"Shika, maafkan aku. Aku tidak akan melakukannya lagi. Hei, ayolah, biacara sesuatu padaku, Shika." Naruto berdiri tepat dihadapannya, mencoba mendapatkan sedikit perhatiannya. "Oh, ayolah, jangan acuhkan aku seperti ini," bujuk Naruto. Namun Shikamaru tetap tidak membuka suaranya. Jangankan untuk itu, untuk melihat ke arahnya pun tidak. Dengan cuek, Shikamaru terus berjalan menembus tubuh Naruto. Membuat pemuda itu menggembungkan kedua pipinya.
"Hei, ayo cepat! Kita tidak boleh ketinggalan."
"Ah, iya."
"Hei, tunggu! Ada apa?" tanya Shikamaru pada salah satu siswa yang melewatinya.
"Kau tidak tahu?" Shikamaru menggeleng pelan. "Pihak sekolah memanggil pengusir arwah."
"Di mana dia sekarang?"
"Kudengar dia sedang memerikasa disekitar koridor. Sekarang lepaskan tanganku karena aku tidak mau ketinggalan saat-saat pengusiran itu." Setelah terlepas dari genggaman Shikamaru, pemuda itu segera berlari menyusul temannya.
"Ah, aku merasakan keberadaannya." Suara berat seseorang dan langkah-langkah kaki terdengar jelas mendekat ke arah Shikamaru dan Naruto berada. Shikamaru yang menyadari keadaan Naruto yang terancam, segera mendekati Naruto yang tengah menundukkan kepalanya sambil memainkan jarinya. "Cepat pergi dari sini. Masuklah kedalam tubuh Kiba."
"Apa? Aku tidak mau," ujar Naruto lirih.
"Apa kau tidak dengar apa kata orang tadi? Pihak sekolah memanggil seorang pengusir arwah. Jadi sekarang kau pergi dari sini dan masuklah kedalam tubuh Kiba," perintah Shikamaru sambil mencengkram kedua bahu Naruto.
"Tapi kau bilang aku ti—"
"Sekarang," ulang Shikamaru dengan tegas sambil menatap tajam kedalam bola mata safirnya. Tak ingin membuat pemuda dihadapannya semakin marah, Naruto pun segera menghilang dalam sekejap dan meninggalkan Shikamaru dan pengusir arwah yang baru saja datang.
Disclaimer:
Masashi Kishimoto
Pair:
SasuNaru
Warning:
Sho-ai, Typo(s)
"Sudahlah, Dobe. Jangan menangis," ujar Sasuke sambil menghapus air mata yang turun di pipi Naruto. Dipeluknya erat tubuh pemuda disampingnya ketika tangisnya tak kunjung reda. Bagaimana ia tidak bersedih jika temannya rela mempertaruhkan segalanya, terutama untuk melepaskan kesempatan reinkarnasi yang telah dinantikannya. Dengan mata kepalanya sendiri Naruto melihat dengan jelas ketika Gaara –teman sesama arwahnya— menampakkan keberadaannya ketika pengusir arwah itu berjalan mendekat ke arah Kiba seakan mengetahui siapa sosok asli yang bersemayam di tubuhnya. Membuat pemuda berambut merah bata itu harus merasakan sakit ketika mantera-mantera pemusnahan mengikat tubuhnya. Tepuk tangan dan sorak sorai para siswa memenuhi tiap sudut kelas ketika arwah Gaara musnah. Benar-benar pemandangan yang sangat kontras dengan air mata yang jatuh bebas dari mata safirnya. Hati Naruto kembli terasa sakit, rasa bersalah kembali menyusup ketika teringat teriakan kesakitannya.
"Inilah yang aku takutkan. Aku yakin kau mengerti maksudku, Uchiha," ujar Shikamaru tiba-tiba. Setelah melihat Naruto yang berlari dengan berurai air mata, Shikamaru mengikutinya. Dan di sinilah dia sekarang, di halaman belakang sekolah yang jarang dikunjungi oleh para siswa. Langkahnya berjalan pelan mendekati Sasuke yang masih mendekap Naruto dalam tubuh Kiba. Api cemburu mulai membakar perlahan hati pemuda berambut nanas itu. Ingin rasanya dia memukul kembali wajah tampannya, namun semua itu diurungkannya ketika melihat Naruto yang tengah dirundung kesedihan. Tanpa meminta izin keduanya, Shikamaru melepaskan tubuh Naruto dalam dekapan Sasuke. Menggendongnya a la bridal style dan meninggalkan Sasuke yang memandang kepergian mereka dengan tatapan yang sulit diartikan.
X . X . X . X . X
Seminggu telah berlalu sejak kejadian pengusiran hantu di Konoha High School. Semuanya kembali tenang seperti semula. Dan semenjak kejadian itu pula, Sasuke berhenti memerintahkan Naruto untuk menakut-nakuti para gadis yang terus mengganggunya dan kembali menggunakan death glare andalannya untuk mengusir mereka. Dan seperti biasa, hal itu tidak berarti bagi gadis-gadis itu. Hal itu membuat Naruto menjadi geram. Entah apa yang terjadi pada dirinya. Yang pasti, dia sangat tidak suka dengan para gadis yang menggoda Sasuke. Maka dari itu, pemuda berambut pirang itu menakuti gadis-gadis itu secara diam-diam. Mengesampingkan larangan dari Shikamaru dan Sasuke dan kembali melakukan kesenangannya yang sempat terhenti akibat pengusiran beberapa waktu lalu.
Sebenarnya bukan Sasuke dan Shikamaru tidak tahu tentang hal itu, mereka tahu dan sudah sering memberitahukan Naruto akibat yang akan ditimbulkan dari ulahnya. Tapi memang Naruto yang keras kepala, nasehat itu hanya masuk telinga kiri dan keluar telinga kiri. Dan apa yang Sasuke dan Shikamaru takutkan akhirnya terjadi. Setelah mendapat aduan dari para murid wanita, pihak sekolah kembali memanggil seorang pengusir arwah.
Seluruh siswa menatap pria paruh baya yang tengah mengamati seisi kantin. Dibalik kacamata bundarnya, pria itu terus mengamati setiap wajah di sana. Pandangannya terhenti menatap tiga orang pemuda yang tengah berkumpul di satu meja. Shikamaru dan Sasuke yang menyadari itu kembali memandang pria itu seolah menantang. Sesekali pandangan khawatir tertuju pada Kiba yang berada diantara mereka, berharap pria itu tidak menyadari keberadaan Naruto dalam tubuh pecinta anjing itu. Setelah kontak mata yang cukup lama, pria berambut putih itu melangkahkan kakinya menuju keluar kantin dan membuat Shikamaru, Sasuke serta Naruto menghela napas lega. Namun ada hal yang tidak mereka ketahui, pria paruh baya itu keluar dengan sebuah seringaian dibibirnya.
X . X . X . X . X
"Uhm, terima kasih kalian sudah mau membantuku sampai sejauh ini. Mungkin aku tidak bisa sampai pada hari ini jika tanpa bantuan kalian," ujar Naruto.
"Kenapa kau bicara seperti itu? Seperti mau pergi jauh saja," ujar Sasuke tidak suka dengan apa yang dibicarakan teman arwahnya.
"Hhhehe.. emang aku akan pergi jauh, Teme."
"Apa yang kau bicarakan?"
"Dia akan reinkarnasi hari ini." Mata Sasuke sedikit terbelalak ketika mendengar penuturan Shikamaru, namun dengan cepat pemuda bermata onyx itu kembali mengusai dirinya.
"Dari mana kau tahu, Dobe?"
"Itu rahasia langit, Teme," jelas Naruto. Untuk beberapa saat mereka terdiam. Membiarkan semilir angin membelai mereka lembut dan bermain-main dengan rambut mereka. Setelah kejadian tak mengenakan di kantin, mereka memutuskan untuk menenangkan diri di atap dan mendengarkan apa yang ingin dibicarakan oleh Naruto. Ya, kini Shikamaru dan Sasuke bisa dibilang telah berteman, suatu hubungan yang sebelumnya sangat tidak mungkin terjadi diantara mereka berdua. Namun semua itu berubah. Berubah karena seorang Naruto Uzumaki. Seorang arwah penasaran yang ingin mereka lindungi dan membantunya agar bisa reinkarnasi. Seseorang yang ingin kembali mereka temui di masa datang sebagai manusia, bukan sebagai arwah yang terus terancam oleh pengusir arwah yang tak henti memburunya.
Naruto bangun dari duduknya, melayang pelan menuju pagar pembatas. "Jika nanti aku berhasil reinkarnasi, apa kalian masih mau bertemu denganku?" tanya Naruto sambil memandang langit luas.
"Apa yang kau bicarakan, Dobe. Tentu saja kami akan menemuimu lagi."
"Oh, ayolah. Kita sudah membahas ini berkali-kali, Naru. Jawaban seperti apa lagi yang ingin kau dapatkan dari pertanyaanmu itu hingga kau menanyakannya berulang-ulang? Apa kau tidak percaya pada kami?"
Naruto membalikkan badannya menatap kedua pemuda itu. "Tentu saja tidak. Aku hanya berpikir, jika aku reinkarnasi nanti, kalian pasti sudah tidak muda lagi."
"Setidaknya kami masih tampan, Dobe," ujar Sasuke yang membuat Naruto sweatdrop seketika.
"Ah, aku penasaran dengan pengusir arwah tadi. Dia tidak seperti yang lain, hanya memperhatikan sekitar tanpa melakukan sebuah tindakan. Apa kalian tidak aneh?"
"Sudahlah, tidak perlu memikirkan hal itu. Lebih baik kau gunakan waktumu yang tersisa untuk bersenang-senang." Sasuke mengangguk setuju dengan usulan Shikamaru.
"Ah, kau benar. Kalau begitu kalian harus bolos dan temani aku. Ah, aku juga pinjam tubuh Kiba ya?" pinta Naruto dengan puppy eyes andalannya.
X . X . X . X . X
Malam semakin larut, langit malam yang tertutup awan mendung sangat kontras dengan perasaan senang yang Naruto rasakan saat ini. Iris safirnya terus menatap jam dinding dengan gelisah.
"Sudah pukul 21.30, tapi kenapa aku masih berada di sini? Yosh! Semangat Naru! Kau harus sabar menanti," ujar Naruto menyemangati dirinya sendiri.
Sementara itu, dua orang pemuda yang berada di tempat berbeda merasakan perasaan tidak enak dan berharap hal itu hanya perasaan mereka semata. Namun semakin keras Sasuke membuang perasaan tidak nyaman itu, perasaan itu malah semakin kuat menggelayuti hatinya. Tanpa sadar tangannya bergerak menyentuh liontin biola dilehernya. Masih ada, itu berarti Naruto belum reinkarnasi, batin Sasuke.
Perlahan jemarinya mulai memetik senar liontin biolanya. Tidak ada maksud khusus, hanya ingin melihatnya sebelum dia pergi menjadi seseorang yang mungkin akan berbeda. Petikan ketiga sudah berbunyi, namun Naruto belum muncul dihadapan Sasuke seperti yang sudah-sudah. Jangankan untuk berada dihadapan Sasuke, berada di luar gedung sekolah saja belum. Entah kenapa Naruto merasa jika kekuatannya menghilang dan membuatnya tidak dapat memenuhi panggilan Sasuke tepat waktu. Dengan rasa heran, Naruto berjalan menuju pintu belakang gedung KHS yang tidak terkunci. Tangan tannya meraih kenop pintu, namun beberapa detik kemudian tubuhnya terlempar kebelakang hingga punggungnya menabrak tembok dengan keras.
'Shit! Sepertinya pintu itu sudah dimanterai oleh seseorang,' pikir Naruto. Dengan tertatih Naruto mencari jalan keluar lain, namun hasilnya tetap sama –terlempar jauh ke belakang ketika mencoba keluar—. Belakangan Naruto mengetahui jika seluruh gedung KHS telah terselimuti oleh mantera. Dan karena itu pula kekuatan Naruto menghilang. Ingin rasanya Naruto menangis saat itu juga ketika memikirkan dirinya tidak bisa reinkarnasi karena tidak bisa keluar dari gedung itu.
'Tap Tap Tap'
Suara langkah berat seseorang yang terdengar oleh panca indranya membuat Naruto menatap ke arah datangnya suara dan berharap itu adalah Shikamaru atau Sasuke.
"Halo, hantu kecil." Namun sepertinya Naruto harus membuang jauh-jauh harapannya ketika melihat siapa yang datang.
X . X . X . X . X
Sudah berkali-kali Sasuke memetik senar liontin biolanya, namun sosok yang ditunggunya tak kunjung muncul.
'Ke mana si Dobe itu? Apa mungkin dia sudah pergi? Tapi tidak mungkin dia sudah pergi jika kalung ini saja masih melingkar di leherku.' Sasuke benar-benar merasa tersiksa dengan perasaan khawatirnya. Meskipun Naruto sempat marah padanya, dia tidak pernah mengacuhkan panggilannya. Takut terjadi sesuatu yang buruk padanya, Sasuke segera berlari untuk menemuinya dan menghiraukan teriakan keluarganya yang memintanya untuk kembali.
Setelah tiga puluh menit menempuh perjalanan dengan berlari dari rumah sakit ke sekolah, akhirnya pemuda berambut raven itu tiba di KHS. Sebuah sinar hijau terang yang terlihat dari ruang musik tempat Naruto berada, membuat Sasuke mempercepat larinya. Kecepatan berlarinya ditambah ketika suara teriakan Naruto terdengar di lorong kelas yang sepi.
Sasuke terpaku ditempat ketika dilihatnya tubuh Naruto melayang dengan posisi terbaring. Kedua tangannya terjatuh lunglai di samping tubuhnya, begitu pun dengan kedua kakinya. Tubuhnya melayang di atas sebuah gambar berbentuk lingkaran dengan gambar bintang didalamnya, dan disetiap sudut lancipnya terdapat sebuah lilin. Tak jauh dari gambar dan tubuh Naruto, terdapat seorang pendeta berkacamata bulat yang tengah merapalkan mantera. Teriakan Naruto benar-benar terdengar sangat memilukan, lebih memilukan ketika dia mempermainkan Naruto saat pertama kali bertemu. Seakan mengetahui apa yang tengah dilakukan pendeta itu, Sasuke bergegas mendekati pendeta itu dengan tangan terkepal menahan amarah. Namun belum sempat melangkah jauh, jalannya telah dihalangi oleh para guru yang berdiri tak jauh dari sang pendeta.
"Uchiha, tidak seharusnya kau berada di sini. Sekarang keluar dan pulanglah," perintah salah satu guru dengan halus. Namun peritah itu hanya dianggapnya angin lalu. Tanpa menghiraukan sang guru, Sasuke menerobos para guru yang menghadangnya. Namun tidak semudah itu mereka membiarkannya menghentikan ritual itu. Dengan cepat kelima guru itu menghalangi Sasuke, dua diantaranya berusaha menyeret Sasuke keluar ruangan. Sasuke yang kalah jumlah dan ukuran badan tentu saja dengan mudah diseret kedua gurunya.
"Aaaaarrrgghh..."
Demi apa pun, Sasuke melihat cairan bening turun dari mata safir yang sangat disukainya, dan demi apa pun juga Sasuke benci ketika ada orang yang menyakiti hingga membuat orang yang beberapa hari belakangan sangat disayanginya mengeluarkan air mata. Kini kemarahan telah benar-benar menguasainya, membuatnya lepas kendali dan memukul guru-guru yang menghalangi jalannya untuk menghajar pendeta itu. Satu per satu para guru itu tumbang setelah mendapat pukulannya. Keadaan sang pendeta yang bebas tanpa pengamanan membuat Sasuke lebih mudah untuk memukulnya.
'Bugh'
Satu pukulan mendarat tepat diwajahnya dan membuatnya melepaskan jalinan mantera yng tengah dirapalkannya. Tubuh Naruto pun terhempas ke lantai. Merasa belum cukup dengan satu pukulan, Sasuke kembali memukul pendeta itu ketika dia tengah lengah dan membuat pendeta itu sibuk dengan rasa sakit yang dirasanya.
Sasuke menatap sinis pendeta bernama Kabuto itu sebelum melangkah menuju tubuh Naruto yang terkulai lemas di lantai. Meletakkan kepanya dipangkuannya dan menepuk pelan pipinya.
"Dobe, kau tidak apa-apa? Naruto , jawab aku!"
"Sa-Sasuhhhkehh," ujar Naruto dengan susah payah. Sasuke tersenyum samar ketika mendengar suaranya. Dipeluknya tubuh rapuh dalam pangkuannya. Bersyukur karena pemuda itu masih dapat terselamatkan. Mata Sasuke kini tertuju pada sebuah tanda diperut Naruto yang terbuka. Sebuah tanda berbentuk pusaran air yang terbentuk akibat rapalan mantera pemusnah arwah. Tangannya bergerak perlahan membelai tanda itu. Matanya mulai kabur dengan air mata yang menggenang seenaknya. Sasuke kembali tersenyum samar ketika tangan tan yang lemas itu menggenggam tangannya. Namun sepertinya keberuntungan belum memihak mereka. Para guru yang telah sadar kembali menjauhkan Sasuke dari Naruto. Tanpa mempedulikan status Sasuke sebagai muridnya, para guru itu memukul Sasuke. Terus memukulnya dengan bertubi-tubi dan tidak membiarkan muridnya menghirup udara sedikit pun hingga pemuda itu tak sadarkan diri.
Naruto menjadi marah seketika melihat Sasuke diperlakukan tidak berperikemanusiaan dihadapannya. Rasa sakit hatinya ketika melihat hal itu benar-benar mampu mengalahkan rasa sakit disekujur tubuhnya dan membuatnya berubah menjadi monster. Perlahan-lahan tubuhnya terselimuti oleh cahaya orange. Tubuhnya membesar, telinganya berubah menjadi lancip dan dari bagian bawah tubuhnya muncul sebuah ekor. Ah, bukan. Tapi sembilan ekor. Dengan mata tak lepas dari sosok Naruto, kelima guru itu mundur perlahan, termasuk Kabuto. Tanpa dapat dicegah, Naruto mulai melempar barang-barang disekitarnya.
"Tidak ada yang boleh menyakiti Sasuke!" Teriak Naruto marah. Emosi benar-benar telah mengusainya. Tanpa peduli jika akan membunuh, Naruto terus melempar barang-barang yang berada didekatnya dan memukul beberapa guru hingga mereka tak sadarkan diri. Kini tinggal ada Naruto dan sang pendeta. Matanya yang berubah menjadi merah menatap Kabuto dengan garang. Sementara pendeta itu sibuk mencari mantera yang mampu menaklukan monster di hadapannya, Naruto tengah berlari ke arahnya untuk memberikan sebuah pukulan.
'Bugh'
Tubuh Kabuto terlempar ke samping dan menabrak tembok dengan keras. Tidak puas dengan itu, Naruto kembali mendekati Kabuto dan berusaha meremukkan badannya dengan kedua tangannya.
"Na-Naruto, hentikan! Lepaskan dia, Naru. Kau tidak boleh membunuhnya," ujar Sasuke sambil menahan rasa sakitnya. Namun dikarenakan hatinya telah diselimuti kebencian membuatnya sulit untuk melepas pendeta itu. Tangannya semakin keras mencengkram tubuh pendeta itu.
"Ayo, bunuh saja aku! I-itu yang kau inginkan bukan?" pancing Kabuto yang membuat Naruto semakin mencengkramnya dengan keras. Kabuto berteriak kesakitan ketika ada mendengar bunyi 'krek' dari tangannya. Mungkin suara tulangnya yang mulai retak karena cengkraman yang terlalu keras. Namun dibalik teriakan itu terselip sebuah tawa yang semakin membuat Naruto geram.
"Hhahah... ayo lakukan terus, monster!"
"Naruto hentikan!" Sasuke mencoba berdiri untuk menghentikan Naruto yang tidak mau mendengarkannya. Dengan susah payah Sasuke berdiri dengan sisa tenaganya, namun kembali terjatuh dan menimbulkan suara yang keras karena tubuhnya belum mampu untuk berdiri. Mata Naruto beralih ke arah Sasuke yang kesakitan sambil memerintahkannya melepaskaan pendeta ditangannya. Kesadaran perlahan-lahan mulai kembali padanya. Matanya berubah kembali menjadi biru safir yang sangat disukai Sasuke.
"Uhuhk, kenapa kau berhenti monster?" tanya Kabuto yang kembali mengambil perhatian Naruto. Entah apa rencana Kabuto, yang pasti dia tidak akan berhenti hingga Naruto membunuhnya.
"Naruto, aku mohon. Lepaskan dia." Naruto terdiam, namun tangannya masih mencengkram dengan erat tubuh Kabuto. "Ingat, kita berjanji untuk bertemu lagi saat kau reinkarnasi." Sasuke membawa tubuhnya mendekat ke arah Naruto dengan merangkak. Mata onyxnya menatap Naruto lembut, "Aku mencintaimu, Naruto. Aku ingin melihat kau kembali menjadi manusia." Entah Naruto mendengarkan perkataan yang Sasuke ucapkan atau tidak karena kini Naruto mencengkram tubuh Kabuto kuat sebelum melemparnya hingga membuat tembok yang terkena tubuhnya sedikit retak. Tubuh Naruto kembali ke ukuran semula, kesembilan ekornya pun telah menghilang. Sasuke kembali menyeret tubuhya untuk mendekati Naruto yang terkapar dilantai. Diletakkannya kepala Naruto dipangkuannya.
"Kau hebat, Dobe," puji Sasuke sambil menusap pelan pipi Naruto.
"Sa-Sasuke, aku belum membuh siapa pun kan?"
"Iya."
"Aaaaargh..." segel berbentuk pusaran air diperut Naruto kembali bersinar dan membuat Naruto kembali berteriak kesakitan. Beruntung Shikamaru segera datang dan memukul Kabuto hingga dia tak sadarkan diri dan membuat Naruto kembali tenang.
"Shika, kenapa kau membawaku ke sini? Eh, ada apa ini? Kenapa berantakan sekali?" taya Kiba. Matanya melihat ke pejuru ruangan yang sangat berantakan. Tembok-tembok mengalami retakan yang tidak bisa dibilang kecil. Benda-benda didalamnya telah melayang kesegala arah dan hancur, bahkan grand piano hitam hadiah dari suatu pertandingan pun sudah tidak berbentuk lagi. Kiba menutup mulutnya ketika melihat Shikamaru memukul seorang pendeta dan membuatnya pingsan. Kiba melangkahkan kakinya mundur, tidak percaya jika Shikamaru tega melakukan hal itu. Langkahnya terhenti ketika dirasanya kakinya menginjak sesuatu yang empuk. Kiba membalikkan tubuhnya. Betapa kagetnya dia ketika melihat kelima gurunya yang tidak sadarkan diri dengan luka disekujur tubuh mereka.
"A—apa yang terjadi? Shika, ke—" perkataan Kiba terhenti ketika melihat siapa yang berada dipangkuan Sasuke. Yap, kini Kiba bisa melihat Naruto. Setelah mendesak Shikamaru, akhirnya Kiba dapat melihat apa yang dilihat orang yang beberapa saat lalu telah menjadi kekasihnya. "Ka—kau, kau hantu yang selalu menggangguku selama ini. Jadi, ka—"
"Kiba tenanglah!"
"Maaf, bukan bermaksud jahat. Aku hanya ingin bermain dan mengusir rasa bosanku. Dan terima kasih karena kau tidak melarangku menggunakan tubuhmu," ujar Naruto yang membuat Kiba membelalakkan matanya. Kiba baru saja akan protes jika Shikamaru tidak memberikan isyarat untuk diam dengan merangkulnya.
"Ah, akhirnya kau menyatakan perasaanmu padanya juga, Shika. Aku pikir kau akan terus memendamnya seorang diri. Hhaha.." goda Naruto setelah melihat cincin yang melingkar manis ditangan Kiba. Cincin yang pernah ditunjukkan kepadanya beberapa waktu lalu. "Jangan lepaskan dia, Shika. Dan jangan lupa untuk mentraktirku ketika aku kembali nanti."
"Tentu saja," jawab Shikamaru seraya mempererat genggamannya pada tangan Kiba. Kepala Kiba tertunduk, sebuah perasaan bahagia menghampirinya ketika mendengar janji Shikamaru dan genggaman tangan hangatnya.
Pandangan matanya kini beralih ke Sasuke. Ditatapnya pemuda dingin itu lekat-lekat. Meskipun wajahnya penuh lebam, tetap tidak mampu menutupi ketampanannya. Tangan Naruto bergerak kesudut bibir Sasuke, menghapus darah yang keluar dari bibirnya yang sedit sobek. Kemudian bergerak menuju pipinya. Mengelus pipi itu pelan, berusaha merekam lekuk wajahnya. Tanpa terasa air matanya kembali menggenang dan membuat pandangannya sedikit kabur.
"Aku juga mencintaimu, Teme. A—" perkataan Naruto terpotong oleh ciuman tiba-tiba dari Sasuke. Ciuman lembut yang hangat. "Kau dingin," ujar Sasuke ketika melepas ciumannya.
"Sudah saatnya." Naruto tersenyum. Melihat ketiga orang yang telah mengisi hari-harinya selama dia menjadi arwah secara bergantian. Tubuhnya perlahan-lahan memudar. "Sampai bertemu lagi, teman-teman." Dan tubuh Naruto hilang sempurna bersamaan dengan menghilangnya kalung yang melingkar dileher Sasuke.
"Jadi, bisakah salah satu diantara kalian menceritakan apa yang terjadi selama ini?"
X . X . X . X . X
Keesokan harinya seluruh siswa dan para guru dikejutkan dengan ruang musik yang tidak berbentuk lagi dan lima orang guru serta seorang pendeta yang sekarat. Gosip-gosip mulai menyebar dengan cepat. Karena tuduhan memukuli guru dan berkomplot dengan arwah, Sasuke mendapatkan skors selama satu minggu. Sedangkan Shikamaru bebas dari hukuman karena kelima guru itu telah tak sadarkan diri ketika Shikamaru datang membantu Sasuke dan Naruto.
Sasuke berjalan santai memasuki rumah sakit. Tidak, Sasuke bukan tengah berobat untuk mengobati lukanya, tapi untuk menjenguk istri sang kakak yang telah melahirkan dimalam dia mendapatkan luka yang menghiasi tubuhnya.
'Ceklek'
"Ah, Sasuke. Akhirnya kau datang juga. Kau harus melihat keponakanmu, dia sangat tampan sepertiku. Hhaha.." Sebenarnya Sasuke sangat malas jika harus berhadapan dengan seorang bayi. Baginya bayi itu tidak lebih baik dari seorang Uchiha Itachi yang memintanya –memaksa— untuk merawat bayinya ketika Itachi dan istrinya pergi bekerja nantinya. Namun sepertinya hal itu dapat dikesampingkan ketika onyxnya menangkap sebuah tanda lahir berbentuk pusaran air diperut bayi laki-laki yang masih merah itu.
"Naruto?"
The End
Huwaaa... maaf kalau ceritanya jadi aneh dan adegan action –kalo bisa dibilang seperti itu— di antara Naruto dan yang lainnya ga kerasa, aku memang ga berbakat bikin yang seperti itu *bow* Tapi aku berharap kalian menikmatinya..hhehe
Endingnya gaje ya? Hhehe.. sengaja *ditimpuk bantal* ayo-ayo lanjutannya diimajinasikan sendiri XD *plak*
Ah, maaf kalo typo bertebaran, aku sendiri bingung ngilanginnya, padahal udah dibaca ulang tapi tetep aja ada yang lolos *pundung*
Devzlee
Yang jelas nanti Sasuke malah terlihat pedo. Haha..
ChaaChulie247
Yah, kalo Naru ijin dulu Kibanya bisa langsung ngibrit..hhaha
Yosh, akhirnya fic multichapku ada yang tamat-lagi- hhaha..
Makasih buat yang udah baca, udah review, silent reader dan semuanya^^
O iya, ini fic terakhir chira. Bukan berarti keluar dari ffn, hanya ingin hiatus untuk waktu yang aku sendiri ga tahu. Yang pasti setelah semua urusan UN dan mendapat kepastian tentang kuliah, aku bakal balik lagi dan apdet semua yang belum selesai pastinya. Jadi, mohon doanya agar semua berjalan lancar *bow*
Kritik? Saran?
~Rnr please~