Title: Pay Me with Money

Fandom: Harry Potter (Indonesia)

Rate: M

Genre: Romance, Humour, Drama

WordCount: 3,677

Pairings: DMHP/Drarry. Slight: BZHP/SeHa (ada singkatan lain? -_-a)

Warning: Slash/BL, OOC for good, penyisipan kata-kata non-formal, crossdress!Harry

Setting: full AU—no magic

Hana's Notes:: Hullo, Hana disini! Yep, inilah lanjutan dari chp kemaren T,T *ngerasa bersalah ditagihin kak Donn, kak Kira, ma kak etc di twitter*. moga gak kecewa karena—btw, ini first attempt buat tema yang baunya bisnisgelapbisnis begini... lanjut—Happy Reading and Enjoy! :)


Summary::

Harry tahu ia butuh Malfoy. Tapi, kenapa tesnya harus memakai pakaian cewek? Dan mana mungkin ia memanggil bosnya—Master Draco? M for theme. AU. Drarry. RnR?

.

:.:

:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.: :o: :.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:

#2

-:: Start Line ::-

::

Harry Potter (c) J.K. Rowling

Pay Me with Money (c) HanariaBlack

:.:.:.:.:.:.:.:.:.:.: :o: :.:.:.:.:.:.:.:.:.:.:

.

:.:

"Dracoooo," wanita berambut cokelat lurus memanggilnya dengan nada manja. "Sayang, kau mau makan bersamaku?"

"Tidak," jawab Draco dingin tanpa melirikkan matanya dari layar Apple. "Makan saja sendiri."

"Kau jahat," wanita itu mendekati Draco, dan Draco menutup Apple-nya sambil menghela nafas. "Kau lihat foto siapa, siiiih? Fotoku, ya?"

Draco merinding jijik. "Pergi jauh-jauh, Pansy. Ini urusan pekerjaanku."

Pansy, yang bernama lengkap Pansy Parkinson, anak dari salah satu milyuner dunia; Albert Parkinson itu mengerucutkan bibirnya yang dipoles lipstick merah tebal. "Tapi memang ada fotonya? Aku pengen lihat, sayaaang~ masa' kamu pelit ke calon tunangan sendiri, sih? Aku bilangin—"

"Terserah, terserah," potong Draco sambil memijat keningnya. Ia meletakkan kacamatanya di atas meja. "Kau duluan pesan tempat. Aku menyusul."

Pansy terkikik senang, lalu mencium pipi Draco sekilas, dan pergi sambil bernyanyi-nyanyi entah apa, karena Draco sudah cukup sakit kepala dengan keberadaannya.

Draco bangkit dari sofa hijaunya, dan mengambil hand-phone yang tergeletak sembarangan di dekat vas bunga. Membuka kuncinya, Draco membaca sekilas pesan singkat dari kontak yang bernama Blake Z. itu.

Kami tunggu di tempat biasa.

Draco memejamkan matanya, dan ia melepaskan hembusan nafas dengan seringai di bibirnya. Kami, kata Blake. Ia dan.. Harrison Black itu.

Harrison Black. Harry Potter. Potter—Blake hanya diperintah untuk mencari orang yang cocok untuk 'tugas'nya nanti, dan tak mungkin Blake memilih orang yang jelek dan tidak menarik.

Draco jadi teringat sesosok pemuda pendek berkacamata, berpenampilan seadanya, kurang populer, dan tanpa cewek satupun di sisinya...

Bicara soal ingatan, ia mengingat Potter adalah orang terjelek semasa sekolah junior waktu dulu. Yah, biarpun ia hanya satu sekolah dengan Potter selama satu setengah tahun karena pindah ke Frankfurt, ia masih ingat saat Draco memukulnya dengan kepalan tinju dan Potter hanya diam tidak membalas; saat Draco menyembunyikan sepatunya dan Potter tidak mengamuk padanya... ia jadi merasa tertipu. Apa Potter, seorang lelaki, bisa setabah itu pada setiap penindasan?

Draco mendengus mendapati dirinya mengingat masa lalu, lalu membuka pintunya untuk keluar. Di kanan-kiri pintu masuknya, empat bodyguard dengan pakaian gelap dan topeng berdiri tegap tanpa gerakan sedikitpun. Draco melempar kunci ruangannya ke belakang dengan santai setelah melewati mereka, dan bunyi gesekan dua kunci dari emas menandakan pintunya telah aman. Setelahnya, Draco mengabaikan banyak pekerjanya yang menyapa basa-basi bahkan tanpa melirik mereka satu detik saja.

Inilah kehidupan seorang pewaris Perusahaan Malfoy yang tidak bisa diremehkan dan terkenal. Lihat saja nanti bagaimana Harrison Black itu juga menghadapi kerasnya dunia bisnis bersama Draco Malfoy.


James mendekati Al yang tampak bengong memperhatikan sesuatu dengan sembunyi-sembunyi. Ketika hendak mengagetkannya, adiknya yang berambut hitam kemerahan itu sudah menoleh dengan tatapan terdatar yang pernah James lihat.

"Ada apa, Jim?" tanya Al, terdengar tidak tertarik dan datar seperti biasa.

"Kau tidak seru," James melipat lengannya, dan ia agak menunduk untuk menangkap mata hijau Al. "Kau lupa bahwa lusa itu hari Ultahnya Harry?"

"Aku tidak lupa," jawab Al sekenanya. "Memangnya ada apa?"

"Kau lupa. Kita seharusnya menjahili Harry habis-habisan!" balas James dengan nada meninggi. "Kau ini seperti manekin, tahu? Lillers saja semangat soal prank kali ini."

"Aku tidak tega," kata Al sambil kembali memandangi kebun mawar di belakang Manor Potter lewat jendelanya yang tinggi berteralis putih. "Lagipula, kakak sepertinya sudah tahu rencana—"

"Jangan diucapkan keras-keras!" bisik James setelah memastikan bekapannya pada Al erat. "Harry bisa dengar!"

Al melepaskan diri agak kasar. Ia paling tidak suka disekap-dibekap-atau-apalah-itu—karena membuat nafasnya sangat sulit. "Kakak belum pulang," balas Al agak sinis sambil mengambil langkah untuk menjauh dari James. James sering melakukan sesuatu yang tidak terduga; hati-hati saja. "Aku tidak akan berpartisipasi men—"

"Aku bilangin Lillers, ya?" ancam James sambil mengikuti Al yang menjauh darinya. Tidak mendapat balasan juga, James menambahi, "Al, Lillers bisa ngamuk loh."

Al terus berjalan mundur. "Silakan saja."

"Kau kakak yang kejam," James berdecak. "Intinya, kau harus ikut rencana aku dan Lillers untuk—"

"Aku bilang tid—"

"Al harus ikut!" potong suara cempreng dengan tiba-tiba. Al berbalik dan disanalah Lily berdiri, dengan seekor burung gagak hitam di bahunya. James mengatakan hal-hal yang menyangkut mistis sementara Al bingung memikirkan darimana Lily bisa mendapatkan gagak hitam itu. "Al, pokoknya kau harus ikut!" paksa Lily.

Al menarik nafas. "Baiklah. Memangnya tugasku ap—"

"Al ikut! Horeeee!"

Wajah Al memerah. Ia tidak percaya bisa terpancing oleh dua saudaranya itu. "A-aku tidak—kalian—"

"Jangan banyak bicara, Al," potong Lily sambil menarik lengan Al dan James dengan tangan kanan-kirinya. "Kita akan membuat perayaan Ultah ke-17 Kakak yang terbaik!"

James bersorak sambil mengangkat tangan Lily di udara, menyebabkan Lily mengangkat tangannya yang memegang tangan Al untuk sama-sama melambai. Al memutar matanya setengah hati.

Kemudian sunyi garing. Bahkan gagak yang berada di atas kepala Lily tidak mengeluarkan suara sama sekali dari awal.

Dehaman.

"Apa tidak ada pilihan kata-kata yang lebih baik? Aku bosan mendengarnya."

"Diam, Al!"

:-:-:

Harry mengerjapkan matanya sementara cahaya menerangi penglihatannya yang buram.

Dimana... ini..?

Harry menggosokkan matanya yang terasa berat untuk membuka, tapi tangannya tak mau bergerak sesuai keinginannya. Harry mengerutkan keningnya, dan ia berusaha lebih keras untuk mengangkat lengannya—tapi gagal. Harry memejamkan matanya, lalu menyuruh otaknya memutar ulang kejadian terakhirnya...

Oh, benar. Pria bernama Blake Zachary, menawarkannya sebuah pekerjaan.. ia mengobrol sedikit.. lalu menerimanya.. dan.. ia merasakan ada yang menyuntiknya di leher...

Mata Harry membulat besar. Mendadak Harry mendudukkan dirinya, dan—

Rasa sakit di kening dan bunyi keras yang bersamaan membuat Harry roboh lagi dengan rintihan.

Siapa sih yang taruh kepala sembarangan?

"Maaf, Black," suara asing membuat Harry meningkatkan kewaspadaannya. Apakah ia disekap? Mana pria bernama Zachary itu? "Apa kau ingin mengetahui dimana kau sekarang?"

Harry mengerjap-ngerjapkan matanya, tapi pandangannya masih buram. Benar... mata kacamatanya? "Apa aku boleh meminta kacamataku? Aku tidak bisa melihat apapun sekarang."

"Tidak bisa," suara asing yang sama menjawab. "Kau bisa melawan."

"Aku tidak terlalu bodoh untuk melawanmu, perampok. Aku bisa memberimu—"

"Aku tidak merampok," suara itu terdengar lagi. "Mengingat kau tidak akan bertanya kapanpun dimana kau berada selama aku tidak memberimu kacamata, aku akan bicara," jeda, dan Harry masih berusaha lepas dari tali yang mengikat pergelangan tangan dan kakinya. "Kau berada di tempat yang kau ingin tuju untuk berkerja sesuai perkataanku."

Harry membeku dari usahanya untuk lepas dari tali-tali yang mengikatnya. "Aku di kantor Perusahaan Malfoy?" tebak Harry, dan biarpun matanya hanya membantunya membedakan warna saking buramnya, Harry menebak dimana orang itu berada. "Kau Zachary?"

"Kau cukup cerdas. Aku yakin bos akan menyukaimu," kata Zachary, dan Harry mendengar langkah kaki mendekat, membuat pertahanannya meningkat. "Harrison Black?"

"Jangan menganggapku seperti binatang. Apa maksudmu dengan 'bos'mu itu akan menyukaiku?"

"Mudah saja. Mr Malfoy menyukai orang yang berpikiran luas, logis, dan yang paling penting," langkah Zachary semakin dekat. "Tidak memiliki wajah yang buruk."

"Malfoy mana yang kau bicarakan?"

"Draco Malfoy."

"Pantas saja," Harry memutar matanya. Banyak teman cewek Hogwarts-nya yang selalu menggosipkan Draco Malfoy inilah, Draco Malfoy itulah... kadang-kadang Harry ingin melepas kupingnya sendiri. Apalagi kalau sudah ada Pansy dan Millicent itu. "Malfoy itu playboy 'kan?"

"Tidak sopan, Mr Black," Harry melihat sesosok tinggi mendekat—dan Harry sudah bisa melihat itu siapa. "Penglihatan yang buruk, apa aku salah?"

"Keturunan," Harry melihat sosok pria berkulit gelap dengan mata yang gelap.. dan rambut cokelat. Cukup tampan, biarpun serba gelap begitu. "Kenapa aku main disuntik tadi?"

"Tidak ada yang tahu dimana letak sebenarnya Perusahaan Malfoy sampai sekarang. Dan aku tidak akan membiarkan kau tahu sedikitpun."

Harry berdecak. "Siapa juga yang mau tahu." katanya sinis, masih berusaha lepas dari ikatan di pergelangan tangannya.

"Lidah yang tajam, Black. Perjalananmu masih panjang," kata Zachary, sudah tidak berjalan mendekatinya lagi. "Kau harus mempelajari etika kebangsawanan."

"Untuk apa?" Harry menggesekkan tangannya, dan ia merasa tali yang mengikatnya sudah tidak terlalu erat, membuatnya menggesek tangan pada dinding di belakangnya lebih cepat. Harry tidak tahu tali macam apa yang digunakan untuk mengikatnya, tapi tali itu pasti tidak mahal. "Seandainya aku ditawari pekerjaan disini, aku tidak tahu akan menerima atau menolak—melihat bagaimana aku dibawa ke kantornya."

"Itu hanya untuk menjaga kerahasiaan, Black," Zachary berdeham. "Dan—"

"Apa aku boleh keluar? Atau meminta kacamataku sekarang?" tanya Harry, dan tali di pergelangan tangannya sudah lepas. Ia masih tetap berpura-pura menyimpan tangan di belakang punggung. "Aku sungguh tidak bisa melihat—"

"—Mr Draco Malfoy akan menemuimu dalam beberapa menit lagi," lanjut Zachary, seolah tidak mendengar permintaan Harry. "Mungkin saatnya kita—"

Kata 'Malfoy akan menemuimu' membuat Harry dengan cepat melepas tali yang mengikat kakinya, dan kini sudah melompat keluar.

"Aku menolak berkerja disini, Blake Zachary!"

Dan Harry berlari ke arah pintu yang menurut firasatnya dapat mengeluarkan dirinya dari bangunan Perusahaan Malfoy itu.

:-:-:

Blake menatap kepergian pemuda bermata hijau itu dengan terhibur.

Dari lima-puluh orang yang sudah pernah dibawanya kemari, baru 'Harrison Black' ini yang berani melawan.

Tapi, perlawanan Harry tidak ada gunanya, sungguh. Mau kemanapun Harry pergi, pasti ada yang mengejar. Dimanapun Harry sembunyi, pasti ada yang melacak.

Seluruh isi Perusahaan tahu maksud keberadaan Harry disini:

Untuk menjadi tunangan Draco Malfoy.

Blake menduduki salah satu kursi kosong yang berada di lantai kosong—lantai teratas, lantai ke-35—Perusahaan Malfoy, dan berpikir apa reaksi Miss Parkinson kalau seandainya tahu bahwa Draco Malfoy tidak ingin menjadi tunangannya.

:-:-:

Harry berlari. Nafasnya sangat cepat dipacu detakan paru-parunya. Ia berbelok di tikungan tanpa mengurangi kecepatan, dan lama kelamaan Harry bingung sendiri.

Ia sedang berada di koridor apa, sih? Kok ia belum melihat satupun pintu atau pintu masuk lift?

Memutuskan untuk tetap berlari, supaya Zachary itu tidak bisa mengejarnya, Harry menelusuri koridor berlantai kelabu itu dengan sepandainya. Koridor yang sedang diinjaknya ini belum memakai cabang, dan selama ini, betul-betul tidak ada jendela maupun—

Oh, itu ada jendela!

Harry mempercepat larinya, dan ketika ia sudah menghadap jendela itu, jantungnya serasa ingin melompat keluar dari tempatnya.

Tinggi. Tinggi, tinggi, sekali. Naik, na—bukan lagu Naik ke Puncak Gunung!

Harry merasa pusing. Bagaimana ia kabur kalau tempat ia berada saja sudah setinggi ini? Belum lagi mencari pintu atau lift atau tangga.. Harry sangat kesulitan menghadapi koridor satu ini!

Seharusnya ia diam saja saat Zachary menyanderanya. Bisa saja Harry jadi tahu jalan pintas...

"Um, maaf?"

Harry melompat kaget dan ia berbalik, menemukan seorang cleaning service agak gemuk yang ber-name tag Gregory Goyle, dan memegang sapu.

Untung saja bukan Zachary...

"Sedang apa kau disini?" tanya Goyle. "Ini bukan tempat untuk umum."

"Maaf," kata Harry, menggaruk kepalanya untuk berakting sebagai orang asing yang tersesat. Toh, dia memang benar-benar tersesat. "Aku tersesat di lantai ini.. apa kau bisa mengantarkanku—?"

"Ke pintu lift? Disini tidak ada lift, hanya tangga," kata Goyle. "Tapi aku bisa membuatmu turun ke tangga ini lewat jalan memotong."

Harry menghela nafas lega. "Tolong antar aku kesana."

Goyle berbalik dan mengisyaratkan agar mengikutinya, membuat punggungnya menghadap Harry yang masih merasa senang.

Karenanya, Harry tidak melihat seringai yang terkembang di wajah Gregory Goyle, dan tujuan Goyle membawa Harry ke 'jalan memotong' itu.

Ia akan membawa Harrison Black ini segera ke depan pintu milik Mr Draco Malfoy.

:-:-:

"Kita sudah sampai," kata Goyle dengan nada suaranya yang lambat. "Sekarang, kita berada di lantai dua Perusahaan Malfoy. Kau bisa membuka pintu ini, dan turuni tangga untuk sampai di pintu masuk utama Perusahaan Malfoy."

"Benarkah?" suara Harry penuh dengan rasa bahagia dan tanpa kecurigaan sedikitpun. "Terima kasih banyak, Goyle! Maaf tidak bisa membalasmu apa-apa."

"Tidak perlu," Goyle menunduk, lalu memberikan senyuman tipis. "Kalau boleh, saya harus kembali bertugas bersih-bersih dengan rekan saya yang lain."

Harry tersenyum lebar padanya. "Baiklah. Aku harap kita bertemu lagi, Goyle!"

Dan Goyle menghilang di balik tikungan yang baru mereka lewati.

Harry menghela nafas lagi. Rasanya menenangkan bisa keluar dari koridor memusingkan tadi.. dan ia bisa bebas dari Zachary yang menyamar itu.

Selama perjalanan menuju pintu ini, hati Harry sudah terasa tidak enak. Entah, tapi ia merasa sesuatu yang buruk sedang menunggunya.. dan Harry tidak tahu apa yang menunggunya itu. Ah, mungkin hanya perasaan berlebihan karena berada di tempat asing yang belum dikenali.

Harry meraih kenopnya, tapi ia tidak sempat memutarnya, karena sebuah bayangan membuatnya menahan nafas. Tapi yang lebih mendebarkan, adalah suara dingin orang yang memiliki bayangan itu.

"Apa yang kau lakukan di lantai pribadiku, orang asing?"

:-:-:

"Maaf mengagetkanmu, Black," kata Malfoy, mengaitkan kesepuluh jemarinya untuk menopang dagunya di atas meja dari kaca di ruangannya. "Aku tidak menyangka kedatanganmu secepat ini dan tanpa Zachary di sampingmu."

Harry merasa tidak enak dipandangi kedua mata kelabu itu. Awalnya, Malfoy tampak sangat tidak menyukai keberadaannya.. tapi sekarang, pemuda yang lebih tua itu menerimanya dengan cukup ramah. Tapi wajahnya datar, kalau tidak bisa disebut dingin.

"Yah," Harry memandangi ujung sepatunya. "A-aku kabur..."

"Kenapa?" mata kelabu itu seperti memerangkapnya.

"Aku 'kan diikat," kata Harry jujur. "Mana mau ada manusia yang diam kalau d-ditali gitu."

"Tali?" alis pucat Malfoy naik sebelah. "Kau bisa lepas dari tali?"

"Ya iy—"

"Maksudku, bagaimana caranya kau bisa lepas dari tali itu, Black?" Malfoy menatapnya dengan.. sedikit rasa tertarik.

"Mudah saja. Tinggal digesek-gesek ke dinding, dan kutarik dengan jari." Harry menjawab dengan mata yang berkedip mirip burung hantu.

Malfoy mendengus. "Tidak banyak yang mengetahui trik seperti itu," katanya, lalu berdiri dari kursi hitam bersandaran tinggi tegak, dan berhenti untuk memandangi Harry yang duduk sambil mendongak; memberi tatapan polos dari mata paling hijau untuk Malfoy muda itu. "Kau mengetahuinya darimana?"

Harry mengangkat bahu, masih menatap Malfoy dengan pandangan tidak berdosa. "Aku mempelajarinya sendiri."

"Bagaimana caranya?"

Alis Harry terangkat keduanya. "Apakah aku harus memberitahumu semua hal?"

Ujung bibir Malfoy terangkat dalam sebuah seringai yang mempesona. Tapi Harry tidak menemukan seringai itu mempesona. "Tentu, mengingat kau akan menjadi bawahanku."

"Kapan aku diterima disini?" Harry terlihat semakin tersesat dalam pikirannya yang terbelit-belit kebingungan. "Aku merasa tidak pernah melamar—"

"Kau pernah, Harrison Black," potong Malfoy sambil membalas tatapan bingung itu dengan tatapannya yang bisa melelehkan seorang wanita. "Ucapanmu pada Blake Zachary adalah syarat untuk masuk ke pusat Perusahaan Malfoy di dunia ini."

"Itu termasuk?" tanya Harry, dan Malfoy tidak membalas apa-apa. "Oh."

"Kau cukup bodoh di balik tampang cerdasmu itu." komentar Malfoy.

Pipi Harry menghangat, dan ia melempar tatapan tidak peduli pada pria pirang bersetelan hitam di depannya. "Kau tidak terlalu profesional, rupanya."

Seringai Malfoy kembali merekah. "Kita lihat siapa yang akan mengatakan hal itu akhirnya, Black," ucapnya dengan nada licin. "Akan tetapi, untuk tes pertamamu, aku ingin kau mengikuti Blake pergi ke ruang ganti."

Harry langsung merasa sangat—sangat tidak enak saat Zachary menuntunnya melewati jalan berkarpet hijau ke 'ruang ganti' itu.

:-:-:

Draco Malfoy duduk kembali, lalu memutar kursi hitam kebanggaannya itu sambil memegang kuping cangkir emas berisi earl grey-nya.

Harry—ralat—Harrison Black. Pemuda yang menarik.

Matanya yang hijau terang itu terlalu besar, dan Draco merasa ingin menyentuh rambut kelam berantakan anak itu. Tubuhnya yang pendek mungil membuat Draco berpikir dua kali; bahwa Harrison Black adalah pemuda.

Pemuda yang sekolah di Hogwarts, asrama Gryffindor, dan kakak tertua dari tiga orang adiknya.

Heh. Tiga adik. Bagaimana caranya Black menghidupi keluarga kecilnya itu? Ia memang dengar bahwa Potter Manor adalah bangunan tersembunyi paling bersejarah dalam silsilah kebangsawanan—setelah keluarga Black. Tetapi, kalau penghuninya tidak bisa makan dan minum, sama saja dengan rumah minimalis yang berisi empat orang anak biasa.

Pewaris seluruh Malfoy itu memandangi jendela yang menghadap jalan raya dari ketinggian ratusan meter di atas daratan, dan mata kelabunya memandangi jalan yang dipenuhi kendaraan dengan kosong.

Draco adalah bangsawan tingkat atas yang memiliki segalanya. Hidup sendiri, Narcissa dan Lucius sibuk dengan urusan pekerjaan, di dalam manor megah yang menuntutnya untuk belajar tentang banyak pengetahuan; terutama etika kedisiplinan, pelajaran musikal dan sejarah dunia, juga bisnis yang sangat profesional. Karena didikan yang mengikat, Draco, sebagai pewaris utama, harus menerima, lalu tumbuh menjadi pemuda yang dingin dengan sedikit perasaan akibat beban keluarga di bahunya.

Narcissa dan Lucius tidak repot untuk memanjakan anak semata wayang mereka. Kedatangan orangtua Draco ke manor tidak membuat anak itu lebih bahagia. Narcissa dan Lucius hanya menemani Draco sarapan dan makan malam, senggang mereka dihabiskan untuk menemui pebisnis dunia lainnya, lalu kembali meninggalkan Draco sendirian bersama kesepian...

"Mr Malfoy?" suara Blake terdengar, membuatnya memutar kursinya menghadap pintu masuk. "Kami akan masuk, kalau kau mengizinkan."

Draco melipat kakinya dengan malas. Dibanding dengan waktu Pansy yang sedang berdandan, waktu Harrison Black mengganti pakaian ini sangat lebih cepat.

"Masuk."

Pintu terbuka, dan Draco nyaris tidak mengenali siapa orang yang sedang bersama Blake itu.

:-:-:

Harry meremas gaun yang digenggamnya dengan kesal.

Para pembantu-pembantu Malfoy sangat aneh. Apa-apaan memaksanya memakai gaun cewek begini? Memang dia bukan cowok apa? Bisa mati Harry kalau teman-teman di Hogwarts melihatnya memakai gaun cewek begini...

Jujur, Harry sudah menolak mati-matian untuk tidak menggunakan pakaian yang untuk kaum wanita itu, tapi Zachary sialan itu mendorong-dorongnya dengan tenaga yang jelas melampaui Harry, membuat ia masuk ke sarang buaya, dimana para pembantu-pembantu Malfoy itu membuatnya menghadap cermin, dan mencocokkan gaun berwarna-warni ke tubuhnya.

Itu adalah dua-puluh menit neraka paling menyiksa yang pernah Harry alami.

Dan sekarang, berdiri di depan cermin (dimana pelayan-pelayan Malfoy menjerit-jerit tidak jelas di belakangnya), seorang.. dirinya.. yang mengenakan gaun hitam dengan aksen hijau gelap dari bahu hingga ujung kakinya. Sesuai penglihatannya sekarang, sepasang kacamata berlensa hijau hampir menutup bayangan matanya di cermin. Ia mengenakan wig yang warna rambutnya sama kelamnya, hanya lebih ikal dan panjang, dengan pilinan di belakang. Bibirnya lebih merah karena polesan tipis lipstick dan pipinya memerah karena perona.

Tangannya yang berlapiskan sarung berwarna hitam sebatas pergelangan tangan terangkat, dan menyentuh wig yang hebatnya tidak menimbulkan ketidaknyamanan pada kepalanya. Teksturnyapun sama dengan rambutnya; berantakan tapi, yah, cukup lembut.

Mata hijaunya yang sekarang tertutupi lensa hijau turun, dan tangannya yang tidak menyentuh rambut palsu menarik gaun lembut itu naik, dan sepasang sepatu kaca berwarna hijau transparant terpantul di cermin.

Oh. Sepatu kaca.. sangat klasik. Siapa yang jadi pangerannya nanti? Sialan.

Harry berbalik dari cermin agar pikirannya tidak mengatakan hal aneh macam 'cantik' atau 'manis' setelah melihat penampakannya sekarang.

"A-anda sangat cantik, Mr Black," 'puji' seorang wanita yang berambut merah dan berkacamata bulat besar yang tebal. "Saya tidak pernah melihat wanita secantik anda, Mr Black. Kecuali untuk Mrs Malfoy, tentunya."

Harry tersenyum kaku dan terpaksa.

"Mari, silakan keluar dari ruangan ini, Mr Black. Maaf merepotkanmu," kata pelayan wanita lainnya. "Kami rasa Mr Zachary sudah akan menjemputmu."

Harry memberikan senyuman pahit, lalu para pelayan yang mengenakan rok berenda putih itu mengantarnya keluar dari ruang ganti, dan Zachary, tetap dengan kulit gelapnya, berdiri dengan mata tertutup menyandar di dinding putih berpualam yang sewarna dengan lantai.

"Mr Zachary," salah satu pelayan di belakang Harry bersuara, dan mata Zachary tidak terbuka. "Mr Black sudah selesai."

Dan pada saat itu juga, mata Harry bertabrakan dengan mata cokelat Zachary.

"Kalian bisa pergi." kata Zachary tanpa melepaskan matanya dari menatap Harry.

Langkah-langkah menjauh yang patuh terdengar makin kecil, dan Harry menarik gaun hitamnya, dan mendekat ke arah Zachary yang masih menatapnya seolah Harry adalah anjing yang bisa bicara, dengan ekspresi kesal.

Setelah berjarak kurang lebih dari beberapa kaki, Harry berkata tajam, "Semua ini salah bos sialanmu."

Zachary menatapnya dalam, sangat dalam sampai pipi Harry memanas dengan sendirinya, dan akhirnya mendengus dengan seringai samar. "Kau sangat cantik, Miss Black."

Harry bergidik. "Kutendang kau." katanya sambil mengangkat kaki kiri yang bersepatu kaca.

"Silakan dicoba di lain waktu," balas Zachary sambil melebarkan senyumannya. "Akan tetapi, aku belum memberi salam yang tepat untukmu, Lady."

Harry memutar matanya.

"Izinkan aku untuk memberi salam?" Zachary melepas sarung tangan hitam dari tangan kanannya.

Harry menatapnya. "Salam apanya?"

Zachary memberikan senyuman bermakna pada Harry. "Akan kuperlihatkan."

Sebelum Harry sempat menanyakan apa maksudnya, tangannya digenggam tangan Zachary yang lebih besar, dan sebelum ia sempat menariknya kembali, bibir Zachary mencium punggung tangannya. Matanya yang berwarna cokelat misterius bagai membakar mata hijaunya.

"Anda sangat terlihat menawan dengan gaun hitam itu, mademoiselle."

Pada saat itu, Harry tidak sadar bahwa ia betul-betul menendang wajah Zachary dengan teknik karate tingkat sabuk hitam, dan pergi dengan wajah super merah meninggalkan Zachary yang sepertinya sudah kebal dengan tendangan dari sepatu kaca.

Ngomong-ngomong sepatu kaca, jempol kakinya terasa nyut-nyutan sekarang...

:-:-:

"Ini hasil dua-puluh menit bersama para pelayanku?" tanya Malfoy. Mata kelabunya naik-turun memandangi tubuh Harry yang tertutup gaun sederhana berwarna kelam itu, sebelum menatap mata Harry yang terlihat makin terang karena aksen sewarna dari gaunnya. "Tidak buruk juga."

"Tidak buruk? Hell, aku mempertaruhkan jiwaku sebagai lelaki dengan memakai.. pakaian perempuan begini!" protesan Harry hanya bagai angin lewat di telinga Malfoy.

"Kau benar-benar bukan pria untuk sekarang, Black," kata Malfoy, menyeringai melihat Harry menggeram dengan pipi memerah. "Tapi, untukku, kau bahkan lebih cantik dari wanita manapun yang pernah kulihat... kecuali Narcissa."

"Aku tidak tahu itu pujian atau hinaan," balas Black. "Intinya—"

"Tapi, tunggu..." Malfoy berjalan mendekat, membuat Harry mengambil selangkah mundur. "Ada yang kurang. Blake, kau bisa tinggalkan kami sekarang."

Bunyi pintu yang ditutup perlahan membuat bulu kuduk Harry meremang. Ap—

"Warna bibirmu," Harry membatu di tempat ketika tangan Malfoy menyentuh lalu mengangkat rahangnya, dan mengusap ujung ibu jarinya di bibir bawah Harry. "Aku lebih suka warna bibirmu yang natural ketimbang warna lipstick."

Ketika Malfoy selesai meghapus lipstick dari bibirnya, jemari pucat itu naik menelusuri pipi, kelopak matanya, dan berhenti untuk menyentuh helaian rambut di kening Harry, dan ia mencodongkan kepalanya, lalu berhenti untuk menghembuskan nafasnya di telinga Harry, membuat Potter itu merinding.

Kedua ujung bibir Malfoy terangkat membentuk seringai tampan, dan ia berbisik dengan suara rendah yang digilai setiap wanita.

"Panggil aku Master mulai dari sekarang, Harry."


To Be Continued...


.

.

Hana's Note::

Maaf baru update.. terima kasih banyak buat reviewer kemaren! Hana lagi susah nyari waktu buat ngetik karena.. yah, banyak banget tugas. #gelundungan btw, apakah seharusnya Hana ngebalesin reviewer yang anon? FYI, bagi pembenci crossdress, crossdress!Harry gak bakal sering muncul kok. Okeh, yang nge-review Hana do'a-in supaya semesterannya lancar! ;)

Review is better!

Chocolate brownies,

-Hana,

Finished on 16th of November, 2011.