Naruto by Masashi Kishimoto

Warning : Tidak suka? Aku sarankan untuk kembali saja dengan hati lapang karena mohon maaf aku tidak menerima flame.

:: ::

Hate or Love?

# 1

:: ::

"Ayah tega!" suara teriakan nyaring dari seorang gadis remaja berambut soft pink meramaikan suasana pagi yang cerah hari itu. Bahkan saking kerasnya, membuat burung-burung yang tengah hinggap di dahan pohon segera beterbangan.

"Setelah ayah memblokir semua kartu kreditku, sekarang ayah hanya memberiku 10 Ryo? Ya ampun, ini, sih hanya cukup untuk membayar ongkos taksi saja! Bagaimana dengan uang jajanku?"

"Tidak akan ada tambahan uang saku lagi, Sakura. Mulai sekarang, ayah hanya akan memberimu 10 Ryo sehari, jadi lebih baik kau gunakan uang itu sebaik mungkin. Biasakanlah ke sekolah memakai bus atau kereta, ongkosnya jauh lebih murah dibanding naik taksi. Dan kau masih punya banyak sisa untuk uang jajan," timpal ayahnya panjang lebar.

"NANI? Bus? Kereta? Yang benar saja, Ayah!" Sakura mendengus sebal. "Aku tidak akan pernah mau naik angkutan yang penuh sesak seperti itu! Apa yang akan dikatakan teman-temanku nanti kalau tahu seorang Sakura Haruno yang terhormat ini pergi ke sekolah dengan BUS? Itu sungguh memalukan, Ayah! Aku tidak mau!" sungut Sakura dengan berapi-api.

Haruno, sang ayah, cukup terkejut mendengar ucapan Sakura. Ia kemudian menatap Sakura dengan tatapan serius. "Tidak ada lagi kalimat 'Sakura Haruno yang terhormat' mulai sekarang. Tanggalkan kalimat itu, Sakura! Sekarang cepat berangkat kalau kau tidak mau kesiangan sekolah," ujar ayahnya dengan tegas, lalu berbalik meninggalkan meja makan yang terasa tegang itu. Ibu Sakura hanya menatap kedua orang terkasihnya dengan cemas, sementara Sakura tampak menahan kekesalannya dengan bibir cemberut.

"Menyebalkan!" rutuk Sakura seraya menyambar tas selempangnya dengan kasar kemudian berjalan sambil menghentakkan kakinya dengan keras. Ia tak memedulikan ucapan salam yang biasa ia lontarkan pada kedua orang tuanya setiap akan berangkat sekolah.

Ibu Sakura hanya bisa menggumam pelan, "Sakura…."

"Jangan memanjakannya lagi mulai sekarang…" ucap sang ayah pelan pada isterinya.

"Tapi ayah jangan terlalu keras padanya. Kasihan Sakura… mungkin anak itu masih belum terbiasa dengan keadaan ini," sahut sang isteri dengan penuh perhatian.

"Justru karena dia belum terbiasa, kita harus membiasakannya mulai saat ini. Kehidupan kita sudah berubah, jadi Sakura harus bisa memposisikan diri. Dia sudah besar dan sudah bisa berpikir dengan cermat."

Sang isteri hanya bisa menunduk terdiam sementara Haruno menghela napas dan memijat keningnya, mencoba untuk sabar menghadapi keegoisan putri satu-satunya itu. Kadang, sikap keras kepala Sakura selalu membuatnya pusing. Namun, Haruno juga mengerti bagaimana perubahan drastis ini akan sulit diterima Sakura.

Ya, tepatnya sebulan yang lalu, Haruno yang seorang pemilik perusahaan roti terbesar di Kirigakure tiba-tiba saja mengalami kerugian besar dan terancam bangkrut! Entah berapa banyak karyawan yang sudah di-PHK. Kerugian yang terlalu besar itu menimbulkan hutang yang tidak sedikit. Semua kekayaannya disita untuk membayar hutang, termasuk rumah mewah yang dimilikinya berikut segala isinya.

Haruno sempat stres dan frustasi gara-gara ini, namun sekarang ia mencoba memulai kembali semuanya dari awal lagi. Dan tentu saja hal ini akan menjadi sulit bagi Sakura. Bagaimana pun, Sakura sudah terbiasa dengan kehidupan mewah dan serba berkecukupan. Tak bisa dipungkiri kalau mungkin Haruno jugalah yang telah salah dalam mendidik sang buah hati tercintanya itu. Dulu, mereka terlalu memanjakan Sakura dengan segala kemewahan yang dimilikinya. Alhasil, hidup Sakura pun akhirnya jadi serba royal. Dan kini, disaat kemewahan itu tiba-tiba saja terenggut, kehidupan mereka sudah tentu akan berbalik 180°.

Ah… hidup memang seperti roda yang berputar. Ada saat dimana posisi kita ada di atas, ada pula saat dimana posisi kita dibawah.

"Sakura harus bisa melepas kemewahannya dan menjadi Sakura yang sederhana," gumam sang ayah.

::

~R.I.N.Z.U.1.5~

::

"Ugh, ayah benar-benar menyebalkan! Aku, seorang Haruno Sakura yang terhormat (dulunya) naik bus ke sekolah? Menunggu dan berdesak-desakkan bersama orang-orang yang tidak jelas baunya? Ewww… maaf saja, ya!" ceracau Sakura saat ia sampai di perempatan jalan untuk mencegat taksi yang lewat.

Tiba-tiba saja pandangannya tertuju pada baliho besar yang terpasang di sisi jalan. Dan sesaat kemudian matanya melebar setelah membaca tulisan yang tercetak jelas pada baliho itu. "Huaaa… pertunjukan teater terbesar tahun ini akan diselenggarakan di Konoha? Pemeran utamanya… pemeran utamanya SABAKU NO GAARA? Gyaaa… ini pasti mimpi! Gaara, sang aktor teater no. 1 yang keren itu akan main di Konoha? Hiyaaa…!" Sakura berseru kegirangan, seolah mimpinya untuk bertemu dengan sang aktor teater idola menjadi kenyataan.

"Sudah kupastikan aku harus menontonnya dan mendapat tiket VIP-nya! Acaranya digelar sebulan lagi? Gaara… tunggu aku!"

BRUGH!

"Aduh!"

Tiba-tiba kegembiraan hati Sakura terhenti saat seorang laki-laki tanpa sengaja menabrak bahunya dengan cukup keras. Untunglah Sakura tidak sampai jatuh, tapi tetap saja bahunya terasa sakit ditabrak seperti itu. Sambil mengusap bahunya yang kesakitan, Sakura menatap tajam laki-laki berambut kuning jabrik yang menabraknya itu.

"Hei, dasar tidak sopan! Perhatikan jalanmu, Baka!" teriak Sakura kesal.

"Huaaa… maaf, maaf. Aku tidak sengaja, sungguh! Aku sedang buru-buru, maaf, ya!" seru sang laki-laki yang berkali-kali mengangguk-anggukkan kepala tanda maaf sebelum akhirnya berlari meninggalkan Sakura yang masih mencak-mencak.

"Huuuhh… dasar! Menyebalkan!"

Tak lama kemudian, sebuah taksi tampak melintas. Dengan menahan rasa kesalnya, Sakura pun mengulurkan tangan untuk mencegat taksi itu. Taksi berhenti tepat di depan Sakura, segera saja gadis itu naik dan menjatuhkan diri di kursi belakang dengan kasar. "Shimura Gakuen, Pak!"

"Baik, Non." Sang supir langsung tancap gas begitu Sakura menyebutkan tujuannya.

Tidak butuh waktu yang lama untuk dapat sampai di sekolah menengah elit Shimura. Sekolah milik Shimura Danzo itu merupakan sekolah terbesar yang berdiri dengan megahnya di Kota Konoha. Hampir seluruh siswa dan siswinya berasal dari kalangan orang-orang yang memiliki pengaruh besar dan para pengusaha kaya.

Mobil-mobil pribadi dengan beragam model dan merk nampak berseliweran melewati jalan menuju gerbang sekolah yang menjulang tinggi bagai gerbang istana, seolah ingin menonjolkan eksistensinya sebagai mobil paling keren dan mahal di Shimura.

Pantaslah jika Sakura merasa malu dan minder saat ayahnya menyarankan untuk pergi sekolah dengan bus atau kereta. Sudah pasti Sakura akan menjadi bahan ejekan teman-temannya karena semua orang tahu siapa itu seorang Haruno. Tidak heran kalau sekolah elit seperti itu kebanyakan penghuninya merupakan para penjilat.

Taksi yang ditumpangi Sakura berhenti beberapa meter sebelum gerbang sekolah. Setelah membayar ongkosnya, Sakura pun berjalan masuk dengan langkah cepat menuju kelasnya yang berada di lantai tiga. Namun karena terburu-buru, Sakura tanpa sengaja bertabrakan dengan seorang laki-laki berambut merah saat di koridor, alhasil Sakura pun jatuh dan menghamburkan sebagian isi tas selempangnya yang terbuka.

"Aduh, sial sekali aku hari ini!" rutuk Sakura pelan seraya mengusap pantatnya yang terjatuh.

"Maaf, kau tidak apa-apa 'kan?" tanya sang laki-laki itu sopan seraya mengulurkan tangannya untuk membantu Sakura berdiri.

Sakura langsung terdiam saat melihat sosok yang ditabraknya. Ia terkejut. "Sa-Sasori-kun…"

"Aahh… Sakura?"

Seakan tersadar dari pesona laki-laki di hadapannya, dengan salah tingkah, Sakura segera membereskan isi tasnya yang berhamburan. Perlahan rona merah menghiasi pipi putihnya karena malu. "Ma-maafkan aku, Sasori-kun. Aku tidak sengaja!"

"Tidak apa-apa. Sepertinya kau sedang buru-buru?"

"Ah, um… sebenarnya tidak juga, sih. Ya, sudah… k-kalau begitu aku duluan, bye!" Sakura langsung berlalu dari Sasori yang masih berdiri, tampak terbengong.

Mata Sasori tiba-tiba tertuju pada sebuah benda kecil yang tergeletak di lantai koridor. Ia pun membungkukkan badannya dan memungut benda itu. "Hmm…" gumamnya pelan.

Sakura yang berjalan menuju kelas, masih tampak meracau tak jelas pada diri sendiri. Rasanya malu sekali sampai jatuh karena menabrak Sasori, laki-laki yang selalu Sakura kagumi dan selalu membuat jantungnya berdebar tak karuan. Namun, segera Sakura menggelengkan kepalanya, menghentikan pikirannya pada Sasori.

Sesampainya di kelas, Sakura langsung disambut heboh oleh teman-temannya.

"Hai, Sakura, sudah tahu belum kalau Gaara-kun akan main di Konoha?" tanya Tayuya, gadis berambut dark pink yang merupakan putri seorang pemilik orkestra.

"Tentu saja aku tahu!" jawab Sakura semangat. Kekesalannya tadi pagi seakan terlupakan jika sudah membahas tentang aktor idolanya itu.

"Kyaaa… aku sudah tidak sabar menantikan penampilan Gaara-kun yang keren itu! Aku sudah pesan tiketnya pada manajerku, lho!" seru Shion, gadis berambut pirang yang merupakan seorang model terkenal di majalah remaja itu dengan mata berbinar.

"Aku juga sudah minta ayahku untuk pesan tiketnya dari sekarang," tambah Ami, seorang aktris drama yang sedang naik daun. "Nanti kita nonton sama-sama, yuk! Pasti asyik!"

"Iya, aku setuju! Kau bagaimana, Sakura?" tanya Tayuya.

"Aku juga setuju!"

"Eh, psst, psst… itu Sasori-kun! Kyaaa… keren sekali!" seru Shion tiba-tiba dengan girang.

Sontak pandangan para gadis itu langsung tertuju pada laki-laki berambut merah tampan yang tampak berjalan melewati kelas mereka dengan gaya cool-nya. Tentu saja terlihat juga para gadis lain yang saling berbisik di belakangnya, mengagumi sosok Akasuna no Sasori, yang selain tampan juga merupakan salah satu orang yang berpengaruh di sekolah, karena ayahnya merupakan kepala sekolah Shimura. Hampir semua murid perempuan mengaguminya, termasuk Sakura sendiri.

"Hei, dia melihat kearahku, kyaaa! Aku jadi malu!" ujar Ami.

"Hush, kau ini kege-eran sekali!"cibir Shion.

Sesaat, Sasori berhenti di depan kelas Sakura dan kemudian masuk, membuat para siswa lainnya terkejut tak menyangka. Mereka tampak kegirangan dan saling berbisik.

"Maaf, aku mencari Sakura," ucap Sasori kemudian.

Sakura yang merasa disebut namanya, tampak kaget, tak terkecuali ketiga sahabat dan teman-teman sekelasnya yang lain. Belum sempat pertanyaan itu dijawab, mata Sasori lebih dulu menangkap sosok Sakura. Tanpa bertanya lagi, ia segera menghampiri gadis berambut pink yang masih tampak terbengong itu. Dengan senyum tipis, ia menyerahkan sebuah pensil mekanik pada Sakura.

"Ini, punyamu terjatuh tadi."

Dengan sedikit kikuk, Sakura akhirnya mengambil pensilnya dari tangan Sasori. "Eh? Terima kasih…."

"Hn," jawab Sasori pendek sebelum kemudian berbalik dan keluar meninggalkan kelas Sakura yang masih tampak terasa penuh dengan aura yang terpesona. Namun, semuanya kembali pada keadaan semula sesaat setelah Sasori pergi menuju kelasnya yang berada dua kelas dari kelas Sakura.

"Kyaaa, Sakura, kau curang!" seru Ami yang iri.

"Baik sekali Sasori-kun mau mengantarkan sebatang pensil ke sini!" puji Tayuya.

"Dia memang keren!" tambah Shion.

Sementara Sakura tampak merona sambil menatap pensilnya. Ia tidak menyangka seorang Sasori akan mencarinya dan mengembalikan sebatang pensil yang sungguh, bukan sesuatu yang begitu penting. Benar-benar seperti mimpi saja!

::

~R.I.N.Z.U.1.5~

::

Mobil sport silver milik Shion yang kini dikendarai Sakura itu melaju dengan cukup kencang membelah jalanan yang cukup lengang di salah satu kawasan jalan Konoha sore itu. Suara canda dan celoteh saling bersahutan di dalam mobil yang berisi empat orang itu. Siapa lagi sisanya kalau bukan Ami dan Tayuya. Mereka berempat kini berencana untuk pergi shopping dan makan malam bersama seusai sekolah yang melelahkan.

Sebenarnya hal ini merupakan satu keuntungan juga bagi Sakura. Dengan begitu, Sakura tidak perlu pulang dengan naik taksi. Sebelumnya ia sering berbohong pada teman-temannya dengan mengatakan kalau mobil miliknya sedang berada di bengkel, atau dipinjam ayahnya, dan beragam alasan lainnya untuk menutupi hal sebenarnya bahwa mobil miliknya sudah seminggu ini menjadi penghuni show room.

Namun, Sakura sungguh tidak akan menyangka bahwa satu kejadian akan menimpanya kini. Satu kejadian yang akan merubah nasibnya ke depan. Ia tidak mengindahkan nasehat ayahnya untuk tidak berfoya-foya lagi karena keadaan mereka tidak sama seperti dulu. Tapi, memang dasarnya Sakura agak keras kepala, ia tidak menghiraukan petuah sang ayah. Mungkin sebuah teguran bisa sedikit menyadarkannya, siapa tahu.

Suasana di dalam mobil masih ramai oleh obrolan khas perempuan, alunan musik pop terdengar di dalamnya. Sakura perlahan mengangguk-anggukkan kepala mengikuti irama musik sambil sesekali menoleh pada ketiga temannya yang dua diantaranya duduk di jok belakang. Ia masih mengendarai mobil Shion dengan kecepatan cukup tinggi. Saking asyiknya, Sakura tidak menyadari seorang pengendara sepeda yang hendak melintas. Justru teriakan Shion yang duduk disebelah Sakura-lah yang mengejutkan semua orang di mobil.

"SAKURA, AWAAASS!"

Mata Sakura juga ketiga sahabatnya terbelalak lebar. Begitu pula sang pengendara sepeda yang kini ada di hadapannya. Tayuya, Shion dan Ami memejamkan mata seraya menundukkan kepala dengan menjerit saat Sakura mendadak menginjak rem dengan kuat.

CKIIITTT…! DUUUAAAGH!

Ekspresi syok terhias di wajah para remaja di dalam mobil itu sesaat setelah tubuh mereka terdorong ke depan akibat rem mendadak. Beruntung, sabuk pengaman berhasil menahan mereka dari benturan kepala. Keempat wajah itu tampak tegang dengan napas yang terengah, seperti habis lari maraton keliling kota. Jantung mereka berdegup kencang dan keringat dingin mengalir di dahi dan leher. Untuk sesaat, keempatnya hanya bisa saling berpandangan.

"Sa-Sakura…" Shion nampak terbata ketakutan, begitu juga dengan Ami dan Tayuya.

Dengan perasaan yang tidak tentu, Sakura memberanikan diri mendongakkan kepalanya ke depan. Sambil meneguk ludah, ia arahkan pandangannya pada jalan di hadapannya. Dan ketakutannya terbukti sudah. Sebuah tubuh tampak tergolek di jalanan, ia meringis menahan sakit. Darah tampak mengalir di pelipisnya, sementara sepedanya tampak penyok dan kotak bawaannya yang berisi makanan sudah terserak tumpah tak terselamatkan.

Sakura menatap horror laki-laki berambut kuning yang tak sengaja ditabraknya. Dengan sedikit bergetar, Sakura perlahan membuka pintu mobil dan keluar menghampiri laki-laki itu. Sungguh, ia kini sangat takut! Sakura bisa saja langsung tancap gas dan kabur saat itu juga untuk bebas dari tuduhan, tapi agaknya rasa tanggung jawabnya masih ada, terlebih rasa takut bersalah itu membuatnya memutuskan untuk memeriksa keadaan sang laki-laki.

"Aduh… bagaimana ini? Gawaaat…!" Sakura panik luar biasa.

Sang laki-laki hanya meringis tak mampu berkata. Rasa sakit yang menjalar di tubuhnya membuatnya tidak berdaya.

"Sakura, cepat bawa ke rumah sakit!" seru Tayuya yang kini ikut keluar dari dalam mobil.

"Ah, i-iya!" Sakura nampak gelagapan. Ia kemudian mengangkat tubuh sang laki-laki dibantu Tayuya dan Shion, sedangkan Ami tetap berada di dalam mobil. Tubuhnya bergetar ketakutan menatap darah yang mengalir di pelipis sang korban yang kini dibopong ke dalam mobil. Segera saja Ami pindah tempat duduk ke jok depan bersama Shion yang kini mengambil alih setir.

"Bertahanlah, jangan mati dulu!" seru Sakura yang masih terlihat tegang.

"Sakura, ini semua salahmu tidak hati-hati! P-pokoknya aku tidak mau terlibat apapun kalau terjadi sesuatu pada orang itu…" ucap Ami saat mobil mulai melaju kembali. Ia menggigiti kuku jempolnya. Tentu saja ia ketakutan. Apa jadinya kalau sampai media menyiarkan berita tentang seorang aktris yang menabrak seseorang? Bisa-bisa jadi bahan gunjingan kru tivi dan seluruh masyarakat, terlebih para fans-nya. Pamornya bisa jatuh.

"Aku tahu, diamlah dan jangan membuatku semakin takut, Ami!" jawab Sakura yang sama paniknya.

Shion dan Tayuya tidak menanggapi. Mereka berkonsentrasi pada jalan di depannya.

Segera setelah sampai di Rumah Sakit Konoha, para tim medis dengan cekatan membawa sang laki-laki menuju ruang perawatan. Sakura dan ketiga temannya menunggu di luar ruangan dengan perasaan campur aduk.

Sakura tampak frustasi. Apa jadinya kalau kedua orangtuanya tahu kalau ia sudah menabrak seseorang, meski tidak disengaja sama sekali? Bisa saja ayahnya menampar pipi Sakura lalu mengusirnya keluar dari rumah. Padahal baru saja keluarganya tertimpa musibah sebulan yang lalu, dan sekarang musibah baru kembali menimpanya. Bagaimanapun, Sakura bisa jadi tersangka utama jika terjadi apa-apa pada laki-laki yang kini berada di ruang perawatan. Bagaimana juga jika ia sampai berurusan dengan polisi lalu ujung-ujungnya ia dituntut dan diadili di meja hijau dan terbukti bersalah? Dan akhirnya mendekam di penjara? Oh nooo! Masa depannya masih panjang untuk ia habiskan di penjara! Apa kata dunia jika seorang Haruno Sakura yang terhormat masuk penjara? Jujur, ada sedikit rasa sesal kenapa sebelumnya ia tidak kabur saja saat itu….

Tak lama kemudian, pintu ruang perawatan pun terbuka dan muncullah seorang dokter laki-laki yang berkacamata dengan name tage bertuliskan dr. Yakushi Kabuto dengan diikuti suster di belakangnya. Sakura dan teman-temannya langsung menghampiri sang dokter dengan tidak sabar.

"Ba-bagaimana, Dok? Apa lukanya parah?" tanya Sakura ragu.

Dokter Kabuto hanya tersenyum lalu menggeleng pelan. "Kalian tidak usah khawatir. Lukanya tidak terlalu parah, hanya saja tangannya terkilir dan bagian pelipisnya sedikit sobek tergores sesuatu. Mungkin selama beberapa hari dia tidak bisa menggunakan tangan kanannya, tapi dia sudah boleh keluar rumah sakit hari ini juga. Dia hanya butuh istirahat untuk memulihkan lukanya," jelas sang dokter panjang lebar. Keempat gadis itu menghela napas lega, terlebih Sakura yang sudah berpikiran negatif terlalu jauh.

"Aah~ syukurlah… orang itu tidak sampai gegar otak," ujar Tayuya.

"Yah, aku sudah panik setengah mati!" tambah Shion. "Untung juga mobilku tidak kenapa-kenapa, aku baru meng-upgrade-nya, lho!"

"Jadi… kita sudah boleh pulang sekarang 'kan? Asisten ayah sudah menjemputku," ucap Ami yang terlihat kacau. Mungkin hari ini ia harus membatalkan jadwal syutingnya. Pikirannya masih terlalu kalut.

"Tentu saja…" jawab Tayuya. "Semuanya baik-baik saja. Mungkin tinggal Sakura yang harus menyelesaikan sisanya?" lanjutnya seraya memandang Sakura dengan kedua alis yang terangkat.

"Oke, aku mengerti kalau aku yang salah. Jadi, kalau kalian mau pulang, pulanglah! Biar aku yang mengurus ini. Maaf… aku membuat kalian dalam masalah."

Ami tidak berkata apa-apa dan berbalik meninggalkan Sakura. Agaknya Ami marah pada Sakura. Mungkin.

"Kami duluan, ya!" ucap Tayuya sambil menepuk pundak Sakura. Shion hanya melambaikan tangannya dan mengikuti Tayuya keluar dari rumah sakit.

"Terima kasih, Dok," ucap Sakura yang disertai anggukan sang dokter yang kini beranjak pergi. Sakura kemudian melangkah menuju kamar rawat dan dilihatnya sang laki-laki berambut blonde yang kini sudah terduduk di tepi ranjang rumah sakit. Tangan kanannya digips dan disangga dengan perban, begitu juga pelipisnya dililit oleh perban. Sakura merasa agak gugup. Oke, meskipun ini mungkin menjatuhkan harga dirinya, tapi harus Sakura akui bahwa dia yang salah dan harus meminta maaf.

"Um… maaf, aku… benar-benar tidak melihatmu saat itu. Kenapa kau tiba-tiba saja melintas begitu?"

"Aku juga tidak tahu kalau kau tidak melihatku. Kupikir kau akan menghentikan mobilnya… jadi aku melintas saja," jawab sang laki-laki.

Sakura memasang wajah serius dan terlihat berpikir. "Oke, aku akan bayar semua biayanya, jadi kau tidak usah khawatir. Hanya saja satu hal, kau anggap kalau kejadian ini tidak pernah terjadi sebelumnya dan... lupakan!" pinta Sakura tanpa basa-basi.

"He? Kau mau kemana?"

"Tentu saja mau pulang, memangnya kau pikir mau apa?"

"Lalu bagaimana dengan pekerjaanku hari ini? Aku tidak mungkin bisa bekerja dengan keadaan tanganku yang seperti ini. Pesanan untuk pelanggan sudah tumpah semua, aku bisa dipecat!"

"Kau cuti saja, gampang 'kan? Bilang saja kalau kau kecelakaan!"

"Tidak bisa! Restoran tempatku bekerja sedang ramai-ramainya pelanggan. Kalau aku cuti, aku harus mencari pengganti sementara…"

Sakura mendelik menatap sang pemuda, "Maksudmu? Kau mau bilang kalau aku harus menggantikanmu bekerja, begitu?"

"Untuk sementara saja, sampai aku sembuh."

Sakura mendengus. "Apa? Kau tahu, kalau aku ini masih sekolah! Mana mungkin aku bisa menggantikanmu bekerja?"

"Tidak usah khawatir, kau hanya bekerja part time, kok!"

"Huh, tidak mau! Aku sibuk tahu!" Sakura melipat kedua tangannya di depan dada.

"Hmm… kalau aku ceritakan kejadian ini pada bos-ku dia mungkin akan menuntutmu karena telah merugikan usahanya…"

Sakura menoleh cepat kearah sang pemuda, kedua alisnya mengerut. "Apa? Jadi kau mau mengancamku? Aku 'kan tidak sengaja, lagipula kau juga salah, melintas tidak bilang-bilang dulu!" Sakura mulai naik pitam.

"Tapi, bukankah kau yang lalai dalam berkendara?" balas sang pemuda tidak mau kalah. "Aku ini pihak yang dirugikan, lho… meski kau bilang akan membayar biaya perawatanku."

"Kau ini… benar-benar licik! Kau mau balas dendam padaku, ya?" seru Sakura setengah berteriak.

Sang pemuda mengangkat bahu. "Terserah kalau kau lebih memilih berurusan dengan bos-ku. Dia itu cerewet, galak lagi!"

Sakura merengut menahan kesal. Pemuda ini benar-benar ingin mempermainkannya. Tapi kalau si blonde ini sampai mengatakan kejadian yang sebenarnya, Sakura benar-benar bisa dalam masalah. Kalau tidak menuruti permintaannya, bisa saja Sakura dituntut lalu masalah akan menjadi semakin panjang.

'Aaarrrgh! Kenapa semua ini harus terjadi padaku?' teriak batin Sakura frustasi. Ia tampak berpikir keras sampai akhirnya Sakura terpaksa memenuhi permintaan sang pemuda di hadapannya. Yah, mungkin hanya tiga sampai empat hari saja.

"Baiklah, kalau begitu. Sekarang puas?"

"Sip! Aku janji tidak akan mengatakan hal ini pada siapapun. Kau bisa memegang kata-kataku selama kau mau menggantikanku sementara waktu."

"Huh! Terserah!" Sakura mendengus sebal.

"Aku Uzumaki Naruto. Namamu?" tanya sang pemuda.

"Sakura," jawab Sakura pendek.

"Nama keluargamu?"

"Itu tidak penting, kau tidak perlu tahu nama keluargaku!"

"Oh… oke, tidak apa-apa kalau tidak mau menyebutkannya. Kau boleh pakai nama keluargaku. Uzumaki Sakura. Bagaimana? Bagus juga 'kan?" Naruto nyengir lebar. " Tapi, kalau begitu kita jadi seperti sepasang suami isteri, ya? Hehehe…"

BLETAAK!

"Adaaauuww… sakiiittt! Kenapa orang terluka kau pukul juga, Sakura-chan? Nanti lukaku tambah parah, kau mau tanggung jawab?"

"Jangan bicara seenaknya! Kau ini sudah terluka, tapi mulutmu besar juga, ya?"

"Aww… terima kasih."

"Itu bukan pujian, dasar baka!"

"Oh. Oke."

"Grrr… kau ini orang aneh!"

"Yah, memang, sih beberapa orang bilang kalau aku aneh, hehe…. Sudah, jangan marah-marah terus, Sakura-chan, nanti cepat tua, lho!"

"'Sakura-chan, Sakura-chan…' jangan panggil aku dengan sok akrab begitu, ya!"

"Memangnya kenapa? Menurutku, 'Sakura-chan' lebih nyaman diucapkan."

"Aah, sudahlah! Bicara denganmu tidak ada habisnya." Sakura beranjak keluar dari ruangan itu dengan perasaan kesal.

"Hei, tunggu aku, Sakura-chaaan~!" seru Naruto yang terlihat agak kesulitan dengan tangan kanan yang kini terbalut perban. Ia beranjak mengikuti Sakura.

Sakura benar-benar tidak menyangka kenapa akhirnya ia malah harus berurusan dengan pemuda yang berisik ini? Dan parahnya lagi, Sakura harus menggantikannya bekerja di restoran! Baginya, itu merupakan hal yang merepotkan. Apa yang akan dikatakan teman-temannya jika tahu akan hal ini? Mereka sudah pasti akan mengejeknya.

Entah hal apa lagi yang akan terjadi setelah ini.

Bersambung…

a/n : Oke, akhirnya aku bisa juga menuangkan ide ini kedalam tulisan. Aslinya, ini cerita udah aku pendam beberapa lama karena bingung dengan jalan ceritanya! Meski memang nggak sesuai dengan sempurna seperti apa yang aku pengen, tapi seenggaknya inilah garis besar yang aku pengen ceritakan.

Di sini aku sengaja bikin Sakura terlihat temperamen. Tapi, aku nggak bermaksud mem-bashing, tentu saja aku juga suka Sakura. Ini hanya bagian dari skenario aja. Lewat cerita ini aku ingin menyampaikan satu pesan hikmah yang mungkin bisa diambil.

Mohon maaf kalau ada salah-salah dan kata-kata yang kurang berkenan, juga segala kekurangan dari fic ini…. Kritik dan saran yang membangun selalu terbuka untuk hasil yang lebih baik.

Terima kasih buat kalian yang udah mau baca juga me-ripiu dengan hati gembira(?). Semoga kebaikan kalian semua dibalas berlipat ganda, amin….^o^v

Sampai ketemu di chapter #2!

Salam cinta NaruSaku,

Rinzu15