakutan.

"Santailah Sasuke, maaf kalau memang aku menyita waktumu. Ini perintah dari pimpinan," ucap Kakashi dengan nada bicara yang dibuat sehalus mungkin.

Pemuda yang dipanggil Sasuke itu menghentikan kegiatan membersihkan samurainya. Dipandangnya gadis yang nampak ketakutan itu.

"Kau memungut gadis lemah itu darimana?" tanya Sasuke asal. "Jangan bilang dia anggota baru kita," lanjutnya.

"Untuk resminya memang belum. Kita tunggu saja keputusan pimpinan," terang Kakashi.

"Hn, asal bukan aku yang berkewajiban melatihnya," sahut Sasuke malas.

Kakashi hanya tersenyum dibalik maskernya. Sementara Sakura kita sedang meneliti orang – orang yang ada di sana. Mereka semua nampak seumuran dengannya, dan err..rupawan. wajah mereka tidak mirip satu sama lain, itu tandanya tak mungkin mereka bersaudara. Di antara belasan pasang mata yang memandangnya sinis, seorang gadis beriris lavender menatapnya ramah. Parasnya sangat cantik dan bersahaja, perangainya pun anggun. Sakura mencoba membalas senyuman gadis itu, meski terlihat kaku.

Beberapa saat kemudian, dari balik pintu lain muncul seorang pria usia lanjut dengan gagahnya memasuki ruang pertemuan yang lebih bisa kita sebut ruang keluarga itu. Pria itu memiliki rambut yang sama dengan Kakashi –pria yang membawanya tadi. Semua yang semula duduk santai langsung berdiri memberi hormat.

"Selamat malam ayah," ucap mereka bebarengan, membuat Sakura keheranan. Pria yang dipanggil ayah itu tersenyum ramah menanggapi salam dari putra-putrinya.

"Selamat datang Sakura," sapa pria itu hangat. Sakura yang sendari tadi melamun sampai tersentak dibuatnya. "Kau pasti lupa padaku. Kita pernah bertemu saat kau masih kecil, mungkin usiamu sekitar tiga tahun saat itu, hahaha," lanjutnya.

Sakura hanya tersenyum kikuk menanggapi ucapan pria yang sama sekali tak diingatnya dalam memorinya.

"Namaku Sakumo, Sakumo Hatake. Mulai saat ini, kau adalah bagian dari keluarga kami. Semua yang ada di sini adalah saudaramu," terang Sakumo. "Ada yang ingin kau tanyakan sayang?"

"Kkkenapa ak..aku ada di sini tuan?" tanya Sakura mulai memberanikan diri. Membuat senyuman tak urung terukir di bibir pria setengah baya itu.

"Karena memang disinilah tempatmu sayang. Kau boleh memanggilku ayah, seperti saudara-saudaramu yang lain," jelas Sakumo.

Sakura hanya mengangguk patuh. Ia terlalu bingung untuk menanyakan sesuatu. Kondisinya belum siap untuk bertanya maupun ditanyai.

"Baiklah, kau nampaknya perlu beristirahat dan membersihkan diri. Hinata, antar dia ke kamar kosong yang ada. Sasuke, Kakashi, ikut ke ruanganku," titah Sakumo.

"Baik ayah," jawab ketiganya –minus Sasuke- kompak.

#####################################

"Bukankah ini menarik?" tanya Sakumo saat mereka sampai di ruangannya.

"Maksud ayah?" tanya Kakashi tak mengerti.
Kakashi adalah satu-satunya anak kandung Sakumo, sedangkan yang lain adalah anak-anak yang terbuang dari keluarganya ataupun yang keluarganya tewas dalam sebuah tragedi. Contohnya saja Sasuke.

"Orang tua gadis itu adalah kawan dekat ayah. Mereka adalah orang baik pada masanya. Jauh...sebelum ayah Sakura meninggal, ia berpesan padaku untuk menjaga gadis itu apabila suatu saat sesuatu yang buruk menimpanya. Oleh karena itu, aku memintamu mencari gadis itu dan membawanya kemari saat kudengar terjadi pembantaian di kediamannya," terang Sakumo.

"Langsung saja ke intinya paman. Apa yang kau inginkan?" tanya Sasuke malas.

"Berapa kali harus kukatakan? Panggil aku ayah Sasuke. Dan jangan perlihatkan mata itu di hadapan Sakura lagi. Kau membuatnya ketakutan."

Sasuke terdiam. Jangan – jangan...

"Akatsuki yang membunuh mereka. Dan nampaknya 'dia' terlibat dalam pembantaian itu," ucap Sakumo lirih.

Sasuke tahu siapa yang dimaksud Sakumo, namun terlalu enggan membahasnya. Rahangnya mengeras dan darahnya serasa mendidih bila ada yang membahas tentang 'dia'.

"Dari sudut pandangmu, apa yang dapat kau lihat darinya Sasuke?"

"Dia lemah, manja, sok pintar, dan yang pasti merepotkan," jawabnya sinis.

"Kau bahkan belum mengenalnya, dan berani menghinanya?" sahut Kakashi tak percaya.

"Sekali pandang saja sudah terlihat. Dia adalah nona besar yang menyebalkan."

Ucapan Sasuke hanya disambut helaan nafas dan gelengan pelan Kakashi. Yaah...Sasuke memang tak pernah salah menilai orang. Tapi apakah ini tidak terlalu berlebihan?

"Kakashi benar Sasuke, kau belum mengenalnya."

"Aku rasa tak perlu. Aku tak tertarik," jawab Sasuke sekenanya. "Jika ingin melatihnya, berikan saja tugas itu pada Kakashi," lanjutnya kemudian.

"Tidak bisa. Kakashi terlalu lembut untuknya. Kau yang harus melatihnya. Bukankah kau jauh lebih bisa memahami sifatnya sejak awal? Tugas untuk melatihnya kuserahkan padamu," perintah Sakumo tegas. Pertanyaannya barusan memang umpan, dan Sasuke memakannya.

Sakumo bukannya meremehkan kemampuan Kakashi, hanya saja tugas ini rasanya lebih cocok bila diberikan kepada Sasuke yang notabenenya memiliki sifat keras.

Kakashi hanya terkekeh ringan melihat wajah masam Sasuke, rupanya pemuda itu terperangkap dalam permainan ayahnya, lagi.

########################

Sakura mengikuti gadis Indigo di hadapannya. Mereka berhenti di depan sebuah kamar. Betapa tekejutnya Sakura, kamar itu sangat indah, lengkap dengan berbagai fasilitas yang diperlukan. Hinata mengajak Sakura masuk, megajaknya duduk di sebuah sofa di depan tempat tidur queen sizenya, menghadap langsung ke arah televisi flat ukuran besar. Di bawah sofanya terdapat karpet lembut berwarna putih. Kamarnya memang didominasi warna putih dan pink. Aneh, seperti telah dirancang sebelumnya.

"Kau suka? Kami mendekorasi secepat yang kami bisa saat ayah bilang akan ada anggota baru. Kurasa kau perlu membersihkan diri. Ada piama di lemari, peralatan mandi juga sudah disiapkan," terang Hinata ramah.

"Terimakasih Hinata,"

"Jangan sungkan, kita ini kan saudara. Tabahlah Sakura, kita semua di sini pernah mengalami yang kau alami," ucap Hinata prihatin.

Sakura hanya menunduk sedih. Ia kembali teringat akan kedua orang tuanya yang baru saja meninggalkannya.

"Istirahatlah, aku yakin kau sedang ingin sendiri," ucap Hinata sebelum kemudian keluar.

Sepeninggal Hinata, Sakura langsung membersihkan diri. Diambilnya satu piama diantara puluhan piama dalam lemari raksasanya itu. Ia baru saja berniat untuk berbaring saat seseorang membuka pintu.

"Kau pasti sudah tahu namaku, jadi lupakan soal basa – basi. Mulai mingu depan kau akan satu sekolah dengan kami. Tentang apa tugasmu dan apa posisimu, akan kujelaskan besok. Seragammu ada di lemarimu," terang Sasuke sambil membuka salah satu pintu lemari. "Di sini aku ditugaskan melatihmu. Jadi sebaiknya jangan pernah sekalipun membuatku repot. Aku benci keterlambatan, aku tak suka rengekan, aku tak menerima keluhan, karena tugasku bukan memberikan bimbingan konseling. Jangan harap hidupmu mudah nona. Aku akan membuatnya sesulit yang aku bisa," lanjut Sasuke sambil mendkati Sakura, membuat gadis itu terduduk di kasur empuknya. Didekatkannya wajahnya ke wajah gadis itu, membuatnya dapat merasakan deru nafas gugupnya.
"Satu hal yang harus kau ingat. Jangan jauh – jauh dariku jika tak ingin mendapat masalah. Mengerti?" pertanyaan Sasuke disambut anggukan cepat Sakura.

Sasuke menjauhkan tubuhnya dari gadis di hadapannya.

"Kamarku ada di depan kamarmu. Jangan pernah memangilku sesulit apapun keadaanmu," ucap Sasuke sebelum kemudian membanting pintu.

"Dia itu...manusia?" gumam Sakura.

##################################

Sakura memasuki ruang makan takut-takut. Ia mengenakan sebuah dress santai warna hijau muda. Pakaian paling sederhana yang ia temukan setelah mengaduk – aduk isi lemari raksasanya.

"Selamat pagi semua," sapa Sakura kikuk.

"Pagi Sakura, duduklah, kami semua menunggumu," ucap Sakumo ramah.

"Di sini semua diwajibkan untuk sarapan. Jadi biasakan dirimu untuk bangun lebih awal dari biasanya. Sasuke membangunkanmu dengan baik rupannya," ucap Sakumo yang lebih terasa sebagai sindiran bagi Sakura. Pemuda yang kini duduk di sampingya itu dengan sengaja menyiramnya dengan air dingin saat Hinata tak mampu membangunkannya. Dipandangnya Sasuke yang nampak acuh dan hey...sejak kapan iris pemuda itu berubah menjadi hitam?

"Kau akan satu sekolah dengan saudara-saudaramu. Aku telah mengatur agar kau bisa satu kelas dengan Sasuke, Naruto, dan Hinata. Kau bisa mulai bersekolah minggu sekolah, bersikaplah seperti biasa, layaknya gadis yang baru saja datang ke lingkungan baru. Selain kepada Sasuke, berpura-puralah baru mengenal yang lain. Di sini, kau berperan sebagai kekasih Sasuke yang baru pulang dari luar negeri," terang Sakumo, sukses membuat Sasuke tersedak saat menyesap tehnya. Skenario ini bahkan sama sekali tak dibicarakan dengannya.

Naruto, Sasori, bahkan Kakashi malah diam-diam terkikik puas dengan rencana itu. Membuat Sasuke semakin kesal.

"Jangan jauh-jauh dari Sasuke Sakura. Ini demi keselamatanmu," pesan Sakumo yang dijawab dengan anggukan patuh Sakura. "Baiklah, mari kita mulai sarapan pagi kita. Oh iya Sakura, tanyakan apapun yang perlu kau tanyakan pada Sasuke. Ia dengan senang hati akan membantumu."

Sakura hanya meringis kaku. Ini takkan mudah baginya untuk berdamai dengan pemuda yang jelas – jelas membenci kehadirannya.

"Kita mulai latihan pukul sembilan. Pastikan kau temukan pakaian yang sesuai jika tak ingin merusak busana yang jauh lebih cantik darimu itu," ucap Sasuke setengah berbisik.

"Apa?" tanya Sakura yang sedikit tak terima dengan ucapan Sasuke.

"Pukul sembilan, perpustakaan," terang Sasuke sebelum kemudian berlalu.

Sakura masih terbengong tak percaya. Dipandangnya punggung Sasuke yang kini tengah berjalan meninggalkan ruang makan. Sejak awal ia tahu, pemuda itu selalu merendahkannya, menganggapnya tak berguna, dan meremehkan kemampuannya. Tingkah Sasuke membuat Sakura penasaran, sehebat apa sih dia?

"Sasuke tidak sejahat kelihatannya kok,"

"Eh?" Sakura dikejutkan dengan suara seorang saudaranya yang ternyata adalah Kakashi.

"Kalau kau sudah mengenalnya secara mendalam, kau pasti bisa memahaminya. Sebenarnya dia itu baik dan penuh perhatian," terang Kakashi. "Dia akan menjadi pelatihmu mulai hari ini. Jadi bersemangatlah," ucap Kakashi mencoba memberi dukungan.

Ucapan Kakashi membuat Sakura sedikit merasa lega. Ia bukannya takut pada Sasuke, hanya saja sepasang mata itu selalu memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Bila dilihat sepintas, tatapan itu memang terlihat mengintimidasi, namun jika ditinjau lebih dalam, tatapan itu lebih seperti tatapan iba. Yaa...mungkin Kakashi benar, sepertinya Sasuke memang tak seburuk kelihatannya.

Kau tahu apa yang disebut tragedi?

Adalah ketika kau ada di suatu masa namun tak satupun kau miliki..

Adalah ketika kau terpuruk dan tak satupun peduli...

Adalah ketika kau hidup namun tak satupun kau kenali...

Ini bukan tragedi Sakura ini adalah takdir...

Dimana kau yang jadi penentunya...

TBC...

Author's Place...

G tau kenapa tiba-tiba kepikiran cerita ini.

Jadi gimana tanggapa readers sekalian? Keep or delete?