Aku kembali membawakan cerita nista yang gaktau kapan tamatnya ini~ #jderr

Langsung saja ya

.

.

.

Some Stories at 07 Ghost Academy

Disclamer : Amemiya Yuki & Ichino Yukihara's

Warning:ada OC (Namikaze Shizuka is mine:p) OOC, gaje, shounen-ai, and (maybe) typos, bahasa non baku (nggak,gak,udah,dll)

.

.

.

Chapter sebelumnya:

Teito yang sedang di bonceng Frau saat itu melamunkan ucapan Ayanami yang ia curi dengar tadi.

'Apa benar yang waktu itu dikatakan Ilyusha-nii? Ah sudahlah! Nanti juga aku akan mengetahuinya sendiri. Yang penting Ilyusha-nii nanti datang ke rumahku dan akan kuajak dia ke tempat itu untuk menguak fakta ini, karena… Sepertinya aku sudah mendapat hints-nya…'

'Karena… Orang yang menyumbangkan biola Stradivarius untuk 07-Ghost Academy adalah….'

.

Chapter 11: The Unknown Past.

.

Ilyusha tiba di rumah Teito dengan agak sedikit gusar. Ia langsung menuju kamar Teito begitu para maid memberitahunya bahwa Ouji-sama sedang berada di kamar. Di kamar Teito, terlihat sang pemilik kamar gelisah. Tapi kegelisahan itu berakhir ketika ia menangkap siluet Ilyusha memasuki kamarnya.

"Ilyusha-nii!" Teito menghampiri Ilyusha dan langsung menyeret Ilyusha untuk duduk di kasurnya. Yang ditarik diam saja, Ilyusha pun melemparkan pandangan 'ada apa?' pada Teito. "Nee, Ilyusha-nii aku mau bertanya sesuatu. Tolong jawab yang jujur."

Ilyusha mengangguk ragu-ragu mendengar nada serius dari Teito.

"Apa… Ayanami-sensei mempunyai hubungan dengan keluarga Raggs?" Ilyusha diam saja, ia menghindari tatapan Teito. Enggan menjawab.

"Jawab, onii-sama." Ilyusha melirik Teito dari ekor matanya. Ia pun pasrah. Memang, cepat atau lambat Teito pasti akan menanyakan pertanyaan ini padanya, karena Teito sudah mencuri dengar percakapannya dengan Xing-Lu.

"Kau menguping pembicaraanku dengan Xing-Lu ya? Wah ternyata adikku ini berbakat menjadi mata-mata," perkataan Ilyusha sukses membuat Teito memerah gelagapan. Tapi ia segera menguasai dirinya. "Ih! Memang sih aku tidak sengaja mendengarnya. Tapi aku juga dapat hints lain ya, makanya aku berani bertanya ke Ilyusha-nii."

Ilyusha kaget. "Hints lain? Maksudmu apa…. Teito?" Teito tersenyum penuh kemenangan karena membuat kakaknya skak mat, tidak bisa menghindar lagi dari pertanyaannya. "Rahasia! Ilyusha-nii harus menjawab pertanyaanku dulu baru akan kukasih tau." Sekali lagi, Ilyusha pasrah.

"Ya. Kata ayahku ia memiliki suatu hubungan dengan keluarga Raggs. Aku dengar dia itu anak yang dibuang karena merupakan anak haram. Entahlah benar atau tidak. Tapi ayahku membuat keputusan gegabah padahal belum tentu ia itu anak yang dibuang kan, Teito-kun?" Teito menaikkan alisnya, ternyata cocok dengan apa yang ia curi dengar dari Ayanami sendiri. Ia pun bercerita pada Ilyusha tentang apa yang ia curi dengar dari Ayanami. Ilyusha tersentak mendengarnya. Ilyusha tau, siapa yang memberikan biola itu ke 07 Ghost Academy.

"Teito/Ilyusha-nii… Kurasa sekarang kita harus menyelinap ke perpustakaan bawah tanah yang ada dirumah ini." Kata mereka berdua berbarengan, dan langsung lari menuju tempat itu.

Setibanya mereka di perpustakaan. Ilyusha langsung menaiki tangga untuk meraih deretan rak paling atas. Ia turun dengan membawa beberapa perkamen tua yang kertasnya sudah agak rapuh. Untungnya, tulisan di perkamen itu masih bisa di baca oleh Ilyusha. Teito mengernyit keheranan lalu menoleh kearah Ilyusha begitu melihat tulisan di perkamen itu.

"Ilyusha-nii bisa bahasa Raggs?" Ilyusha mengangguk singkat lalu membaca salah satu perkamen itu.

"Masa kekaisaran Raggs yang terakhir dipimpin oleh kakek kita, sebelum akhirnya beliau berdamai dengan Barsburg dan menggabungkan daerah kekuasan mereka menjadi satu negara. Negara yang kita tempat sekarang. Raja Raggs dan permaisurinya dikaruniai dua orang anak. Weldeschtein Krom Raggs dan Fea Kreuz Raggs. Raja Raggs juga memiliki seorang saudara laki-laki. Tapi ia tidak naik tahta karena tahta sudah diserahkan pada kakek kita. Dan saudara dari raja itu dikaruniai oleh satu anak perempuan yang nantinya menikah dengan keluarga Krat, yaitu ibuku. Weldeschtein Krom Raggs dan Fea Kreuz Raggs tumbuh di kalangan masyarakat biasa karena kekaisaran sudah dibubarkan. Tapi, suatu hari. Dikabarkan bahwa salah satu keturunan Raggs, kakek-kakek kita memiliki selir secara diam-diam. Ibunda mereka sangat marah. Tapi, anak dari selir itu dikabarkan meninggal saat proses persalinan."

Teito dan Ilyusha saling berpandangan. Isi perkamen ini terlalu berbelit-belit, jadi mereka kurang begitu mengerti isinya. Mereka pun membuka perkamen lain. Isinya sama saja, bahkan ada yang memakai bahasa asing yang tidak mereka ketahui.

"Ayah ibuku memang punya selir. Tapi itu karena perjodohan konyol yang diatur oleh buyut kita. Dan selir itu tidak punya anak." Gumam Ilyusha.

"Berarti kakek punya selir dong? Tapi… Kenapa kakek punya selir? Dan… Anak selir itu sudah meninggal… Kan?" Teito ragu, di masa itu baik ia maupun Ilyusha belum lahir dan sepertinya orang tua Ilyusha juga tutup mulut jika ditanya lebih dalam tentang ini.

"Atau… Ia direkayasakan meninggal…" Ilyusha meneliti isi perkamen itu sekali lagi. "Disini disebutkan kalau buyut perempuan kita sangat marah pada kakek. Tapi anehnya anak dari selir kakek langsung meninggal. Kalau meninggal kenapa buyut kita harus marah besar pada kakek?" Teito mencerna perkataan Ilyusha. Ada benarnya juga apa yang dikatakan kakaknya jika dipikir lagi menggunakan logika.

"Sepertinya… Paman Kromlah yang harus kita tanyakan soal ini…"

Weldeschtein Krom Raggs saat itu sedang berada di ruang kerjanya, berkutat dengan setumpuk berkas yang rasanya tidak ada habisnya. Krom memijat pelipisnya pelan karena sudah seharian ini ia tidak beranjak dari tempat itu. Tiba tiba, terdengar suara ketukan dari arah pintu, membuyarkan konsentrasinya.

"Masuk."

Teito dan Ilyusha langsung membuka pintu begitu Krom mengijinkan mereka. Krom keheranan, tumben-tumbennya Ilyusha juga ikut kesini, dengan air muka yang tidak bisa dijelaskan.

"Ada apa Teito, Ilyusha? Tumben kalian kesini. Dan ini sudah malam Ilyusha sebaiknya kau pulang sebelum orang tuamu menghawatirkanmu." , "Ah.. Tidak apa-apa paman, aku sudah meminta ijin pada ayah dan ibu. Mereka malah mengusulkan kalau terlalu malam aku bisa menginap disini." Krom mengangguk mengerti. Hey, dia tidak mau dituduh menculik keponakan sendiri jika Ilyusha diam di rumahnya tanpa penjelasan dulu ke orang tuanya.

"Ayah, Teito ingin bertanya sesuatu. Boleh kan?" Krom menaikan alisnya penasaran, kemudian mengangguk pelan.

"Saudara ayah ada berapa?" Hah? Apa yang konslet dengan anak ini, jelas-jelas pamannya hanya satu, Fea Kreuz Raggs. Berarti saudaraku hanya satu dong. Mungkin inilah yang ada dibenak Krom saat ini. Pertanyaan absurd dari sang putra yang harusnya menjadi pertanyaan retoris karena Teito sudah tau jawabannya.

"Hanya satu. Kenapa?" Teito menggigit bagian bawah bibirnya. Bingung mencari alasan yang tepat kenapa ia menanyakan pertanyaan absurd seperti ini. Tiba-tiba Ilyusha nyeletuk secara blak-blakan,

"Kalau saudara tiri ada?"

Krom diam sejenak. Ia tidak tau harus menjawab pertanyaan ini atau tidak. Selama kurang lebih dua decade tidak pernah ada yang bertanya seperti ini padanya. Haruskah ia menjawab? Padahal, menurut perhitungannya dan Kreuz, pertanyaan ataupun kata-kata 'saudara tiri' tidak terjangkau oleh anak-anaknya.

"Kenapa kau bertanya seperti itu, Ilyusha, Teito?" Krom akhirnya mencoba untuk membalik pertanyaan kepada si penanya, tapi sayangnya otak Ilyusha terlalu cerdik untuk dikelabui seperti itu.

"Paman tidak usah membalik pertanyaan seperti itu, tidak penting aku dan Teito tau darimana." , "Jika ayah menceritakan kebenaran pada kami, kami akan memberitahu kenapa dan bagaimana kami bisa mengetahuinya. Walau hanya sekilas."

Krom akhirnya menyerah. 'Remaja jaman sekarang keras kepala ya,' pikirnya lalu bangkit dari kursinya dan berjalan kearah Ilyusha dan Teito.

"Ini mungkin akan memakan waktu lama. Jadi, ayo kita duduk di sofa agar tidak kram."

Krom memutar balik ingatannya ketika ia masih berumur lima belas tahun. Disaat ia hanya memiliki satu saudara kandung, satu ayah, dan satu ibu.

-flashback-

Krom dan Kreuz telah memasuki jenjang pendidikan baru. Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Pertama. Peperangan antara Raggs dan Barsburg sudah berakhir dan kedua belah pihak memutuskan untuk berdamai, membentuk suatu daerah bersama dan membubarkan kerajaan. Walau mereka adalah keturunan kerajaan, mereka menjalani rutinitas sebagai murid SMA normal dengan baik, semua kegiatan mereka didukung oleh orang tua mereka. Krom berharap siklus kehidupannya akan terus seperti ini.

Tapi… Suatu hari dalam perjalanannya pulang sekolah, ia melihat sebuah kejadian yang membuatnya shock.

"T-terima kasih.. T-tuan… B-bb-bagaimana cara saya berterima kasih?" suara seorang wanita tertangkap oleh gendang telinga Krom yang sedang bersembunyi di balik tembok. Lalu, suara seorang laki-laki yang sangat familiar terdengar menjawab pertanyaan wanita tersebut.

"Ah.. Ini bukan apa-apa nyonya… Saya hanya kebetulan lewat sini dan melihat nyonya dalam bahaya… Tidak usah berterima kasih…"

"T-Tapi… Ah… Ayah saya berkata jika suatu saat ada orang yang menyelamatkan saya dari bahaya, jika perempuan akan saya jadikan saudara, jika laki-laki akan saya jadikan suami! A-Apakah tuan bersedia?"

Mata Krom membelak begitu mendengar perkataan wanita itu. Demi kejayaan Raggs di masa lalu, ayahnya itu sudah memiliki istri dan berkeluarga. Krom nyaris saja ingin berteriak di depan wanita itu bahwa pria itu adalah ayahnya tapi, jawaban sang ayah membuatnya mengurungkan niat dan melanjutkan aksi mengupingnya.

"Ah.. Maaf nyonya tapi saya sudah memiliki seorang istri dan berkeluarga. Akan menyakitkan hati keluarga saya jika saya menikahi nyonya lagi…" Sang wanita terhenyak mendengar pengakuan dari ayah Krom. Ia merasa bersalah karena telah lancang meminta seseorang yang sudah berkeluarga untuk menikahinya.

Tapi… Kemudian ia ingat perkataan ayahnya. Bahwa ia tidak boleh melanggar janji yang dibuat sendiri. Jika tidak, sesuatu yang buruk akan terjadi pada keluarganya.

Wanita itu langsung terisak dan berulang-ulang berkata maaf pada ayah Krom. Ia akhirnya mengakui kenapa ia ingin ayah Krom menikahinya. Karena sumpah yang sudah ia buat.

Setelah beberapa waktu, Sang Raja Raggs pun akhirnya iba dan berjanji akan memberikan jawaban keesokan harinya. Melihat sang ayah akan pergi, Krom langsung melesat pergi dari tempat itu agar tidak diketahui oleh sang ayah bahwa ia menguping.

Malam harinya ketika Krom sedang belajar dan ingin mengambil air untuk minum, ia tidak sengaja mendengar percakapan kedua orang tuanya ketika melewati pintu kamar mereka yang kebetulan tidak tertutup rapat.

"Aku harus bagaimana? Kalau boleh jujur aku kasihan dengannya tapi kan aku sudah punya kalian…"

Ah. Itu suara sang ayah, mungkin mereka sedang mendiskusikan soal tadi. Krom menjadi sedikit tertarik dan ia terduduk di dinding sebelah pintu.

"Hm… Menurutku tidak apa-apa. Santai saja denganku. Kau itu raja, tidak aneh menurutku jika kau memiliki selir. Yah, anggaplah wanita itu selirmu. Asalkan kau bisa membagi rasa kasih sayangmu secara seimbang menurutku tidak masalah. Lagipula ia sedang kesusahan, sudah tugas seorang 'raja' untuk membantu rakyatnya yang kesusahan." Suara ibu Krom terdengar jenaka menanggapi perkataan ayah Krom. Kemudian terdengar desahan kebingungan dari sang raja.

"Kau memang tidak mempermasalahkannya. Bagaimana dengan Mama?" suara ayah terdengar parau. Sang ibu pun bungkam. Krom membelakan matanya.

Bagaimana ia bisa lupa. Neneknya adalah wanita –permaisuri yang dikenal sangat keras dan tegas. Apakah beliau bisa menerima fakta bahwa anaknya memiliki selir? Krom meneguk ludah sendiri membayangkan reaksi sang nenek.

"Itu… Lebih baik kau sembunyikan hal ini sebisa mungkin darinya. Kita harus memberitahu anak-anak tentang ini. Kita berempat harus bekerja sama menyembunyikan hal ini dari beliau, mumpung kita tinggal terpisah." Akhirnya ibu Krom menyuarakan pendapatnya dan disetujui langsung oleh suaminya.

-flashback off-

Teito dan Ilyusha terperangah mendengar cerita Krom.

"Ayah dulu sekolah dimana?" tanya Teito. "07-Ghost Academy sama sepertimu sayang."

"Hah? Bukannya paman bukan pemusik?" tanya Ilyusha heran.

"Dulu 07-Ghost Academy terbagi jadi dua. Jurusan umum dan jurusan musik. Tapi sejak Kreuz mengajar menjadi khusus musik. Mungkin tenaga pengajar kurang. Di jamanku saja semua sudah tua tua yang mengajar jurusan umum." Teito dan Ilyusha ber'oh' ria.

"Lalu.. Ayah beneran bekerja sama dengan kakek dan nenek untuk menyembunyikan hal ini?" tanya Teito penasaran. Krom menjawabnya dengan sebuah anggukan kecil.

"Iya, setelah mereka selesai berbicara, ayah lupa bahwa status ayah saat itu sebagai penguping. Kemudian ibu keluar dan ketika melihat ayah, ia berkata kau akan punya adik baru, Krom." Krom tertawa mengingat saat ia tertangkap basah menguping oleh sang bunda.

"Keesokan harinya, sebelum berangkat sekolah aku dan Kreuz dipanggil ayah ibu, disuruh merahasiakan hal ini. Siangnya, kami disuruh ikut ayah ke tempat wanita yang kemarin ditolong oleh beliau. Kurang lebih seminggu kemudian, pernikahan kecil yang benar-benar dirahasiakan dan hanya dihadiri kami berempat dan keluarga inti si wanita dilangsungkan. Semua berjalan benar-benar lancar. Nenek tidak curiga sama sekali, bahkan sampai Satsuki-san,'selir' ayah mengandung adik kami nenek tidak mengetahuinya. Ayah dan ibu benar-benar bersyukur soal itu."

Benar-benar tidak disangka, ada cerita kelam seperti itu…

Ilyusha kemudian bertanya, "Kalau memang benar-benar mulus, kenapa sekarang kami tidak pernah bertemu dengan saudara tiri paman itu?"

"Haha, Ilyusha benar-benar tidak sabaran ya… Sekarang paman akan melanjutkan cerita paman…" Krom tersenyum miris sebelum mulai bercerita…

-flashback on-

Sudah setahun berlalu semenjak pernikahan rahasia itu dilangsungkan. Usia kandungan Satsuki sekarang sudah mencapai delapan bulan lebih dan tinggal menghitung hari untuk melakukan persalinan. Krom dan Kreuz sedang bersama sang bunda berjalan kaki di sebuah kota kecil tempat Satsuki tinggal. Kota itu cukup jauh dari kediaman mereka sehingga mereka harus menaiki kereta dan berjalan kaki selama setengah jam untuk sampai disana.

"Ne.. Ne.. Okaa-sama, adik barunya akan lahir sebentar lagi ya.." Kreuz menggandeng tangan sang bunda sambil tersenyum riang, sepertinya remaja berambut perak itu tidak sabar untuk menanti kelahiran sang adik.

"Iya Kreuz, tapi nanti kau tidak boleh terlalu sering kesini ya, nanti nenek curiga. Bisa-bisa adik baru Kreuz nanti hilang…" sang bunda mengelus helaian perak itu dengan lembut sebari menyunggingkan senyum. Kreuz mengangguk tanda mengerti akan perkataan ibunya.

"Ah.. Kita sudah sampai, Okaa-sama." Krom memecahkan suasana harmonis antara ibu dan anak untuk menyadarkan mereka bahwa tujuan mereka sudah di depan mata. Krom mengetuk pintu, kemudian seorang wanita paruh baya yang sedang hamil tua menyambutnya.

"Ah! Krom-sama! Kreuz-sama! Mikuni-sama!" Satsuki menyambut mereka dengan memberikan pelukan sangat satu per satu. Ibunda Krom, Mikuni menyarankan untuk segera masuk ke dalam karena udara luar takutnya mempengaruhi kesehatan Satsuki.

Saat berada di dalam, mereka bertiga melepaskan mantel yang sedari tadi digunakan. Sekarang mereka bertiga hanya menggunakan pakaian kasual. Krom dan Kreuz menggunakan kaos berlengan panjang dan kerah V-neck dipadu dengan celana panjang dan sepatu. Sementara Mikuni menggunakan dress berwarna putih tanpa lengan.

"Bagaimana kondisimu, Satsuki? Ah maaf kami hanya datang kesini bertiga, beliau sedang sibuk dengan pekerjaannya. Kami membawakanmu susu agar kandunganmu tidak kekurangan gizi." Mikuni mengelus perut wanita yang sudah membesar itu. Wanita berambut perak dan beriris violet yang dielus perutnya hanya tertawa pelan dan menggumamkan "tidak apa-apa, terima kasih."

"Ano.. Okaa-sama, Satsuki-san. Akan Kreuz buatkan teh ya." Kreuz meminta izin kepada Satsuki untuk menggunakan dapur. Kedua wanita itu kemudian berbincang-bincang dengan hangat, melupakan Krom yang masih duduk manis disamping Okaa-sama tercinta sebari menunggu teh datang.

Tiba-tiba, Satsuki mengeluh kesakitan. Sepertinya anak yang dikandungnya harus dilahirkan saat itu juga. Krom dan Kreuz terkejut saat ibu tiri mereka mengeluh kesakitan. Kemudian Mikuni yang sebelum menikah sempat bekerja sebagai bidan otomatis ia mengetahui cara untuk membantu orang bersalin membopongnya ke kamar dan memerintahkan mereka berdua untuk mengambil air hangat. Setelah itu, Krom dan Kreuz terdiam di luar kamar. Tidak berani melihat ke dalam karena jerit kesakitan Satsuki terdengar sangat pilu, membuat bulu kuduk Krom dan Kreuz berdiri.

Tiga jam berlalu, kemudian Mikuni keluar dari kamar dengan wajah penuh kelegaan. Krom dan Kreuz yang duduk di sofa langsung terlonjak dan bertanya macam-macam pada ibunya. Mikuni hanya tersenyum dan mempersilahkan mereka berdua masuk.

Di kamar itu, terdapat pemandangan 'ibu' mereka, sedang menggendong seorang bayi mungil berambut perak. Kreuz langsung berteriak kegirangan dan berlari menghampiri adik barunya. Mikuni langsung memperingatinya untuk tidak terlalu ribut, karena Satsuki dan bayi itu butuh istirahat.

"Krom-sama, kau ingin menamai adik barumu ini siapa?" Satsuki bertanya dengan lembut kepada Krom sementara Kreuz sedang mencole-colek pipi bayi yang ia gendong saat ini. Mikuni terbelak kaget begitu mendengar pertanyaan ini. "Apakah tidak lebih baik kau saja yang menamainya, Satsuki?"

Dijawab dengan gelengan kepala wanita paruh baya itu.

"Tidak… Aku ingin, saudara anak ini yang menamainya. Walau bukan saudara kandung sih, hanya terikat ikatan dari ayah…" Mikuni tersenyum sambil menghampiri Krom. Ia kemudian menepuk pundak Krom.

"Ayo Krom, tentukan nama untuk adik barumu. Nanti jaga adikmu ini seperti kau menjaga Kreuz selama ini ya." Kata Mikuni lembut. Krom terdiam sejenak, memikirkan nama yang bagus untuk adik kecilnya yang baru lahir. Kemudian ia berkata dengan ragu-ragu.

"Uhm… Bagaimana kalau Krowell? Maaf hanya nama itu yang terlintas di kepalaku…"

Kedua wanita paruh baya yang ada di ruangan itu menatap satu sama lain, kemudian mereka berdua setuju bahwa Krowell adalah nama yang bagus untuk bayi ini. Krowell Raggs.

-flashback off-

"KROWELL?!" Ilyusha berteriak kaget. Teito dan Krom memandang Ilyusha keheranan. "Iya, memang kenapa?" tanya Krom kebingungan.

"I.. Itu.. Kan…. Nama Ayanami-sensei!" Ilyusha masih berteriak dengan wajah horror begitu mendengar nama adik Krom. "Teito! Ternyata perkiraanmu memang tidak salah!"

Teito terdiam sejenak, beberapa detik kemudian ia baru menyadari perkataan Ilyusha.

"AAHH! Iya benar itu!" keduanya langsung menatap Krom dengan tampang horror. "Ayah/Paman… Lanjutkan ceritanya cepat!" seru mereka berdua dengan wajah mengerikan membuat Krom sweatdrop.

"Ahaha.. Iya iya akan dilanjutkan kok…"

-flashback on-

Setelah sang raja mengetahui kelahiran putra ketiganya, ia menjadi sangat senang dan frekuensinya berkunjung ke rumah Satsuki untuk melihat sang buah hati menjadi lebih banyak. Kadang, Mikuni sampai harus memperingatkan suaminya agar tidak terlalu mencolok sehingga sang bunda yang terkenal keras kepala tidak mengetahui kehidupan lain sang anak.

Setahun berlalu, kini Krowell telah tumbuh menjadi anak laki-laki menggemaskan dengan pipi chubby dan surai silver yang terurai berantakan. Krowell memang lebih mendominan kepada sang ayah sehingga jika Krom, Kreuz, dan Krowell dijejerkan bertiga, tidak akan ada yang menyangka bahwa mereka adalah saudara tiri.

Hari ini, mereka akan merayakan ulang tahun Krom yang pertama di rumah Satsuki. Mereka berempat berangkat menuju rumah Satsuki menggunakan mobil yang dikendarai oleh supir pribadi keluaga Raggs. Mereka pergi kesana dengan alibi 'Pergi ke rumah kenalan.'

Satu jam kemudian, mereka tiba di rumah itu. Dari luar sudah terdengar suara jenaka dari Krowell dan suara tawa Satsuki. Krom dan keluarganya masuk ke dalam rumah, kemudian ia disambut oleh tawa Krowell sebari bocah itu memegang kedua kaki Krom dengan erat, seakan minta digendong. Krom kemudian tertawa lalu menggendong adik kecilnya, tidak lama kemudian pesta kecil-kecilan itu dimulai dan semua bergembira. Tanpa mengetahui bahwa aka nada 'badai' yang sebentar lagi akan menghantam…

Kediaman Raggs

Sang permaisuri saat itu sedang ingin berkunjung secara tiba-tiba ke rumah anak tertuanya, ia sangat rindu dengan bocah kecilnya yang sudah menjadi dewasa dan cucu-cucu kesayanganya, Krom dan Kreuz. Beliau kemudian menuju rumah itu. Tapi sayangnya, keempat orang yang ingin ia temui sedang tidak ada di rumah. Sang supir yang baru saja kembali dari tempat Krom langsung dijejali pertanyaan kemana tuan besarnya pergi.

Sayangnya, sang supir yang tidak mengetahui apa-apa itu mengatakan "mereka sedang pergi ke tempat seorang kenalan, sepertinya mereka akan mengadakan pesta ulang tahun untuk seorang anak kecil."

Anak kecil? Wanita yang mulai berumur itu sedikit curiga. Yah, memang belakangan ini ia memiliki firasat tidak enak terhadap kelakuan anaknya, ditambah lagi ada beberapa pelayan yang memulai gosip adanya selir dari anaknya itu. Lalu ia meminta sang supir untuk mengantarnya kembali ke tempat Krom beserta 'keluarga kecil'nya berada.

Sekarang adalah saat memotong kue. Krowell yang saat itu masih berumur satu tahun tentunya belum bisa menggunakan pisau. Satsuki memotongkan kue itu dan menyerahkan kepada Krowell.

"Potongan pertama mau Krowell berikan ke siapa?" tanya Satsuki. "Tou… chan…" jawab Krowell dengan suara imut dan terbata-bata menyuarakan panggilan untuk sang ayah.

"Ayo, tunjukan kemampuan Krowell kepada tou-chan selagi memberi kue." Satsuki mendorong punggung Krowell pelan mengisyaratkan bocah itu untuk berjalan menuju sang ayah. Mikuni yang melihat itu langsung mengisyaratkan suaminya untuk berjongkok dan menangkap Krowell yang sedikit lagi mencapai tempatnya.

"Kue… Tou-chan… Klowell…" Krowell kecil menyerahkan kue itu dengan malu-malu kepada sang ayah. Ah, betapa manisnya penampilan Krowell dengan celana pendek dan kemeja khas anak-anak dipadu dengan sepatu lucu dan kaos kaki bermotif.

Pria itu langsung menerima kue tersebut dengan senang hati kemudian mengangkat Krowell sambil menciumi pipinya,

"Selamat ulang tahun yang pertama, Krowell Raggs…" ucapnya lalu tertawa pelan melihat ekspresi Krowell sehabis ia ciumi pipinya.

Sayangnya masa yang indah itu tidak berlangsung lama, karena beberapa detik saat ia mengucapkan itu, pintu didobrak dengan kasar mengejutkan semua orang yang ada di dalamnya.

Krom, Kreuz, Mikuni dan sang raja langsung panic dan berkeringat dingin begitu melihat sesosok wanita menatap mereka dengan tatapan garang.

"Okaa-sama../Nenek…"

Sang raja menurunkan Krowell yang masih bergelayutan di lehernya secara perlahan. Kreuz kemudian mengambil Krowell secara cepat dan mengajaknya bermain di taman belakang. Sementara itu, Krom yang terjebak dengan orang-orang dewasa ini menjadi saksi dari kemarahan sang nenek.

"APA YANG KAU PERBUAT SELAMA INI?! KENAPA KAU BISA MEMILIKI SELIR LAGI?! APAKAH MIKUNI TIDAK CUKUP UNTUKMU?! KAU TAU KAN BAHWA IBU TIDAK MENGINGINKAN KAU MEMILIKI SELIR SEPERTI SAUDARAMU!" raungan sang nenek terdengar keras di ruangan kecil itu. Satsuki yang berada di belakang bersama Krom mau tidak mau merasa ketakutan. Sementara kedua orang tua kandung Krom sedang berhadapan dengan sang permaisuri.

"Okaa-sama.. Dengarkan dulu.. Ini…" Mikuni mencoba untuk menenangkan sang permaisuri, tapi apa daya. Ia malah ditampar dengan keras oleh sang permaisuri hingga terjatuh.

"KAU! AKU MENITIPKAN ANAKKU UNTUK KAU JADIKAN PENDAMPING HIDUP DAN KAU MALAH MENDUKUNGNYA MELAKUKAN PERSELINGKUHAN?! KAU MENANTU TIDAK BISA DIHARAPKAN!"

"!" Raut wajah Mikuni benar-benar terluka dikatai seperti itu, perlahan, matanya terlihat berkaca-kaca. Ayah Krom yang melihat sang istri dengan keadaan seperti itu mau tidak mau merasa kesal dengan sang bunda.

"Okaa-sama! Jangan seperti itu kepada Mikuni! Aku melakukan hal ini untuk menyelamatkan wanita itu dari perdagangan manusia!"

Oh. Sekarang Krom terperangah dengan perkataan ayahnya. Jadi ayahnya berbohong demi menyelamatkan Satsuki dan Krowell. Tapi sayang, sang nenek sepertinya sudah benar-benar marah sehingga tidak menerima alasan apapun.

"MANA SELIRMU DAN ANAKNYA?! MEREKA HARUS PERGI DARI TANAH INI SEGERA! IBU TIDAK MAU TAU ALASAN APAPUN YANG KAU KATAKAN SEHINGGA BISA BERAKHIR MENIKAHINYA-." Ayah Krom baru saja akan membantah, tapi ia urungkan niatnya karena perkataan sang ibu.

"—Jika tidak, dengan sangat terpaksa mereka akan dieksekusi."

"!" Krom benar-benar terkejut dengan keputusan yang dibuat neneknya, tidak ia sangka neneknya bisa sekejam ini. Baru saja Krom ingin melakukan pembelaan, Satsuki sudah menerjang dan berlutut di depan wanita itu.

"Tolong… Bunuh saja saya.. Saya memang hina tapi tolong.. Jangan bunuh anak saya… Biarkan dia hidup…" Satsuki memohon sambil menangis di depan 'ibu mertua'nya. Mikuni dan Krom tersentak melihat pemandangan itu, sama sekali tidak terbayang oleh mereka bahwa Satsuki akan berlutut seperti ini. Satsuki kemudian menengadahkan wajahnya menatap sang 'ibu mertua' dengan tatapan memohon.

Tapi apa yang ia dapat? Sebuah tangan yang telah terangkat ke atas bersiap untuk menamparnya. Tangan itu sudah melayang nyaris mengenai wajahnya. Wanita beriris violet dan berambut silver itu memejamkan matanya. Ia sudah siap untuk ditampar, tapi tamparan itu tidak datang ke pipinya, melainkan tamparan itu mendarat di pipi yang lain. Suaranya cukup keras. Dipastikan pipi yang terkena tamparan itu akan memerah untuk beberapa hari kedepan.

Satsuki membuka matanya perlahan, dan ia terkejut.

Krom telah berdiri di depannya sehingga pipi Krom lah yang terkena tamparan.

"Krom-sama!" teriaknya tercekat. Mikuni langsung menyeret Satsuki menjauh dari Krom begitu ada kesempatan.

Perhatian sang nenek kemudian beralih ke cucu tertuanya, Weldeschtein Krom Raggs.

"KROM! KENAPA KAU MENYEMBUNYIKAN INI DARI NENEK?! KAU BERSEKONGKOL DENGAN AYAH DAN IBUMU YANG HINA?! DASAR CUCU TIDAK BERGUNA!" maki sang nenek kepada Krom. Krom hanya diam sebari kadang meringis karena pipinya serasa berdenyut-denyut akibat tamparan keras tadi. Sang nenek kemudian memarahi Krom dengan kasar non-stop sampai Krom jengah dan tanpa ragu ia berteriak,

"KALAU NENEK MEMANG TIDAK MENGINGINKAN SATSUKI-SAN DAN KROWELL SILAHKAN CORET KELUARGAKU DARI SILSILAH KETURUNAN RAGGS! AKU SUDAH MENGANGGAP SATSUKI-SAN SAMA SEPERTI OKAA-SAMA DAN MENGANGGAP KROWELL SEBAGAI ADIK KECILKU! AKU MENYAYANGI MEREKA BERDUA!"

Semua yang ada di ruangan itu terhenyak mendengar perkataan Krom. Benar-benar tidak menyangka, Krom dengan kilat mata berbahaya telah nekat mengucapkan kata-kata itu pada neneknya sendiri.

Sang nenek kemudian terdiam sejenak. Perkataan Krom tadi sukses membuatnya bungkam. Kalau ia terus mengamuki mereka, mungkin mereka akan minta dicoret dari silsilah keluarga. Dan tidak mungkin ia akan mencoret nama mereka dari silsilah keluarga.

Setelah terdiam beberapa saat, akhirnya sang nenek berkata,

"Baiklah. Aku tidak akan memindahkan mereka, mengeksekusi ataupun mengatakan ini pada sanak saudara lain termasuk kakekmu, Krom. Tapi dengan satu syarat-"

Sang raja sudah sedikit lega melihat ibunya yang mulai bisa mengontrol temperamennya, "Apa syaratnya Okaa-sama? Asalkan mereka berdua tidak dibunuh ataupun pergi dari sini,"

Sang nenek kemudian menghela nafasnya pelan, kemudian melanjutkan perkataaannya.

"—Mereka, ah tidak tepatnya anak hasil pernikahanmu dengan wanita ini tidak boleh menyandang nama Raggs. Kalian berdua tidak boleh menginjakan kaki ke kediaman keluarga Raggs ataupun mengadakan kontak lagi. Intinya, kalian bercerai dan bersikaplah tidak mengenal satu sama lain. Sudah banyak gosip beredar kamu punya selir. Ibu akan mengkamuflase dengan mengatakan bahwa selir dan anakmu meninggal sast persalinan. Jika tidak, ada kemungkinan wanita ini dan anakmu tidak akan disini lagi."

Krom, Mikuni, dan ayahnya terbelak kaget mendengar syarat itu. Gila. Tidak boleh bertemu satu sama lain? Itu gila.

Mereka bertiga berencana akan membatah keputusan itu, tiba-tiba sebuah suara mendahuluinya.

"Baiklah. Syarat itu akan saya terima. Anak ini akan menyandang marga 'Ayanami'. Marga saya dan bukan marga Raggs. Maafkan saya sudah lancing. Tapi saya mohon, ijinkan kami bersama untuk yang terakhir kalinya. Hari ini saja. Saya ingin Krowell merasakan kasih sayang seorang ayah dan saudara untuk yang terakhir kalinya." Satsuki berkata tegas kepada 'ibu mertua'nya. Tidak mau cekcok lebih lanjut dan dibantah oleh cucunya, wanita yang pernah menyandang gelar 'permaisuri Raggs' itu setuju dan pergi dari tempat itu segera.

Suasana di rumah Satsuki sekarang sudah tidak segawat tadi. Kreuz sudah mengajak Krowell kembali ke dalam dan Krowell bermain bersama dirinya Krom.

Tapi, suasana internal antara tiga orang dewasa yang ada di tempat itu masihlah kelam.

"Kau yakin.. Dengan keputusan ini, Satsuki?" Mikuni bertanya dengan ragu kepada Satsuki.

"Uhm, Iya Mikuni-sama. Saya sudah memutuskannya, tidak apa jika anak saya dibuang dari keluarga Raggs, asalkan ia tetap hidup dan bisa tumbuh besar." Kata Satsuki sambil menundukkan kepalanya, meremas ujung roknya untuk menahan air mata yang sudah menbendung.

Mikuni yang melihat pemandangan itu merasa iba, ia kemudian memeluk Satsuki dan membiarkan Satsuki menangis dalam diam.

"Seharusnya tadi kau membiarkan kami bernegosiasi lagi dengan Okaa-sama, tidak langsung mengambil keputusan gegabah seperti itu…" Mikuni berkata pelan kepada Satsuki sambil mengelus surai silvernya. Wanita yang berparas mirip Krom itu benar-benar tidak bisa membayangkan bagaimana perasaannya jika ia berada di posisi Satsuki.

"Sudahlah, sebaiknya kita nikmati hari ini dengan gembira. Karena mungkin peluang kita bertemu akan sangat sedikit. Tepatnya, kita hanya dapat bertemu secara tidak sengaja…" sela sang raja kepada kedua istrinya yang sedang bersedih. Mikuni menatap suaminya sebentar lalu menghadap Satsuki yang juga menatapnya.

"Benar katanya… Kita harus menikmati hari ini dengan gembira, hapus air matamu Satsuki!" Mikuni mencoba menghibur Satsuki lalu mengajaknya ke ruang tengah, dimana Krom, Krowell dan Kreuz berada.

"Krowell, kesini sebentar." Mikuni menginstruksikan bocah batita itu ke arahnya.

"Ma… ma?" Ya, sejak kecil Satsuki mengajarkannya untuk memanggil Mikuni 'mama' dan dirinya 'kaa-chan'. Mikuni tersenyum sambil mengacak-acak surai silver anaknya yang paling kecil.

"Ayo, lanjut membagikan kuenya. Mama potongkan kuenya lalu Krowell berikan kepada kaa-chan yaa…"

"Un!"

Perayaan ulang tahun Krowell kembali berlangsung seperti tadi –tepatnya semua berusaha untuk kembali ceria. Kreuz yang sudah diberitahu semuanya oleh sang kakak juga memahami suasana itu dan mencoba untuk ceria demi adik kecilnya.

Tidak terasa hari sudah semakin malam. Jam sudah menunjukan pukul delapan malam. Dan kelihatannya Krowell sudah mengantuk karena sejak siang tadi ia bercanda dengan Kreuz dan Krom tanpa henti. Mikuni sudah meminta kepada suaminya untuk segera pulang, karena hari semakin malam. Selain agar Krowell dan Satsuki dapat beristirahat, kedua putranya juga besok bersekolah agar mereka tidak kelelahan. Mereka berempat akhirnya memutuskan untuk pulang pukul setengah Sembilan malam.

Saat mereka akan pulang, Satsuki memeluk mereka berempat satu persatu untuk terakhir kalinya dengan mata berair. Kemudian, Krowell muncul dari belakang Satsuki. Kedua orang tua Krom kemudian langsung memeluk putra terkecil mereka dengan erat, seakan-akan tidak ingin melepasnya, Krowell yang tidak mengetahui apa-apa hanya tertawa ceria. Krom tersenyum miris, kemudian ia melihat Krowell berpaling ke arahnya.

"Klom.. nii-chan.. Kleus.. nii-chan.." gumam bocah berumur satu tahun itu sambil menggapai-gapaikan tangannya di udara. Kreuz langsung mengambil tubuh mungil Krowell dan mengangkatnya tinggi di udara.

"Adik kecilku, selamat ulang tahun ya.. Semoga kau tumbuh jadi pemuda yang pintar, baik hati, dan tampan seperti kakakmu ini ahahaha." Kreuz tertawa sebari memain-mainkan tubuh Krowell di udara. Krom hanya tersenyum melihat pemandangan itu.

"Ne, Krom-nii tidak mau mengatakan apapun kepada Krowell?"

Ah. Krom terhenyak sedikit kemudian ia mendekati Krowell yang sedang berada di gendongan Kreuz.

Kreuz baru saja akan menyerahkannya pada Krom, tapi ia menolak. Jadi sekarang Krowell tetap berada di gendongan Kreuz.

"Krowell… Mungkin nanti kita akan jarang bertemu karena kami akan tumbuh dewasa dan semakin sibuk. Tapi ingatlah satu hal, walau apapun yang terjadi, Krowell tetaplah adik kecil Krom-nii yang nii-chan dan Kreuz nii sayangi. Tumbuhlah jadi pria yang bisa membanggakan Satsuki-san, Otou-sama, Okaa-sama, dan kami. Selamat ulang tahun, otoutou-chan." Krom kemudian menyerahkan liontin berbentuk huruf K inggris kuno dan mengalungkannya pada leher mungil Krowell lalu mengecup pipi Krowell secara bergantian dan langsung membalikan badannya,

"Otou-sama, Okaa-sama, ayo pulang. Krom sudah mengantuk." Krom langsung membuka pintu dan berdiri di luar menunggu yang lain. Kreuz yang melihatnya hanya terdiam dan menyadari bahwa Krowell sudah tertidur di gendongannya. Ia lalu menyerahkan adiknya pada Satsuki dan pamit menyusul Krom.

Sekarang hanya tersisa tiga orang dewasa dan satu batita di ruangan itu.

"Ah, Maafkan kelakuan Krom yang seenaknya ya." Mikuni menyentuh liontin pemberian Krom yang ada di leher Krowell. "Tidak apa-apa, Mikuni-sama, setidaknya sekarang Krowell punya benda yang bisa mengingatkannya pada kakak-kakaknya yang mungkin tidak akan ia temui lagi,"

Mikuni tersenyum miris.

"Mungkin sekarang.. Di depan rumah sedang terjadi hujan…"

Benar.

'hujan'.

Krom yang Kreuz yang terisak dalam diam di depan rumahlah hujan yang dimaksud.

Belasan tahun telah berlalu, Krom sudah menjadi seorang pengusaha dan Kreuz menjadi seorang guru di sekolah music ternama, 07-Ghost Academy. Suatu hari, sang ayah memanggil kedua putra beserta istrinya ke ruangan kerjanya untuk memberitahu mereka sebuah hal penting.

"Hah?! Otou-sama akan membeli biola Stradivarius dan menyumbangkannya kepada 07-Ghost Academy? Untuk apa? Untuk merayakan Kreuz bisa menjadi guru di akademi ternama itu?" Krom terbelak kaget dan menjejali sang ayah yang duduk berhadapan dengannya dengan berbagai pertanyaan.

Kedua orang tua Krom dan Kreuz hanya tersenyum menanggapi pertanyaan Krom. Krom yang merasa dibodohi mengerutkan keningnya. "Ayolah! Apakah kalian berencana untuk membodohiku?" Krom menggerutu sambil menoleh kearah Kreuz yang duduk di sampingnya. Gerutuannya hanya ditanggapi dengan tawa lepas dari ketiga orang yang menjadi lawan bicaranya saat ini.

Kreuz kemudian mengeluarkan sebuah foto,

"Nii-chan, tebak siapa ini." Krom mengambil foto itu dari tangan Kreuz. Pertamanya ia kebingungan, untuk apa Kreuz memberinya foto orang asing. Ia menatap kearah Kreuz dengan tatapan minta penjelasan. Kreuz hanya mengulum senyum dan mengisyaratkan untuk tetap mengamati foto itu.

Foto seorang murid bersurai silve, dan bermata violet sedang berpidato di podium.

Tunggu…

Krom melihat sesuatu yang familiar di liontin dengan huruf K inggris kuno sebagai bandulnya.

.

"Ah! Ini kan!" Krom berteriak histeris sambil menunjuk foto itu. Kreuz dan Mikuni kembali tertawa melihat ekspresi Krom.

"Krom. Ayanami Krowell kecil kita sudah beranjak dewasa. Ayah dengar ia menjadi seorang murid yang berbakat dan berhasil lolos seleksi untuk menjabat sebagai ketua OSIS. Ayah benar-benar bangga dengan putra bungsu ayah itu. Tapi sayangnya kita tidak bisa memberinya hadiah secara langsung, maka dari itu ayah berencana memberinya hadiah dengan perantara 'penyumbangan boila Stradivarius' kepada akademi itu." Ayah Krom menjelaskan situasi dengan pancaran mata bahagia. Terlihat sekali ia sangat bangga dengan Krowell. Krowell benar-benar tumbuh menjadi pria tampan, cerdas, dan membanggakan mereka semua.

Krom kemudian tersenyum, "Kalau begitu, mari kita sumbangkan biola itu untuk adik kesayangan kita, Krowell Raggs."

-flashback off-

Teito dan Ilyusha takjub mendengar cerita Krom. Benar-benar menghanyutkan mereka. Dan akhirnya mereka mengetahui kebenaran dibalik semua misteri ini.

"Memang kenapa, tumben kalian menanyakan hal ini.." Krom bertanya kepada kedua remaja yang sedang melongo di depannya.

"A-Ah! Tidak. Hanya saja Ayanami-sensei sekarang menjadi guru di sekolah kami. Tepatnya Pembina OSIS dan tadi Teito sempat mendengarnya menggumam di ruangan yang mirip museum sekolah kalau yang memberi boila Stradivarius untuk sekolah itu merupakan orang yang berharga baginya." Teito berkata jujur kepada Krom. Krom sedikit terkesima dengan informasi baru yang ia dapatkan dari Teito.

"Sou~ Benarkah? Hmm.. Darimana dia tau ya kalau Otou-sama yang menyumbangkan biola itu untuknya? Dan.. Dia sekarang berada di sekolah yang sama dengan kalian dan Kreuz mengajar?" Teito dan Ilyusha mengangguk.

Krom kembali mengulum senyum dan menggumam,

"ternyata ikatan persaudaraan memang tidak bisa dilepas begitu saja.. Ototou…"

"HIEE?! Teito meninggalkanku?! Kejamnya!" Eve baru membaca email dari Teito dan sekarang hari sudah mulai gelap. Mana berani ia berjalan sendiri gelap-gelap begini. Adik kampret. Eve sekarang ngedumel sendiri tidak jelas saat sampai di parkiran. Niatnya ia ingin minta tumpangan pada teman-temannya. Tapi sepertinya sudah banyak yang meninggalkan sekolah, hanya tersisa beberapa mobil dan sepeda gayung disana.

Eve menghela nafas pelan. Kemudian ia berinisiatif. Ia tau mungkin kurang sopan, tapi daripada ia diculik malam-malam bagaimana? Eve langsung berlari masuk ke dalam sekolah.

Beruntung baginya, karena orang yang dicari sudah berada di depan mata.

"Ah! Ayanami-sensei!" Ayanami keheranan melihat anak didiknya yang sedaritadi mengatakan akan pulang tapi ternyata masih keluyuran di sekolah hingga malam begini.

"Hm? Kenapa Eve?"

Muncul serabutan merah di wajah Eve. Jujur saja ia malu untuk melakukan hal ini.

"Err… Ano…" Eve meremas roknya pelan dan menundukkan kepalanya.

"Hm?" Ayanami makin keheranan dengan tingkah Eve, seperti akan menyatakan cinta saja.

"Ayanami.. Sensei…"

"A-ano…"

"Cepatlah Eve, kalau tidak akan saya tinggal pulang."

"HIE?! Tungg-tunggu sensei! Tolong antarkan Eve pulang! Eh!" Eve menutup mulutnya spontan, tidak menyangka ia berani sekali meminta begitu kepada guru. Ayanami membelakkan matanya sejenak. Kemudian ia kembali memasang wajah datarnya,

"Kenapa kau tidak pulang bersama adikmu?" Eve kembali cemberut begitu mendengar pertanyaan Ayanami.

"Uhk, Teito meninggalkanku sendiri. Aku sedang tidak bawa mobil dan takut untuk pulang sendiri malam begini. Nanti kalau diculik bagaimana?" Eve memanyunkan bibirnya, membuat Ayanami menahan tawa.

"Hmm.. Baiklah kalau begitu akan saya antar kamu pulang. Beritahu saja alamatnya. Ayo, kita ke mobil sekarang."

Eve bersorak dalam hati karena ia sekarang merasa aman tidak pulang sendirian, terlebih ia tidak perlu berjalan kaki sehingga bebannya berkurang. Ia kemudian menyusul Ayanami ke parkiran dan masuk ke kursi sebelah pengemudi di mobil. Eve merasa tidak sopan jika ia duduk di belakang sementara Ayanami di depan. Memangnya Ayanami itu supirnya?

Dalam perjalanan, tidak ada satupun yang membuka percakapan setelah Eve menerangkan denah dari sekolah ke rumahnya. Lima belas menit kemudian, mobil silver milik Ayanami tiba di kediaman Eve.

"Sudah sampai, nona muda." Kata Ayanami sambil menggoda Eve. "U-Urusai! Aku bukan nona muda!" Eve mengelak malu. Ayanami kemudian tertawa kecil dan menyentuh rambut coklat Eve.

"Ne, Eve."

"Nani, sensei?"

"Sampaikan salamku kepada keluargamu ya.." pesan Ayanami ketika Eve sedang bersiap-siap untuk keluar. Eve bingung dengan perkataan Ayanami tapi ia mengiyakan pesan itu.

"Ng? Oke Ayanami-sensei, terima kasih untuk tumpangannya ya."

Ayanami tidak menjawab Eve, ia malah mendekatkan wajahnya kepada wajah Eve. Eve mulai blushing dan ketika wajah mereka berjarak kurang dari lima sentimeter, ia spontan memejamkan matanya.

'Cup'

Sebuah ciuman kecil mendarat di kening Eve. Ayanami kemudian mengelus surai coklat Eve yang mirip dengan Krom sambil tersenyum dan menggumamkan,

"Selamat malam, Eve."

Eve gelagapan dan keluar dari mobil terburu-buru. Sial, wajahnya sekarang sudah dipastikan memerah total, jantungnya berdebar keras. Jujur saja ia merasa nyaman tadi. Ia kemudian memperhatikan mobil Ayanami yang menjauh dari pekarangan rumahnya.

Eve memegang keningnya yang tadi diberi ciuman kecil oleh Ayanami. Wajah Eve semakin memerah.

Aih, kenapa aku merasa seperti ini?

.

.

.

T

B

C

.

.

.

GYAYAHAHAHA AKHIRNYAA INI CHAPTER TERPANJANG DENGAN 5600AN WORDS AHAHAHAHA TOLONG SAYA GILA /DIINJEK.

GIMANA MOMEN AYANAMIXEVENYA MUAHAHAHAHA KETAHUAN KAN SEKARANG HUBUNGAN MEREKA APA GYAHAHAHA CINTA TERLARANG WOHOHOHOHOHO /DIINJEK..

Untuk kedepan mungkin humor akan dikurangi karena pairing yang lagi kita bahas ini cinta terlarang /pret.

BTW…

MAKASI UNTUK REVIEWNYA YAAA SEMUA YANG NGEFAV NGEFOLLOW JUGA MAKASIH BANGET MAAF GABISA BALES SATU-SATU TEPAR ACU (?)

DITUNGGU CHAPTER SELANJUTNYA YAA~~ masih tetap dengan pairing terngenes kita, Ayanami x Eve ! /dicambuk ayatan