Klek

Dua pasang mata itu bertatapan intens, bertautan tanpa saling melepaskan. Kegelapan pun tampaknya tak bisa mengusik rantai-rantai tak kasat mata yang terbentuk di antara keduanya.

Dua pucuk pistol, saling menodong satu sama lain—para empunya bergerak dalam sirkular yang nyaris teratur.

Satu per sejuta detik, siapa saja yang berhasil menarik pelatuknya terlebih dulu akan bertahan hidup.

—sedangkan lawannya akan meregang nyawa.

.

.

O V E R

A fic by mysticahime™

© 2011

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

Hidup itu aneh. Berputar-putar pada suatu sumbu yang digerakkan oleh tangan transparan, terlilit oleh benang-benang tipis berwarna merah yang disebut takdir. Terdiri dari alur kompleks yang naik dan turun—tetapi tak pernah identik pada setiap pemiliknya.

Memiliki cerita sendiri; cerita yang unik dan hanya ada satu di dunia ini—bila segala komponennya digabungkan.

Hidup bagaikan jigsaw yang perlu ditata dalam pigura khusus.

—dan hanya kau yang dapat menyusun keping-keping itu.

.

.

.

CIA dan FBI kerap kali terlibat dalam konfrontasi—mengutamakan nama besar lembaga masing-masing; saling menjatuhkan, bila perlu. CIA bekerja atas nama CIA, dan FBI atas FBI.

Memang terkadang ada beberapa hal dimana CIA membutuhkan FBI—begitu pula sebaliknya—tetapi, menjadi musuh dalam selimut bukanlah hal yang asing bagi mereka. Dan bila keduanya sedang berseteru, apa saja akan mereka lakukan untuk mencapai target mereka.

Bagaikan sumpah yang mengalir deras dalam pembuluh darah mereka.

CIA dan FBI tidak boleh gagal.

Sekalipun harus mengorbankan segalanya.

.

.

.

Tap

Ujung sepatu pantofelnya menimbulkan bunyi kecil ketika beradu dengan permukaan granit—atau batu apa pun yang dipasang menjadi pondasinya berdiri saat ini; gelap. Sepasang matanya tetap memandang awas ke arah lawannya.

Pistol otomatis masih tergenggam di tangannya, siap meledak kapan pun ia menarik sang pelatuk.

Bola mata itu—bola mata yang sama sekali tak pernah terpikirkan olehnya akan ia hadapi suatu saat nanti.

Karena bola mata itu... selalu menatapnya, sarat akan cinta.

"What will you do?"—suaranya serak, tetapi ia harus menanyakannya. "Kau bisa menembakku kapan saja."

"—and so do you," ada seringai di sana—di wajah lawannya. Tidak angkuh seperti biasanya. Seringai ini terkesan... ingin menolak kenyataan?

Yeah, kenyataan bahwa mereka berdua kini berhadapan sebagai CIA dan FBI, dalam sebuah pergumulan serius antara kedua lembaga itu.

"You don't want to shoot." Ia coba untuk sedikit menggertak, berharap salah satu agen company lainnya datang dan memberikan bantuan. Please, ia tak ingin menarik pelatuk senjata apinya. Please...

—mustahil.

Rekannya telah tewas tadi—ia sendiri yang menyebabkan pria itu tewas dengan lari meninggalkannya di reaktor nuklir; kini ia berhadapan, man on man dengan orang yang paling tidak ingin ia hadapi.

"Just give me the chip, would you?" Seandainya semudah itu. Tidak, tidak. Dirinya telah diindoktrinasi oleh sumpah CIA, bertahun-tahun silam. Memberikan microchip itu akan membuatnya gagal dalam misi CIA, mati adalah risikonya.

—berarti, menembaknya?

"No," bibirnya bergetar, "aku—tidak bisa. Tidak."

Klek

Bunyi kokangan pistol lagi.

Ia menggigit bibir saat menatap kedua mata itu. Onyx itu kaku, ragu. Rapuh.

Terluka.

Demi CIA, kau tidak boleh gagal. Kau harus tahu itu.

.

.

.

"Shoot me."

Bola matanya melebar, terkejut. Sesaat, ia hampir menurunkan laras pistolnya. Sepasang kakinya tanpa disadari beringsut mundur.

"Aku tidak mungkin menembakmu."

Kening itu mengernyit. "Mengapa? Kau harus profesional, Sakura."

—dan pertahanannya runtuh.

.

.

.

"Seandainya boleh memilih, aku tidak ingin menjadi CIA..."

"Seandainya diberi kesempatan untuk memutar waktu, maka aku akan melakukannya..."

.

.

.

"Mengapa, hn?"

.

.

.

"—seharusnya kita berdua tak perlu seperti ini."

Gestur lawan bicaranya berubah, melepaskan genggaman pistolnya hingga senjata itu jatuh bebas searah gravitasi—kini ia mengangkat tangannya pertanda menyerah. Ia mendekat padanya, mendekat pada moncong senjatanya.

"Kau harus profesional, Sakura." Pria itu tersenyum samar, tidak terlalu tampak dalam keremangan. "Bila kau memberikan microchip itu padaku, kau akan gagal—CIA akan menghabisimu."

—satu tegukan ludah.

"Bila aku menembakmu, aku akan kehilanganmu,"—dan kata-kata itu terlontar dari bibirnya.

Kedua kaki pria itu bergerak, meminimalisir jarak di antara mereka.

Trek

Kini pistol itu tak hanya digenggam olehnya. Ada tangan lain yang menyelubungi pistol itu. Ada jari lain yang melekat di pelatuknya.

"Itu lebih baik," katanya, bola mata onyx-nya berkilat teduh, "—daripada aku kehilangan dirimu."

Pelatuk itu bergeser—

"It's over, Sakura."

DOR!

—berdarah.

.

.

.

CIA dan FBI, berseteru di kancah Paman Sam; memiliki modus operandi sendiri-sendiri, menghalalkan segala cara untuk menancapkan anak panah mereka pada sasaran.

Seharusnya, tidak seperti itu.

Seharusnya, tidak ada satu pun di antara mereka yang terbujur kaku dengan lubang di dada kiri.

Seharusnya, tidak ada pelatuk yang harus ditarik.

Should be, everything's not over yet.

.

.

.

"Sasuke-kun..."

-FIN-

Author's Bacot Area

Mmm, yeah. Cliffie ending seperti yang saya inginkan. Sad ending pula *ketawa laknat*

Maaf pendek begini, mendadak dapet inspirasi gaje soal dua orang yang harus saling membunuh, lalala~

Sasuke OOC, banget.

Komentar? Will be lovable :)

Me ke aloha,

mysticahime™

Bandung, 23102011, 06.06 p.m