Unspeakable

By Salt no Pepper

Naruto © Masashi Kishimoto

Summary: Sudah setahun aku menunggunyadi taman ini. Taman yang menjadi saksi pertemuan pertama kami. Dan ketidakhadirannya membuatku mulai merasa putus asa terhadap penantian ini. Akankah dia datang?/ "Aku…merindukanmu."

Warnings: OOC, AU, maybe typo(s), alurnya mungkin sedikit membingungkan bagi beberapa orang

Chapter 3

-Hopeless and…-

Apakah aku lebih baik menyerah?

Pertanyaan itu terus berputar-putar di kepalaku. Jangan salahkan aku karena mulai mempertanyakan hal ini. Sudah setahun aku menunggunya, dan dia belum datang sama sekali. Aku merasa putus asa terhadap penantian ini. Aku jadi teringat akan jawabanku pada polisi yang tahun lalu menegurku. Betapa naifnya aku saat itu dalam memandang hal absurd seperti cinta.

Dialah tujuan hidupku. Tanpa dirinya, aku bagai kapal yang terombang-ambing karena tidak menemukan bintang polaris. Aku tidak tahu sejak kapan aku menjadi begitu tergantung padanya. Rasanya mustahil aku merasakan hal seperti ini hanya karena pertemuan yang sebentar.

Entah mengapa, aku jadi menyesal telah bertemu dengannya. Karena dirinya, sekarang aku hancur, tenggelam dalam keputusasaan yang sangat menyakitkan.


Teman-temanku mulai kasihan melihat keadaanku yang kosong, tanpa semangat hidup. Mereka menyuruhku untuk berhenti menunggunya, dan melanjutkan hidupku. Yang benar saja! Aku bahkan sudah lupa bagaimana aku menjalani hariku sebelum bertemu dengannya.

Mereka bilang, gadis yang membuatku menderita seperti ini, pasti bukan orang baik-baik. Aku tersenyum mendengar perkataan mereka, berpura-pura seolah semua baik-baik saja. Walau sebenarnya hatiku sudah mati, entah sejak kapan. Mungkin sejak aku menyadari bahwa dia tidak akan datang, untuk selamanya.

Tapi ternyata teman-temanku tidak tertipu oleh senyum palsuku. Mereka bersikeras mengajakku jalan-jalan, untuk refreshing. Karena ingin membuktikan bahwa aku baik-baik saja, aku pun menerima ajakan mereka. Tidak ada ruginya, kan?

Awalnya aku penasaran kemana mereka akan membawaku malam-malam begini. Namun, aku langsung tahu tujuannya saat mobil Sasuke berhenti di depan gedung yang dihiasi lampu-lampu mencolok. Nightclub. Aku hampir tidak percaya bahwa 'inilah' tempat yang mereka maksud untuk refreshing. Oh, ya ampun, sebegitu lamanya-kah aku jauh dari pergaulan? Aku bahkan tidak menyadari kalau mereka sudah sering ke tempat seperti ini.

Untuk sesaat, aku terpana di depan gedung itu. Menyadari aku yang hanya terdiam, Sakura menghampiri dan menarik tanganku, mengajakku masuk. Aku pun ikut masuk ke tempat yang sangat berisik itu. Setelah kami duduk, Sakura menyodorkan segelas minuman padaku.

Sepertinya dia melihat dahiku yang mengernyit, karena kemudian dia berkata, "Minumlah, akan membantumu melupakannya."

Aku tidak tuli, aku mendengar dengan jelas penekanan pada kata 'nya' yang diucapkan Sakura. Dan aku juga tidak terlalu bodoh untuk tidak mengetahui siapa yang dimaksud. Aku tahu pasti maksudnya adalah si gadis lavender.

Mendengar perkataan pacar Sasuke itu, aku langsung meraih gelas tinggi yang ada di depanku. Bukannya aku percaya dengan meminum minuman ini, aku akan melupakannya. Aku tahu tidak akan semudah itu, tapi tidak ada salahnya dicoba, kan? Dan aku pun menenggak minuman berwarna biru itu.


Entah sudah berapa gelas alkohol yang kuminum, aku sendiri tidak ingat. Satu-satunya hal yang kurasakan saat ini adalah sakit kepala yang sangat. Semua hal di sekelilingku serasa berputar. Ini membuatku semakin pusing. Kepalaku ingin pecah saja rasanya.

Dan, coba tebak? Aku masih belum bisa melupakan gadis lavender itu! Perasaanku padanya masih utuh di hatiku. Aku kesal sekali! Aku jadi merasa ingin memukul seseorang. Baiklah, sepertinya kondisiku memburuk. Aku bahkan tidak bisa berdiri tegak lagi. Kurasa lebih baik aku pulang sekarang. Aku yakin Sasuke dan yang lain pasti masih di lantai dansa. Aku pun beranjak dari sofa tempatku duduk dan berjalan ke arah pintu keluar.


Jalanan sudah sepi saat aku keluar dari nightclub itu. Aku sebenarnya tidak tahu ada dimana dan bagaimana cara kembali ke taman. Kepalaku sudah terlalu sakit untuk memikirkan itu, jadi kubiarkan saja kakiku melangkah tak tentu arah. Aku terus berjalan, sampai akhirnya aku tiba di sebuah jembatan yang terbentang di atas satu-satunya sungai di Konoha.

Aku berhenti. Kemudian suatu pemikiran melintas di otakku.

Lebih baik aku mati saja.

Aku tidak tahu darimana ide itu muncul, tapi itu kedengaran bagus untukku. Bukankah aku sebenarnya sudah mati? Aku sudah seperti boneka tak bernyawa yang menjalani hidup dengan berbagai rutinitas. Tanpa perasaan. Jadi apa salahnya jika aku bunuh diri sekalian? Tidak akan ada bedanya, kan?

Tanpa sadar aku sudah berdiri di atas tepi jembatan. Bersiap untuk menjatuhkan diri. Pikiranku kosong, seperti selembar kertas yang putih bersih. Atau malah, gelap seperti langit malam saat ini? Aku sendiri tidak tahu. Aku sudah siap mati saat tiba-tiba hal yang aneh terjadi.

Saat aku menatap permukaan air, entah bagaimana refleksi diriku tergantikan oleh sesuatu yang lain. Menjadi bayangan seseorang yang aku yakin bukan diriku, karena rambutku tidak panjang. Lagipula, terakhir kali aku bercermin, mataku berwarna biru sapphire, bukan perak pucat seperti itu. Tunggu! Perak? Jangan-jangan…

Aku memperhatikan bayangan di permukaan air itu dengan lebih seksama. Untungnya, di sebelahku ada lampu jembatan yang bersinar cukup terang, jadi aku bisa melihat dengan lebih jelas. Dan benar saja, itu adalah bayangan si gadis lavender! Aku tidak percaya ini, bahkan setelah aku mengucek-ucek mataku, bayangan itu tidak juga hilang! Dia tetap berada di sana, tersenyum manis ke arahku.

Aku turun perlahan dari tepi jembatan dan duduk memeluk lututku. Bahkan setelah gadis lavender itu menyakitiku sangat dalam, aku masih mencintainya. Kami-sama, apa Kau sedang mempermainkanku? Sakit. Kumohon, hilangkan perasaan yang membuatku menderita ini!

Tiba-tiba aku merasa sesuatu mengalir dari kedua mataku. Hangat. Cairan itu terasa hangat di dinginnya malam ini. Aku menangis. Malam ini, kulepaskan semua egoku untuk tidak menangis dan menumpahkan segala kepedihan yang kurasa.


Aku membuka mataku dan mendapati cahaya yang sangat menyilaukan. Perlu beberapa saat bagiku untuk mengetahui aku ada dimana. Taman. Haah, sepertinya kakiku menjalankan tugasnya dengan baik semalam, tidak seperti otakkku yang kacau.

Aku bangkit dari pembaringanku, tiba-tiba saja sakit yang luar biasa menyerang kepalaku. Efek minuman kemarin masih ada rupanya. Aku memegangi dan memijit pelipisku pelan, berharap dengan begitu dapat mengurangi rasa sakit yang teramat sangat ini.

Setelah rasa sakitnya cukup mereda, aku mengangkat tangan kananku dan berusaha melihat jam berapa sekarang. Sulit sekali, karena penglihatanku yang kurang jelas menyebabkan jam di tanganku berbayang. Aku mengerutkan kedua alisku, mencoba untuk lebih memfokuskan pandanganku.

"A-ano, a-apakah anda Namikaze-san?" tiba-tiba saja terdengar suara halus yang membuat konsentrasiku buyar.

"Iya, ada ap-" kalimatku terputus ketika aku melihat orang yang kini berada di depanku.

Memang, pandanganku masih agak kabur. Tapi aku tidak mungkin salah mengenali gadis beriris perak dan berambut biru ini. Berdiri di hadapanku, seseorang yang sangat kurindukan, orang yang mampu membuat lidahku kelu, orang yang membuat jantungku berdetak lebih kencang. Juga orang yang telah mencuri hatiku selama satu tahun ini.

Otakku terlalu bodoh untuk memikirkan apa yang harus kulakukan. Tapi tidak dengan tubuhku. Jadi tanpa berpikir lagi, aku langsung menghampiri dan memeluknya erat. Aku dapat merasakan tubuhnya tersentak, sepertinya ia tidak menduga akan hal ini. Aku menyanggakan kepalaku di bahunya, menggigit bibir bawahku untuk menahan tangis.

"Aku…merindukanmu," bisikku dengan suara bergetar. Aku tidak tahu seperti apa ekspresinya sekarang, namun aku dapat merasakan anggukan kecil kepalanya.

"Kumohon...jangan pergi lagi dari sisiku." Aku tidak dapat menahan airmataku lagi, cairan bening itu menetes turun dari kedua mataku.

Kemudian kurasakan ia membalas pelukanku, tangannya mengelus punggungku pelan. "Tidak akan," bisiknya lembut di telingaku.

"Aku janji, kita akan selalu bersama."

-Fin-

Loh? Udah siap bacanya? Cepet amat. Yakin gak dilompat-lompati, nih? Kalo dilompat-lompati, entar nyesel loh! #plakk (readers: emang elu yang bikinnya kependekan!) Emang iya? *pura-pura innocent*

Sudahlah, sekarang Salt hanya pengen ngucapin sesuatu yang sangat penting ini: AKHIRNYA FIC UNSPEAKABLE INI TAMAT! *lebay*

Asli, Salt seneng banget sekaligus lega fic ini udah siap! Rasanya tuh kayak, kalian bikin sebuah cerita terus akhirnya tamat. Apalagi kalo itu cerita pertama kalian, rasa senangnya berkali lipat. Trus, ditambah review dari para readers lagi. Wuiih, rasa senangnya berkali-kali lipat!

Maafkanlah Salt yang sangat norak ini, minna-san =="

Oiya, ada yang nyadar gak? Kalo dari chap 1 sampe chap 3 ini banyak kata-kata yang sama? Jadi kayak monoton gitu. Sekali lagi Salt minta maaf *ojigi* Hal tidak diinginkan itu terjadi karena kosakata Salt yang kurang. Maklum, kamus Bahasa Indonesia Salt dimakan anjing *bohong* ._.V

Nah, ayo kita membalas review!

Ardymmmm: Wuaah, makasih jempolnya! *ngutipin jempol yang berserakan* Ini udah Salt update :)

Megu-Megu-Chan: Umm, si Hinatanya gak papa sih, tuh dia datang! Kenapa? Pengen terjadi sesuatu ke Hinata, ya? *smirks* Gampang, bisa diatur! *digebukin Naru sama klan Hyuuga* Anyway, thanks for review! :)

Kalo yang login, dibalas lewat PM. Silahkan cek inbox masing-masing.

Sekarang, maukah kalian memberikan komentar dan concrit dalam bentuk review? Salt akan menerimanya dengan senang hati!

~('o' ~) (~'o')~