If We are in Love

.

Inspired of Sarang Hamyon Halsoorok (If we are in love, then…) by Han Song Min

.

As I appear over the top of the hill you see me

I don't need to speak, you already know what's on my mind

Angin lembut membuat helaian-helaian rambutnya menari-nari dengan indah. Warna indigo rambutnya berpadu dengan dress berwarna violet yang dikenakannya. Matanya tampak sayu, namun jemari indahnya tidak mau terbawa kekhawatiran yang melanda hatinya. Satu per satu lili putih yang terhampar luas di pncak bukit itu, ia belai. Wajahnya kemudian mengadah ke langit. Lalu merapatkan kedua telapak tangannya –saling menggenggam, dan matanya terpejam.

"Kami-sama," ucapnya lirih.

Gadis itu berdoa.

Sepasang onyx sedari tadi masih memperhatikan gadis yang berada ditengah hamparan lili putih. Tubuhnya ia sembunyikan dibelakang pohon ginko tua. Kemudian ia mulai berjalan menuju gadis yang menjadi objek tujuannya. Namun, beberapa saat kemudian langkahnya menjadi ragu. Rasanya ingin berbalik dan menyembunyikan dirinya di balik pohon tua tadi. Biar saja rasa yang terus menerus mengusiknya ia pendam sendiri. Ia ragu. Ia khawatir. Ia…takut.

"Dapatkah ia mengerti, Kami-sama?" gumamnya dalam hati. Ia benar-benar takut. Takut jika gadis itu tidak menerimanya.

"U-uchiha-san?" gadis itu merona. Kekhawatiran yang beberapa saat lalu mengusik hatinya kini tiada terasa lagi. Sang pemuda dihadapannya hanya tersenyum. Matanya masih menatap lekat sepasang lavender dihadapannya –seakan tak ingin ia lepaskan.

Mereka saling menatap. Tak ada yang mau melepaskan tatapan mereka satu sama lain. Mereka biarkan kehangatan yang menjalar melalui tatapan mereka. Mereka biarkan bumi berputar –karena mereka hanya berharap bumi berhenti berputar untuk beberapa saat.

"A-ano, adakah yang ingin U-Uchiha-san bicarakan sehingga kita bertemu disini?"

Gadis itu tetap menatap –walau ia telah membuka percakapan mereka. Seketika, raut wajah pemuda dihadapannya berubah –seakan ia sedang menjawab pertanyaan tadi melalui onyxnya.

"Aku tidak perlu bicara lagi, kau sudah tahu apa yang ada dipikiranku."

.

Without ever knowing why we came to be together as if just by chance

I wont change my mind just as a rainbow doesn't stop until it reaches the heavens

"Uchiha Sasuke!"

Sang empunya nama mengalihkan pandangannya kearah pemuda sebayanya yang memanggilnya.

Tatapannya kosong.

Pemuda berambut kuning di seberang mejanya memperlihatkan cengiran khasnya. "Bantu aku!" Pemuda itu mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya –selembar foto. Lalu disodorkannya foto itu kearah Sasuke.

Sasuke hanya menghempaskan foto itu kembali pada Naruto.

"Hei, hati-hati!" protes pemuda kuning tadi sambil memungut kembali foto itu dan membelainya.

"Apa maksudmu, Naruto?" akhirnya pemuda Uchiha tadi mengeluarkan suaranya.

"Perhatikan!" Pemud bernama Naruto itu mengarahkan kembali foto tadi kepada Sasuke. Sasuke memperhatikan foto itu –mengamatinya baik-baik. Seorang gadis berambut indigo dengan mata lavender lembut sedang tersenyum. Ia mendekap sebuah buket lili putih. Gaun violetnya membuatnya semakin tampak anggun.

Sedetik kemudian onyx itu membulat. Namun secepat mungkin ia pasang wajah stoicnya lagi.

"Tunanganku," ucap Naruto. Sasuke menatap Naruto yang tampak bangga. Kemudian mengekori Naruto yang sedang berjalan kearah salah satu rak buku. "Ini ulh Tou-chan. Ia menjodohkanku dengan pewaris klan Hyuuga keturunan Souke Konoha. Dia manis, bukan?" Naruto tersenyum. Wajahnya sedikit merona membayangkan sosok gadis dalam potret itu.

"Lalu?"

Naruto menarik sebuah kursi dihadapan Sasuke dan duduk dikursi itu. "Aku bukanlah tipe pria yang hanya bisa menyukai satu gadis."

Sasuke langsung menatap lekat sahabatnya. Ia khawatir Naruto akan menyakiti gadis yang menjadi topic utama pembicaraan mereka. "Aku ingin…jatuh cinta pada gadis itu. Aku ingin berhenti menjadi seorang playboy!"

Sasuke dapat melihat keyakinan Naruto ingin mencintai gadis yang dijodohkan dengannya. Mungkin akan sulit –mengingat Naruto adalah putra dari Hokage Konoha, Namikaze Minato, dan Naruto termasuk pria yang berparas rupawan.

"Kau yakin? Yang benar saja, Naruto!" nadanya sedikit meremehkan. Padahal ia tahu ada keyakinan dalam diri Naruto. Perasaannya sedang bercampur aduk. Ia bingung. Walau bagaimanapun, Naruto adalah sahabatnya. Ia pun tak kuasa untuk menolak kenyataan itu. Sedangkan gadis yang dijodohkan dengan Naruto –Hinata, mereka saling mencintai.

Sedetik kemudian, Sasuke mengalihkan pandangannya. Ia menerawang keluar jendela –terlihat beberapa siswa sedang bersenda gurau dipinggir lapangan sepak bola.

"Bantu aku supaya aku dan gadis itu saling mencintai, Sasuke!"

.

If we are in love we shouldn't worry about our hearts becoming lonely or broken

I just believe that this is not the end

Langkah mereka cepat –berirama. Mereka terus menerjang mengalahkan lelah mereka dengan menaiki ratusan tangga yang menuju kuil di puncak bukit.

"Sa-Sasuke-kun, berhenti sebentar!"

Hinata menyangga tubuhnya dengan kedua tangannya yang bertumpu pada kedua lututnya. Ia mengatur nafasnya yang tersengal-sengal karena kelelahan. Sasuke yang berada beberapa tangga diatas Hinata, kembali turun dan duduk disebelah Hinata. Ia mengatur nafasnya juga. Hinata kemudian duduk disamping Sasuke.

"Hinata."

Sasuke merapatkan tubuhnya dengan tubuh Hinata. Tangan jenjangnya merangkul pundak mungil Hinata –membawa gadis itu ke dalam dekapannya. Perlahan, jemari mereka menyatu –saling menggenggam erat satu sama lain. Sasuke mengecup kening gadisnya. Beberapa saat kemudian, ia sangat merasa khawatir.

"Kami-sama…" rintihnya dalam hati. Sungguh, ia tak ingin kehilangan gadis yang berada dalam dekapannya saat ini.

"Hinata."

Gadis yang berada didekapannya mengambil alih tubuhnya lagi dari dekapan Sasuke. Lavendernya menatap onyx milik Sasuke.

"Aku harus memberitahu pada Naruto tentang kita," ucapnya yakin.

"Ja-jangan, Sasuke-kun. Aku tidak ingin dia tahu!" larang Hinata. Sasuke semakin mempererat tatapannya. "Kenapa, Hinata?" Tatapannya kini tmpak mengiba.

Hinata tahu, ia selalu hanyut dan luluh dalam tatapan Sasuke. Tangannya meremas ujung dress berwarna ungu mudanya. Wajahnya menunduk. Ia biarkan helaian-helaian panjang indigonya menutupi wajahnya dari pandangan Sasuke agar ia bisa menyembunyikan tetesan-tetesan air matanya.

Sasuke membelai rambut Hinata, lalu menyangga rambut yang menutupi wajah gadisnya dibelakang daun telinga gadis itu.

Ia tahu Hinata mengangis.

Beberapa detik kemudian Hinata membelakangi Sasuke. Ia sangat sakit.

"Seharusnya ini tidak terjadi, Sasuke-kun. Semua ini percuma jika diteruskan. Kita hanya akan terluka dan kecewa," ucap Hinata lirih sambil terisak. Ia terus berusaha menahan air matanya yang sudah menumpuk disudut matanya.

"Jika kita benar-benar cinta, jangan khawatir, Hinata. Ini bukanlah akhir."

Kali ini Hinata membiarkan cairan hangat mengalir jatuh di pipinya. "A-aku…" Hinata masih membelakangi Sasuke. Kemudian ia bangkit dari duduknya. "Saat ini, a-aku tidak ingin bertemu Sasuke-kun, atau Naruto-sama."

Kemudian Hinata berbalik –menatap onyx Sasuke yang sedari tadi bergetar. Dapat ia lihat air mata di sudut mata Sasuke.

"Sungguh, Sasuke-kun! Aku tidak ingin bertemu Sasuke-kun dan Naruto-sama!"

.

So lately I've woken up to the fact that love cant be denied

It seemed like you came to me by chance but I know that it was fate that brought us together

"Naruto, kepalkan tanganmu!" perintah Sasuke tiba-tiba. Naruto hanya memperlihatkan wajah innocence-nya. Ia benar-benar tidak mengeri maksud Sasuke apa.

"Kepalkan tanganmu, Bodoh!" ucap Sasuke lagi –dan lebih tegas. Sasuke mengepalkan kedua tangannya dan menganggkatnya tepat di depan dadanya –seakan ia siap meninju Naruto yang tepat berada dihadapannya. "Seperti ini."

Naruto yang masih tidak mengerti, mengikuti perintah Sasuke. "Seperti ini?"

Sasuke kemudian memejamkan kedua matanya. "Pukul aku."

Namun tidak ada jawaban dari Naruto atau pukulan yang menghantam wajahnya. Sasuke kembali membuka matanya. "Pukul aku, Bodoh!" perintah Sauke.

"Tidak! Aku tidak mau memukulmu, Sasuke!" Naruto membalikkan tubuhnya –membelakangi Sasuke. "Aku memang badung, aku memang suka memukul. Tapi aku punya alasan untuk memukulo orang yang aku pukul. Tidak untukmu, Sasuke. Kau adalah sahabatku!"

"Aku mencintai Hinata!" ucap Sasuke tegas.

Naruto yang terkejut mendengar pernyataan Sasuke langsung menatapnya lagi dengan tatapan tidak percaya.

"Aku mencintai Hinata, naruto. Kami saling mencintai. Jadi, pukul aku, Naruto!" Ia sudah pasrah jika Naruto mungkin akan menghajarnya –sampai sekarat, ia merasa pantas mendapatkannya.

Naruto malah tertawa. "Kau dan Hinata?" Ia kembali tertawa. Tawanya terkesan meremehkan.

Naruto membelakangi Sasuke dan berjalan beberapa langkah. "Benarkah itu, Sasuke? Kau adalah sahabatku," ucapnya. Sedetik kemudian ia melonggarkan jas seragam sekolahnya dan membuka kancing bagian atas kemeja putih didalamnya.

"Kalaupun memang begitu, aku tidak bisa berbuat apa-apa."

.

"E-eh? Na-Naruto-sama?" Gadis itu terkejut karena tiba-tiba Naruto sudah berada dihadapannya. Lili putih yang didekapnya hampir saja jatuh.

"Kon'nichiwa, Hinata."

"Da-darimana kau tahu jika aku disini?"

Naruto tersenyum, namun tubuhna terasa sangat bergetar. Ia berusaha menahan tetesan air mata di sudut matanya.

"Sasuke pernah memberitahuku jika kau suka kemari," jawab Naruto seadanya.

"Sa-Sasuke?"

Naruto berjalan terus –sehingga mereka saling membelakangi. "Aku sudah tahu tentang kalian. Sasuke baru saja memberitahuku." Ia memetik setangkai bunga lili yang berada dalam jangkauan tangannya. "Kau tahu, aku bukanlah tipe pria yang bisa menyukai seorang gadis. Namun, denganmu…" Naruto menggangtungkan ucapannya. Dadanya semakin sesak untuk melanjutkan ucapannya.

Hinata yang sejak tadi terkejut, kini memangdangi punggung tegap Naruto yang membelakanginya. Ia merasa sangat bersalah pada Naruto.

"…aku bisa jatuh cinta padamu, Hyuuga. Entah mengapa, aku merasa yakin jika aku mencintaimu, Hinata."

Setetes air mata jatuh dari lavender gadis itu. Lili putih yang tadi ia dekap kini sudah jatuh ke tanah.

Naruto balik menatap Hinata. Ia tersenyum.

"Tapi, percuma saja. Aku tidak bisa memaksamu untuk mencintaiku. Jika kau berharap aku tidak mencintaimu, mungkin sudah kulakukan. Namun bodohnya aku, kini baru sadar jika aku hidup di dunia dimana perasaan yang bernama cinta tidak bisa kutolak. Rasa itu muncul begitu saja."

Naruto berbalik dan menatap tubuh Hinata yang bergetar. Gadis itu menangis. Sementara hati Naruto semakin sesak. Tetesan-tetesan air matanya mulai mengalir membasahi wajahnya.

.

Naruto masih tak kuasa menahan tangisannya. Sambil menangis, ia mengendarai mobil sport-nya dengan kecepatan tinggi. Ia tak peduli dengan risiko yang dapat mengancam nyawanya. Emosinya sudah memuncak dan bercampur menjadi perasaan yang aneh. Ia marah, ia kesal, ia merasa bersalah, dan ia merasa bodoh.

Konsentrasinya mulai hilang.

Disaat tiba ditikungan tajam, ia tidak bisa mengendalikan mobilnya mengelak dan malah menghantam truk angkutan dari arah yang berlawanan. Mobil yang ia kendarai pun terperosok ke jurang landai di sisi kiri jalan itu.

.

津ずく

.