Thx buat yang sudah bersedia membaca, memberikan kritik, saran, dan masukan yang berharga. Sungguh itu sangat berarti, makasih ya, saya jadi terharu. *peyuk-peyuk, ditendang rame-rame* :D
Warning : AU, Little OOC, Kakashi Unmasked, Kakashi 33 tahun, Hinata 18 tahun.
Don't like don't read, please!
-xXx-
Naruto Disclaimer : Masashi Kishimoto
Author : Langit Malam
Tittle : Misteri Gadis Dalam Lukisan
-xXx-
Chapter IV
Malam terangkum sempurna dalam pelukan selimut kegelapan. Tak ada cahaya rembulan. Tak ada cahaya bintang. Langit malam ini hanya tampak dipenuhi gumpalan-gumpalan awan yang menggantung muram. Bayang-bayang pohon besar yang mengelilingi istana Daimyou Hyuuga, semakin menambah suram dan pekatnya malam.
Cahaya kuning keemasan dari obor menyala yang terpancang di sudut-sudut istana tampak meliuk-liuk tertampar angin, menciptakan bayang-bayang yang bergerak-gerak liar dan menyeramkan. Burung hantu yang beruhhu pelan di kejauhan terbang mengepakkan sayap-sayapnya menyentuh dahan pepohonan, menimbulkan desir halus yang mendirikan bulu roma.
Di antara kerimbunan tanaman puring, tampak dua sosok tubuh bergerak cepat dalam bayang-bayang gelap pepohonan dan diam tanpa saling berkata-kata. Mereka bergegas melangkah sambil berusaha menghindari pengawal yang banyak berjaga-jaga, berpatroli keamanan di sekeliling istana. Tampak jelas mereka sangat memahami seluk beluk istana bahkan hingga ke sudut-sudutnya, tahu bagian mana dari istana tersebut yang tidak dijaga dengan ketat.
Dua sosok itu berkerudung mantel tebal berwarna gelap terbuat dari kulit yang sudah tampak lusuh, kusam, dan butut dimakan usia. Wajah mereka tersembunyi sempurna di balik bayang mantel. Sosok yang satu tampak lebih pendek dan sedikit membungkuk membawa tongkat, sedangkan sosok yang satu terlihat tinggi semampai.
Mereka terus berjalan ke arah pondok kecil di belakang istal kuda tanpa menghiraukan tanah berlumpur bekas tersiram hujan yang kini mengotori alas kaki dan pakaian bawah mereka. Mereka sengaja memilih jalan yang becek berlumpur karena mereka tahu bahwa pengawal istana pasti malas lewat di sana dan lebih memilih berpatroli di jalan-jalan utama atau sekedar duduk-duduk sambil bergurau di gardu perjagaan ditemani secawan sake*) untuk mengusir hawa dingin yang menggigil menusuk tulang.
Tok tok tok
Sosok yang lebih pendek dan bungkuk mengetuk pintu pondok perlahan, sementara sosok tinggi di belakangnya tampak bergerak-gerak gelisah menoleh ke sana kemari. Suara ketukan itu langsung membuat diam dua orang pria yang tengah bercakap-cakap di dalam pondok.
"Siapa?" tanya sebuah suara ragu-ragu dari dalam.
Jelas tamu di tengah malam adalah hal yang tidak biasa bagi mereka. Apalagi suhu dingin di tengah malam ini lebih mengundang bagi siapapun untuk bergelung dalam selimut tebal yang hangat ketimbang berjalan susah payah di tengah lumpur menuju gubuk reot mereka.
"Cepatlah buka, Baka!" desis galak suara serak gemetar seorang wanita tua menyahut.
Suara langkah kaki terdengar bergegas mendekat disusul suara palang pintu yang digeser dan tak lama kemudian terbukalah pintunya dengan suara berderit berisik karena engsel-engselnya yang sudah tua dan berkarat.
"Chiyo-Baasan?"
"Memangnya kau kira siapa, Baka? Minggir!"
"Aduh!"
Pria muda yang membuka pintu tadi ternyata adalah Iruka, dan kini terlihat meringis kesakitan seraya mengusap-ngusap kepalanya yang dipukul oleh wanita tua itu dengan gagang tongkat. "Dasar nenek-nenek sadis," gerundel Iruka sepelan mungkin karena takut getokan gagang tongkat akan kembali mendarat di kepalanya.
Ia pun bergegas menutup pintu pondoknya setelah Nenek Chiyo masuk diiringi sosok tinggi semampai yang terus berjalan mengikuti bagaikan bayang-bayang.
Gubuk itu meskipun kecil dan sudah tua, tetapi tampak bersih dan terawat rapi. Perapian di sudut ruangan tampak menyala membuat suhu dalam ruangan terasa begitu hangat. Sebuah periuk tanah liat yang mengepulkan uap panas beraroma segarnya jahe merah dan sereh*) tampak bertengger di atas tungku kayu bakar. Dua buah tempat tidur kecil dari kayu tampak bersisian di bawah jendela besar yang hanya tertutup bilah papan sederhana.
Di tempat tidur paling pojok, tampak sesosok tubuh tinggi ramping tetapi tegap berisi dengan kulit bersih walau tampak sedikit kecoklatan terbakar matahari, tengah tertelungkup di atas pembaringan yang hanya beralas selimut tua tebal bertambal. Punggungnya tampak bilur-bilur merah membiru bekas cambukan. Di beberapa bagian bahkan masih tampak darah mengering dari bekas luka yang masih tersayat membuka.
"Aa… Chiyo-Baasan? Itterashai…*)"
Kakashi bangkit perlahan dari posisinya sambil menyeringai menahan nyeri yang terasa tajam menyengat di punggungnya.
"Siapa yang menyuruhmu bangun, Baka?"
Bletak!
Iruka terkekek geli melihat gagang tongkat yang kini juga mendarat telak di kepala Kakashi sehingga membuat sebagian rambut peraknya rebah. Sesosok ramping yang sejak tadi berdiri di belakang Nenek Chiyo pun terdengar tertawa tertahan.
"Aku ingin memeriksa luka-lukamu, Kakashi," kata Nenek Chiyo seraya duduk perlahan di tepi tempat tidur dan mengeluarkan bahan ramuan obat dari dalam keranjang rotan kecil yang ia bawa.
"Hanare, sampai kapan kau mau berdiri di situ? Baru melihat si baka ini lima menit saja sudah membuatmu bingung seperti ayam tetelo."
Kata-kata Nenek Chiyo yang blak-blakan itu langsung membuat sosok ramping itu tampak salah tingkah sesaat sebelum kini melepas mantel perjalanannya yang lusuh. Ketika mantel itu tersingkap, tampak rambut lurus coklat panjang yang indah, wajah yang dengan pipi yang merona kemerahan, kulit kuning langsat yang halus, dan mata coklat yang hangat.
"Ngh… a-ano, Kakashi-san, ada titipan untukmu."
Dengan malu-malu Hanare mengulurkan dari balik mantel perjalanannya sebentuk mangkuk kayu tingkat tiga bertutup rapat dan menyerahkannya pada Iruka yang langsung membuka mangkuk kayu itu dengan semangat, sementara Kakashi sedang meringis menahan sakit diolesi dan diborehi punggungnya dengan ramuan Pien Tze Huang*) oleh Nenek Chiyo setelah sebelumnya dibersihkan, dan diseka dengan lap bersih lembut yang dicelup air panas dan sake. Hanya sesekali terdengar dengus napasnya yang tertahan dan gemeretak giginya.
"Wuiih… sup kacang merah, Kakashi. Harumnya. Aku jadi lapar," kata Iruka seraya mengusap-ngusap perutnya dan mengendus-ngendus uap panas yang naik mengepul dari mangkuk kayu itu dengan mata berbinar-binar. "Ada nasi merah*) hangat, nori*), tempura*), dan sapi teriyaki*)-nya juga. Wahhh, jarang-jarang kita makan semewah ini, Kakashi. Belum tentu setahun sekali."
"Huh? Titipan? Dari siapa?" tanya Kakashi heran dengan suara sedikit teredam seraya memiringkan kepalanya dan menatap gadis cantik itu dengan matanya yang abu-abu gelap, membuat pipi Hanare kembali panas dan memerah.
"Dari Hinata-sama. Hinata-sama membuatnya sendiri untukmu, Kakashi-san," kata Hanare terbata perlahan.
"Uhhuukk uhhukk… eheeeem." Iruka yang sedang menyuap potongan wortel sampai tersedak dan terbatuk-batuk. Ia bergegas meminum segelas besar air hingga tandas. "Hahhh, hampir mati aku gara-gara wortel. Sepertinya aku tersedak karena ada yang tidak ikhlas aku makan kiriman untuknya."
"A… arigatou. Tolong sampaikan untuk Hinata-sama."
Hanare dengan jelas melihat senyum tipis hadir di sudut bibir pria muda gagah itu sebelum kembali menelungkupkan wajahnya di bawah kedua lengannya yang ditekuk di bawah dada bidangnya.
Hanare pun mengerti.
Pria itu memiliki hati terhadap putri junjungannya.
Dan anehnya… tiba-tiba Hanare merasakan sebersit rasa sakit menusuk dalam hatinya. Ia tahu. Ia cemburu…
Sementara itu, di bangunan utama puri Hyuuga, tampak siluet seorang gadis ramping sedang berdiri termenung di atas balkon lantai dua depan kamarnya.
Wajah jelitanya tengadah menatap langit malam yang kelam. "Angin… bisikkan padanya. Aku rindu padanya. Tapi… itu tidak mungkin. Ia terlarang untukku. Andai ada kehidupan kedua, aku ingin terlahir menjadi rakyat biasa saja…"
Angin pun menyahut bisikannya dengan membelai lembut kulit dan menerbangkan anak rambutnya. Dingin. Tapi sesuatu yang lebih dingin mengkristal membeku dalam hatinya.
Hampa.
Airmata pun mengalir.
Perlahan.
Dalam diam.
Jari lentiknya pun kini memetik senar harpa*) perlahan. Begitu menyayat membelah kesunyian malam. Penuh perasaan akan rindu yang tidak bisa tersampaikan. Rindu yang terlarang.
xxXxx
"Kakashi! Sedang apa kau di situ? Cepatlah! Berat tahu!"
Gerutuan Iruka memecah kesunyian di tengah hutan. Dengan kesal ia menaruh bangkai kijang besar di atas tanah dan menghenyakan bokongnya di atas batu besar. Kakashi tampak mengabaikan gerutuannya dan terus berjalan ke arah tebing curam. Jurang yang puluhan meter di bawahnya, tampak mengalir deras aliran anak sungai yang penuh bebatuan besar.
"Woiii, kau mau apa? Bunuh diri ya? Ya ampun, wanita bukan cuma Hinata-sama, Kakashi. Masih banyak wanita lain!" teriak Iruka melihat Kakashi tampak melongok-longokan kepalanya ke bawah jurang.
Dengan sebal Kakashi melempar kerikil ke kepala Iruka yang segera meringis kesakitan.
"Aduh. Sakit tahu!"
Kakashi mengabaikan cerocos sumpah serapah Iruka. Ia tampak tertarik pada sesuatu jauh di bawahnya. Sekitar tujuh meter di bawah tebing tampak beberapa kuntum mawar putih hutan yang cantik, menyembul dari balik semak rerimbunan hijau daunnya. Mawar putih itu tumbuh di balik batu besar yang terjepit di antara tebing.
Kakashi bergegas menurunkan gulungan besar tambang dadung*) yang sejak tadi bergulung di bahunya. Ia kemudian membentuk simpul dan mengikat kuat ujung tambang yang satu di batang pohon beringin besar, sementara ujung yang satu diikatkan di pinggangnya sendiri.
"Woiii Kakashi, kau gila ya?" sembur Iruka panik. Bagaimana tidak, kini ia melihat Kakashi perlahan menuruni tebing curam yang di bawahnya menganga sungai deras dengan batu-batu besar, suara alirannya terdengar mengerikan dan penuh buih putih.
Kakashi hanya tersenyum tipis dan mengiyakan dalam hati. Iya. Dia memang sudah gila, karena berani jatuh hati pada junjungannya. Kakashi tahu, dia terlarang untuknya. Tapi bukankah kita tidak pernah bisa memilih jatuh hati pada siapa. Rasa itu hadir begitu tiba-tiba tanpa meminta izin sebelumnya.
Kakashi tidak ingin apa-apa. Ia hanya ingin Hinata tahu perasaannya. Perasaan yang tak akan pernah terungkapkan dan terkatakan. Perasaan yang akan terkubur bersama kematiannya.
Kakashi tahu Hinata sangat mencintai mawar-mawarnya. Ia ingin memberi mawar putih hutan yang mungkin tidak berharga dibanding mawar varietas unggulan yang banyak tumbuh di taman pribadi hime-nya. Mawar putih hutan tidak berharga yang ia petik dengan taruhan nyawanya sendiri. Sedikit saja ia tergelincir atau tambang dadung yang mengikat pinggangnya putus karena tersayat batu tebing yang tajam, maka ia akan mati.
Perlahan Kakashi turun. Semeter demi semeter tambang itu semakin terulur mengikuti tubuhnya yang menuruni tebing. Rasa perih tersayat mulai terasa di telapak tangannya yang kapalan. Sandal dari tali kulit binatang tampak mantap berpijak di batu-batu tebing yang menonjol.
Satu meter.
Dua meter.
Tiga meter.
…
….
Tujuh meter.
Dan tambang itu pun habis terulur.
Tubuhnya tergantung, terayun-ayun frustasi di atas tebing. Bagaimana tidak? Semeter di bawahnya tampak kelopak kuntum mawar putih itu terangguk-angguk menggoda tertiup angin yang kencang berhembus.
Setelah menggeretakan gigi gerahamnya untuk menguatkan tekad, Kakashi membuka simpul tambang di pinggangnya dengan jari gemetar dan bergegas melilitkan tambang di telapak tangan kirinya. Tubuhnya pun turun seiring tambang yang memanjang.
Kini ia terayun di atas tebing curam hanya dengan lilitan tambang di tangan kirinya yang tetap menyambung nasibnya dengan kehidupan. Kakashi mengulurkan lengannya ke arah pohon mawar yang tumbuh.
"Se-sedikit lagi," erang Kakashi.
Napasnya terengah dan memburu berpacu dengan degup jantungnya yang tak beraturan. Ia tak lagi mendengar apa-apa. Suara hembusan angin yang mendesau kencang, kepakan elang hutan yang terbang di kejauhan, aliran gemericik deras air, daun yang saling menggesek ranting. Ia tak lagi mendengar apa-apa. Konsentrasinya penuh tertuju pada bunga mawar putih hutan yang seolah tersenyum lembut mengundangnya untuk memetiknya.
Kakashi setengah putus asa semakin mengulurkan jari-jarinya seolah berharap keajaiban sehingga jari-jarinya mampu menjangkau bunga itu. Tak lagi ia hiraukan telapak tangan kirinya yang begitu sakit tersayat dan perlahan mati rasa karena terlilit kuat tambang.
Kakashi menendang batu pijakannya hingga tubuhnya terayun ke arah semak bunga dan dengan cepat menyambar semak mawar dan menggenggamnya kuat. Semak itu pun tercabut bersama tubuhnya yang terayun kembali ke tempatnya tadi. Tak ia hiraukan duri mawar dan sayatan batu tebing yang tajam mengiris tepi telapak tangannya. Darah pun mengucur membentuk warna merah yang cantik di antara kelopak putih bersihnya.
Merah yang indah tetapi penuh kesedihan, memeluk putih yang dingin penuh kehampaan.
Mawar putih bersimbah darah yang banyak bercerita tentang dua insan yang terpisahkan dan tak akan tersatukan hanya karena perbedaan strata sosial, kasta, harta, dan tahta.
- To Be Continued -
Glosarium :
*) Sake : adalah minuman keras tradisional Jepang yang dihasilkan dari fermentasi beras sehingga sering juga disebut anggur beras. Sake sendiri memiliki arti minuman beralkohol. Tetapi beda regional bisa berbeda arti. Di Kyushu selatan, sake berarti minuman yang disuling sedangkan di Okinawa, sake merujuk pada sochu yang terbuat dari tebu. Sake juga kerap digunakan untuk upacara ritual dalam agama Shinto, tidak aneh mengingat minuman ini sudah dikenal sejak Tahun 700 masehi. Di masa Perang Dunia II Pilot Kamikaze (secara harfiah artinya angin dewa, arti sebenarnya adalah pilot-pilot yang melakukan serangan bunuh diri dengan menabrakkan pesawatnya ke kapal atau benteng musuh) selalu meminum sake sebelum menjalankan misi mereka
*) Jahe merah dan sereh : adalah minuman tradisional yang sangat bermanfaat. Berdasarkan efek farmakologisnya, jahe merah memiliki manfaat untuk melancarkan sirkulasi darah, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, menghangatkan tubuh, anti radang dan penambah nafsu makan. Dalam sereh kandungan citronella-nya membantu menenangkan dikala stres melanda. Sereh juga bisa jadi obat yang dapat menyembuhkan masuk angin, demam, pilek, dan membuat efek bau badan harum.
*) Itterashai : Selamat datang
*) Pien Tze Huang : obat ini adalah ramuan obat yang hingga kini masih menjadi rahasia negara RRC. Terdiri dari Shexiang (sekresi kering dalam kantung yang terletak di bawah pusar kijang jantan dewasa, berguna untuk merangsang kesadaran, melancarkan peredaran darah dan menghilangkan nyeri), Niuhuang (batu empedu dalam sapi, berguna untuk menghilangkan panas dalam, kejang dan merangsang kesadaran), Shedan (empedu kering ular, berguna untuk menghilangkan panas dalam, menormalkan fungsi paru dan hati, Tianqi (ginseng). Ramuan obat ini sangat kuat dan tidak boleh dikonsumsi orang hamil karena bisa menyebabkan keguguran.
*) Nasi merah : adalah sejenis makanan yang terbuat dari beras merah yang ditanak. Manfaat nasi merah banyak sekali jika dibandingkan dengan nasi putih. Memperkuat daya tahan tubuh, meningkatkan perkembangan terhadap otak, kandungan zat besi tinggi, kaya kandungan serat, memiliki kandungan vitamin dan mineral 2-3 kali lebih banyak dari beras putih, mengandung antioksidan yang mampu mencegah timbulnya kanker, terutama kanker usus, tidak mengakibatkan peningkatan kadar gula dalam darah sehingga dengan mengonsumsi nasi merah dapat mengurangi risiko diabetes hingga 16 persen dan mencegah tekanan darah tinggi, serta memerangi kolesterol jahat.
*) Nori : adalah sejenis makanan dari Jepang berupa lembaran rumput laut yang dikeringkan. Nori digunakan sebagai hiasan dan penyedap berbagai macam masakan Jepang, lauk sewaktu makan nasi, dan bahan makanan ringai seperti senbei
*) Tempura : adalah makanan Jepang berupa makanan laut, sayur-sayuran, atau tanaman liar yang dicelup ke dalam adonan berupa tepung terigu dan kuning telur yang diencerkan dengan air bersuhu dingin lalu digoreng dengan minyak goreng yang banyak hingga berwarna kuning muda.
*) Teriyaki : cara memasak makanan Jepang yang dipanaskan atau dipanggang di atas wajan atau kisi-kisi dari besi untuk memanggang dengan menggunakan saus teriyaki (tare). Saus teriyaki dibuat dari kecap asin (shōyu), sake untuk memasak, dan gula pasir dengan takaran 1:1:1. Kata teriyaki berasal dari kata teri yang artinya bersinar (karena mengandung gula), dan kata yaki yang artinya dibakar atau dipanggang
*) Harpa : adalah merupakan jenis alat musik petik. Seringkali alat musik ini diilustrasikan bersama dengan para malaikat. Bentuknya tinggi, umumnya berwarna emas dan memiliki senar. Biasanya berbentuk dasar segitiga.
*) Tambang dadung : sejenis tambang yang terbuat dari pilinan kulit sabuk kelapa yang sudah dimemarkan.
So… kritik, saran, masukan, saya terima dengan senang hati.
Langit Malam
Publish 05/03/2013