MATAHARI
Disclaimer : Naruto by Kishimoto Masashi
Pairing: It's all mixed up untill you fed up :p
Genre: Friendship, Hurt/ Comfort
Rated : T
::Prolog::
"Hypohidrotic Ectodermal Displasia?" suara itu bergetar.
Seorang laki-laki berbadan tegap tengah duduk dalam sebuah ruangan. Berhadapan dengan dokter yang menunjukkan muka prihatin tidak, senangpun tidak.
Jiwa lelaki itu koyak. Bahtera yang dinaikinya terombang-ambing di tengah sebuah samudra bernama kehidupan.
"Ya. Setelah suhunya menurun drastis, kami mencoba menghangatkannya dengan sinar, tapi tubuhnya malah melepuh. Maaf, tuan, tapi ini memang..." dia mendengar, tapi tak mendengarkan. Perkataan dokter itu menghilang samar. Teredam di antara bising jeritan hatinya.
::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
Ch 1 :: Murid Baru dan Seragamnya
"...Jadi x=3a=5 . Paham?" seorang guru bermata sayu berdiri di depan kelas. Buku dengan sampul bertuliskan Icha-Icha Paradise terbuka di tangannya.
"Sensei, nggak ada penjelasan yang lebih gampang?" seorang murid berambut pirang memicingkan matanya. Alisnya mengkerut sampai nyaris menyatu satu sama lain, tanda bahwa dia sama sekali tidak dapat memahami penjelasan dari gurunya.
"Naruto..." si guru bermata sayu menggeram, menutup buku hijaunya lalu menghampiri bocah tadi, "Yang lain kerjakan halaman 23 nomor 15," dia berhenti tepat di depan bocah itu, menunduk dan -kelihatannya- mengajarinya dengan amat sangat sabar.
TOK TOK TOK
Terdengar pintu diketuk, lalu munculah seorang dengan baju yang sama persis dengan milik si Guru Mata Sayu. Rambutnya diikat ke atas, serupa sejumput rumput yang diikat rapi. Pada wajahnya terdapat bekas luka yang melintang sepanjang 3 inci -ajaibnya, secara simetris- dari sebagian pipi kanan, melewati hidung dan berakhir pada pipi kiri.
"Permisi, Kakashi-sensei," dia memanggil guru bermata sayu yang kini telah menengok ke arah pintu. Si Guru Mata Sayu, Kakashi, berjalan menghampirinya, lalu sejenak menghilang dari pandangan murid-muridnya.
"Eh, kenapa Iruka-sensei kemari ya?" seorang gadis dengan rambut hitam dan suara lembut khas nona muda terpelajar menengok cemas ke arah pintu. Biasanya kalau wali kelas datang ditengah jam pelajaran, berarti ada sesuatu. Seingatnya, terakhir kali Iruka-sensei, guru Sejumput Rumput itu, memotong jam pelajaran adalah karena Sai- teman meja depan yang sedang asyik menggambar- kehilangan kakaknya untuk selamanya.
"Aku harap ada sesuatu yang membuat kita pulang pagi," kata seseorang yang tiba-tiba mendapat tatapan tajam dari beberapa murid lain disekitarnya, seolah berkata, "Kau mau ada yang mati lagi?"
"Rapat mendadak, misalnya," pemuda dengan tanda lahir kemerahan berbentuk 2 taring itu -masing-masing ada pada pipinya- cepat-cepat menambahkan kata itu dibelakang kalimatnya. Mencoba meminimalisir tatapan tidak enak dari teman-temannya.
Paling tidak dia memiliki keinginan mulia dan hasrat terdalam pelajar belakangan.
Berangkat siang, pulang pagi.
Silahkan tafsirkan artinya sendiri.
"Semoga dia dipanggil kepala sekolah dan membiarkan jam matematika kali ini kosong. Aku benar-benar capek belajar," kali ini giliran gadis beramput pirang yang ujung ikatan ekor kudanya mencapai pinggulnya yang menyahut. Dagunya berada di atas buku yang kelihatannya sejak tadi memang belum dibuka. Maunya, dia berkata seperti ini, "Semoga dia dipanggil yang mahakuasa," tapi si gadis sadar bahwa sekalipun Kakashi -maaf- mati, matematika akan tetap ada di dunia.
"Ya! Jadi aku bisa makan bekalku saat ini juga! Nyam!" dan satu lagi tujuan mulia pelajar di sekolah kita dapatkan dari pemuda gempal dengan guratan spiral konyol di pipi tembemnya. Makan bekal.
"Ah, nggak perut, nggak otak, isinya kok makanan semua," si rambut pink menimbali sambil membetulkan roknya, lalu bandana birunya.
"Eh, Jidat Lebar, diem aja deh!" si gempal menanggapinya. Baru saja gadis yang dipanggil Jidat Lebar akan menjawab, tapi Kakashi telah masuk. Kelas menjadi -lebih- hening.
Sebenarnya, keheningan ini tidak dikarenakan oleh karisma Kakashi sebagai seorang guru, tetapi lebih karena sosok pemuda pucat di belakangnya.
Pemuda itu mengenakan blazer putih dengan motif garis-garis hitam yang memberi kesan rapi dan elegan serta celana panjang yang, tentu saja, berwarna putih pula. Terlihat kalau ia memakai kemeja hitam dengan dasi merah yang terpasang rapi di kerahnya.
Rambut pemuda di muka kelas itu berwarna merah bata, kau bisa menyebutnya marun. Alisnya begitu tipis, sampai-sampai kau tak dapat melihatnya. Matanya -Naruto berani taruhan kalau dia memakai lensa kontak- berwarna hijau pastel, bukan emerald atau warna lain seperti coklat muda, coklat tua dan biru. Dan satu lagi yang membuatnya berbeda dari yang lainnya adalah, lingkar hitam di sekitar matanya. Jelas sekali terlihat bahwa pemuda itu jarang mendapatkan kecukupan tidur, tapi toh wajahnya tetap saja segar, walaupun monoton. Tak ada tanda-tanda kantuk pada ekspresinya.
Hidungnya yang tidak begitu mancung menggantung indah di atas bibir tipis yang sedari tadi terkatup. Dagunya melengkung indah, membentuk wajahnya menjadi oval sempurna yang diinginkan sebagian besar wanita di jagad raya ini.
Wajahnya tampan dengan segala keunikan di bagian matanya. Terlebih lagi kulit pucat yang bersinar dan tampak sangat halus, baik pada wajah, maupun tangannya. Namun seseorang pasti memiliki sebuah ketidak sempurnaan -baca : keanehan- pada dirinya. Lihatlah tato pada dahinya itu. Kau tidak akan mendapatkan tato naga atau hewan garang lainnya, tetapi, huruf kanji Ai -cinta-.
Kelas ini hening karena pesonannya.
"Nah, ini teman baru kalian dari Sunagakure. Namanya Sabakuno Gaara," pemuda tadi, Gaara, hanya diam saja. Menunjukan bahasa tubuh yang sangat angkuh namun anggun.
"Hmm, kau duduk dimana ya?" Kakashi menggaruk dagunya, lalu tiba-tiba mengangkat spidol yang tengah dipegangnya dan...
BLETAK!
"Huuaaadoooh!" jeritan itu disusul dengan suara jatuhnya sebuah kursi, tubuh dan... spidol.
"Kau, pindah ke sana!" dia menunjuk sebuah meja dekat jendela yang kosong. Di depan meja itu, duduklah seorang pemuda. Rambut bagian depannya jatuh disamping tapi bagian belakangnya seperti baru saja tertiup angin dan akan selalu seperti itu. Dia sedang mengerjakan soal. Inilah satu dari segelintir orang di kelas ini yang mengerjakan tugas dari Kakashi.
"Apa? Tidak mau, Sensei. Silau," katanya sambil membetulkan kursi dan tampangnya.
"Bagus, dong. Biar kerjaanmu tidak tidur melulu. Cepat sana!" Kakashi melambai-lambaikan tangannya.
Bocah yang diusir tadi menghela nafasnya lalu beranjak dari tempat duduknya. Rambutnya akan mengingatkanmu pada Iruka, hanya saja, mukanya mulus. Tak ada bekas luka. Nyatanya mereka memang bersaudara. Saudara sepupu.
"Nah, Gaara, silahkan kau duduk di -mantan- bangku Shikamaru," Gaara mematuhi perintah Kakashi. Saat dia duduk dia disambut oleh sebuah suara dari sebelah kiri.
"Halo, aku Hyuuga Hinata," gadis yang tadi sempat cemas atas kedatangan Iruka kini menawarkan tangannya sambil tersenyum malu. Dia agak kikuk dengan orang baru.
Tangan itu disambut Gaara.
"Sabakuno Gaara," katanya. Lalu tiba-tiba dia merasa mejanya bergerak mundur.
"Haloo, murid baru! Aku Uzumaki Naruto! Karena kau duduk di belakangku, kau harus mengaja... UAAKH!" dengan tidak indah, muka Naruto dipaksa mencumbu lantai oleh sebuah penghapus yang meninggalkan bekas hitam pada rambut pirangnya.
"Naruto, lebih baik kau tenang sedikit atau aku tak mau memberi penjelasan tambahan apapun kepadamu," kata Kakashi yang langsung mengeluarkan spidol dari kantungnya dan memulai kembali pelajarannya tanpa menghiraukan Naruto yang dari tadi belum mengerti apapun yang diajarkannya.
Saat itu juga Gaara merasa telah mendapat suatu pelajaran baru dari kelas Kakashi.
Jangan macam-macam di kelasnya atau kau akan berakhir dengan muka di tanah.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
"Hei, Sakura, bagaimana kalau kita ajak Gaara makan siang bersama?" tanya gadis Kuncir Ekor Kuda pada gadis Berambut Pink di depannya.
"Eh, benar juga kata Ino. Aku penasaran dengan asal sekolahnya. Seragamnya itu terlalu mentereng," kata Pipi Taring.
"Bilang saja kalau kau menginginkan seragam seperti itu, Kiba," si Gempal menanggapi sambil mengunyah mochi tanpa peduli pada guru yang sedang menjelaskan tentang dimensi massa.
"Heh, Chouji, minta maaf atau kubuang semua bekalmu siang ini!" gertak Kiba sambil mengepalkan tinju, bukan ke arah siapa-siapa, hanya mengepal saja.
"Kita ajak juga nggak apa-apa kan?" jawab Sakura menengahi mereka karena merasa guru fisika yang -ekhem- seksi itu sedang memperhatikan mereka.
"Hei, Gaara, mau makan bersama kami?" Naruto langsung berbalik begitu bel berbunyi, mengajak makan teman barunya bahkan sebelum Kurenai-sensei, guru fisika nun bohai tadi, keluar dari kelas.
Belum sempat Gaara menjawab, Naruto sudah berteriak lagi. Bukan ke arahnya, tapi ke arah kirinya. -Barisan Naruto dan Gaara berada di sisi paling kanan kelas-
"Sakura-chan! Aku ajak Gaara makan bersama kita ya!" dia melambaikan tangan pada Sakura yang sepertinya baru akan bangkit dari kursinya.
"Yaah, Naruto, aku baru mau mengajaknya," Ino berkacak pinggang, lalu mendekat ke arah Gaara.
"Halo, aku Ino, yang gemuk itu Chouji, yang berambut pink adalah Sakura, lalu yang berkacamata hitam di sana itu Shino, di belakangnya ada Sasuke, lalu di belakangnya lagi Shikamaru -yang mejanya kau tempati saat ini- dan itu, yang rambutnya jigrak, adalah Kiba, aku yakin kau sudah kenal Naruto dan Hinata," Ino diam sejenak, memberi kesempatan pada Gaara untuk memperhatikan teman-temannya satu per satu.
"Jadi, bagaimana? Mau ikut makan siang bersama kami? Bekal Chouji banyak dan enak-enak lho," sahut Kiba sembil mengacungkan jempolnya pada Chouji.
"Hey, kenapa harus bekalku yang kau sebut-sebut?" Chouji marah-marah tapi hanya disambut Kiba dengan mengangkat bahunya.
"Iya, Gaara-kun. Makan bersama di bawah pohon ginkgo sekolah sambil mengobrol akan sangat menyenangkan," kata Hinata yang telah siap dengan bekalnya.
"Aku masih harus menyelesaikan beberapa pengurusan dokumen," Gaara, dengan wajah monotonnya itu beranjak dari kursinya sambil membawa sebuah map kuning yang terlihat sangat eksklusif.
"Oh, begitu ya... Sayang sekali ya..." kata Sakura.
"Mungkin lain kali," kata Gaara.
"Ya sudah. Ayo kita turun! Aku sudah lapar!" Chouji mengangkat bungkusan bentonya yang mungkin setinggi 30cm. Bayangkan, itu hanya untuk dirinya sendiri saja.
"Oh, iya. Shino, Sasuke dan Shikamaru sudah turun duluan tuh," sahut Naruto.
"Dasar trio S itu," Kiba geleng-geleng kepala.
"Baiklah, kami duluan, Gaara-kun," kata Hinata sambil tersenyum. Dia sudah tidak begitu canggung karena tadi Gaara sudah memberi "les privat" padanya dan Naruto pada saat pelajaran fisika.
Mereka lalu meninggalkan kelas sambil bercanda, berlalu dari sosok Gaara yang tersenyum. Sebuah senyum yang sangat nyaris tak terlihat…dan pahit.
:::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::::
"Anak baru itu belagu banget. Mentang-mentang seragamnya bagus," Kiba menusuk-nusuk daging asapnya sambil marah-marah.
"Kiba, kenapa sih kau protes melulu tentang seragamnya? Tak ada topik lain memangnya? Sepatunya kek, atau apa kek," Ino menyewoti Kiba sambil menunjuknya dengan sumpit.
"Bodoh, sepatunya tentu saja sama dengan milik kita," Kiba tak mau kalah, "Pokoknya penampilannya menyebalkan. Kenapa nggak pakai seragam sekolah kita saja sih..."
"Kiba, kau ini kan laki-laki, jangan cerewet dong!" kata Naruto sambil mengambil onigiri ke-3nya.
"Aku setuju dengan Naruto," sahut Shino yang sedari tadi diam saja. Kacamata hitamnya melorot sedikit.
"Ha, Naruto, Shino, kalian sudah kena pelet rupanya!" Kiba menunjuk Naruto dengan telunjuknya, secara tegas.
"Kalian tidak lihat tato "Ai" di jidatnya? Bisa saja itu cara untuk memelet...sesama jenis. Astaga, dia homo," Kiba langsung menghentikan genggaman sumpitnya di udara, wajahnya menunjukkan keterkejutan dan aura gelap secara bersamaan. Kesempatan ini dipakai oleh Chouji untuk mengambil potongan daging asapnya.
"Hei, kembalikan daging asapku, Chouji!" seru Kiba, mencoba meraih daging asapnya yang tengah dijepit oleh sumpit Chouji.
"Kan milikmu masih banyak," katanya, lalu Chouji segera memakan daging asap itu.
"Kau pikir bekalku dan bekalmu itu lebih banyak siapa, hah?" Kiba kini menunjuk ke arah tumpukan bekal Chouji yang setinggi 30 cm itu.
"Kiba, aku merasa kalau penghakimanmu itu sudah kelewat batas. Kau bahkan baru bicara dengannya selama 13 detik," Sakura yang sudah bosan dengan debat kusir yang pasti tidak akan berakhir -karena lawannya adalah si keras kepala, Kiba- akhirnya angkat bicara.
"Sakura, kau menghitungnya?" terdengar sebuah kekagetan pada suara Hinata. Lagipula, siapa yang tidak kaget dengan perilaku Sakura yang seperti itu. Menghitung waktu pembicaraan orang? Yang benar saja.
"Hanya mengira-ngira saja kok. Untuk apa aku menghabiskan tenaga hanya untuk menghitung waktu pembicaraan orang. Memangnya aku hape?" jawab Sakura sambil sesekali mengambil tomat dari bekal Sasuke. Sasuke benci tomat.
"Tunggu, teman-teman. Dari tadi kalian membicarakan anak baru-anak baru terus. Memangnya ada anak baru?" tanya Shikamaru yang sedari tadi tidak menangkap pembicaraan ini.
Sejenak tempat itu menjadi hening. Sangat hening.
"Eh? Kenapa?" Shikamaru dengan tampang tak berdosa malah menambah hening keadaan.
Tanpa memalingkan pandangannya dari Shikamaru, Naruto melempar pernyataan ini pada Sasuke, "Sasuke, jangan bilang kalau kau diam saja dari tadi karena nggak tau ada anak baru di kelas kita."
"Memangnya ada yang seperti itu?" Sasuke malah bertanya balik sambil memilih yang mana tomat, yang mana daging.
Keheningan kembali menyelimuti kelompok itu. Yang terdengar hanyalah suara benturan kepala Naruto ke pohon ginkgo.
-Chapter 1 Ends Here-
A/N
Halo-halo :D
Saya orang baru di Fandom Naruto dan saya sangat ngefans sama Gaara, Temari, dan Shikamaru.
Panggil saja si Author tabu ini dengan nama Arashi, kalo mo lebih akrab, Naoki. Well, ini cuma untuk info dan perkenalan saja dari saya, semoga teman-teman, rekan-rekan, dan saudara-saudara sekalian di Fandom Naruto mau menerima saya. Amin.
Oh ya, karena masih "ijo" di fandom ini, jadi masukan, tendangan, dan gamparan saya terima senang hati via review atau pm, demi kenyamanan bersama dan keberlanjutan cerita ini. Sekali lagi, saya bener-bener butuh masukan untuk perkembangan cerita ini, dan perkembangan otak saya serta kenyamanan readers. So, review atau pmnya saya tunggu buat masukan dan koreksinya *senyum*
Warmest Regards,
Arashi Naoki