Celah pepohonan memungkinkan segaris sinar mentari menyeruak masuk, memberi penerangan pada sebuah hutan beserta para makhluk yang menghuninya.
Tiga pemuda menjadi objek yang berada di sana, menepis kantuk yang meraba syaraf mereka, merayu agar mereka terbuai dan lelap dalam bunga tidur.
Panggilan mendadak dari Sang Godaime, Tsunade, memaksa mereka untuk terjaga tengah malam tadi.
Demi sebuah misi yang akan menjadi lahan profit desa, dan merupakan satu-satunya sumber mata pencaharian bagi mereka yang berprofesi sebagai shinobi.
Naruto menguap pelan, sembari berjalan terhuyung-huyung di belakang. Sementara posisi terdepan dipegang oleh Shino. Hinata berada di tengah, posisi yang secara naluri diartikan sebagai "posisi yang terlindungi—posisi aman".
Lain hal dengan dua wajah rekan misinya yang lebih lunak, wajah Hinata menegang. Sungguh, ia merasa sangat terbebani dengan misi ini.
Dengan dua alasan yang berputar di otaknya sedari malam.
Alasan pertama, Hinata mengerling ke belakang.
Na-naruto-kun ...
Ya, ia harus satu tim dengan pemuda yang menjadi tambatan hatinya. Bersama selama beberapa hari yang berarti Hinata akan terus menangkap sosok pemuda itu secara nyata selama itu pula.
Alasan kedua, ingatan Hinata melayang pada malam hari dimana ia dibangunkan oleh seorang bounke dari lelapnya …
NARUTO © Masashi Kishimoto
(I don't take credit for the original content)
.
Uchiha Sasuke & Hyuuga Hinata
.
ʕʔ
Mission of The Romantic YinYang
ʕʔ
BRAKKK!
Pukulan telak di tengah meja dengan media tenaga raksasa sang hokage merupakan sebuah kafein terbaik yang melenyapkan segala efek kantuk yang ada. Setidaknya, klausa itulah yang ada dalam pikiran tiga remaja yang masih terbaluti alam mimpi mereka.
Kerutan di dahi muncul di paras cantik wanita yang sesungguhnya telah melewati masa muda itu, "Dengarkan aku! Hyuuga Hinata, Aburame Shino, Uzumaki Naruto! Mulai saat ini kalian akan menjalankan misi sebagai satu tim dengan ketua Aburame Shino!"
Sang Uzumaki yang memang selalu ingin diprioritaskan mengeluh, "Kenapa harus satu tim dengan dia? Kenapa bukan aku yang jadi ketua, Baachan?"
BRAKKK!
Kembali, meja yang tak ada sangkut-pautnya itu harus rela menjadi korban pukulan Sang Godaime.
"Ini bukan misi main-main, Naruto! Ini misi tingkat 'A'!" Ia menghela nafas, menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa. Sebuah kertas melambai di tangannya, "itu peta tempat yang harus kalian datangi. Letaknya ada di dalam hutan pinus di perbatasan Konoha dan Oto. Tepatnya, di sebuah kuil usang bernama Mihari."
"L-lalu," Hinata mengajukan pertanyaan dengan terbata, "a-apa misi kita, Hokage-sama?"
Jentikkan jari terdengar, tak lama pintu ruangan hokage terbuka dengan menghadirkan seorang wanita bersurai hitam kelam. Shizune, namanya. Dengan patuh dia berjalan ke depan tiga shinobi Konoha tersebut dengan sebuah benda yang ada di dalam kotak yang ia bawa.
Shizune lantas membukanya, memerlihatkan segulung kertas di dalam sana.
"Itu adalah gulungan kertas rahasia yang tersegel. Jangan mencoba membukanya atau kalian akan ...," Tsunade menarik garis di depan lehernya. Sebuah gestur yang telah lebih dari cukup untuk menjelaskan semengerikan apa dampak dari pemakaian gulungan kertas bersegel tersebut.
"Jelas?"
Tiga remaja mengangguk.
"Baik," Tsunade tersenyum, "kuserahkan misi ini pada kalian bertiga, bocah!"
… Misi tingkat "A" ini.
Merupakan beban tersendiri bagi seseorang yang enggan untuk bertarung berada di tingkatan misi "A". Ia jauh lebih menghargai misi ecek-ecek yang hanya mengharuskan ia untuk mencari, atau membantu ketimbang mengeluarkan jurus atau kunai yang bersifat menyakiti orang lain.
Tak enak hati. Itulah ia. Perangai Sang Lembut Hyuuga.
"Ya," Shino mengedarkan pandangannya pada suatu area yang luput dari semak belukar, "di sini kita akan beristirahat sejenak."
Tiga remaja duduk di alas rerumputan, setelahnya. Membuka bentou mereka masing-masing, terkecuali Naruto.
"K-kenapa tidak makan, N-naruto-kun?" Siapa yang bertanya? Tentulah kalian tahu.
Sederet gigi putih terpampang jelas, diiringi tawa renyah yang meluncur dari sang pahlawan Konoha yang berkali-kali telah melakukan aksi tak terduga demi menyelamatkan desa itu.
"Aku tidak bawa bekal, Hinata-chan."
Hinata mengepalkan tangannya yang tengah menggenggam sumpit, dengan malu-malu ia menyodorkan bekal makannya yang masih tampak utuh, "S-silahkan, Naruto-kun."
"T-tidak perlu, Hinata-chan! Kau bisa kelaparan sepanjang perjalanan jika memberikan bekal itu kepadaku!"
Gelengan pelan adalah tanda bahwa Hinata tidak keberatan—sama sekali—jikalau ia harus kelaparan karenanya. Baginya, cukup melihat Naruto makan saja sudah membuat ia merasa kenyang.
"T-tidak apa, makanlah ... "
Tiga manusia larut dalam diam. Shino yang memang lebih peka terhadap perasaan tersembunyi Hinata memilih menulikan telinga dan terfokus pada bekalnya sendiri.
Naruto? Ia masih ragu untuk menerima bekal yang Hinata sodorkan padanya dengan wajah merah menahan malu. Merasa tidak enak hati, Sang Uzumaki meraih bekal itu dan berseru, "Kita bagi dua saja bekalnya, dengan begitu Hinata-chan juga bisa ikut makan!"
Detik selanjutnya, Naruto meraih sumpit yang jemari Hinata apit, berniat menyuapkan lauk-pauk yang ada untuk Hinata. Atau istilah singkatnya, menyuapi.
Mendapati itu, tentu Sang Hyuuga terkejut dibuatnya, dan tak perlu menebak apa yang terjadi kemudian. Karena, Sang Hyuuga selalu dibuat pingsan dengan sukses pada akhirnya.
Shino dan Naruto panik seketika, mereka berusaha menyadarkan Hinata dari pingsannya.
Sementara itu, tak jauh dari titik berkumpulnya tim Shino, sesosok tubuh bertengger di dahan besar di atas sebuah pohon.
Mata oniksnya yang tajam berkilat ditempa sang surya.
Cih! Dasar bodoh ...
"SAMPAAAI~" Naruto meregangkan kedua tangannya dengan ceria tepat saat mereka telah sampai di depan sebuah kuil tua yang terlihat tak terurus dalam waktu yang lama.
Hinata tersenyum lega. Selama perjalanan tadi mereka tak menemui halangan yang berarti sehingga ia bisa lekas sampai di tujuan. Tinggal meletakkan gulungan di dekat pilar di tengah kuil, maka usai sudah misi mereka.
PRAKKK!
Bunyi dari sebuah dahan yang terinjak membuat tiga pasang mata menoleh ke belakang. Menyadari kedatangan dari tamu tak diundang yang lalu membuat mereka memasang kuda-kuda waspada.
"Sudah lama tak bertemu, ya, para ninja Konoha."
Safir, lavender, dan rose membulat. Di hadapan mereka kini ada seorang pemuda yang teramat familiar, yang kini mengisi daftar buronan dalam buku shinobi negara.
Uchiha Sasuke.
Tak sendirian, ia datang menyapa mantan rekan Konoha-nya dengan dua orang lain yang diketahui bernama Suigetsu dan Juugo.
Juugo seketika menghadang di depan Shino, sementara Suigetsu di depan Naruto.
"Jadi," bariton Sasuke berucap dingin, "dimana gulungan kertas bersegel itu?"
Naruto membelalak, Sasuke mengincar gulungan itu!
Ya, gulungan yang ada pada dirinya!
Tak perlu jawaban, ekspresi yang tersirat dari wajah tan Naruto telah menjawab pertanyaan Sasuke.
Menyadari itu, Suigetsu melayangkan sebuah pukulan yang tak dapat Naruto elak. Yang membuat ia menubruk dinding kuil.
"Hinata!" Naruto berteriak kepada Hinata yang gemetar ketakutan di sela pekik kesakitannya, "ambil ini dan lari! Jangan sampai gulungan ini direbut mereka!"
HUP!
Hinata menangkap gulungan yang Naruto lempar dengan tanda tanya besar di benaknya. Secara refleks, ia berlari menjauh dari lima pemuda, mencari tempat aman untuk bersembunyi dari kejaran musuh.
Sasuke memandang siluet Hinata yang menjauh pergi dengan seringai. Dua kaki menderap, membuat Naruto mengalihkan pandangannya dari Suigetsu.
Sasuke mengincar Hinata! Ini gawat!
BRUAGH!
Sebuah tendangan melesat menuju pipi Naruto, memulas warna ungu di sana.
"Jangan melihat ke lain arah saat kau sedang bertarung denganku," ancam Suigetsu sembari tersenyum mengerikan.
Naruto menegakkan tubuh, seraya ia menumpu dua pasang jemari dari sepasang tangannya. Bersigap untuk mengeluarkan jurus andalan miliknya.
Shino yang juga tengah berjibaku di medan laga tak urung merasa cemas pada rekan satu timnya. Sesekali rubi merah yang bagaikan mawar itu bergulir ke arah pepohonan rimbun di belakangnya. Dimana Hinata barusan pergi dari sana.
Hinata, berjuanglah! Ia berharap dalam hati sebelum kembali memusatkan pikiran untuk seorang manusia bersurai oranye di depannya.
Hosh, hosh, hosh!
Gadis berkristal lavender berlari tak tentu arah, mencari tempat persembunyian yang tak terjangkau oleh Sang Uchiha.
Byakugan!
Hinata mengaktifkan doujutsu-nya agar bisa memindai letak Sang Uchiha berada. Sialnya, letak pemuda berelemen api itu tak jauh darinya!
Hinata mendekap erat gulungan jurus itu seraya terduduk lemas di balik pohon besar.
Jantungnya bergenderang dengan pesat, sebuah rambu untuk kegugupannya. Ia takut, sangat. Ia ingat bagaimana Uchiha bungsu itu telah membuat pemuda yang ia cintai dililit perban di sana-sini. Ia ingat bagaimana pemuda itu membuat temannya—Sakura—menangis sejadinya. Ia ingat bagaimana pemuda itu menghancurkan kedamaian di beberapa desa, menebarkan harmoni kerusakan di manapun ia berada.
Pemuda itu adalah seorang kriminal.
Kriminal yang kini tengah mencari jejaknya untuk diketemukan.
Hinata sontak memejamkan mata. Ia takut, sungguh. Ia kuat, namun lemah mental. Segenap pelatihan yang ia terima nyatanya belum bisa mengubah mental Hinata yang terlalu lembut untuk seukuran shinobi.
Dua kelopak Hinata membuka kembali, namun sontak membelalak saat mendapati bayangan yang menutupi tubuhnya. Ia menengadah, menangkap sosok Uchiha yang berdiri angkuh di hadapannya, dengan sebuah gulungan yang telah berada dalam genggamannya.
Jadi, sedari tadi aku hanya mendekap angin? Pemuda ini terlampau hebat ...
Hyuuga sulung menggigit bibir bawahnya, bukan saatnya ia bersikap manja! Naruto telah memercayakan gulungan itu padanya! Tentu saja ia tak boleh mengecewakan kepercayaan itu!
Jemari putih Hinata menarik sebuah kunai, dan melemparnya. Yang dapat dihindari dengan mudah oleh Sasuke, tentu saja. Kemudian, Hinata menggunakan saat itu untuk melompat ke belakang, menjaga jarak antara dirinya dan Sang Uchiha.
"Kau ingin bertarung denganku?" Uchiha yang kini telah mengaktifkan sharingan-nya berkata dengan nada remeh.
"Ya, Uchiha-san! Aku akan melawanmu!"
SYUT!
Dua ular muncul dari lengan Sasuke yang tertutupi jaket putih selehernya. Ular bertaring tajam itu hendak menerkam Hinata.
BATS!
Hinata memotong ular-ular yang menyerangnya, dan secepat kilat berlari menuju Sasuke.
"HAKKE!" Telapak tangan gadis indigo mendarat di dada Sasuke, membuat sosok pemuda jangkung tersebut terpelanting ke belakang namun masih bisa menahan serangan Hyuuga yang tak bisa dipandang sebelah mata.
Aku akan berjuang, Naruto-kun!
Dua bom bergulir dan meledak. Kepulan asap yang hadir membantu Hinata untuk menyamarkan pandangan Sang Uchiha.
Asap yang ia manfaatkan untuk berada dalam jarak sang relatif dekat dengan Sasuke.
"Shugohakke," Hinata menarik tangannya ke belakang, dan secepat kilat melayangkannya ke arah perut pemuda raven, "Rokujuuyon Shoo!"
BRUAAAKKK!
Massa tubuh Sasuke menyapa pohon yang lalu hancur seketika terkena serangan mematikan milik Hinata.
Belum usai, Hinata mengakhiri serangannya dengan jurus baru yang belum ia sempurnakan seutuhnya.
"Rabendā no Dansu!" Sepuluh jemari Hinata bergerak lincah menotok titik-titik mematikan di sekujur tubuh Sasuke. Kecepatan yang berpadu dengan keindahan serta kekuatan membuat jurus itu sukses mengenai Sang Uchiha.
Sasuke terbatuk dengan darah segar di mulutnya. Ia sama-sekali tak berkesempatan untuk menghindar apalagi menyerang balik. Gerakan tangan Hinata terlampau konstan dan bertubi. Ratusan serangan dilancarkan dalam hitungan sekon! Bisakah kau bayangkan itu? Luarbiasa.
Tubuh Uchiha junior jatuh menyapa tanah dalam posisi menelungkup.
A-aku berhasil!
Hinata mendekat dengan terengah. Jurus barusan memerlukan chakra yang cukup banyak sehingga ia cukup kelelahan, kini.
"Hh, k-kuambil gulungannya, U-uchiha-san," ia berbisik sembari menggapai gulungan tersebut. Hingga—
"CHIDORI!"
—Serangan mutlak Sasuke menghantam tubuhnya. Hinata lengah, sangat. Sasuke tak dapat semudah itu dilumpuhkan, tak seharusnya ia bertindak ceroboh dengan menghampiri pemuda itu tanpa pikir panjang. Yang alhasil, membuat Hinata terkapar. Tak ada darah, hanya tubuh Hinata yang tak dapat bergerak karena kesemutan.
"J-jangan," Hinata mengingatkan tatkala melihat Sasuke mencoba membuka gulungan kertas itu, "jangan b-buka gulungan i-itu."
TAP!
Kaki Sasuke menapak di atas kepala Hinata. Ia mendesis dingin, detik selanjutnya, "Diam."
Jemari Uchiha dengan telaten membuka simpul yang mengikat gulungan tersebut. Ia menyeringai saat dari dalam gulungan keluar seberkas cahaya.
PYAAAR!
Pandangan Sasuke dan Hinata memutih saking kuatnya silau dari cahaya tersebut. Perlahan, cahaya tersebut membias, meredupkan kembali pandangan mereka hingga normal seutuhnya.
Sasuke menyernyit saat tak mendapati apapun yang berubah pasca ia membuka gulungan kertas segel tersebut.
Hinata yang masih terkapar tiba-tiba menyadari suatu keanehan yang terjadi dalam tubuhnya. Dimana ia mencoba mengalirkan chakra ke tubuhnya namun tidak bisa.
A-aku tak bisa menggunakan jurusku!
PLUK!
Lavender menatap bingung saat gulungan kertas yang telah terbuka itu dilempar ke hadapan wajahnya.
"Bacakan!" Perintah arogan lantang terdengar, membuat Hinata meneguk ludah sebelum memosisikan dirinya untuk duduk bersimpuh dengan sisa-sisa kesemutan yang masih terasa.
Jemari telunjuk Hinata menelusuri untaian tinta yang mengisi gulungan kertas tersebut, membentuk segaris sumbu imajiner tatkala ia menyerap informasi yang tersibak di sana.
"Gulungan ini adalah gulungan berharga yang berisikan segel kankei, yaitu segel yang akan memunculkan dua buah tanda pada anggota tubuh dua manusia yang berada di dekat segel saat segel terbuka."
Sasuke dan Hinata mengangkat kedua tangan mereka bersamaan. Dimana di daerah punggung tangan mereka, timbul sebuah corak yang mereka kenali.
YinYang.
Punggung tangan Hinata berlukiskan tato Yin, sementara punggung tangan Sasuke tato Yang.
"Tato YinYang yang timbul setelahnya merupakan simbol perjanjian. Dimana pada zaman dahulu kala, segel perjanjian ini dipakai oleh para bangsawan dan bawahannya agar tidak berkhianat. Sedikit mirip dengan segel yang ada pada Hyuuga Bounke. Perbedaan signifikannya ... "
Ucapan Hinata tergantung begitu saja. Ia menelan saliva-nya, lagi. Kata-kata yang hendak ia bacakan berikutnya seakan menjadi bumerang yang dapat memancing kemurkaan Sasuke.
"Kenapa diam? Cepat lanjutkan!" Pemilik chidori kembali memerintah dengan tak sabar. Uchiha benci segala hal yang merepotkan mereka. Salah satunya—bersabar.
"B-baik," ragu, Hinata membacakan baris selanjutnya dari isi gulungan, "dua manusia pemilik tato ... akan saling berkesinambungan. Pemilik tato Yin akan menjadi jantung dari tato Yang. Dimana bila pemilik tato Yin mati. Maka, pemilik tato Yang juga akan mati. Hingga saat ini, upaya yang dapat melenyapkan segel belum juga diketemukan ... "
Dua manusia terdiam. Meresapi informasi demi informasi yang kini merayapi sirkuit otak mereka. Menggelarkan ruakkan emosi yang entah harus dilimpahkan kepada siapa.
Sasuke menyipitkan kedua bola matanya. Menatap tajam Sang Hyuuga yang masih tak menyadari bahwa sepasang oniks tengah terarah kepadanya.
BRETTT!
"Ukh!" Tarikan di surai-surai Hinata menyontakkannya seketika. Ia memekik saat merasa sebuah cengkeraman hebat menyakiti kulit kepalanya.
Uchiha mencondongkan tubuhnya, menabur hawa mengerikan yang membuat tubuh Hinata terasa lemas tiada daya.
"Ikut aku tanpa banyak bicara, Hyuuga! Aku tahu seseorang yang dapat kita tanyai perihal masalah ini!"
Hinata menyerah. Ia terlalu lelah untuk melakukan perlawanan. Mustahil baginya untuk berteriak meminta pertolongan di saat ini, bahkan. Salah-salah ia bisa dibunuh pemuda tak berbelas kasih di sisinya. Karenanya, ia turut serta saja ketika jemari Sasuke yang mengikat surainya menarik ia untuk pergi dari tempat itu.
Tato YinYang yang kini timbul itulah awal dari segalanya. Sebuah oligoton dari hidup mereka, dimana mereka akan menempuh hidup penuh liku dengan cabang persimpangan di depan sana—yang telah menanti mereka berdua.
Naruto-kun, Shino-kun, tolong aku! Hinata berseru dalam hati sembari menembus gelapnya hutan. Bersama dengan pemuda itu. Bersama Uchiha Sasuke.
(To Be Continued)
Note*
Abaikan jurus Hinata yang bernama Rabendā no Dansu (The Dance of Lavender). Itu murni fiksi dari imajinasi saya
Kankei :: Janji
Kemudian, terima kasih saya ucapkan untuk idenya, Zo-san.
Thanks for reading!
(Grey Chocolate)