Terima kasih untuk kalian yang sudah bersedia mereview pada chapter sebelumnya ^^

Rose: Grimmjow sudah cerai kok, kan sudah dijelaskan di beberapa chapter sebelumnya kalau dia udah ngirim surat cerai ke Cirucci :) Sisa jawaban pertanyaanmu, dijawab di chapter ini~

Arya Angevin: Yep. Kalo lupa soal Grimm, bakalan tambah panjang dan bisa2 nyinet ntaran =))" Wkwkwk. Begitulah~ Walau pun berkesan muluk, tapi yang namanya hati ga bakalan pernah bisa dibohongi :)

Aoi Namikaze: Buseeet, rajin bener baca sekaligus =)) Sankyuu banget, cuyuuunk :*

Pichachan: Lol. Biasanya kalo pengen lupa, malah ga bisa lupa sih :)) Makanya ke Byakuya sih bakalan inget terus.

Terima kasih juga untuk yang sudah login dulu sebelum mereview: CCloveRuki / Chibi Dan / astia aoi / Zanpaku nee / F . Freyja / Aoi LawLight

XOXOXO

FINAL CHAPTER

Disclaimer: I don't own Bleach. It's Kubo Tite. I used it just for fun...

Yep. Yep. Kalian ga salah baca judul chapternya kok. Ini memang chapter akhir dari Forever Someone. Saya tadinya memang berniat bikin sekitar 1 atau 2 chapter lagi, tetapi keinginan itu langsung saya buang jauh2 karena saya lebih suka endingnya seperti yang ada di chapter ini :) Jauh lebih manusiawi. Tapi, sebagai gantinya, ini chapter lebih panjang daripada chapter2 sebelumnya.

Yang menunggu update judul lain, saya harap SABAR. Saya saat ini sedang banyak kegiatan di RL (real life). Umur saya sudah segini, sudah bukan diri sendiri aja yg harus diurus. u_u' Setelah lepas dari bulan Maret, saya bisa kembali ke pace saya yg ugal2an itu ;) Oh ya, karena saya ga tau nama keluarga Hisana sebelum nikah sama Byakuya, saya pakai nama keluarga dubbernya (Fumiko Orikasa).

Yang selama ini menunggu lemon antara Grimmjow n Ichigo, selamat menikmati~

XOXOXO

I finally found someone, that knocks me off my feet

I finally found the one, that makes me feel complete

We started over coffee, we started out as friends

It's funny how from simple things, the best things begin

This time it's different,

Dah dah dah dah

It's all because of you,

Dah dah dah dah

It's better than it's ever been

'Cause we can talk it through

Oh, my favorite line was "Can I call you sometime?"

It's all you had to say

To take my breath away

This is it, oh, I finally found someone

Someone to share my life

I finally found the one, to be with every night

'Cause whatever I do,

It's just got to be you

My life has just begun

I finally found someone,

Oh, someone

I finally found someone,

Oh

Did I keep you waiting,

I didn't mind

I apologize,

Baby, that's fine

I would wait forever

Just to know you were mine

You know I love your hair,

Are you sure it looks right?

I love what you wear,

Isn't it the time?

You're exceptional,

I can't wait for the rest of my life

This is it, oh, I finally found someone

Someone to share my life

I finally found the one, to be with every night

'Cause whatever I do,

It's just got to be you

My life has just begun

I finally found someone,

Whatever I do,

It's just got to be you

My life has just begun

I finally found someone

~ I Finally Found Someone, Bryan Adams

XOXOXO

Kota Karakura

Januari 2012

"Aku, Kuchiki Byakuya, mengangkatmu Orikasa Hisana, sebagai istriku..."

Belum pernah ia pikirkan bahwa dirinya akan duduk di kursi panjang gereja dengan wajah tersenyum ketika melihat mantan kekasihnya menikah di depan matanya seperti ini.

"Untuk memiliki dan menjaga, mulai hari ini dan seterusnya,"

Bersumpah setia kepada orang yang bukan dirinya.

"Untuk lebih baik, lebih buruk, untuk lebih kaya, untuk lebih miskin, dalam sakit dan sehat, untuk mencintai dan menghargai,"

Padahal dulu ia mengutuk wanita yang mendekati kekasihnya sampai-sampai kekasihnya itu rela meninggalkannya di belakang, dan tanpa berkata apa pun juga. Jika saja ia tidak mengetahuinya malam itu dari Rukia. Entah apakah hari ini ia akan berada di sini dengan perasaan yang berbunga-bunga.

"Sampai kematian memisahkan kita, dan aku menjanjikan padamu, mengenai kesetiaanku."

Ya. Ichigo sudah memaafkan Byakuya sepenuh hatinya.

Bukan karena ia orang yang pemurah, bukan pula karena ia tidak merasa sakit hati dengan tindakan Byakuya meninggalkannya, tetapi karena untuk pertama kalinya dalam hidupnya, seorang Kuchiki Byakuya melontarkan kata maaf sambil merendahkan diri.

Bagaimana bisa Ichigo tidak merasa tersanjung menerimanya?

Flashback

Menggeliat di kursi rodanya, Ichigo menahan diri untuk tidak berdehem karena merasakan canggung dikelilingi oleh orang-orang yang secara tidak langsung telah membuatnya sangat tegang.

"Kau ingin minum sesuatu, Dear?"

Sontak mengalihkan perhatiannya pada seorang wanita bersurai blondie yang berada tidak jauh di dekatnya—ralat—berada SANGAT dekat dengannya, bahkan sampai-sampai Ichigo bisa mencium bau parfum yang wanita itu kenakan. Harum mawar. Sederhana, namun elegan. Tanpa disadari, wajahnya merona merah ketika berhadapan dengan senyum lembut yang diberikan sang wanita, Corinna Jaegerjaquez, ibu dari seorang Grimmjow Jaegerjaquez. Kalau saja dirinya tidak mengenal siapa wanita itu sebenarnya, ia pasti akan berpikiran kalau wanita itu belum pernah menikah. Seperti itulah kecantikan yang digambarkan oleh Corinna.

Tapi, kalau melihat ke arah sepasang iris azure sang wanita, Ichigo bisa melihat Grimmjow di sana.

Ya. Anak dan Ibu itu memiliki mata yang sangat mirip. Dan kelihatannya, ia tidak akan kaget jika pada kenyataannya, wanita yang surai blondienya hanya sanggup menyentuh bahu itu pun memiliki sifat seperti Grimmjow. Kilatan cahaya di sepasang iris azure itu terlalu tajam untuk dikatakan lembut.

"... Euh, tidak... Kurasa..." Ichigo akhirnya berdehem. Entah mengapa, suaranya mendadak tidak bisa keluar.

Corinna tertawa kecil dan tetap menyodorkan segelas air mineral pada Ichigo, "Ini. Kurasa kau membutuhkannya, Ichi-kun." Ketika mengatakan itu, Corinna menyeringai tipis yang tidak lalai dari tangkapan mata Ichigo. Pria bersurai oranye itu akhirnya mendapatkan bukti kalau wanita Jerman di hadapannya itu memang benar Ibu dari Grimmjow, dan benar-benar memiliki pribadi yang serupa.

Tertawa gugup, Ichigo pun menerima gelas yang diberikan kepadanya. Pijitan ringan yang ia rasakan setelahnya, membuatnya menghela nafas lega. Semburat senyum manis ia lemparkan kepada Grimmjow yang semenjak tadi berdiri di belakangnya dan membelai punggungnya. "Kau mau pindah ke kasurmu, Ichi?" tanya pria bersurai biru itu dengan lembut. Anggukan ringan Ichigo berikan, dan kemudian ia merasa tubuhnya diangkat, kedua matanya pun langsung membelalak.

"Tu-Tunggu dulu, Grimm! Turunkan aku!"

Grimmjow menggeram pelan ketika Ichigo memberontak dari gendongannya, "Tenang, Ichi. Kalau kau terus memberontak, bisa-bisa aku menjatuhkanmu." Mendengus, Grimmjow pun meletakkan Ichigo yang memasang wajah cemberut di atas kasurnya. "Nah, sudah." Ia tahu kalau pria bersurai oranye itu merasa malu diperlakukan seperti tadi di depan banyak orang.

Mendengus, Ichigo mencubit keras lengan Grimmjow sambil mendesis. Ia baru melepaskan cubitannya itu ketika wajah kekasihnya itu berkerut karena rasa sakit. "Aku ingin ditinggal sendiri untuk beberapa saat, Grimm." sahut Ichigo tiba-tiba hingga membuat Grimmjow mengangkat kedua alisnya dengan heran. Mengerti bahwa kekasihnya tidak berhasil menangkap maksudnya, Ichigo menggerakkan kedua bola matanya hingga bertatapan lurus dengan pria berpakaian sangat rapih yang kini tengah berdiri di dekat pintu masuk, nampak menunggu waktu yang pas untuk menyampaikan maksud kedatangannya.

Byakuya saat itu pun menatap ke arahnya, hingga mereka mau tak mau beradu pandang.

Tapi di samping itu, Ichigo tahu bahwa sebenarnya sudah semenjak muncul tadi Byakuya tidak sekali pun melepas pandangan dari dirinya.

Berdasarkan genggaman erat yang diberikan oleh Grimmjow, Ichigo tahu bahwa kekasihnya itu mengerti dengan apa yang diinginkannya. Dan bisa ia rasakan keragu-raguan Grimmjow untuk meninggalkannya hanya berdua saja dengan Byakuya. Akan tetapi, entah beruntung atau tidak bagi Ichigo, Ayah dari Grimmjow—yang belakangan ia ketahui namanya sebagai Gerulf Adam Jaegerjaquez—yang semenjak tadi hanya diam mendengarkan dengan senyum diwajahnya, mendadak mengeluarkan suara, "Hei, Grimmjow. Ayah dan Ibumu ini tidak sempat makan siang tadi, jadi bisa kan kau mengantarkan kami ke kantin sekarang?"

"Tapi, Yah—"

"Ayo, Grimm-honey~ Ibu juga sudah sangat lapar." dengan penuh antusias, Corinna menarik lengan putranya dan mengedipkan sebelah matanya ke arah Ichigo. Membuat yang bersangkutan kembali tertawa gugup.

Walau ketiganya sudah keluar dari kamar, untuk beberapa saat pertama Ichigo masih bisa mendengar umpatan yang Grimmjow keluarkan untuk kedua orang tuanya. Benar-benar, kelihatannya hubungan keluarga Grimmjow dan dirinya tidak jauh berbeda, eh? Minus serangan mendadak yang sering kali dilancarkan sang Ayah pastinya sih.

Ichigo hanya menatap dalam diam ketika Byakuya mendekat ke arahnya dan berdiri tepat di samping kasur di mana ia tengah duduk. Pandangan keduanya beradu, namun tidak ada satu pun yang memulai pembicaraan. Kelihatan seolah keduanya sama-sama berdebat di dalam hati mengenai apa yang akan dibicarakan terlebih dahulu. Dan akhirnya ketika Ichigo akhirnya memutuskan kontak mata mereka, Byakuya menghela nafas dan berkata, "Aku lega mendengar kau baik-baik saja. Terapimu berjalan lancar?"

Tidak yakin dengan suaranya sendiri, Ichigo hanya mengangguk pelan. Pandangannya tertuju pada kedua tangannya yang saling menggenggam di atas pangkuannya sendiri.

Dan ruangan kembali hening.

Keheningan yang semakin lama semakin terasa memberatkan Ichigo. Ia bahkan merasa bahwa dirinya tidak bisa bernafas. Berlebihan mungkin, tetapi begitulah apa yang ia rasakan. Apalagi ketika ia menyadari bahwa kedua telapak tangannya mulai berkeringat. Lucu memang, tapi semenjak malam itu, malam di mana ia mengetahui apa yang dirahasiakan oleh Byakuya, malam ketika ia akhirnya mengamuk, ia tidak lagi bisa memandang dengan cara yang sama terhadap sang Kuchiki.

Mungkin karena pada kenyataannya ia memang mencintai Byakuya. Sangat mencintainya hingga berada di lapisan yang paling tinggi. Tapi kemudian perasaan itu musnah hanya dengan sebuah kata, yang selanjutnya membuatnya terjerembab jauh ke dalam tanah hingga hancur berkeping-keping.

Rasanya sakit.

Lamunan Ichigo buyar saat kedua tangannya digenggam oleh tangan yang lain. Perlahan memisahkan tangannya yang saling menggenggam dengan erat itu. Dengan sangat lembut dan hati-hati, seolah jika dikasari sedikit saja maka ia akan hancur berantakan, Byakuya mengelap kedua telapak tangan Ichigo yang berkeringat. Seolah jika ia mengalihkan perhatiannya dari kedua tangannya, maka ia akan melihat monster buruk rupa, Ichigo tidak bisa mengalihkan pandangannya dari kedua tangan yang kini menggenggam tangannya dengan penuh kelembutan.

Sampai-sampai pandangannya buram.

"Apa dia lebih baik dariku?" ucap Byakuya rendah.

Bibirnya yang bergetar membuat Ichigo membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk menjawab, "... Yeah... Seratus kali... jauh lebih baik darimu..."

"... Apa kau bahagia dengannya?"

Satu hirupan udara, "Yeah... Sangat. Jauh lebih bahagia daripada ketika bersama denganmu..."

Jika bukan karena akhirnya ia menyadari bahwa dirinya menangis, Ichigo bukan akan hanya tersenyum simpul, melainkan akan berteriak kegirangan karena ia berhasil mengendalikan suaranya menjadi lebih stabil daripada sebelumnya.

Dengan membiarkan satu tangannya masih menggenggam tangan Ichigo, Byakuya menggerakkan tangannya yang lain untuk menyentuh kepala Ichigo, memberikan kecupan di puncak kepalanya, dan berbisik, "Maaf. Kelihatannya aku memang tidak akan pernah bisa menjadi yang lebih baik untukmu, Ichigo." Perkataannya itu membuat Ichigo membelalakkan matanya, merasa ada yang salah dengan pendengarannya.

Ini pertama kalinya Byakuya mengeluarkan kata "maaf".

Kuchiki Byakuya, orang yang selalu impasif, tidak pernah menunjukkan rasa simpati, selalu merasa dirinya berada di atas orang lain dan orang lain sama sekali tidak berharga untuk ia habiskan waktunya, meminta maaf. Walau masih dengan nada suara arogannya, ketenangannya, tetapi kata itu berada di sana. Keluar dari sela-sela bibir berwarna plum yang pernah dikecupnya, yang selama ini menolak untuk memanggil nama kecilnya. Kalau dikatakan terkejut, rasanya masih kurang penekanan. Ichigo kehabisan kata-kata. Ia hanya bisa terdiam, dan kembali menatap ke arah Byakuya.

Ketika pria kaku itu tengah melihat ke arah jam tangannya, "Aku harus pergi." Untuk pertama kalinya, Byakuya menghela nafas ketika menyadari ia harus melanjutkan pekerjaannya. Tidak seperti biasanya di mana ia melakukan rutinitasnya itu dengan 'suka rela', kali ini ia nampak begitu terpaksa untuk pergi. "Sampai bertemu di lain waktu, Ichigo." Melihat Byakuya yang berbalik dan berjalan menjauh, Ichigo mendadak memiliki dorongan untuk memanggil nama pria yang pernah menjadi kekasihnya itu, dengan harapan yang berangkutan akan berbalik.

Dan ia benar melakukannya sesuai dengan keinginannya.

"Byakuya..."

Langkah Byakuya berhenti. Seolah ragu kalau benar namanya dipanggil barusan, ia hanya melirikkan matanya dulu, baru kemudian kepala, lalu hingga ke seluruh tubuhnya, sampai kembali bisa menatap ke arah Ichigo.

Menelan ludah, Ichigo menatap lurus ke arah kedua mata Byakuya. Membiarkan cokelatnya bertabrakan dengan abu-abu, "... Kalau... Kalau aku sekarang ini... tidak bersama Grimmjow... Apa... Apa kau akan...?" —'kembali'. Karena tidak bisa mengeluarkan satu kata terakhir itu, Ichigo membiarkan pertanyaannya menggantung. Dan walau pun menggantung, kelihatannya Byakuya menangkap apa maksudnya.

Karena pria itu tersenyum.

Walau tidak lebar, tapi juga tidak tipis.

Dan kali ini, kejutan ekspresi yang diberikan oleh Byakuya, sampai membuat Ichigo merasa kehilangan seluruh tenaganya dari tubuhnya. Ia hanya bisa membiarkan saja punggungnya beradu dengan punggung ranjang di belakangnya. Helaan nafas panjang yang dikeluarkannya saat itu begitu gemetar. Sementara kedua pendengarannya mendengar suara langkah Byakuya yang menjauh, hingga hilang dari pendengarannya, Ichigo hanya bisa menganggap bahwa langit-langit rumah sakit saat itu merupakan hal paling menarik dalam hidupnya.

Ia terus memandang langit-langit ruangan, dan baru mengedip ketika kembali merasa kedua matanya basah.

Ichigo terisak. Ia menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Wajahnya merah, ia tahu, dan ia mengumpat di dalam hati karena wajahnya itu tidak pernah bisa membuatnya menyembunyikan apa yang sebenarnya tengah ia rasakan. Ia bisa menangkap dengan jelas apa makna dari senyum Byakuya barusan. Senyum tulus yang lagi-lagi baru pertama kali ia lihat di saat dirinya tidak sedang mendapatkan hadiah mahal dari sang pria.

'Aku akan kembali padamu, tapi... kelihatannya rasa cintamu pada dia jauh lebih besar daripada rasa cintamu padaku.'

Katakanlah Ichigo puas, dan lega, karena selama ini Byakuya memang sungguh-sungguh mencintainya. Ia pun tidak kecewa pernah memberikan hatinya kepada sang pria.

End of Flashback

"Selamat, Byakuya."

Di sinilah ia sekarang. Berdiri berhadapan dengan pria yang pernah menjadi kekasihnya—yang pernah melukai hatinya—dengan begitu nyaman dan percaya diri, tersenyum lebar. Tangan yang tidak dipakainya untuk menggenggam segelas sampanye ia masukkan ke dalam saku celana katunnya.

Jawaban yang diberikan Byakuya saat itu adalah sebuah benturan pelan gelas di tangannya dengan gelas di tangan Ichigo hingga menimbulkan bunyi 'cling' ringan.

Selama beberapa saat, mereka sama-sama terdiam, tidak saling menatap satu sama lain. Fokus terhadap hal yang berwarna mencolok, atau tidak sama sekali. Kelihatan masih agak canggung, tetapi selama beberapa bulan ini keduanya berusaha untuk melakukan yang terbaik. Untuk melupakan rasa sakit di hati, dan maju dengan kehidupan masing-masing. Berharap semoga kehidupan yang mereka pilih saat ini jauh lebih baik daripada sebelumnya.

"... Kudengar dari Rukia, katanya kau mengundur acara pernikahanmu demi menungguku pulih." ujar Ichigo sembari meletakkan gelas sampanye-nya di meja yang berada paling dekat dengannya. "Kenapa? Apa kau pikir aku tidak makan hati berada di sini?" Kata-katanya barusan itu sama sekali tidak mengandung makna apa pun, hanya ingin mengeluarkannya saja. Bukan perasaannya yang sesungguhnya. Dan dilihat dari dengusan kecil Byakuya, pria berwajah impasif itu kelihatannya lagi-lagi bisa menangkap maksudnya dengan mudah.

Ah ya, inilah yang membuat Ichigo tertarik pada Byakuya. Pria itu selalu bisa mengerti apa maksud perkataannya tanpa kesulitan. Tanpa merasa tersinggung. Walau hal itu menjadi sangat menyebalkan pula karena dirinya jadi tidak bisa mengalahkan sang pria ketika sedang berdebat.

"Kalau kau merasa begitu, saat ini kau tidak akan ada di sini."

"Ck. Diamlah..."

Kali ini giliran Ichigo yang mendengus. Ia kemudian mengerjapkan kedua matanya ketika sebuah buket bunga mendadak muncul di depan wajahnya. "Kurosaki-kun, kuberikan buket pengantin ini padamu." Di balik buket itu, ia melihat wanita bersurai hitam yang tersenyum begitu sumringah ke arahnya. Dan karena dirinya tidak langsung merespon, Hisana langsung mendesakkan buket tersebut ke kedua tangannya.

Bingung, Ichigo akhirnya memutuskan untuk bertanya, "Euh... Kenapa...?"

"Tentu saja agar kau bisa segera menjadi pengantin juga." jawab Hisana sambil tertawa kecil, "Lagipula, kelihatannya kekasihmu sudah tidak sabar untuk segera menarikmu dari sini..." Mengikuti arah pandang Hisana, Ichigo menahan keinginan untuk memutar kedua bola matanya ketika melihat ekspresi sengit yang ditunjukkan oleh Grimmjow yang kini tengah berada di salah satu sudut ruangan. Menatap nanar ke arahnya... atau lebih tepat ke arah Byakuya yang cuek-cuek saja.

Walau ia sudah menceritakan alasan ketika Byakuya menjenguknya di rumah sakit untuk pertama kalinya beberapa bulan lalu itu adalah untuk meminta maaf, kelihatannya Grimmjow masih tetap belum bisa memaafkan yang bersangkutan. Grimmjow bahkan mengatainya dungu ketika ia mengutarakan masih ingin tetap berhubungan dengan Byakuya sebagai teman.

Hari itu, untuk pertama kalinya setelah mereka resmi menjadi sepasang kekasih, Ichigo dan Grimmjow bertengkar. Bahkan kedua orang tua Grimmjow pun kesulitan untuk melerai.

Dan ngomong-ngomong soal orang tua Grimmjow. Gerulf dan Corinna menolak untuk kembali pulang ke Jerman dengan alasan ingin melihat perkembangan kesembuhan Ichigo. Tapi, tentu saja Ichigo tidak langsung percaya begitu saja dengan alasan itu. Ia memang sudah diberitahukan bahwa kedua orang tua Grimmjow menerima dirinya dengan tangan terbuka, dan tidak mempersalahkan hubungan anak mereka dengan dirinya. Tapi tetap saja Ichigo merasa bahwa keduanya nampak masih menyembunyikan sesuatu, dan kelihatannya Grimmjow pun terlibat di dalamnya.

Kedua orang tua Grimmjow itu pun mendatangi pesta pernikahan Byakuya ini, walau pun tidak diundang. Sesaat ketika ia dan Grimmjow akan pergi, keduanya memaksa untuk ikut. Kelihatannya karena mereka mendengar keluarga Ichigo pun akan datang. Saat ini keduanya tengah mengobrol dengan suara yang begitu keras tidak jauh darinya, bersama ayah dan kedua adiknya. Yuzu yang memang merupakan gadis kalem, tertawa-tawa saja mendengar pembicaraan ketiga orang dewasa itu, sementara Karin kelihatan bosan dengan memainkan makanan kecil di tangannya.

"Hei, Ichi! Ayo kita taruhan minum lagi! Sudah lama kan?" Renji mendadak muncul dan melingkarkan lengannya di pundak Ichigo. Pria bersurai oranye itu mengernyitkan kedua alisnya ketika mencium bau alkohol yang begitu kuat di nafas Renji.

"Damnit, Renji! Sudah berapa gelas yang kau minum?"

"Katanya dia mau bersenang-senang sampai tewas malam ini." Ulquiorra menyerahkan segelas sake ke atas tangan Renji yang menengadah, yang kemudian melingkarkan lagi tangannya kepada sang pria berkulit pucat.

"Ne... Ne... Ulqui-kun~ Setelah ini kau ke apartemenku ya~ Aku sudah beli lube yang baru lho~"

Bukan hanya Ulquiorra, tetapi juga Rukia yang baru saja mendekat, langsung menyarangkan kepalan tangannya ke wajah Renji dari dua arah. Hingga mau tidak mau kepala pria bersurai merah itu terhimpit dan mendapatkan double impact yang kini membuatnya meringis kesakitan sambil memegangi kepalanya dan berjongkok di lantai.

"Kepala nanas! Sopan sedikit! Kau ini sekarang sedang ada di pernikahan nii-sama, dan Hisana-san mendengar kata-katamu barusan itu dengan sangat jelas tahu!" Berbeda dengan Ulquiorra yang kini sudah menikmati kembali minumannya, Rukia berlanjut menendang-nendang Renji, membuat yang bersangkutan hanya bisa mengerang kesakitan. Ichigo yang melihatnya hanya bisa mencibir dan menggeleng-gelengkan kepala. Rasanya seperti melihat masa-masa ketika masih sekolah dulu.

"Ne, King, bagaimana kalau minum denganku?"

"Tidak tertarik, Shiro." Menepis lengan Shiro yang melingkari pundaknya, Ichigo beranjak menuju ke tempat di mana Grimmjow berada—masih menatap sengit ke arah Byakuya tanpa lelah dan hanya menggenggam minumannya. Sekarang Ichigo benar-benar memutar bola matanya, merasa apa yang dilakukan Grimmjow itu adalah sesuatu yang bodoh. Namun, langkah Ichigo langsung terhenti seketika saat mendengar perkataan Shiro berikutnya.

"Apa kecelakaan itu menghancurkan keberanianmu juga, Strawberry?"

Merasa tertantang, Ichigo berbalik dan menatap kembaran albinonya tengah menyeringai kecil ke arahnya. Kedua mata Ichigo memicing, dan sudut bibirnya mengedik tidak senang. Menantang, mengatakan dirinya lemah, memanggilnya dengan sebutan "strawberry", adalah sepersekian dari sekian hal yang bisa memancing emosi seorang Kurosaki Ichigo hingga memuncak.

Ia tahu kalau memang hal itulah yang Shiro incar, karenanya kembarannya itu mengatakan hal yang dibencinya secara sekaligus.

"Apa taruhannya?"

Tapi Ichigo sudah tidak peduli.

Ia tidak tahu, tapi kali ini giliran Grimmjow yang memutar bola matanya dan menghela nafas panjang menyaksikan sisi kekanakan dari dua pria kembar di hadapannya.

XOXOXO

POOF!

"Mmf." Menyampingkan kepala hingga hidungnya yang sempat tertutup bantal di bawahnya, Ichigo mendengus, "Grimm... Tidak bisakah kau menidurkanku dengan lebih lembut?" Karena masih dalam keadaan mabuk, suara yang Ichigo keluarkan jadi terdengar seperti layaknya sebuah rengekan, membuat Grimmjow menghela nafas pendek.

"Kau minum terlalu banyak. Perlu kubawakan air?"

Anggukan kecil yang diberikan Ichigo sudah cukup untuk membuat Grimmjow berbalik dan keluar kamar. Berjalan menuju dapur, ia sama sekali tidak menyadari bahwa kekasihnya itu mengeluhkan panas, dan mulai melucuti pakaiannya satu persatu.

Apartemen yang ditinggali Grimmjow semenjak dirinya mulai tinggal di Jepang 20 tahun yang lalu ini tidak kecil, juga tidak besar. Ukurannya sudah lebih dari cukup untuk ditinggali oleh satu orang, dan cukup untuk ditinggali oleh dua orang. Semenjak diizinkan keluar dari rumah sakit, Grimmjow dengan sengaja membawa Ichigo ke apartemennya ini. Awalnya sih hanya agar ia bisa menjamin kekasihnya itu akan baik-baik saja karena kalau tinggal di rumah keluarganya sendiri, Isshin, Karin, dan Yuzu tidak selalu berada di rumah, sedangkan Grimmjow bisa melakukan pekerjaannya dari rumah karena yang perlu ia lakukan hanyalah memastikan Pantera beroperasi dengan baik.

Tapi, sebulan lamanya Ichigo berada di rumahnya, Grimmjow mulai berpikir untuk membuat sang pria benar-benar pindah ke apartemennya ini, yang ternyata keinginannya itu disambut positif oleh Ichigo. Sekarang ini kurang lebih sudah tujuh bulan mereka tinggal bersama, sementara rumah yang Ichigo tempati dulu kini dijadikan rumah kontrakan. Rumah itu sekarang sudah memiliki penghuni satu keluarga. Ia pernah bertemu dengan orang-orang itu... dan berharap tidak akan bertemu lagi.

Pria yang selalu mengenakan topi ditambah haori dan bakiak itu entah kenapa selalu membuatnya merinding.

Tidak sampai 40 langkah, Grimmjow tiba di dapur dan langsung mengambil gelas dari dalam kabinet dan menuangkan air hangat ke dalamnya. Ia juga sekalian mengambil obat sakit kepala untuk jaga-jaga kalau saja Ichigo sudah mulai merasakan kepalanya sakit. Ia menghela nafas. Tidak seharusnya Ichigo minum-minum terlalu banyak hari ini karena besok mereka sudah membuat janji untuk bertemu lagi dengan Szayel. Terapis bersurai pink itu diharuskan mengecek kondisi Ichigo untuk yang terakhir kalinya, lalu memutuskan apakah Ichigo sudah akan baik-baik saja dan bisa mulai hidup dengan normal, atau masih harus menjalani terapi lanjutan.

Tentu saja Grimmjow mengharapkan keputusan yang pertama. Apalagi ia lihat belakangan ini Ichigo tidak pernah meringis sakit ketika berjalan dalam waktu lama. Kelihatan kekuatan kakinya sudah kembali normal. Tapi, tentu saja ia juga tidak begitu yakin karena dirinya sama sekali tidak mengerti dunia kedokteran.

Ketika berjalan kembali ke kamarnya, Grimmjow melirik ke arah pintu depan dan memandangnya selama beberapa saat sebelum kemudian meletakkan gelas berisi airnya di atas bupet di sebelahnya, dan berjalan untuk mengunci pintu. Kedua orang tuanya dijamin tidak akan kembali sekarang karena mereka berdua memutuskan untuk menyandangi rumah Isshin. Mungkin berniat untuk membicarakan itu dan mempererat silahturahmi.

Heh. Kalau berkata seperti itu, jadi ingin tertawa.

Setelah yakin pintunya terkunci dengan baik, Grimmjow kembali berjalan menuju kamar dan hampir menjatuhkan gelas di tangannya ketika melihat apa yang menunggunya di sana. Ah, apa ia pernah mengatakan kalau selama tinggal bersama dengan Ichigo, tidak sekali pun mereka melakukan lebih dari sekedar make out? Dan mereka pun tidak pernah mandi bersama. Jadi, wajar saja bukan kalau ia saat ini terpaku di tempatnya berdiri ketika pada akhirnya ia bisa melihat dengan jelas seperti apa tubuh kekasihnya yang tanpa dibalut selembar pun pakaian.

Ichigo saat ini tengah terlentang di atas ranjangnya, mempertontonkan tubuh bagian depannya... dan bagian pribadinya kepada siapa pun yang berada di dalam kamar... mendengkur ringan, nampak sudah tertidur pulas. Tapi, seolah pandangan yang Grimmjow berikan membakar tubuh Ichigo, pria bersurai oranye itu perlahan membuka kedua matanya, melirikkan sepasang iris coklat yang menggelap tepat kepada sepasang iris birunya. Menelan ludah, dengan langkah yang agak gemetar, Grimmjow mendekati Ichigo dan menyodorkan gelas berisi air mineral kepada kekasihnya itu yang kini sudah mengangkat tubuh atasnya dengan bertumpuan pada tangan kanan.

Tanpa sekali pun memecahkan kontak kedua matanya mereka, Ichigo meraih gelas dari tangan Grimmjow dan perlahan menutup kedua matanya ketika tenggorokannya terasa semakin adem terkena air minumnya. Saat itu, sepasang iris biru Grimmjow bergerak turun dan menonton ketika jakun Ichigo bergerak naik-turun karena menelan minumannya.

Dalam sekejap, keinginan itu muncul kembali. Keinginan yang belakangan ini rasanya semakin sulit untuk ia redam.

"Szayel memperingatkanmu untuk tidak melakukan aktifitas tertentu?"

Bahkan telinga Grimmjow sendiri bisa menangkap seperti apa jenis suara yang ia keluarkan saat itu. Nampak serak, disertai dengan nafas yang terasa mulai berat. Ia menjilati lidahnya yang mendadak terasa kering saat Ichigo kembali membuka kedua matanya dan menatap ke arahnya, "... Semenjak dua bulan yang lalu, ia sudah mengizinkanku untuk melakukan... apa pun yang kumau..." Ketika mengeluarkan kalimat terakhirnya, kedua iris coklat Ichigo semakin menggelap, bahkan hampir hitam.

Meraih gelas dari tangan Ichigo dan meletakkannya di meja kecil di samping ranjang, Grimmjow mendekatkan wajahnya kepada wajah kekasihnya. Bau alkohol langsung menyerang penciumannya, tapi dibalik bau itu, ia bisa menangkap aroma tubuh Ichigo yang begitu khas. "Begitukah?" Ia julurkan lidahnya dan memberikan jilatan ringan di permukaan bibir Ichigo, sebelum kemudian kekasihnya itu mendadak bersikap agresif dengan menyerang mulutnya terlebih dulu. Nafas Grimmjow tersentak, membuatnya secara refleks membuka mulutnya dan kesempatan itu langsung Ichigo gunakan untuk memasukkan lidahnya. Ketika lidah mereka beradu, erangan sama-sama keluar dari pangkal tenggorokan keduanya.

Ichigo melingkarkan kedua lengannya di leher Grimmjow dan menekankan kepala kekasihnya itu agar ciuman mereka bisa semakin dalam. Sementara Grimmjow bukan hanya mengigiti ringan lidah Ichigo, ia pun mendorong tubuh pria bersurai oranye itu hingga kembali terbaring rata di permukaan ranjang. Nafas keduanya sudah sangat memburu keluar dari lubang hidung dan bertubrukan satu sama lain, semakin menambah gairah yang sudah berkembang di pangkal perut.

Membiarkan jemarinya meremas dan menggenggam surai oranye Ichigo, Grimmjow mengubah posisinya hingga mengangkang tepat di atas tubuh Ichigo. Tangannya yang tidak menggenggam rambut kekasihnya, ia gerakkan ke bawah. Belaian ringan bagaikan bulu ia berikan pada sisi tubuh Ichigo, membuat pria di bawahnya itu gemetar dan mendesah di sela-sela ciuman mereka.

Ketika akhirnya oksigen menjadi kebutuhan paling utama kembali, Grimmjow menjauhkan bibirnya dari bibir Ichigo, menyisakan hanya seutas tipis saliva yang menghubungkan keduanya dari lidah mereka yang sama-sama masih terjulur. Melihat wajah Ichigo yang sudah merona merah dengan saliva menetes di tepian bibirnya, Grimmjow menjilat kembali permukaan bibirnya. "Kau tahu... Aku sampai menonton GayPorn demi saat seperti ini..." Ia menyeringai ketika mendengar suara tawa Ichigo yang membahana.

"Benarkah?" tanya Ichigo disela-sela tawanya.

"Karena aku tidak ingin mengecewakanmu, Ichi." Grimmjow menegakkan tubuhnya, berdiri dengan menggunakan lutut. Ia dibuat tertawa kecil karena Ichigo merintih akibat panas tubuh yang menghilang dari tubuhnya. "Lebarkan kakimu, Ichi. Akan kutunjukkan apa yang kupelajari." Ichigo menjawabnya dengan anggukan, dan tanpa ragu melebarkan kakinya untuknya. Menahan kedua kakinya itu dengan tangannya. Grimmjow menggeram ketika pada akhirnya ia bisa melihat kerutan permukaan kulit berwarna pink yang berada di bawah benda pribadi Ichigo. Dengan segera ia melepaskan kemejanya tanpa melepaskan pandangan dari Ichigo. Ia kemudian berlanjut melepaskan celana serta boxers yang dikenakannya, mempertontonkan dengan jelas miliknya yang sudah berdiri tegak dan meneteskan precum—hanya karena Ichigo memperlihatkan sisi submisif, ia sudah kesulitan mengontrol dirinya sendiri.

Sudah terlalu lama ia menahan diri hanya karena ia tidak tahu bagaimana caranya melakukan seks dengan sesama pria. Yeah, memang, terima kasih sekali kepada GayPorn. Ia akhirnya tahu bahwa ternyata caranya sama saja degan ketika melakukannya pada seorang wanita.

Tahu begitu, sudah semenjak dulu ia melakukannya, ne?

Walau pun tidak menyangka kalau dirinya yang lurus bisa berubah haluan, Grimmjow tidak pernah merasa rendah untuk mengakuinya. Fuck society, ia hanya ingin hidup bahagia. Dan jika kebahagiaannya itu hanya bisa ia dapatkan melalui seorang pria bernama Kurosaki Ichigo, biarkan saja hal itu terjadi.

Seringai di wajah Grimmjow menjadi semakin lebar ketika mendengar erangan keluar dari mulut Ichigo karena kekasihnya itu melihat kejantanannya yang sudah berada dalam kondisi siap. "Kau menginginkannya, Ichi? You want my cock buried deep inside your ass?" Grimmjow kembali tertawa kecil melihat kedua mata Ichigo membelalak. Kelihatannya kekasihnya itu tidak menyangka kalau ia bisa berkata cabul secara terang-terangan seperti itu. Bukan hal yang aneh kan? Karena setiap orang akan selalu menunjukkan sisi yang berbeda ketika sudah melakukan adegan ranjang. Lagipula, selama ini dirinya sering kali mengeluarkan kata-kata kasar, walau memang tidak pernah terdengar cabul sih.

"Oh, God, Grimm...! Hentikan teasingmu itu!"

Grimmjow tertawa, "Jangan khawatir, Ichi. Akan kuberikan apa yang kau mau nanti." Ia menyeringaikan kembali seringai khasnya mendengar Ichigo merintih karena ia mengatakan 'nanti'. Walau pun ingin langsung ke menu utamanya, tapi Grimmjow tidak ingin menyakiti Ichigo, makanya ia akan mempersiapkan dulu sampai pria yang lebih kecil itu benar-benar siap.

Menggenggam kejantanan Ichigo, bisa Grimmjow rasakan kalau gumpalan daging itu mengedik. Ia menggosokkan tangannya hingga precum menetes semakin banyak dari puncaknya, sebelum kemudian ia menunduk dan langsung memasukkan kejantanan Ichigo itu ke dalam mulutnya, membuat Ichigo menjerit dan menghentakkan pinggangnya. "Gr-Grimm... jow... Ahh—hah! Grimm...!" Ichigo mendesah, menggelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, merasakan kedua tangannya yang menahan kakinya melemah, tapi tetap ia usahakan kedua kakinya itu melebar, memberikan akses yang lebih mudah untuk Grimmjow.

Mengeluarkan kejantanan Ichigo dari mulutnya setelah memberikan hisapan terakhir, Grimmjow meraih laci dari meja kecil di sebelah ranjangnya dan mengeluarkan sebotol lube dari dalamnya. Dengan satu tangan masih menggosok-gosok kejantanan Ichigo, ia membuka tutup botol itu dengan menggunakan giginya, dan dibuat menahan tawa ketika akhirnya aroma lube bisa tercium hingga membuat Ichigo mengernyitkan dahi.

"What the hell? Strawberry? Kau bercanda."

Grimmjow menyeringai, "Kenapa? Aku sangat menyukai strawberry."

Protes yang hendak dikeluarkan Ichigo berikutnya, terhenti karena Grimmjow tidak membuang banyak waktu untuk langsung memasukkan jarinya yang sudah terlumuri lube dan secara tidak sengaja mengenai titik prostat Ichigo yang membuat kekasihnya itu mengerang. "Kelihatannya, kau memang diciptahan Tuhan untukku, Ichi." Grimmjow sendiri mendesah merasakan jarinya yang berada di dalam seolah terhisap, erangan demi erangan yang Ichigo keluarkan setiap kali jarinya menyentuh prostatnya, semakin membuat bagian pribadinya terasa sakit. Ia tidak tahan untuk segera memasukkan miliknya sendiri, tapi ia harus sabar atau hanya akan menyakiti Ichigo.

"Grimmjow! AAH! More! Masukkan jarimu yang lain...!"

Grimmjow langsung menurut dan memasukkan jarinya yang lain. Melebarkannya di dalam hingga ia bisa melihat pintu masuk Ichigo semakin melebar dan lentur. Menggerakkan kedua jarinya itu keluar-masuk, dan mendesis ketika menyadari bahwa Ichigo pun mulai menggerakkan pangkal tubuhnya itu kepada jarinya. "Fuck!" Ia keluarkan kedua jarinya, membuat Ichigo mendesah, dan memposisikan kejantanannya di pintu masuk Ichigo yang sudah siap. "Maaf, Ichi. Kurasa aku... tidak bisa bertahan lagi..." Dengan cepat ia buat kedua kaki Ichigo bersandaran dengan pundaknya, dan merendahkan tubuhnya untuk memberikan ciuman kepada kekasihnya yang menatapnya dengan mata berair.

Bisa ia rasakan kejantanannya mengedik senang ketika menyadari bahwa Ichigo memiliki tubuh yang sangat lentur.

Menekan perlahan kejantanannya masuk ke dalam Ichigo, bisa Grimmjow rasanya keketatan yang membuatnya kembali mendesis. Ia mengerang di sela-sela ciumannya, dan Ichigo pun sama. Kedua tangan Ichigo yang kembali melingkar di leher Grimmjow, menguatkan dekapannya ketika Grimmjow memberikan hantaman kuat hingga kejantanannya terkubur dalam di rectum Ichigo.

"AAAAAAAAAAAHHHH!"

Ciuman mereka terlepas.

Grimmjow menggerakkan bibirnya ke bawah, memberikan hisapan dan gigitan di leher Ichigo. Menunggu dengan sabar agar kekasihnya itu bisa segera rileks dan nafasnya tidak terlalu berat. Bagaimana pun juga, untuk Ichigo ini sudah cukup lama semenjak terakhir kali ia berhubungan badan dengan seseorang. Hingga membuatnya seolah ini adalah kali pertamanya ia melakukan hal ini.

"Ber-bergerak... Grimm... Aku siap..." lenguh Ichigo.

Grimmjow menggeram, menarik kejantanannya, dan menghantamkannya kembali ke dalam, mengenai prostat Ichigo dengan telak. Berkali-kali ia bergerak keluar-masuk, semakin lama temponya semakin cepat, dan hantaman yang ia berikan semakin kuat, membuat erangan yang keluar dari mulut Ichigo pun semakin kencang, memintanya untuk memberikan lebih dan lagi dan lagi. Mendengar kekasihnya itu begitu vokal, Grimmjow semakin tidak bisa menahan rasa excited yang menjalar di setiap sudut tubuhnya. Tidak pernah ia bayangkan sebelumnya, bahwa dirinya akan begitu bergairah ketika berhubungan dengan seorang pria.

Peluh membasahi tubuh keduanya, suasana kamar yang semakin memanas, tetapi tidak ada satu pun yang peduli. Bahkan rasanya tidak ada satu pun dari mereka yang mendengar derikan ranjang akibat impact yang mereka buat.

Tanpa mengeluarkan kejantanannya, Grimmjow membalikkan tubuh Ichigo. Posisi mereka sekarang, bisa membuat Grimmjow lebih dalam melakukan penetrasi. Ichigo mengerang kuat, tubuhnya bergetar hebat saat Grimmjow menggigit pundaknya, dan memberikan jilatan di bekas gigitan tersebut. "Grimm... Aku... Aku..." Menangkap permintaan yang tersembunyi dari kata-kata Ichigo, Grimmjow menggenggam kejantanan kekasihnya itu dan mulai memompanya kembali, seirama dengan gerakkan pangkalnya. Tidak butuh waktu lama bagi Ichigo untuk meneriakkan namanya dan mengeluarkan hasratnya, membuat rectumnya menjadi semakin ketat lagi, bahkan hingga Grimmjow terpaksa berhenti atau ia yakin miliknya itu akan tercopot begitu saja.

Dengan geraman, Grimmjow melanjutkan pergerakkannya terhadap tubuh Ichigo yang sudah lemas.

"Come, Grimm... Come inside me. Fill me with your junk..."

Kata-kata vulgar Ichigo itu akhirnya membuat Grimmjow sampai pada batasnya. Ia berikan hantaman terdalam terakhir, dan menyemprotkan cairan hasratnya di dalam, memenuhi keinginan kekasihnya itu.

Mengeluarkan miliknya dari dalam tubuh Ichigo, bersamaan, mereka menjatuhkan tubuh masing-masih hingga rata dengan permukaan ranjang. Grimmjow berada di sebelah Ichigo dalam posisi terlentang. Nafasnya terengah-engah, dan ia tertawa kecil, "Wow..." Best orgasm ever. Seolah bisa mendengar apa yang ia pikirkan saat itu, Ichigo mendengus dan mendekatkan tubuhnya. Grimmjow melingkarkan kedua lengannya pada tubuh pria yang lebih kecil darinya itu dan memberikan ciuman di puncak kepalanya, hanya untuk kemudian bersin karena beberapa helai rambut Ichigo masuk ke dalam hidungnya.

Hal itu membuat Ichigo tertawa terbahak-bahak.

"Hush, Ichi. Tidurlah. Besok kau harus bertemu Szayel kan?"

"Oke oke..." Masih tertawa kecil, Ichigo memejamkan kedua matanya karena ia memang merasa sangat mengantuk. Apalagi setelah kegiatannya barusan.

Mengambil selimut yang tersimpan di tepian ranjang dengan kakinya, Grimmjow melebarkan selimut itu hingga menutupi tubuhnya dan Ichigo, lalu meringkuk, menyusul Ichigo memejamkan mata.

"Oyasumi, Grimm."

"Oyasumi, Ichi."

XOXOXO

Merasakan cahaya yang menerangi kedua matanya yang tertutup, Ichigo mengerang, menggerakkan tangannya untuk menggosok kedua matanya itu, dan perlahan membukanya. Dahinya langsung berkerut ketika menyadari bahwa di sebelahnya kosong, tidak ada Grimmjow, hanya ada secarik kertas yang disimpan di atas bantal.

Mengubah posisinya menjadi duduk, Ichigo membaca tulisan yang tertera di sana.

Ichi,

Aku baru sadar kalau persediaan bahan makanan sudah menipis, jadi aku ke supermarket dulu. Paling-paling cuma makan waktu sejam atau 2 jam. Karena itu, jangan tinggalkan aku dan sarapan sendirian. Oh ya, ganti seprai kasurnya jangan lupa. Walau aku tidak masalah menelan spermamu, aku tidak yakin bisa tidur di atasnya dengan nyaman.

Grimmjow.

Tidak bisa menahan wajahnya untuk tidak merona matang karena kalimat akhir Grimmjow. Ichigo mendengus dan melemparkan kertas yang sudah ia remas ke dalam tempat sampah kecil yang ada di kamar. Ia menuruni kasur dan mengernyit ketika merasakan cairan yang menuruni pahanya. Walau pun ia ingat kalau memang dirinya yang meminta, tetapi merasakan cairan berada di dalam rectumnya akan tetap menjadi hal yang asing baginya.

Menghela nafas, Ichigo kemudian melucuti seprai dari ranjang, dan wajahnya kembali merona merah melihat sisa cairan yang berada di sana. Tapi, ia juga tidak bisa menahan senyum lebarnya karena akhirnya ia melakukannya juga dengan Grimmjow.

Setelah memasukkan seprai ke dalam mesin cuci, Ichigo kemudian masuk ke kamar mandi dan membersihkan setiap inci tubuhnya, juga rambutnya. Merasa puas, ia pun keluar dan kembali ke kamar. Memilih menggunakan celana basket dan wife-beater hitam, Ichigo kemudian berlanjut membereskan ranjang, memasang seprai yang baru. Setelahnya, ia keluar kamar dan berjalan menuju dapur, bermaksud membuat kopi susu tapi langkahnya terhenti ketika ia melewati ruang televisi dan melihat beragam brosur dan artikel berserakan di atas meja yang ada di sana.

Mengangkat kedua alisnya, Ichigo berjalan masuk dan meraih salah satu brosur yang bertuliskan A CRUISE TOUR TOWARDS AMAZING ISLAND AT THE SOUTHERN EARTH.

"Hunh... Apakah ini ada hubungannya dengan kejutan sepuluh langkah yang ditunda itu?" gumamnya pelan.

Ketika ia menagih janji Grimmjow mengenai kejutan saat ia sudah bisa berjalan 10 langkah dulu, kekasihnya itu hanya menyeringai, mengatakan kalau dirinya berubah pikiran dan baru akan mengatakannya ketika dirinya sudah sembuh total. Kalau memang artikel dan brosur-brosur di atas meja di hadapannya ini ada hubungannya dengan kejutannya itu, seharusnya kekasihnya itu lebih hati-hati lagi. Sebab, kejutannya akan gugur kalau ia menemukan dengan cara begini kan?

Menghargai keinginan Grimmjow untuk memberikan kejutan kepada dirinya, Ichigo meletakkan kembali brosur di tangannya. Namun, saat ia akan beranjak, keduanya menangkap sebuah kata yang membuat jantungnya langsung berdebar keras. Ragu-ragu dan dengan tangan yang gemetar, Ichigo menyingkirkan beberapa lembaran brosur yang menutupi sebuah artikel yang menarik perhatiannya.

Nafasnya tercekat ketika akhirnya bisa melihat judul beragam artikel tersebut secara menyeluruh.

Same-sex marriage is legally recognized nationwide in Argentina.

Belgium became the second country in the world to legally recognize same-sex marriages on June 1, 2003.

Legal recognition of same-sex marriage in Canada followed a series of constitutional challenges based on the equality provisions of the Canadian Charter of Rights and Freedoms.

Norway became the first Scandinavian country and the sixth country in the world to legalize same-sex marriage.

Kedua matanya yang membelalak. Tidak mempercayai apa yang kini tengah dilihatnya. Pikirannya saat itu hanya terfokus pada beragam kalimat yang dicetak tebal di atas artikel-artikel yang ada, sampai-sampai ia tidak menyadari Grimmjow sudah pulang dan memanggil namanya. Mau pun ketika Grimmjow berdiri di ambang pintu ruang televisi.

"Orang tuaku ingin kita menyelenggarakannya di Jerman saja, tapi aku ingin kita bisa sekalian berbulan madu, makanya aku ingin di Argentina. Bagaimana denganmu?"

Akhirnya ketika kembali mendengar suara kekasihnya, perhatian Ichigo teralihkan. Dalam diam, ia menatap Grimmjow yang kini tengah bersandar di ambang pintu dengan santai. Kedua tangannya tersembunyi di saku jeans yang dikenakannya. Wajah Grimmjow saat itu nampak tenang, namun pada kilatan matanya, Ichigo bisa melihat kasih sayang dan rasa cinta yang ditujukan kepadanya.

Ia menelan ludah.

Selama ini Ichigo berhubungan dengan Grimmjow tanpa pernah memikirkan ke arah sini. Arah yang menurutnya terlalu jauh, "... Kau tidak mengatakan kalimat itu lebih dulu?" bisiknya.

Ia ingin mendengarnya.

Seulas senyum mengembang di wajah Grimmjow. Pria itu mendorong tubuhnya dari ambang pintu dan berdiri tepat di depan Ichigo, membelai pipi pria yang dicintainya itu dengan lembut, "Kau harus mau menikah denganku, Ichi."

Ichigo mendengus pelan, dan tertawa kecil. Lamaran barusan terdengar begitu Grimmjow sekali. Ia menutup kedua matanya ketika menyandarkan kepalanya di pundak lebar milik Grimmjow. Ia menggenggam lengan kekar kekasihnya dan menelengkan wajahnya hingga bibirnya bersentuhan dengan leher sang kekasih, "Aku ingin bertemu seluruh keluargamu tanpa terkecuali, karena itu kita adakan di Jerman saja ya? Setelah itu kita ke Argentina."

Mengecup kening Ichigo, Grimmjow berbisik, "Setuju kalau kau mau mengenakan gaun pengantin." Ia tertawa terbahak-bahak ketika Ichigo memukul dadanya, sama sekali tidak mengindahkan rasa sakitnya dan hanya menikmati ekspresi cemberut plus wajah yang merona merah milik Ichigo. "Aku serius."

"Terserah." jawab Ichigo ketus sambil memutarkan bola matanya.

Ia kemudian mendekap tubuh Grimmjow dan menghirup aroma tubuh yang sampai kapan pun ia yakin akan terus membuatnya ketagihan. Karena bagi Ichigo, selamanya hanyalah Grimmjow.

.

END

.

Terima kasih sebesar-besarnya kepada semua orang yang selama ini selalu mendukung cerita ini! ^^ Jangan lupa berikan kesan terakhir kalian melalui tombol review di bawah ya~ ;)