Haii semuaaa! :DD

inilah sequel 'Diary' yang kujanjikan... Akhirnya bisa jadi juga...

oke, kuusahain untuk tidak membawa-bawa cerita dari 'Diary', jadi para pembaca yang tidak baca 'Diary' bisa nyambung kalau yang baca fiction ini :)

makasih buat semua pembaca yang bersedia menunggu buat sequel nya! hahaha

oke, daripada banyak bacot, langsung mulai...

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Rate: T+

warning! Alur cepat! OOC! Typo! Dont like dont read!

enjoy it, guys!


CHAPTER 1

.

.

.

.

.

"A-aku tidak mengerti!"

Naruto Namikaze dan Sasuke Uchiha hanya bisa melongo ketika melihat sahabat mereka menyerukan kalimat tersebut.

"T-tidak mengerti? Sakura-chan?" Naruto mencoba menyeringai, seakan-akan Sakura Haruno hanya bercanda. "Kau tidak mengerti?"

Gadis lima tahun tersebut hanya bisa mengangguk dengan pasrah. Mata emerald-nya menatap buku berwarna kuning yang ada di tangannya dengan penuh kekecewaan. "Aku tidak mengerti… Banyak kanji yang sama sekali tidak kukenal!"

Naruto melongo semakin lebar. "Kau tidak mengerti?" Bocah pirang tersebut berseru semakin kencang, lupa akan fakta bahwa dia sedang berada di pojok perpustakaan. "Sakura-chan! Ada apa dengan dahi lebarmu itu? Jangan-jangan sudah kempis ya! Apa kau baik-baik saj…"

Sebelum Naruto sempat menyelesaikan ucapannya, tinjuan Sakura sudah melayang dan menghantam kepala bocah pirang tersebut.

"Sasuke-kun, kau mau coba baca?" Sakura menyerahkan diari dengan sampul berwarna kuning tersebut ke arah Sasuke. Bocah berambut raven tersebut hanya bisa terpaku ketika melihat rentetan kalimat dengan kanji yang belum pernah dilihatnya. Sambil menggeleng, dia langsung menyingkirkan diari tersebut dari tangannya.

"Mungkin ini karma karena kita sudah diam-diam membaca diari Bi Kushina yang satu lagi…" Sakura menghela napas. "Padahal diari yang satu lagi mudah dibaca karena ditulis dengan kanji-kanji mudah. Tapi sepertinya cara penulisan Bi Kushina sudah berubah banyak…" Gadis berambut merah muda tersebut menatap diari yang ada di tangannya dengan rasa kepingin. Dia sangat ingin membaca kisah cinta antara Kushina dan Minato ketika mereka berdua sudah menikah. Bagi Sakura, kisah cinta kedua orang tua Naruto jauh lebih manis daripada cerita dongeng putri dan pangeran yang selama ini dia baca.

"Yah… apa sebaiknya aku kembalikan buku diari itu pada Ibu, dattebayo?" Naruto merinding ketika membayangkan neraka yang akan datang menghantamnya.

Ketiga bocah lima tahun tersebut langsung terdiam. Mereka bertiga sudah menjadikan pojok perpustakaan ini sebagai tempat rahasia mereka dalam menguak masa lalu Kushina. Namun, hanya Sakura yang bisa diandalkan untuk membaca kanji-kanji yang ditulis. Dan sekarang, Sakura sama sekali tidak bisa membaca kanji-kanji tersebut.

"A-aku akan belajar kanji-kanji dulu!" Sakura cepat-cepat berseru, hendak mengembalikan semangat kedua sahabatnya yang sudah redup.

"Kita tidak ada waktu untuk itu. Kita sebentar lagi akan masuk akademi ninja, bukan?" Sasuke mendengus. Memasuki akademi dan menjadi murid terhebat adalah impiannya. Dia sangat ingin menjadi seperti kakaknya yang menjadi murid cemerlang di akademi.

"Tentu saja, dattebayo! Aku tidak sabar untuk masuk akademi!" Naruto menyeringai.

"Benar juga…" Sakura menatap diari yang ada di tangannya dengan sedih. Dia tidak ada waktu untuk belajar kanji. Dia harus mempersiapkan diri untuk pelajaran di akademi. "Hahh… sepertinya kita harus melupakan diari Bi Kushina…"

"Diari siapa?"

Tiga bocah tersebut langsung tersentak ketika mendengar suara lelaki dari belakang mereka. Mereka sama sekali tidak menyadari kehadiran siapa pun. Mereka bahkan tidak mendengar bunyi langkah kaki. Dengan kaku, mereka memutar kepala. Mata mereka bertiga terbelalak ketika melihat sosok lelaki dengan masker di belakang mereka.

"Kakashi-ossan!" Naruto berseru nyaring. Kakashi Hatake menggaruk kepalanya ketika mendengar panggilan itu.

"Hei, jangan panggil aku 'ossan'. Aku belum setua itu." Kakashi menepuk kepala Naruto.

"Kenapa kau ada di sini?" Sasuke bertanya sambil mendelik ke arah Kakashi. Bocah Uchiha tersebut tidak menyukai Kakashi. Sebagai anggota ANBU, Kakashi bisa bekerja sama dan menghabiskan waktu dengan Itachi. Sasuke selalu iri dengan fakta tersebut. Kakak kesayangannya setiap kali sibuk dan tidak ada waktu untuk bermain dengannya.

"Mmm? Kenapa? Karena aku bosan." Tanpa ragu, Kakashi duduk di antara tiga bocah tersebut. Hanya Naruto yang terlihat girang akan kedatangan Kakashi. Memang, sejak bocah itu masih bayi, Kakashi-lah yang selalu bermain dengannya. (Tepatnya, Kakashi dipaksa Kushina untuk menjadi babysitter Naruto).

"Bukankah ANBU banyak pekerjaan?" Sasuke kembali mendesak. Dia menyipitkan mata ketika melihat Naruto yang mulai memanjat punggung Kakashi dengan riang. Dia mengambil Itachi-niisan dan Naruto juga… Sasuke menggigit bibir dengan kesal.

"Hei, hei, jangan begitu," Kakashi dengan santai menepuk kepala Sasuke. "Hokage kita sedang murah hati. Jadi dia memberiku waktu libur. Lagipula…" Kakashi mendelik ke arah Sasuke, membuat bocah itu tersentak. "Jangan sebut kata tabu itu, oke?" Mata Kakashi tertutup, bukti bahwa dia sedang tersenyum dari balik maskernya. Sasuke meneguk ludah. Dia lupa bahwa tidak ada seorang pun yang boleh tahu bahwa Kakashi adalah anggota ANBU. "Jadi… kalian tiga bocah bandel sedang membaca diari siapa?" Kakashi membuka halaman pertama buku berwarna kuning tersebut.

"Hah?" Sakura tersentak. Sejak kapan diari tersebut berada di tangan Kakashi?

"Kakashi-ossan! Kau bisa baca kanji sulit kan? Bacakan untuk kami!" Naruto mulai menarik rambut perak Kakashi.

"Mmm," Lelaki itu bergumam sesaat. "Menarik…" Matanya menjelajahi isi diari tersebut. Meski tersembunyi oleh masker, Naruto dan yang lain tahu bahwa Kakashi menyeringai. "Ufufufu…" Kakashi terkekeh sambil membaca halaman berikutnya. "Menarik, menarik…"

Ketiga bocah itu tahu persis apa yang ada di pikiran Kakashi. Kakashi hanya akan meringis dan ber'ufufufu' kalau membaca 'Icha-Icha Paradise' karya Jiraiya. Dan sekarang dia ber'ufufufu' karena diari Kushina? "Mmm, Minato-sensei lihai juga!" Kakashi kembali meringis. Mendengar ucapan Kakashi, ketiga bocah itu semakin penasaran. Apa pun yang terjadi, mereka harus tahu apa isi diari tersebut!

"Bacakan!" Sakura dan Naruto berteriak secara bersamaan.

"Hei, diari ini tidak cocok dibaca oleh bocah-bocah seperti kalian..." Mata Kakashi masih terpaku di buku tersebut. Lagi-lagi, seringai muncul di wajahnya, membuat ketiga bocah tersebut mengamuk.

"Apa yang terjadi di buku itu?" Sakura mulai menggoncangkan bahu Kakashi.

"Apa di sana tertulis jurus rahasia?" Sasuke ikut berseru.

"Bacakan, dattebayo!" jerit Naruto. "Kalau tidak, kepalamu akan botak, dattebayo!" Naruto mulai mencengkeram rambut Kakashi. "Sasuke, kunai!" Tanpa disuruh dua kali, Sasuke mengeluarkan kunai yang selama ini disimpannya.

"Hei, hei!" Kakashi hanya bisa tersentak. Dia tidak menyangka rasa penasaran anak kecil bisa segini besar. "Baiklah, baiklah… Aku hanya akan membacakan bagian yang aman untuk dibacakan." Kakashi menghela napas ketika mendengar jeritan girang Sakura dan Naruto. "Musim gugur, tanggal 21…"

Dengan dada berdebar-debar, tiga bocah tersebut menunggu kalimat berikutnya, namun tidak ada suara yang keluar dari mulut Kakashi. Mereka terus menunggu dan menunggu, namun Kakashi masih terpaku. Matanya yang bergeming menatap buku diari tersebut.

"Hei, ada yang aneh…" Sasuke mengerutkan kening. Dia meraih kunainya, dan langsung menghujam Kakashi. Sakura dan Naruto menjerit kaget, namun jeritan mereka menghilang ketika mereka mendengar bunyi 'poof'. Tiba-tiba, sosok Kakashi berubah menjadi sebatang pohon.

"Ka…" Mulut Sasuke terbuka lebar. Dia menatap batang pohon tersebut dengan mata terbelalak. "Kawarimi no jutsu…"

"Dia kabur!" Naruto mengamuk. "Cepat sekali! Aku tidak melihat kapan dia menukar dirinya!"

"Naruto, Sasuke-kun! Buku diarinya juga menghilang!" Sakura menjerit panik.

"Apa! Cari dia sekarang, dattebayo!"

Ketiga bocah kalang kabut itu sama sekali tidak sadar bahwa Kakashi yang asli sedang berada di atap perpustakaan dengan diari Kushina di tangannya.

"Yah… aku memang mau membacakan bagian yang aman, tapi tidak ada bagian aman sama sekali…" Kakashi kembali meringis. "Ufufufu, sebaiknya aku baca sendiri di sini. Oke… sampai mana ya tadi… Ah, aku sudah sampai di halaman berikutnya…" Kakashi membuka halaman yang baru. "Musim gugur, tanggal 22…"

.

.

.

.

.

Peluh membanjiri tubuhku. Napasku terengah-engah. Dengan gerakan yang kaku, aku mencoba untuk bangkit dari tempat tidur, namun seluruh kekuatanku menghilang tanpa kukehendaki. Menyerah, aku merentangkan tubuhku di tempat tidur. Aku menatap pakaianku yang sudah tidak berbentuk lagi. Pantas saja aku mendengar bunyi robekan kain… Ternyata bajuku sendiri yang sudah terkoyak-koyak.

"Kau baik-baik saja?"

Aku tersentak ketika merasakan sentuhan di punggungku yang terbuka. Jari-jarinya mulai menelusuri garis di punggungku, membuat tubuhku bergidik. "M-Minato…" aku mendesah.

"Mmm?" Kali ini jari-jarinya mengusap leherku. Entah mengapa, tidak sekali pun dia berhenti menyentuhku. Tindakannya ini seakan-akan kalau dia mengagumi kulitku saja. "Maaf…" bisiknya, tiba-tiba. "Kau kesakitan? Aku tidak berniat membuatmu sampai seperti ini…" Minato Namikaze menunduk, menyembunyikan wajahnya. Aku terdiam ketika melihatnya yang seperti itu. Kutarik napas dalam-dalam dan mencoba menenangkan napasku masih tidak karuan. Mengabaikan rasa sakit di tubuhku, aku bangkit dari tempat tidur dan meringkuk ke dadanya yang bidang. Minato menatapku dengan mata terbelalak, namun tidak kupedulikan.

"Tidak apa…" aku mendesah. "Malam ini memang beda dari malam biasa…"

"Kushina…" Minato bergumam. "Jangan… aku tidak bisa…"

Kuulurkan tanganku ke arah wajahnya. "Cium aku, Minato." Jari-jariku menyusup di rambut pirangnya dan dengan paksa, kubawa bibirnya ke bibirku lagi. Minato hendak menolak, namun ketika bibir kami bertemu, semua kata-kata yang hendak dilontarkannya menghilang. Tanpa dia sadari, bibirnya mulai melumat bibirku, membuatku mengerang.

"Kushina…" Minato mendesah.

Aneh.

Padahal tadi aku merasa bahwa tenagaku sudah lenyap entah ke mana, namun sekarang tenaga tersebut seakan-akan muncul lagi karena dipacu oleh desahan Minato. Aku memiringkan kepalaku, memperdalam ciuman.

Aku memang tidak biasa mengambil inisiatif untuk melakukan hal ini. Dan Minato sendiri tidak biasanya ganas seperti ini. Aku tahu bahwa malam ini adalah malam yang berbeda baginya. Aku tahu bahwa pikirannya sekarang berada di tempat lain. Akan kulakukan apa pun untuk membuatnya melupakan kepedihan yang muncul di dalam dirinya. Samar-samar, aku merasakan air mata yang mengalir dari kedua bola matanya. "Maafkan aku…" bisik Minato di sela-sela ciumannya. Suaranya yang serak membuat hatiku terasa sangat pilu. "Maafkan aku… Obito…" Minato melepaskan ciumannya. Kedua bahunya berguncang dengan hebat. Ketika sadar bahwa mataku melekat pada dirinya, dia cepat-cepat memalingkan wajahnya.

"Minato…" Aku tidak bisa berkata apa-apa. Dadaku terasa sangat sesak. Saat ini, Minato sangatlah rapuh. Ini adalah malam di mana Obito, muridnya, terbunuh. Meski sudah setahun sejak kematian bocah itu, Minato masih saja menyalahkan dirinya. Dia merasa bahwa kematian Obito adalah karena salahnya. Dia merasa karena dirinya-lah Kakashi dan Rin harus menderita.

"Semua ini salahku… Salahku…" Minato mengigit bibirnya. Aku bisa melihat seberkas cairan merah kental yang mengalir melalui bibirnya. "Kalau saja aku datang lebih cepat… k-kalau saja aku tidak memberikan misi itu pada mereka…"

"Minato, tidak apa-apa. Lihat aku." Aku meraih wajahnya. Kedua bola mata berwarna biru itu berkilauan karena air mata. Dia hendak memalingkan wajahnya lagi, namun aku cepat-cepat memeluknya. "Tidak apa-apa. Aku tahu kau tidak bisa memperlihatkan wajahmu yang seperti ini kepada orang lain…" aku berbisik. Di depan orang lain, Minato memasang wajah yang tenang dan berwibawa. Dia menyembunyikan kesedihan yang mendalam itu. Aku masih ingat jelas. Pada malam di mana Obito terbunuh, wajah Minato tetap tenang. Hanya di depanku saja dia membiarkan air matanya mengalir. Minato menyayangi murid-muridnya seperti anak sendiri. "Hanya ada aku di sini…" aku berbisik pelan. "Kau bisa menumpahkan segalanya padaku. Tidak apa-apa…" Tanpa kusadari, air mata mulai membasahi wajahku. Tidak ada yang lebih menyakitkan daripada melihatnya yang seperti ini.

"Dan Rin… Dia…"

"Shh… Minato, kematian Rin bukan salahmu…" Aku mengusap air mata Minato. "Itu hanyalah kecelakaan…" Kematian Rin baru-baru ini memicu kepedihan di hati Minato. Sejak Minato menjadi hokage, dia tidak bisa meluangkan banyak waktu untuk kedua muridnya, Kakashi dan Rin. Gadis medis itu meninggal ketika sedang berada di dalam misi bersama beberapa rekan medisnya. "Kau tidak bersalah. Kalau saja tebing itu tidak runtuh, Rin akan selamat… Kematiannya hanya karena kecelakaan, Minato… Kau tahu itu…" Aku kembali membawa bibirnya ke bibirku, menghapus berkas darah yang menempel di bibirnya. "Obito dan Rin mencintaimu… Mereka tidak akan suka kalau melihatmu seperti ini…"

Di detik kemudian, lengan kekar Minato sudah mengelilingi tubuhku. Dia memelukku dengan sangat erat, seakan-akan jarak tubuh kami berdua masih kurang dekat. "Jangan tinggalkan aku, Kushina…" Minato berbisik lirih. Suaranya masih serak dan memilukan. "Jangan tinggalkan aku… aku mencintaimu…"

"Aku tidak akan meninggalkanmu…" Aku berbisik tepat di telinganya. "… dan kau tahu kalau aku mencintaimu lebih dari apa pun…"

Mendengar jawabanku, Minato memelukku semakin erat, seakan-akan aku akan pergi menjauh darinya. Kupejamkan mataku erat-erat. Aku hanya bisa berharap dengan memelukku, kesedihan Minato akan menghilang.


TBC

oke, bagi pembaca yang bingung... Ini adalah diari yang ditulis Kushina sebelum dia melahirkan Naruto. Intinya, dia baru nikah sama Minato. Terus di chapter ini, Minato lagi merana karena inget murid2nya yang tewas dan Kushina menghiburnya.

Awalnya sempat bingung mau kasih rate apa untuk chapter ini... Jadi rate T+ deh... Harusnya chapter depan udah bisa rate T lagi. Yang pasti fiction ini tidak akan jadi rate M... (maaf kalau mengecewakan)

sepertinya chapter pertama ini super pendek ya? hahaha

di chapter berikutnya pasti kupanjangin... :p

sori kalau critanya kurang memuaskan... bagi pembaca yang bingung silahkan tanya, sebisa mungkin kujawab :)

Mind to review? :D

PS: Special thnks buat Kim D. Meiko yang kasih usul buat nama "Another Diary" :DDD