-Rated M for safe-
Warning : OOC, Human Names Used, Lovino's potty mouth, FICTION
Note : (Kata-kata di dalam kurung yang dimiringkan adalah kenangan si pelaku)
OC Indonesia : Ryan Satya Nugroho
Don't Like, Don't Read^^
Tahun 21xx_
"Sekarang kau bisa membuka matamu."
Ia pun membuka matanya.
"Halo."
"Halo."
"Apa kau tahu siapa aku?"
"Kau adalah profesor yang menciptakanku."
"Apakah sistemmu bekerja dengan baik?"
"Iya. Tidak ada masalah."
"Bagus. Nah, apa kau tahu siapa kamu?"
"AND-01 Zero."
"Ya, kau benar. Kau adalah android terhebat yang pernah kubuat. Semoga saja master-mu nanti adalah orang yang baik, tidak sepertiku."
Ia menoleh ke arah seorang pria yang sedari tadi sibuk menginstal berbagai program padanya.
"Kau baik. Kau yang menciptakanku."
Mendengar ucapan itu, sang pria langsung menghentikan aktivitasnya kemudian tertawa geli. Ia meninggalkan kursi tempat ia duduk sebelumnya kemudian berjalan ke arah sebuah ruang kecil berbentuk tabung di sudut ruangan itu. "Kau salah. Aku tidak baik..." Ia pun menarik tuas pengaktif di samping ruang kecil tersebut yang membuat cahaya berpendar muncul dan menyinari ruangan kecil berbentuk tabung itu. "Aku orang jahat."
Suara tembakan dan gesekan benda tajam membahana di luar ruangan. Semakin lama, suara-suara itu semakin kencang hingga sebuah peluru berhasil menembus ruangan itu dan menggores jas putih milik sang profesor hingga meninggalkan noda darah disana.
Sang profesor menghela napas panjang sebelum akhirnya berkata, "...Saat kubilang pergi, kau harus pergi ke arah tabung mesin waktu disana." Ucapnya tenang sambil menunjuk ruang kecil berbentuk tabung yang baru saja ia aktifkan.
"Pergi? Bersamamu?"
Pertanyaan itu hanya dijawab oleh sebuah gelengan kepala.
Pintu ruangan itu akhirnya berhasil di dobrak. Sekelompok orang bersenjata tengah berdiri di balik pintu yang kini telah koyak tak berbentuk.
"Kau sudah tidak bisa kabur kemana-mana lagi!" ucap salah seorang dari mereka."
Sang profesor menatap dingin pada sekelompok orang yang tengah berdiri dihadapannya kemudian melirik ke arah androidnya yang berada di belakangnya.
"Pergi."
Sang android langsung merespon apa yang diucapkan oleh sang profesor dan dengan cepat, ia melepaskan kabel-kabel yang sebelumnya tertancap pada tubuh metalnya kemudian bergegas berlari ke arah tabung mesin waktu yang ditunjukkan oleh sang profesor.
"ARRRGGGHHH! DAMMIT!"
Sebuah peluru bersarang di dada kiri sang profesor, membuatnya jatuh tersungkur ke lantai. Ia berusaha bangkit, melawan rasa sakit dari luka meganga di dada kirinya hanya untuk melihat androidnya tengah berdiri di depannya, melindunginya. Tembakkan demi tembakkan dikeluarkan melalui sebuah senapan mesin yang tertanam pada tangan kiri sang android, menerjang apapun yang ada di hadapannya.
"...B-Bodoh...hh...! Sudah kubilang untuk pergi kan!"
Mendengar suara sang profesor, android itu langsung berbalik dan merendahkan tubuhnya di hadapan sang profesor yang masih tersungkur di lantai. "Aku harus melindungi profesor."
"S-siapa yang memerintahkanmu untuk melakukan hal it–"
Kata-kata sang profesor terpotong ketika ia melihat sebuah bayangan seorang pria tengah berdiri di belakang androidnya. Dengan gerakan cepat, bayangan itu langsung merobek punggung sang android dengan tangan kanannya yang ternyata terbuat dari mesin dan merampas sebuah chip yang tertanam di dalam tubuh itu. Tubuh sang android pun langsung jatuh seketika.
"...S-Son of B-Bitch!"
"Terserah kau mau bilang apa mantan teman yang paling aku benci." Ucap seorang pria yang kini menampakkan wujudnya.
"Mau apa kau deng– ARRGGHH! "
Pria itu menginjak kepala sang profesor berkali-kali, menghiraukan setiap teriakan dan muntahan darah segar yang keluar dari mulut sang profesor.
"Hey, ini chip yang mau kau kirimkan 'padanya', kan? Kau terlalu cepat seratus tahun untuk bisa mengalahkanku." Ucap sang pria dengan nada tinggi kemudian disusul oleh suara tawa yang membahana di ruangan kecil tersebut. Sang pria pun menghentikan aktivitasnya kemudian menjambak rambut sang profesor, menengadahkan wajah yang sudah berlumuran darah dan keringat itu tepat ke arah wajahnya.
"Kau kalah."
Sebuah ledakan yang sangat kuat terdengar dari salah satu bagian gedung itu, diikuti oleh suara ledakan lainnya yang saling beradu. Api dengan cepat menjalar ke seluruh penjuru gedung tua itu, menghabisi apa pun yang dilaluinya.
"Sayang sekali ya, kau harus berakhir disini dengan kondisi yang sangat, sangat ironis. Aku telah memasang beberapa alat peledak mikro di berbagai sudut gedung ini saat aku dan orang-orangku berhasil menemukan tempat persembunyianmu ini. Nah, adakah pesan terakhir, tuan profesor yang hebat?"
Sang profesor hanya menatap tajam penuh kebencian ke arahlautan biru laut milik sang pria di depannya.
"Aku anggap itu sebagai jawaban tidak." Pria itu melepaskan tangan yang menjambak rambut sang profesor kemudian bangkit. Dikeluarkannya sebuah benda bulat seperti jam saku kemudian ia tekan salah satu tombol yang terdapat pada alat tersebut. "Goodbye~!" Dan dengan kalimat itu, tubuhnya menghilang seketika. Ia melakukan teleportasi.
Sang profesor menarik napas lega kemudian berusaha bangkit dengan sisa tenaganya. Ia berjalan perlahan ke arah androidnya yang terbujur kaku. "...ha...haha... Me-memangnya dia pikir, aku sebodoh itu...? Untung saja yang ia ambil bukan chip itu tapi memory card yang kubuat dalam bentuk chip dengan bentuk sama seperti chip itu..."
Sang profesor mengangkat tubuh dari metal yang beratnya melebihi berat tubuhnya sendiri itu menuju tabung mesin waktu yang telah ia aktifkan. Api mulai menjalar ke dalam ruangan itu, membuat kadar oksigen dalam ruangan itu semakin menipis. Ia berkali-kali terbatuk-batuk hingga mengeluarkan darah dari mulutnya, tetapi ia masih berusaha untuk tetap bertahan. Diletakkannya tubuh androidnya itu dalam tabung mesin waktu dan ditutupnya kaca tabung itu perlahan.
Ia tersenyum ketika menatap tubuh androidnya itu untuk yang terakhir kalinya. "...H-Hey, jangan lupakan tugasmu AND-01 Zero ...ohok ohok ohok!"
Tubuhnya sudah tak sanggup bertahan lebih lama lagi.
"...Namamu susah sekali di-diucapkannnhhh... Bagaimana... ka-kalau k-kau kunamakan Antonio saja...? Ya... Antonio Fernandezz...hh... Carriedoo... S-Seperti namanya..."
Saat itulah pandangannya mulai mengabur dan ia sudah tak dapat merasakan anggota tubuhnya lagi. Ya, pikirannya pasti telah membutakan pandangannya karena ia melihat air mata mengalir dari kedua mata androidnya. Mana mungkin?
Android tetaplah Android.
.
. .
Code of Eternity © KensyEcho
Hetalia Axis Powers © Hidekaz Himaruya
.
"It's easy to cry when you realize that everyone you love will reject you or die."
.
Inspired by
Vocaloid : Kokoro X Kiseki by Kagamine Twins
. .
.
Tahun 20xx_
(...Lovino, apa impianmu?...)
"Kau kupecat! Jangan pernah kembali kesini lagi!"
"Kau pikir aku membutuhkan uangmu, bastard! Fuck! Aku bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik di tempat lain!"
Saat itu telah lewat tengah malam dan kami saling memaki dengan suara keras, menantang satu sama yang lain. Tak ada yang mau mengalah.
(...Umm...)
"Just Go To Hell, Son Of Bitch!"
Aku memberikan tatapan kebencian yang selalu bisa membuat orang-orang menjauhiku sebelum akhirnya aku menyerah dan pergi meninggalkan restaurant itu. Aku bisa mendengar teriakan makian pemilik restaurant itu yang semakin lama semakin mengecil, memudar, kemudian menghilang.
(...Tidak ada...)
Setelah kupikir telah melangkah jauh dari restaurant itu, aku mulai memperlambat langkahku sampai akhirnya aku berhenti di sebuah gang gelap gulita tanpa ada penerangan sedikit pun. Kusandarkan kepalaku yang terasa berat sekali pada sebuah dinding yang terbuat dari bata merah milik salah satu bangunan tinggi tanpa penghuni di gang itu. Kurasakan kakiku melemas, tak sanggup lagi menahan berat tubuhku hingga aku jatuh terduduk di tanah dengan kepala masih menyandar pada dinding itu.
Kota di abad 22 ini tak ubahnya Las Vegas, tetap ramai dan terang benderang oleh cahaya lampu, seolah tak pernah ada malam. Tak ada bintang. Tak pernah ada yang bisa melihat jutaan bintang bertebaran di langit malam karena cahayanya tak sebanding dengan cahaya lampu perkotaan. Hanya sepi yang menyadarkanku bahwa langit diatasku itu sebenarnya gulita.
"...Dammit!"
Kuletakkan kedua lenganku menyilang menutupi kedua mataku saat aku merasakan tetesan air jatuh setetes demi setetes membasahi tubuhku. Hujan. Tangisan langit yang semakin kencang berhasil membuatku menunjukkan seulas senyuman. Sebuah senyum perih.
"Tears are words the heart can't express"
"As I love walking in the rain, 'cause then no-one knows I'm crying."
Tiga tahun yang lalu, kecelakaan hebat menimpa ibu dan adikku, Feliciana. Ibuku meninggal dalam kecelakaan itu dan Feliciana harus berakhir di atas kursi roda karena kedua kakinya lumpuh. Hari demi hari berlalu dan kesehatan adikku semakin memburuk. Tubuhnya semakin kurus, kulitnya semakin pucat dan muncul warna biru pada beberapa bagian tubuhnya. Terkadang ia sampai terbatuk-batuk secara tiba-tiba hingga mengeluarkan darah. Ayah membawa Feliciana ke rumah sakit ketika Feliciana tiba-tiba pingsan. Itu adalah satu bulan setelah kematian ibu. Ayah terlihat sangat terkejut ketika dokter memberikan hasil pemeriksaannya. Saat itu aku masih berumur 10 tahun, jadi aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Tapi satu hal yang aku tangkap dari pembicaraan itu bahwa hidup Feliciana takkan bertahan lama.
Baru-baru ini aku mengerti bahwa Feliciana telah lama mengidap sebuah penyakit aneh yang belum ada obatnya. Salah satu pasien yang mengidap penyakit dengan ciri-ciri yang sama seperti penyakit Feliciana hanya bisa bertahan 2 tahun. Awalnya penyakit itu memang tidak terdeteksi tetapi akibat kecelakaan yang menimpa Feliciana juga akibat depresi yang dideritanya selama beberapa waktu setelah kematian ibu membuat penyakit itu muncul. Ayah yang sangat, sangat menyayangi Feliciana menjadi sangat depresi ketika semua rumah sakit di Roma mengatakan hal yang sama mengenai penyakit Feliciana. Tubuhnya takkan bertahan lama.
Semakin lama, perusahaan ayah yang terlilit hutang akhirnya bangkrut dan membuat ayah lebih depresi lagi. Ia berubah menjadi monster ketika ia merasa aku tidak berguna bagi Feliciana. Ia menjadi sering pulang malam karena minum-minum dan berjudi. Bila ia sangat mabuk, tidak jarang ia menjadikanku sebagai sasarannya. Dipukul, ditendang, seolah aku adalah sampah tidak berguna. Feliciana sama sekali tidak mengetahui perlakuan ayah padaku dan aku tidak mau ia tahu. Sudah terlalu banyak beban yang harus ia topang dengan punggung kecilnya. Awalnya aku sangat kesal dengan Feliciana yang membuat ayah berlaku seperti itu padaku. Tapi akhirnya aku mengerti satu hal, dari awal, ayah dan ibu memang selalu lebih menyayangi Feliciana daripada aku.
Ayah menyuruhku bekerja. Bekerja apapun. Mencuri juga tidak apa-apa katanya asal aku mendapatkan uang setiap harinya. Hampir seluruh uang itu akan ia gunakan untuk berjudi dan minum-minum sedangkan sisanya ia gunakan untuk membeli makanan untuk Feliciana dan ayah. Tentu saja aku tidak termasuk.
Sejak saat itu aku mulai belajar untuk membenci pria brengsek itu. Atas perlakuan kasar yang ia berikan padaku. Atas sikapnya yang memperlakukanku seperti barangnya. Tapi mau tidak mau, aku harus tetap menuruti perintahnya. Aku bekerja lembur setiap pulang sekolah. Bukan untuk ayah, tentu saja. Tapi untuk Feliciana...
Setelah sekian lama, akhirnya aku mendapatkan pekerjaan tetap sebagai seorang pelayan restaurant. Tapi kini semua itu berakhir. Aku dipecat karena sebelumnya aku terlibat pertengkaran hebat dengan salah satu pelanggan di restaurant tempatku bekerja. Siapa juga yang menyuruhnya berlaku sangat pervert kepadaku!
Akhirnya aku pun memakinya dan melemparkan makanan yang ia pesan ke mukanya dan hal itu membuatnya marah. Pelanggan yang ternyata seorang pejabat itu mengadu kepada atasanku mengancam akan menutup restaurant itu bila ia tidak memecatku. Maka itulah yang terjadi. Aku dipecat disaat aku benar-benar sangat membutuhkan uang karena saat ini Feliciana sedang dirawat dirumah sakit karena kondisinya semakin memburuk.
Aku tak tahu harus mencari pekerjaan kemana lagi di era teknologi seperti ini karena sebagian besar pekerjaan telah dikerjakan oleh robot...
Isakku mulai terdengar, memecah keheningan yang ada di gang tersebut. Perasaanku bercampur aduk. Aku sudah benar-benar tak bisa berpikir jernih.
'Low Battery...Low Battery...'
H-Hah?
'Low Battery...Low Battery...'
Aku terusik oleh suara aneh yang tiba-tiba muncul dari ujung gang tersebut. Aku berusaha bangkit dengan susah payah kemudian berjalan ke ujung gang tersebut. Mataku terkunci oleh sosok tubuh laki-laki yang terkulai di antara tumpukan sampah yang ditimbun di gang itu.
Aku merendahkan tubuhku, mencoba menatap wajah pria itu yang tertunduk. Aku melihat lautan emerald dari kedua matanya membeku, tanpa emosi. Sorot mata itu terlalu kaku untuk seorang manusia yang hanya sekedar tak sadarkan diri. Jadi kupikir, itu adalah... mayat?
Aku terkejut dengan apa yang baru saja terlintas dalam benakku, membuat bulu kudukku berdiri. Aku baru saja akan meninggalkan tempat itu ketika tangan kananku ditahan oleh tangan pria itu.
"...M–Mas–ter?"
Aku terperanjat mendengar suara pria di belakangku. Aku memberanikan diri menoleh kebelakang untuk mendapati emerald tanpa emosi menangkap hazel milikku membuat tubuhku membeku sesaat.
Dan itu adalah pertama kali aku bertemu dengan sosoknya. Sosok yang baru aku ketahui sebagai seperangkat mesin dalam balutan kulit layaknya milik manusia. Android.
Robot tingkat tinggi yang bahkan belum ada di jamanku ini.
Akh–
A-Apa ini...?
Aku merasakan sebuah tangan mencengkram kerah bajuku dengan kuat. Kubuka mataku perlahan dan kejadian setelahnya berlangsung sangat cepat sebelum pikiranku sempat mencerna apa yang sedang terjadi...
PLAK!
"BANGUN KAU BOCAH!"
Aku menyentuh pipi sebelah kananku yang terasa nyeri akibat tamparan tadi kemudian kuarahkan pandanganku kepada seorang pria yang mencengkeram kerah bajuku itu dengan mata terbelalak. Pria berambut coklat kemerahan dengan ahoge seperti milikku yang mencuat dari berbagai sisi dan kedua mata berwarna coklat seperti milik Feliciana. Dia ayahku.
"Let me go you asshole!"
Dan sebuah pukulan yang lebih kencang mendarat di pipi kananku yang sudah memerah dan kini mengeluarkan darah. Pria itu menarik kerah bajuku mendekat hingga wajahku sangat dekat dengan wajahnya. Kutatap kedua matanya dengan tatapan penuh kebencian.
"Katakan siapa pria brengsek yang berdiri disana!" seru pria itu sambil menunjuk ke arah seorang pemuda berambut coklat tua yang sedikit berantakan dengan kepala tertunduk kaku.
Pikiranku berputar ke kejadian malam itu saat aku menemukan sebuah android yang sekarang tengah berdiri di depanku dan pria itu.
Setelah android itu mengucapkan sebuah kata yang tidak terdengar jelas oleh telingaku, tubuhnya tiba-tiba jatuh menimpa tubuhku hingga kami berdua terjatuh ke tanah. Aku berusaha mendorong tubuh yang lebih berat dan besar dari tubuhku itu sekuat tenaga. Tapi saat itu tanganku menyentuh bagian belakang punggungnya ketika aku menyadari ada sebuah lubang besar menganga disana.
Apa yang terjadi dengan android ini? Pikirku sedikit terkejut.
Setelah berkali-kali mecoba, akhirnya aku berhasil memindahkan tubuh itu dari atas tubuhku dan benar saja, sebuah lubang menganga dari punggungnya, menampilkan berbagai macam mesin-mesin canggih dan kabel berwarna-warni yang tidak kuketahui.
Aku penasaran dengannya. Aku belum pernah dengar perusahaan manapun berhasil membuat sebuah android. Mereka hanya berhasil membuat robot, tetapi tidak berbentuk persis seperti tubuh manusia seperti ini.
Akhirnya aku pun memustuskan untuk membawa android itu ke rumah untuk kuselidiki dan itulah yang terjadi. Tidak heran bila dia sekarang ada di kamarku.
"JAWAB AKU BOCAH SIALAN!"
Terikan pria itu berhail membuyarkan lamunanku. Aku merasakan wajahku memanas, emosi meledak-ledak di dalam kepalaku.
"BUKAN URUSANMU BASTARD! CEPAT LEPASKAN AKU!"
Ia mencengkeram kerah bajuku lebih kuat dan ia lemparkan tubuhku ke dinding yang ada di sebelah tempat tidurku. Dammit! Tubuhku jatuh tersungkur ke lantai setelah kepalaku membenturdinding itu. Napasku tersengal akibat rasa sakit dari dadaku. Lebih sakit dari rasa sakit daripada perlakuannya sebelumnya padaku. Aku berusaha bangkit tetapi kepalaku sakit sekali, pandanganku mengabur. Apa yang kulihat seolah semuanya berputar. Aku merasakan sebuah cengkeraman yang kuat menarik rambut, dipaksa untuk menengadah dan menatap wajah pria di depanku.
"Mana setoranmu hari ini?"
Aku terdiam, hanya menggeratakkan gigi-gigiku. Aku merasakan air mataku telah memenuhi pelupuk mataku, berusaha untuk keluar.
"MANA SETORANMU HARI INI!" Dan tangannya mencengkeram rambutku lebih kuat, membuatku berteriak kesakitan hingga air mataku tak sanggup lagi kubendung.
"TIDAK ADA BODOH! AKU DIPECAT DARI PEKERJAANKU, PUAS KAU!"
Wajah pria itu terlihat sangat marah dengan jawabanku. Aku senang melihatnya berwajah seperti itu.
Ia mengangkat tangan kirinya yang tidak mencengkeram rambutku tinggi, hendak memukulku lagi. Aku menutup mataku, tak mau melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Tapi apa yang kutunggu tak juga muncul setelah berapa lama aku menunggu. Cengkeraman tangannya pada kerah bajuku melonggar hingga perlahan-lahan terlepas. Apa yang terjadi? Akhirnya aku memberanikan diri membuka mataku perlahan dan aku terkejut dengen apa yang kulihat.
Android yang sedari tadi hanya berdiri terdiam di tempatnya, kini menggenggam lengan kiri pria itu, menahannya agar tidak digunakan untuk memukulku lagi.
"Le-Lepas–"
"Kenapa membuat master berwajah seperti itu? Kenapa membuatnya menangis? Kenapa? Kenapa? Kenapa? Aku tidak mengerti." Ucap sang android sambil mencengkeram lengan pria itu semakin kuat.
"A-APA URUSANMU BRENGSEK! CEPAT LEPASKAN TANGAN KOTORMU DARI LENGANKU!"
Suasana hening seketika. Hanya ada suara napas berburu karena terlalu banyak berteriak. Aku berusaha berdiri dengan kedua kakiku dengan berpegangan pada dinding di belakangku. Perlahan aku berjalan ke arah lemari pakaianku, meninggalkan keduanya masih dalam posisi yang sama. Kuambil seragam sekolahku dari dalam lemari itu kemudian kulepaskan satu persatu kain yang membungkus tubuhku.
"Oi, mau kemana kau? Urusan kita belum selesai!"
Aku memakai seragam sekolahku satu persatu, tidak menghiraukan pertanyaan yang dilontarkan oleh pria itu.
"HEI KAU TULI APA! JAWAB PERTANYAANKU!"
Aku menoleh ke arah pria dibelakangku setelah aku selesai mengaitkan kancing seragamku. "Sudah kubilang kan, bukan urusanmu." Jawabku dengan tenang dan suara rendah.
Ku ambil sebuah tas hitam yang ada di atas meja belajarku dan ku kaitkan di pundak kananku. Kulangkahkan kakiku keluar ruangan itu. Semakin lama langkah kakiku semakin cepat dan aku baru sadar kalau aku berlari. Aku berlari menerobos apapun yang ada di depanku dan tanpa kusadari, air mataku kembali membasahi kedua pipiku.
Sakit di dadaku kembali lagi.
"Pipimu kenapa Lovino~!"
"Hmm... Tidak apa-apa." Jawabku lesu pada laki-laki di depanku.
Aku merasa hari itu adalah hari yang sangat panjang.
"Eh~? Kau yakin? Tidak mau mendapat perawatan dariku?"
"Geez... Kalian berisik sekali Al dan Ryan! Bisa tidak sih kalian tidak mengganggu tidur siangku, dammit?"
Seruku setengah berteriak kepada dua orang pria yang tengah berdiri di samping bangkuku. Mereka berdua adalah te– ehem! Maksudku, orang tolol yang masih sanggup berada di dekatku sejak kami duduk di bangku sekolah dasar dan selalu satu kelas hingga sekarang ketika kami duduk di kelas dua SMP.
Pria berambut pirang dengan bola mata berwarna biru laut dan kacamata yang menggantung di atas hidungnya...oiya, jangan lupa dengan hamburger yang sudah setengah habis di tangan kanannya itu adalah laki-laki jenius berwajah tolol yang tahu berbagai jenis tumbuhan dan hewan, beserta nama latin dan manfaatnya dan senang sekali melahap junk food. Namanya Alfred F. Jones,tapi aku lebih sering memanggilnya Al.
Kalau pria berambut hitam legam dengan kulit berwarna kuning langsat dan bola mata berwarna coklat gelap itu namanya Ryan Satya Nugroho. Dia juga pintar, tapi ia kurang mengasah kemampuan otaknya dan lebih senang menjejalkan gombalan-gombalan yang ia bawa dari kampung halamannya, Indonesia. Dia adalah penggemar Francis Bonnefoy, salah satu penyanyi berkebangsaan Perancis yang baru-baru ini sedang naik daun. Aku tidak menyukai Francis. Dia itu pervert. Ia banyak mendapat gosip kalau dirinya telah banyak gonta-ganti pasangan. Bukan hanya sekedar pacar, tapi pasangan sekamar. Aku yakin Ryan menjadi gila seperti itu karena terlalu banyak menonton penyanyi idamannya menyanyi dengan mempertontonkan tubuhnya yang lumayan seksi di dalam balutan pakaian yang serba minim. Ryan yang malang.
"Aku kan anggota PMR, harus membantu sesama Lovi~ Tenang saja, aku bawa plester di tasku kok! Mau kuambilkan, mon cher~?"
Tuh kan, dia mulai memakai logat Perancis milik Francis!
"Ayahmu lagi yang melakukan ini?"
Aku terdiam sejenak kemudian memalingkan wajahku dari Al sebelum akhirnya menjawab, "...Aku dipecat tapi dia tetap memaksaku memberikan setoran..."
"Eh? Dipecat? Kok bisa? Ayahmu pasti marah sekali mendengarnya." Ucap Al dengan nada terkejut kemudian kembali melumat hamburgernya.
"Ayah? Apa itu?"
Aku terperanjat ketika mendengar sebuah suara yang kukenal tiba-tiba muncul. Aku sontak menoleh ke belakang tubuh Al, begitu juga dengan Al. Aku bangkit dari bangkuku dengan pandangan masih tetap mengunci pada pemilik suara itu yang tengah berdiri di belakang Al.
"Ng-Ngapain kau disini...?" Aku merasakan suaraku bergetar saat mengucapkannya. Aku benci itu.
Pria yang kuketahui adalah android yang kutemukan tadi malam itu memberikan senyuman polosnya yang membuat perutku mual. "Aku mengikuti master~!"
Aku sontak meraih lengan kanannya dan mengambil tas sekolahku untuk kemudian menerobos keluar kelas, meninggalkan Al dan Ryan dengan tatapan bingung.
Aku terus menarik tangannya sampai keluar gerbang sekolah kemudian berhenti di sebuah gang dimana aku menemukannya tadi malam.
"Dengar, aku mau bertanya dan aku mau semua pertanyaan itu kau jawab. Mengerti?" Dan dia pun mengangguk.
"Pertama, kau itu apa? Kau itu android kan?"
"Aku bukan manusia tapi aku tidak tahu apa itu android."
Fuck. Aku menepuk dahiku kesal mendengar jawabannya.
"Oke, oke, lupakan itu, kau itu berasal dari mana dan apa tujuanmu datang ke sini?"
Dia terdiam sebentar kemudian menjawab. "Aku tidak tahu. Tapi aku diperintah profesor untuk menyampaikan..."
Aku mengernyitkan alisku dan menatapnya bingung, "Menyampaikan apa?"
Lagi-lagi dia terdiam, tapi kali ini lebih lama, sebelum akhirnya menjawab. "Tidak tahu."
"Ti-Tidak tahu kau bilang!" Mataku terbelalak hebat mendengar ucapannya. Wajahku kembali memerah, kesal dengan jawabannya yang serba tidak tahu. "Lalu apa yang kau tahu!"
Aku baru saja hendak meninggalkan android error itu sebelum akhirnya dia menjawab, "Aku tahu namaku Antonio Fernandez Carriedo dan kau adalah masterku. Jadi aku akan selalu melindungi master!"
Aku mengehentikan langkahku begitu mendengar jawabannya kemudian menoleh perlahan ke arah android yang tersenyum lebar ke arahku.
"Se-Sejak kapan aku menjadi mastermu hah?"
SRAK–
Aku mendengar suara gerak-gerik yang mencurigakan.
CEKLEK... SRAK–
Suara itu berasal dari ujung gang tersebut.
"Si-Siapa disana!"
Kemudian aku mendengar suara bisik-bisik dan suara tawa yang banyak sekali dari ujung gang itu.
Tch. Aku menggeratakkan gigi-gigiku gelisah. Mataku terus menerawang ke berbagai sudut gang itu.
"Master?"
Aku mengambil sebilah pototngan tongkat besi yang sudah berkarat yang ada di sebelah kakiku kemudian mengacungkannya ke arah ujung gang tersebut.
"Saat kubilang pergi, kau harus pergi, apa kau mengerti?"
Sebuah langkah kaki seseorang tertangkap oleh telingaku. Semakin lama suara langkah kaki itu semakin keras dan aku pun menguatkan genggamanku pada tongkat itu.
"Siapa yang akan membiarkanku pergi? Hahahahaha~! Setelah akhirnya aku berhasil datang ke sini?"
Napasku tercekat ketika mendengar suara dari pemilik langkah kaki tersebut. Kakiku mulai gemetar tetapi aku tak sedikit pun memalingkan pandangan dari ujung gang tersebut.
"Nah, Lovino, supaya tak ada korban yang jatuh di antara kita, lebih baik kau serahkan saja AND-01 Zero itu padaku~!"
Me-menyerahkan apa?
"A-Aku tidak mengerti maksudmu! Siapa kau?"
Suara langkah kaki itu berhenti diikuti oleh suara tawa yang membahana. "Kau sangat mengenalku Lovino~ Kita pernah bersahabat sebelum kau mengkhianati persahabatan kita~"
Mataku terbelalak hebat mendengar jawabannya. Aku menggeratakkan gigiku lagi sebelum akhirnya berteriak, "PERGI!"
Dan dengan itu orang-orang yang sedari tadi bersembunyi diantara kegelapan gang tersebut menampakkan diri.
Hmm... Sejujurnya, aku tidak tahu kenapa seorang anak laki-laki yang biasanya tak pernah peduli pada siapapun kecuali pada Feliciana ini berani mengacungkan tongkat besi ini dan memerintahkan android yang baru saja aku kenal itu untuk melarikan diri. Baru saja kukenal. Padahal dia hanyalah kumpulan mesin tak bernyawa. Tapi kenapa...?
Aku merasakan sebuah lengan melingkari pinggangku kemudian menarikku pergi dari gang itu. Sebelum otakku dapat mencerna apapun, aku merasakan tubuhku diangkat tinggi hingga kedua kakiku melingkari pundak seseorang yang tengah berlari.
Aku memutar kepalaku kebelakang tapi aku tak menemukan siapapun yang mengejar.
"Profesor, perlukah kita mengejarnya?"
"Tidak perlu, buang-buang waktu. Nanti malah kita ketahuan oleh polisi di sini. Lebih baik kita sekarang menuju ke tempatnya."
Dan dengan kalimat itu, segerombolan orang itu kembali menghilang di antara kegelapan.
Aku tak tahu apa yang kulihat itu benar atau tidak tapi... Aku merasa seperti melihat Al di antara mereka...
"Turunkan aku oi!" perintahku pada seseorang yang sedari tadi membawaku berlari hingga kami berhenti di sebuah bangunan lama yang sudah tidak berpenghuni. Pria itu pun menurunkanku, membiarkanku kembali menapak dengan kedua kakiku.
"Haah~ Aku benar-benar kaget!" Kuhempaskan tubuhku pada dinding yang ada di belakangku sambil menghela napas lega. Antonio yang sedari tadi membawaku sambil berlari, juga ikut menyandarkan tubuhnya pada dinding di belakangnya.
"Oi tadi itu siapa?" tanyaku tanpa menatap Antonio disampingku.
"...Tidak tahu." Jawab Antonio sambil menggelengkan kepalanya pelan.
"Tidak tahu lagi? Sudah jelas-jelas tadi mereka mengincarmu! Aku baru ingat kalau kau itu AND-01 Zero. Aku membacanya ketika meneliti tubuhmu."
Antonio hanya terdiam sambil menundukkan kepala.
"Master..."
"Hng? Panggil aku Lovino saja... Aku bukan mastermu! Kau salah orang!" ucapku kasar.
Antonio mendekap kedua lututnya didepan dadanya masih masih dengan kepala tertunduk.
"Lovi... Jangan perintahkan aku untuk pergi seperti itu lagi..."
("...Saat kubilang pergi, kau harus pergi ke arah tabung mesin waktu disana.")
Aku mulai mendengarkan kata-katanya kemudian perlahan menoleh ke arahnya. "Kenapa?"
Dan Antonio hanya terdiam membisu.
("...B-Bodoh...hh...! Sudah kubilang untuk pergi kan!")
Hey, pernah tidak kau mendengar kisah tentang seorang laki-laki yang jatuh cinta pada androidnya? Mereka berdua akhirnya menikah dan hidup bahagia sebagai pasangan suami-istri. Awalnya memang begitu sampai sang android mulai menunjukkan sikap yang aneh. Dia mulai tidak mematuhi perintah masternya. Ternyata, tubuh android itu sudah rusak dan tak bisa diperbaiki lagi. Laki-laki itu menjadi depresi. Ia ingin mengembalikan androidnya lagi. Tapi android tetaplah android. Ya kan? Mereka hanyalah mesin yang walaupun kau cintai, takkan membalas apa-apa karena mereka tidak memiliki apa yang manusia miliki, hati...
A/N:
Kembali lagi bersama KensyEcho yang sedang mencoba membuat cerita sudut pandang orang pertama kali ini! Masih seputar SpaMano tentunya~ Awalnya, ini ffn untuk IHAFest november yang future lho! Tp ga sempat...
Oiya, sebenarnya aku rada ragu buat pake nama android karena aku masih ngga bisa bedain antara android, humanoid, dan automata... Kalau ada yang aneh, silakan kritik tapi jangan flame ya, Don't like, Don't read~
Salam Hangat,
KensyEcho