07-GHOST (c) Yuki Amemia and Yukino Ichihara

HANABI (c) NamiKaze-Naruni

.

.

.

Pairing: Frau X Teito/ Castor X Labrador

Genre: Romance/Action/Family/Angst/Humor (Dikit)

Rated: T

Warning: AU, OOC, Shou-ai,Typo, Death Chara, Don't Like Don't Read!

.

.

.

Sebagai permohonan maaf telah vakum lama, saya berikan chapter yang lebih panjang.. Terimakasih atas kunjungan reader di fanfic saya ini. Enjoy!


Chapter 6: A Shadow


...

Frau membaringkan Teito di atas ranjang, diselimutinya pemuda berambut coklat itu hingga sebatas dada. Teito tampak menggeliat nyaman sebelum akhirnya kembali terlelap. Mata safir milik Frau menatap Teito dengan intens. Tetapi hanya sebentar sebelum akhirnya pria jangkung itu berbalik dan pergi dari kamar itu.

Di ruang tamu tampak Castor dan Labrador tengah berbincang masalah penting, mereka baru mendapat kabar jika baru saja keluarga Klein atau tepatnya Fea Kreuz Klein mendapatkan surat peringatan dari Black Hawk, "Kalau keadaannya begini, kita harus kembali ke Tokyo," Labrador menatap pria berkacamata di hadapannya dengan pandangan khawatir, tak dipungkiri jika pria berkacamata itu dapat menangkap siluet bayangan kekhawatiran dalam tatapan mata lavender itu.

Castor memejamkan matanya sekilas lalu menatap Labrador, "Saya mengerti kekhawatiran anda. Lalu bagaimana dengan Teito-sama?"

"Aku berpikir, lebih baik jika Teito-kun tetap disini. Situasi di Tokyo sudah mulai gawat, kau sudah tahu bukan jika Black Hawk sudah mengirimkan surat peringatan kepada Kakak? Aku hanya takut, sesuatu yang selama ini aku bayangkan terjadi. Aku tidak ingin kejadian 5 tahun yang lalu terulang kembali," balas Labrador, pria berkulit putih itu menghampiri Castor.

Castor tersenyum lembut untuk menenangkan majikannya itu, lengan Castor bergerak perlahan menyentuh wajah sebelah kiri pria manis di depannya. memberikan sebuah usapan lembut yang membuat Labrador perlahan dapat menenangkan hatinya, "Anda jangan lupa, Labrador-sama. Saya akan selalu berpihak pada anda dan keluarga anda apapun yang akan terjadi nanti," ujar Castor, mendengar itu Labrador tersenyum lembut, "Arigatou,"

Tap!

"Khng! Warui, kalau aku menganggu kalian, ya!" seru Frau yang ternyata sudah berada di ambang pintu ruang keluarga di mension itu. Membuat Castor seketika melepaskan lengannya dari wajah Labrador, sedangkan pria bermata lavender itu menatap canggung Frau yang sudah masang wajah –Kalian ini sempat-sempatnya berduaan!-

"Eh, Frau? Bagaimana dengan Teito-kun?" Labrador mengalihkan perhatian pria blonde itu, Frau langsung menghela nafas berat, "Sudah tidur, tuh!" serunya sembari beranjak duduk di sofa, "Aku tidak menyangka kalau dia tersesat di hutan belakang mension," komen Frau.

"Kau sudah tahu jika Black Hawk mengirim surat peringatan pada Kreuz-sama?" tanya Castor, Labrador menatap pria berkacamata itu lalu bergantian menatap Frau yang kini tengah memantik korek api untuk merokok, "Yeah," ujarnya lalu menghisap rokok itu dan menghembuskan asapnya, "Fuh, jadi keadaanya sudah mulai gawat. Black Hawk sudah memutuskan jika target selanjutnya adalah keluarga Klein, bukan? Itu artinya dalam waktu dekat ini mereka akan segera menyerang, jika kita salah langkah mungkin nasib keluarga Klein akan sama seperti keluarga Anvolt atapun keluarga-keluarga elit lainnya yang sudah menjadi korban Black Hawk itu," Frau meletakkan rokoknya di celah bibirnya, didongakkan kepalanya hingga bersandar pada sandaran sofa sedangkan mata safir-nya menatap tajam langit-langit ruangan itu.

"Sebenarnya apa tujuan Black Hawk melakukan ini?" tanya Labrador.

Frau mengambil rokok yang berada di mulutnya, dihisapnya kembali rokok itu lalu menegakkan kembali kepalanya, dihembuskan asap rokok itu lagi hingga mengepul di udara. Kali ini ia sedikit menundukkan kepalanya sambil melirik pria bermata lavender itu, "Itu pertanyaan sama yang sudah kedengar berkali-kali, lagi pula baru pertama kali ini aku melihat ekspresi khawatir dari wajahmu, Lab," kekeh Frau. Walaupun ia sudah lama tahu jika keluarga Klein sering menjadi incaran penjahat yang mengincar harta kekayaan keluarga Klein ataupun karena hal lain yang berhubungan dengan 'eksitensi' dalam bisnis. Tapi saat tahu jika Black Hawk yang kini mengincar, membuat situasi jadi sedikit berbeda.

"Frau, jangan bercanda," sahut Castor. Frau cuma diam sambil mematikan rokoknya di asbak yang berada di atas meja.

"Aku pun tidak terlalu paham dengan apa yang menjadi tujuan Black Hawk selama ini. Tapi jika kusimpulkan berdasarkan kasus kriminal yang kutangani dulu, memang dilihat dari kasus yang melibatkan Black Hawk para korban adalan orang-orang penting dalam suatu perusahaan atau orang-orang penting yang berkedudukan di pemerintahan,"

"Jadi maksudmu, para korban itu saling memiliki suatu hubungan?" tanya Castor sambil menaikkan letak kaca matanya.

"Binggo, kacamata!" seru pria blonde itu sambil menunjuk Castor dengan gaya jari seperti gerakan menembak.

"Suatu hubungan seperti apa?" kali ini Labrador bertanya sambil melangkah dua langkah ke arah Frau.

"Kalian tahu 15 orang korban utama adalah orang-orang yang pernah menjabat sebagai menteri dalam satu periode yang sama dan sebagian lagi adalah pemilik perusahaan kontruksi yang biasa menguasai tender?" ujar Frau, mata safir-nya menatap Castor dan Labrador yang hanya terdiam mendengarkan ucapannya.

Frau beralih berdiri dan melangkah perlahan, "Singkatnya, diantara para korban memiliki rasa saling mengenal yang cukup dekat. Seperti hubungan bisnis. Yang menjadi pertanyaan.." Frau berhenti melangkah tepat di hadapan Castor dan Labrador, mata safir-nya menatap dua orang di depannya, "Rahasia dibalik bisnis mereka. Setelah terjadi kasus penyerangan Black Hawk terkuak kabar jika semua korban Black Hawk memiliki bisnis gelap seperti perdagangan senjata, narkoba, penyelundupan barang-barang kuno, dan juga perdagangan manusia,"

Labrador langsung menatap Frau ,"Apakah itu semacam kerjasama? Ja-jangan-jangan maksudmu.."

Frau menyeringai, "Ya, Black Hawk memiliki tujuan tersembunyi dibalik kedoknya menjadi organisasi hitam sebagai pembunuh bayaran. Jika memang sejak awal berniat membunuh dan menghabisi orang-orang yang kusebutkan tadi, mereka tidak harus ikut campur dalam sindikat perdagangan gelap seperti itu, atau dibalik dari itu semua mereka hendak menyelidiki lebih dalam lagi tentang target mereka."

"Tapi, jika memang benar begitu, kakak tidak akan terlibat dalam kegiatan seperti itu," ujar Labrador yang tidak ingin membayangkan jika kakaknya adalah salah-satu orang yang terlibat sindikat perdagangan gelap.

Frau menghela nafas, "Bukan berarti Kreuz-sama terlibat dalam hal itu. Aku sudah bilangkan dari awal, jika mereka memiliki tujuan lain dengan berkedok sebagai pembunuh bayaran, itu hanya trik untuk mengecoh korban selanjutnya maupun kepolisian. Aku merasa jika tujuan Black sebenarnya bukanlah sekedar membunuh, tetapi ada tujuan lain yang lebih penting dari itu,"

"Untuk apa mereka melakukan pengecohan seperti itu? Bukankah terlihat aneh mereka melakukan hal yang merepotkan itu, jika memang dari awal mereka mengincar orang-orang tertentu yang berpengaruh tinggi," komen Castor, pria berambut scarlet itu memejamkan matanya sekilas sebelum menatap Frau.

Frau memasukkan kedua lengannya dalam kantung mantelnya, "Hahh.. aku akan sudah bilang, jika aku belum mengetahui dengan jelas tujuan mereka sebenarnya. Lagi pula, kita juga harus mencari tahu siapa yang telah membayar Black Hawk untuk mengincar Kreuz-sama,"

"Kalau begitu, besok kita harus kembali ke Tokyo," ujar Labrador yang membuat 2 orang pria lain kini menatapnya, "Kita semua?" tanya Frau, labrador menggeleng, "Tidak. Aku dan Castor yang akan kembali besok. Kau dan Teito-kun tetap disini sampai keadaan membaik. Aku punya firasat buruk mengenai hal ini," gumam pria bermata lavender itu dengan nada khawatir.

"Tidak. Aku akan ikut kembali, Paman,"

Deg!

"Teito-kun?" Labrador sedikit terkejut melihat Teito kini berdiri di ambang pintu, mata emerald-nya terlihat menatap tajam lawan bicaranya. Perlahan Teito melangkah mendekati 3 orang pria di ruangan keluarga mension itu.

"Maaf jika aku menguping pembicaraan Paman, tapi aku akan ikut kembali ke Tokyo apapun yang terjadi besok," ujar Teito dengan nada yakin sambil menatap bergantian orang-orang di ruangan itu.

"Teito-kun, tapi ini sangat berbahaya," halau Labrador, meyakinkan Teito agar membatalkan kepulangannya ke Tokyo.

Teito menatap Labrador, "Aku sudah tahu semuanya, Paman. Walaupun Paman tidak akan menjelaskan semuanya padaku tapi aku bisa mencari tahu sendiri. Bukan maksudku untuk membantah perintah Paman. Hanya saja, bukankah kita adalah keluarga? Jadi apapun yang akan terjadi nanti, kita harus selalu bersama. Aku tidak mau hanya sekedar diam dan menonton dari sini. Lagi pula diincar orang seperti ini, aku sudah terbiasa sejak dari dulu. Selain itu, aku bukanlah seorang pengecut!"

"Teito-kun, tapi.." pria bermata lavender itu tampak ragu jika ia membolehkan Teito ikut kembali ke Tokyo.

Set!

Labrador langsung menoleh pada Castor saat pria berambut scarlet itu menepuk bahunya pelan, sebuah senyuman terlihat dari wajah Castor dan terpantulkan di mata lavender-nya. Seolah aura wajah pria berkacamata itu berkata, tidak apa-apa. Jangan khawatir.

"Tapi.." Labrador tetap meragukan keputusan Teito itu.

"Paman," panggil Teito yang dapat melihat kegalauan di wajah Pamannya itu.

Puk!

"Hegh! Kau ini apa-apaan, sih?" Teito berseru saat kepalanya ditepuk dan rambutnya di acak-acak oleh pria berambut blonde yang sekarang berdiri di sampingnya.

"Kau tidak usah khawatir, Lab. Kau lupa siapa aku? Kalau kau menganggap Kuso gaki ini dalam bahaya jika kembali ke Tokyo nanti, berarti kau meragukan kemampuanku. Jadi jangan khawatir!" seru Frau langsung tersenyum sinis khasnya.

"Frau.." Labrador tampak memejamkan matanya sekilas lalu menatap Teito, pemuda mungil itu langsung membalas tatapan Pamannya itu dengan yakin. Labrador tersenyum lembut, "Baiklah, aku mengerti. Tapi jangan bertindak gegabah, ya."

Mendengar itu, garis bibir Teito tertarik membentuk sebuah senyuman kelegaan, "Iya! Teriamakasih, Paman!"

Castor berseru, "Baiklah, sebaiknya sekarang kita semua istirahat. Karena besok kita akan bersiap kembali ke Tokyo," Labrador dan Teito mengangguk mengerti.

"Kalau begitu aku duluan," ujar Frau langsung melangkah keluar ruang keluarga ke arah kamarnya.

"Tu-tunggu, Frau! Paman, Castor-san, oyasumi!" pamit Teito langsung mengejar Frau yang sudah pergi duluan.

Setelah Frau dan Teito pergi, Castor kembali menatap majikannya itu yang terlihat masih termenung, "Apakah anda masih khawatir?" tanya Castor yang membuat Labrador langsung tersentak kaget dan menatap Castor agak canggung, "Sedikit. Tapi setidaknya perasaanku sudah membaik sekarang. Nah, kita juga harus istirahat," balas Labrador sambil melangkah pergi. Castor mengangguk, "Ha'i."

"Kau harus benar-benar tidur, ya. Aku tahu, belakangan ini kau jarang tidur, Castor," ujar Labrador sambil melangkah. Mendengar itu pria bertubuh tinggi itu tersenyum, "Ya, Labrador-sama." balas Castor, kini mereka berdua berjalan beriringan menuju kamar untuk beristirahat.

"Frau, tunggu!"

"Apaan, sih?" gerutu Frau yang baru akan masuk ke dalam kamarnya, pria berambut pirang itu membalikan badannya menghadap Teito.

Teito tampak bingung memikirkan kata apa yang harus ia ucapkan, Frau memutar bola matanya tak habis pikir mengenai apa yang diinginkan oleh pemuda mungil di hadapannya itu, "Cepatlah, Kuso gaki! Kau mau menyampaikan apa?" tanya Frau.

Teito agak menundukkan kepalanya sebentar sebelum menatap Frau, "Terimakasih!" serunya kemudian.

"Huh?"

"Kau tadi sudah membantuku meyakinkan Paman dan juga aku belum mengucapkan terimakasih karena kau sudah menolongku saat tersesat di hutan tadi. Terimakasih, Frau," ujar Teito. Tatapan mata emerald itu melembut menatap Frau. Pria jangkung itu agak tertegun mendengar ucapan terimakasih dari Teito. Perlahan Frau menggerakkan lengannya menepuk kepala Teito dan sekali lagi mengacak-ngacak rambut coklatnya, "Iya, ya, ya adik kecil. Nah, sekarang kau pergi tidur sana!"

Ctak!

"Grr.. Hei! Kau ini berbicaralah yang sopan! Aku baru saja mengucapkan terimaksih kepadamu, setidaknya kau balas lebih baik lagi!" protes pemuda mungil itu sambil menepis lengan Frau yang masih betah mengacak-ngacak rambutnya.

"Keh," Frau terkekeh.

Ctak!

"Reaksi macam apa itu, hah?" kesal Teito melihat Frau malah seperti menertawakan tingkahnya barusan.

Frau menghentikan kekehannya lalu maju mendekati Teito, "Aku sudah bilang dari awalkan? Aku akan melindungimu apapun yang terjadi nanti, bahkan jika harus mengorbankan nyawaku sekalipun. Jangan membuatku harus berulang kali mengucapkannya, Kuso gaki,"

"Ba-baka! Kau sendiri jangan semudah itu mengatakannya!" ucap Teito, pemuda mungil itu langsung mengalihkan pandangannya tak ingin menatap Frau yang kini sudah berada dekat tepat di hadapannya, "Lagi pula, aku tidak akan membiarkanmu sampai mati," gumamnya pelan.

Mendengar itu, Frau tersenyum kecil, "Hei, Teito. Dongakkan wajahmu," kata Frau, Teito yang mendengar itu langsung mendongak, terlebih Frau memanggilnya dengan nama kecilnya bukan Kuso gaki seperti biasanya, "A-apa?" tanya Teito.

Cup!

Pemuda mungil itu tak sempat bereaksi saat melihat Frau membungkukkan sedikit tubuhnya dan tanpa terduga tiba-tiba dahinya dikucup oleh pria bermata safir itu. Sekali lagi pemirsa, dikecup oleh Frau. Kedua mata emerald Teito langsung membesar menyadari hal itu.

Hanya kecupan sesaat, Frau langsung menegakkan tubuhnya kembali, "Oyasumi!" setelah mengucapkan kata itu, Frau langsung masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu. Teito hanya membeku, lalu dengan horror ia membalikkan badannya setelah itu menggerakkan lengannya menyentuh dahi yang baru saja dikecup oleh Frau. Tanpa ia sadari semburat merah timbul menghiasi wajahnya.

Countdown...

3...

2..

1.

"Gyaaaaa! ! ! !"

Terdengar suara teriakan yang sangat merdu nan menggelegar cetar membahana diseluruh penjuru mension keluarga Klein yang berada di kota Furano itu, bahkan membuat Labrador dan Castor yang baru sampai kamar mereka yang posisinya kebetulan bersebelahan dapat mendengar suara teriakan histeris Teito dengan jelas itu langsung saja bergegas ke arah sumber teriakan yang dipastikan dari Teito.

"Teito-kun!"

"Teito-sama!"

Labrador dan Castor langsung panik saat menemukan Teito terkapar di depan kamar Frau dengan wajah memerah dan kedua matanya tampak membentuk spiral yang berputar-putar. Sedangkan Frau hanya terkekeh geli dari balik pintu kamarnya.

.

.

.

"Tanpa Haruse, memang terasa sangat dingin," ujar seorang pemuda mungil berambut kepang yang melihat penjuru kota malam di atas atap sebuah gedung mewah. Mata berwarna sakuranya menatap hingar-bingar kota yang tampak bercahaya terang yang cahayanya sangat kontras dengan warna langit malam yang begitu gelap.

"Queen...~ mau aku yang menghangatkanmu...~?" baru saja akan memeluk pemuda mungil itu, lengan pemuda yang dipanggil Queen itu sudah terlebih dahulu menabok keras wajah pria itu.

"Aihh..~ pukulannya terasa sangat menggelora!" ujar pria berambut hitam itu yang tak peduli jika sekarang lubang hidungnya kini mengeluarkan cairan merah yang membentuk angka sebelas.

"Heh, jangan coba-coba mengusikku, Joker," ketus Queen yang memiliki nama asli Kuroyuri itu.

Joker a.k.a Hyuga itu berseru, "Heee.. tapi kalau tidak mengusik orang, hidupku akan terasa hampa, Queen..~"

"Langsung saja pada pembicaraan, Joker. Kau tahu'kan kalau aku benci basa-basi," ujar Kuroyuri tajam. Hyuga tetap memasang tatapan santai, "Bagaimana, ya? Sepertinya Aya-tan akan ikut dalam misi kali ini, lho..~"

Pemuda bermata sakura itu langsung menoleh tak percaya, "Apa?"

"Iyaaa..~ jadi Aya-tan kemungkinan akan ikut dalam misi penghabisan keluarga Klein, Queen..~" ujar pria berkacamata kotak hitam itu sambil menaikkan kedua bahunya.

"Apakah ini ada hubungannya dengan Zehel sampai membuat AS-sama turun tangan?" tanya Kuroyuri sambil membalikkan tubuhnya menghadap Hyuga, walaupun ia senang bisa langsung bekerja sama dengan pimpinan yang sangat dihormatinya itu tapi jika ini sudah menyangkut masalah Zehel, pemuda mungil itu tidak mau siapapun bahkan AS ikut campur, Hyuga masang tampang mikir, "Mungkin iya, mungkin tidak. Kau tahu'kan akhir-akhir ini Aya-tan tidak mau ikut bermain jika target kita biasa saja," ujar Hyuga.

Kuroyuri terdiam sesaat, sebelum akhirnya membalikkan tubuhnya kembali menatap kota di bawah gedung itu, "Apapun yang terjadi nanti, aku tidak ingin ada yang menggangguku untuk membunuh Zehel. Walaupun hal ini akan membuatku melanggar tujuan awal kita sebagai Black Hawk, tapi aku ingin Zehel mati di tanganku. Dendam King harus aku balaskan!" ujar Kuroyuri. Hyuga melangkah untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Kuroyuri.

"Aku mendengar terakhir AS-sama turun tangan langsung adalah 5 tahun yang lalu, Bukankah targetnya Fea Kreuz Klein juga?" ujar Kuroyuri.

"Ya, waktu itu Aya-tan menerima misi itu, tetapi karena ada seseorang yang menarik baginya dibandingkan dengan Fea Kreuz Klein. Haha.. kalau diingat-ingat waktu itu Aya-tan malah tidak membunuh Fea Kreuz Klein yang menjadi target sebenarnya. Ia malah membunuh bodyguard-nya saja," ujar pria berambut hitam itu sambil mengambil permen lolipop rasa anggur dari saku mantelnya, "Mau?" tawarnya pada Kuroyuri, "Mau kubantai, Joker?" ancam Kuroyuri sambil tersenyum 'manis' pada Hyuga, "Rasanya aku ingin cepat-capat menghabisi mereka semua," gumam Kuroyuri.

"Hahaha.." Hyuga malah tertawa kecil lalu kembali mengantungi permennya, "Yup! Kau tahu sendiri'kan pembunuh bayaran hanyalah kedok? Tujuan sebenarnya kita bukan sekedar menjadi pesuruh untuk membunuh tapi membalas 'kecurangan' dimasa lalu? Selain itu kita bisa bermain dan mendapat banyak sekali uang! Tapi bagaimanapun juga keluarga Klein terlibat dengan kejadian kampung halaman kita 16 tahun lalu yang dianggap Neotropolis(*) dan tepat 5 tahun yang lalu sempat kita incar lalu kali ini ada Zehel, sepertinya waktu akan terulang lagi. Selain itu, ada orang yang kebetulan membayar kita karena memiliki masalah pribadi dengan keluarga Klein itu sendiri. Yaa.. sekali mendayung dua, tiga pulau terlampaui. Kita dapat uang dan target lenyap. Selain itu, mungkin dendam kita sedikit terbalaskan," Hyuuga terdiam sebentar, matanya menatap tajam langit yang terhalangi oleh kacamata hitamnya, "Lagi pula, jika kita tidak dipungut oleh orang itu, mungkin kita semua sudah lama mati. Melanjutkan menjadi pembunuh bayaran atas nama Black Hawk bukankah sudah takdir kita setelah bertemu orang itu?"

Kuroyuri memejamkan matanya sekilas, "Kau benar, Joker. Tapi nanti tidak akan terulang hal yang sama seperti kejadian 5 tahun yang lalu,"

Hyuga menyeringai, "Queen tidak tahu, ya? Kalau orang yang terbunuh oleh Aya-tan 5 tahun yang lalu adalah Ayah angkat dari Zehel?"

Kuroyuri mendengus mendengar itu, "Aku sudah tahu, kok. Hanya saja, jika memang terulang, tidak akan sama seperti 5 tahun yang lalu. Karena Zehel akan lenyap di tanganku,"

"Hee.. percaya diri sekali.. hebat!"

Pemuda mungil itu melirik Hyuga, "Kau juga melupakan tujuan awal kita, Joker. Yaa.. Lagi pula, orang itu telah menyerahkan segalanya termaksud Black Hawk. Setidaknya, kita harus membalas kebaikkan dan dendam orang itu yang telah menyelamatkan kita, dan sudah menjadi Ayah untuk kita,"

Joker memejamkan matanya, direntangkan kedua tangannya agak lebar, "Kebaikkan Ayah ya, Queen?" tanya Hyuuga tanpa ada maksud untuk meminta jawaban, karena pria berambut hitam itu sudah tahu jawabannya, " Hmm.. rasanya aku bisa mendengar suara kampung halaman kita, indah sekali.." gumam pria itu.

Kuroyuri hanya melirik tingkah pria di sampingnya sebelum akhirnya kembali larut dalam pikirannya lagi, "Kau benar, Joker."

Cklek!

"Syukurlah, aku menemukan kalian disini, Joker, Queen," ujar Konatsu yang merupakan Jack dalam Black Hawk. Pemuda berambut pirang itu menghampiri 2 orang yang ada di tempat itu.

"Yo, Jack! Ada kabar lain?" tanya Hyuga sambil berbalik menatap Konatsu yang merupakan Jack dalam Black Hawk itu, Konatsu menatap Joker, "Ya, aku baru saja mendapat kabar jika kepolisian sudah bergerak secara diam-diam mengawasi gerakan kita setelah Klein mendapat surat peringatan Black Hawk," balas Jack yang kini berdiri tepat di samping Joker, "Heee.. sesuai rencana, permainan akan menjadi menarik!" seru Joker sambil meletakkan jari telunjuk di bibirnya. Sebuah seringai terlukis di wajahnya, "Sebentar lagi, kampung halaman kita akan kembali dan juga kita hancurkan kepolisian atas nama Ayah," ujar Joker, semilir angin berhembus melarutkan suasana malam kala itu.

.

.

.

/Lapor, Lance-Taichou. Surat peringatan Black Hawk sudah diamankan dan sekarang sedang dilakukan penyidikan kapan dan darimana surat itu dikirimkan!/

Lapor salah seorang anggota polisi yang bertugas menyelidiki kasus itu melalui handphone, "Oke, kirimkan hasilnya nanti padaku," balas pimpinan penyelidik itu,

/Baik!/

Sambungan terputus, pimpinan penyelidik yang sebenarnya adalah Lance itu melirik seorang gadis berambut sakura yang duduk manis di hadapannya, terpisahkan oleh sebuah meja bundar sedang, "Bagaimana, Ouka-chan? kau mendapatkan sesuatu?" tanya Lance pada gadis itu.

Ouka balas menatap Lance, "Aku belum bisa menyimpulkan apapun, Lance-Taichou. Sebelum hasil penyelidikan surat itu aku terima,"

"Benar juga, lagi pula sepertinya akan sulit jika surat peringatan ini sama yang selama ini dikeluarkan Black Hawk, mereka memakai suatu media agar sidik jari mereka tidak tertinggal dan bukti-bukti yang lain sama sekali tidak mendukung. Wajar, mereka penjahat profesional dan mustahil berbuat hal ceroboh sekecil apapun," Lance meletakan lengan kirinya di atas meja sedangkan lengan kanannya menumpu wajahnya, "Kukira tindak-tanduk Black Hawk akan berhenti karena pemimpin mereka telah tewas saat pembekukkan 3 tahun yang lalu,"

"Anda pernah mendengar serangga yang tetap bertahan walau telah kehilangan kepalanya, Taichou? Kurasa, walau pemimpin mereka tidak ada, asalkan masih memiliki tubuh dan kaki, mereka akan terus bergerak sampai tujuan mereka tercapai," komen Ouka. Lance menghela nafas lalu menatap kembali gadis di hadapannya, "Kau benar sekali, Ouka-chan. mungkin seperti Kecoa pengganggu yang tetap hidup walau kehilangan kepalanya,"

"Ke-kecoa, ya?" ujar Ouka, pria berambut pirang berponi sulur itu lalu tersenyum sinis, "Tapi kau juga pasti tahu'kan? Kecoa yang kehilangan kepalanya tetap akan mati setelah beberapa jam? Kurasa eksitensi Black Hawk yang sehebat apapun itu tidak akan lama," ujar Lance, lalu tatapannya beralih ke gadis di hadapannya, "Aiihh..~ kawaii..~ kau cocok sekali memakai baju itu, Ouka-chan..~" seru Lance.

Gadis itu tersenyum sungkan, "Te-terimakasih, Lance-Taichou. Tapi apa ini tidak apa-apa? Sampai anda sendiri yang memilihkan pakaian ini untuk saya?" balas Ouka. Gadis itu memang tampil sangat manis sekarang, rambut berwarna sakura miliknya yang biasanya selalu dikuncir kuda atau tersanggul, kini terkuncir 2 dengan aksesoris rambut yang cantik. Ouka yang biasanya hanya memakai baju resmi kepolisian, sekarang tampil berbeda. Gadis itu memakai baju berwarna biru muda berlengan panjang dan renda putih yang melingkari bagian leher baju itu serta pita yang senada dengan warna bajunya dengan warna biru gelap di pinggir pita, serta kancing-kancing kecil yang menghiasi bajunya. Lalu rok sailor berwarna putih awan 5 cm di atas lutut. Sebuah sepatu boots warna putih menghiasi kaki jenjangnya.

"Hohoho.. tidak ada yang berlebihan kok, Ouka-chan..~ Lihatlah, kau juga harus bisa sedikit santai seperti aku ini. Sebelum nanti kita benar-benar sibuk. Enjoy, oke!" seru Lance langsung mengibaskan poni sulur pohonnya dengan bangga.

Ouka tersenyum kecil melihat tingkah atasannya itu, "Iya," ujarnya lalu menatap jalan yang terlihat dari dalam cafe itu. Mata sakuranya perlahan menatap ke arah langit yang menampakan warna cerah yang memikat, jika diingat gadis itu sudah jarang melihat langit yang berwarna biru secara langsung seperti ini. Awan-awan besar yang perlahan mulai berarak terbasahi oleh sinar matahari. Gadis itu yakin, di manapun orang itu berada, langit ini.. masih tetap sama.. tak akan berubah.. walaupun berbeda tempat tapi langit yang menaungi mereka masih tetaplah langit yang sama.

"Ouka-chaann..~"

Ouka menoleh saat dirinya dipanggil oleh Lance, "Ha'i, maaf!" serunya langsung.

"Yare-yare..~ untuk apa kau meminta maaf, Ouka-chan? Ada yang kau lamunkan?"

Gadis itu terdiam sebentar sebelum akhirnya tersenyum, "Ya. Hanya kenangan masa lalu," ucapnya, sebelum meminum apple juice miliknya lalu menatap langit lagi. Lance menghela nafas mengerti, "Begitu, ya."

'Kali ini akan kulindungi keluarga Klein. Aku berjanji padamu, Paman Bastien!' seru Ouka dalam hati.

.

.

.

Seorang pemuda berambut pirang menutup lembaran dokumen di depannya, sambil menghela nafas ia pun memutar kursinya. Dilepaskannya kacamata yang sejak kemarin terus melekat di wajahnya. Mungkin ia butuh istirahat karena dari kemarin dan hingga pagi menjelang siang begini masih berkutat di ruangan kerjanya tanpa istirahat. Yaa, mau bagaimana lagi? Tugasnya memang terhitung berat. Lagi pula, pemuda itu juga memikirkan berbagai cara untuk mengatasi masalah-masalah lain yang kini menghinggapi bisnis keluarganya.

Tok! Tok!

"Masuk!" ujarnya lalu memutar kursinya lagi ke tempat semula. Tak lama pintu itu terbuka, menampakan sosok wanita cantik berambut pirang bersanggul. Dengan membawa secangkir teh di sebuah nampan.

"Pagi, Hakuren. Ibu bawakan teh hijau untukmu,"

"Ibunda!" seru pemuda bermarga Oak itu tak bisa menutupi raut senangnya melihat siapa yang datang. Langsung saja pemuda itu berdiri dan menghampiri Ibunya itu.

"Kenapa Ibunda tidak bilang kalau akan kemari? Kalau Ibunda memberitahu, aku akan langsung menjemput Ibunda!" ujar Hakuren. Hakuren mengerutkan alis heran saat melihat Ibunya itu menggelengkan kepala, "Itu tidak perlu. Lagi pula Hakuren, kau harus istirahat. Lihat, kantung matamu mulai terlihat," ujar sang Ibunda. Hakuren tersenyum, "Ini bukan masalah. Lagi pula, aku masih tetap tidak menyangka Ibunda sampai datang ke Kyoto pagi-pagi begini," ujar Hakuren sembari menuntun sang Ibu untuk duduk di sofa ruangan kerjanya itu.

Wanita berambut pirang tersanggul itu menaruh nampan di meja dekat sofa, lalu kemudian dengan anggun duduk di sofa, "Walaupun begitu, kau tidak boleh memaksakan dirimu, nak."

Hakuren terduduk di samping Ibunya itu, "Iya, Bunda. Aku tahu maksud Ayah menempatkanku di perusahaan ini. karena itulah, aku tidak boleh setengah-setengah dalam menjalankannya," balas Hakuren, tangannya meraih lengan Ibunya lalu digenggam dengan lembut seolah memberikan isyarat bahwa dirinya tidak apa-apa. Memang pekerjaan yang diberikan Ayahnya itu terhitung berat karena ia diserahkan sebuah perusahaan yang bisa dibilang hampir bangkrut. Entahlah. Apakah Ayahnya hanya mengetesnya atau tidak. Yang jelas, pemuda itu akan melakukan apapun agar keberadaan dan kemampuannya diakui oleh Ayahnya. Ya. Itulah tujuannya.

Ibunya menghela nafas mengerti lalu tersenyum lembut, "Ya. Kerjakan apapun yang kau sukai Hakuren. Ibu akan selalu mendukungmu, karena itulah tugas seorang Ibu untuk terus mendukung anaknya,"

"Ibunda..." gumam pemuda bermata violet itu. hakuren menundukkan kepalanya, 'Walaupun aku berhasil, Ayah tidak akan mengakuiku. Tapi aku akan berusaha untuk terus membuat diriku berkembang, sampai Ayah mengakuiku secara langsung,' ujar Hakuren dalam hati.

Set!

"Eh?" Hakuren tersentak saat sebuah lengan mengusap rambutnya lembut, senyum lembut kembali terukir di wajah pemuda bermarga Oak itu saat melihat wajah Ibunda yang sangat disayanginya itu mengusap rambutnya dengan tatapan penuh kasih sayang.

"Nee, Ibunda?" panggil Hakuren.

"Hm?"

Hakuren tampak ragu sebelum akhirnya berkata, "Bolehkah aku tidur dipangkuan Bunda?" tanya Hakuren, sang Ibu yang mulanya tidak menyangka dengan permintaan putranya itu agak terpaku sebelum akhirnya tersenyum lembut, "Tentu saja boleh," ujar wanita paruh baya itu dengan nada lembut.

Hakuren mengangguk kecil sebelum akhirnya mengambil posisi dengan menaiki sofa yang cukup panjang itu lalu berbaring dan perlahan menaruh kepalanya di atas pangkuan Ibunya. Kembali lengan Ibunya itu mengusap rambutnya hingga membuat ia tenang dan nyaman.

"Istirahatlah, Hakuren. Ibu akan menemanimu disini," ujar wanita paruh baya itu dengan nada lembut, seperti tersihir, pemuda itu perlahan merasa mengantuk dan sepasang mata violet menutup bersamaan suara nafas yang berhembus beraturan menandakan kelelapan telah menyelimuti pemuda berambut pirang panjang itu.

.

.

.

Mension Klein_

"Okaerinasai, Labrador-sama, Teito-sama!" seru Athena dan Libelle saat melihat majikannya tiba di rumah.

"Tadaima, Athena-san, Libelle-san," balas Teito.

"Tadaima," balas Labrador, "Dimana Kakak?" tanyanya kemudian pada kedua maid itu. Sambil membantu Castor dan Frau membawa barang-barang, Libelle menjawab, "Maaf, Labrador-sama. Tuan besar sedang keluar, beliau bilang akan kembali sebelum makan malam," ujar Libelle.

"Sendiri?" tanya Labrador lagi.

"Tidak, Labrador-sama. Tuan besar ditemani dengan 2 orang bodyguard," kali ini Athena yang menjawab.

Mendengar hal itu, tetap membuat Labrador khawatir. Ia pun mengambil ponsel di dalam sakunya berniat untuk menghubungi sang Kakak, setelah sedikit menjauh pria manis itu mulai menelpon.

"Si Lab itu terlalu khawatiran," ujar Frau. Castor menyikut pinggang pria blonde itu, "Jaga bicaramu, Frau. Rasa khawatir Labrador-sama itu sudah sewajarnya," ujar Castor sambil membetulkan letak kacamatanya.

"Cih, dasar kau ini. Sudah, aku masuk duluan. Kuso gaki mau sampai kapan kau berdiri mematung begitu, hah?" ujar pria jangkung itu sambil memasuki mension.

Ctak!

"Urusai! Kau sendiri cuma barang-barang punyamu saja yang kau bawa masuk!" omel Teito, sebenarnya Teito agak bingung harus menghadapi Frau seperti apa. terlebih karena kejadian di Hokkaido kemarin.

Frau menoleh menatap Teito, "Huh? Jadi kau menyuruhku untuk membawa barang-barangmu begitu, Kuso gaki?"

"Memang sudah seharusnya'kan!" seru Teito kesal, uhh.. ingin rasanya Teito melempar koper miliknya ke arah wajah pria jangkung itu.

"Ck. Bawa saja sendiri, anak manja," decak Frau lalu kembali berjalan masuk.

Ctak! Ctak!

Oke, Frau memang pandai membuat pemuda mungil itu kesal sampai ubun-ubun, "Frau!" panggil Teito.

Sekali lagi Frau menoleh, "Apa Kus-,"

Bagh!

Sebuah koper sedang mendarat dengan mulus di wajah Frau. Akhirnya keinginan Teito untuk melempar kopernya tepat di wajah Frau itu tercapai juga. Senyum kemenangan terukir di wajah pemuda mungil itu, "Fuh. Rasakan!" balas Teito, lalu dengan wajah tanpa dosa memasuki rumah.

"Itte.. itte.. awas saja kau Kuso gaki! Tunggu pembalasan dariku!" seru Frau murka, Teito yang sudah menaiki tangga menoleh ke arah Frau yang sudah berkoar-koar.

"Weeek," Teito menjulurkan lidah lalu kembali menaiki tangga menuju kamar.

Ctak!

"Grr! Awas kau, Kuso gaki!" seru Frau membara atas pernyataan perang terang-terangan dari Teito itu.

Sedangkan Castor hanya menggelengkan kepala sudah biasa dengan situasi antar Tom and Jerry versi Frau dan Teito itu, pandangannya kembali teralih pada Labrador yang tampaknya masih menelpon dan pria berambut scarlet itu hanya sabar menunggu hingga Labrador menyelesaikan pembicaraannya dengan Kakaknya itu.

"Bagaimana, Labrador-sama?" tanya Castor saat Labrador menyudahi pembicaraannya, pria manis itu menghampiri Castor lalu berhenti tepat di hadapan Castor, "Tak apa, Kakak sedang dalam perjalanan pulang," ujar Labrador.

Castor melepaskan mantel miliknya lalu menyematkannya pada Labrador, membuat pria manis itu menatap Castor dengan sepasang mata lavender-nya, "Kalau begitu, kita menunggu di dalam. Udara sudah semakin dingin dan itu tidak baik untuk kesehatan anda, Labrador-sama," kata Castor sambil menuntun Labrador untuk masuk.

Labrador tertawa kecil, "Ha'i. Arigatou, Castor,"

Saat mereka berdua baru melintasi pintu masuk, Athena menghampiri mereka berdua, "Sumimasen, Labrador-sama,"

"Iya?" sahut Labrador.

"Maaf Labrador-sama, ada tamu yang sedang menunggu,"

"Tamu? Siapa?" ujar Labrador heran sambil menatap Castor yang juga menatapnya.

.

.

.

"Hahh.." Teito menghela nafas lelah ketika dirinya sampai di depan pintu kamarnya, liburan yang ekspres tapi mungkin menjadi liburan tersial baginya. Teito pun membuka pintu kamarnya.

"Gelapnya," ujarnya saat memasuki kamarnya, mungkin karena jendela besar di kamarnya itu tidak dibuka dan tertutupi hordeng berwarna biru donker jadi wajar saja kalau kamarnya menjadi gelap. Ia pun melangkah untuk menyalakan lampu karena memang hari sudah semakin senja.

"Hari ini makan malam di kamar mungkin tidak buruk. Lagi pula, aku lagi kesal dengan Fu-Umph!"

Teito terbelalak kaget saat ada yang membekap mulutnya dari belakang. Ditambah dengan keadaan kamarnya yang gelap karena belum sempat Teito nyalakan lampunya. Bagaimana ini? jangan-jangan orang ini adalah pembunuh bayaran? Atau Black Hawk? Celaka! Pemuda mungil itu langsung meronta sebisanya.

"Diamlah. Atau kau mau sesuatu yang buruk terjadi, hm?"

Teito merinding saat suara berat itu terdengar di pendengarannya. Sial!

Akhirnya Teito mengambil sifat kooperatif sembari memikirkan hal apa yang bisa ia lakukan selanjutnya atau mungkin ada yang merasakan jika dirinya dalam bahaya. Atau kalaupun sampai hal buruk terjadi padanya, orang pertama yang bakal ia gentayangi adalah Frau! Lihat saja nanti. Kenapa Frau? Tentu saja karena Frau menduduki peringkat pertama orang yang selalu membuat ia kesal.

"Bagus. Diamlah seperti itu," ujar orang itu sambil bergesar ke arah tembok, Teito tidak bisa melihat apa yang akan orang itu lakukan yang jelas, ia sedang bersiap-siap mengeluarkan serangan. Pemuda mungil itu baru akan mengeluarkan serangan dikejutkan dengan lampu kamarnya yang menyala dan perlahan orang itu melepaskan bekapannya pada Teito. Menyadari keganjilan, pemuda mungil itu langsung memutar tubuhnya hingga ia bisa melihat sosok orang yang telah menyerangnya dengan jelas.

"Yo, Teito! Apa kabar? Hehehe.."

Wajah itu.. suara itu.. cengiran itu..

"Mikage!" saking senangnya, Teito langsung melompat untuk memeluk Mikage. Saking kuatnya hingga membuat Mikage tidak bisa mengatur keseimbangannya dan akhirnya terjatuh dengan teito yang berada di atasnya.

"Huwoo! Teito!" kaget Mikage yang tidak menyangka akan reaksi Teito yang langsung menghambur memeluknya seperti itu.

"Baka! Kenapa kau tidak memberiku kabar sama sekali?" seru Teito dalam pelukannya pada Mikage. Pemuda mungil itu semakin mengeratkan pelukannya pada pemuda berambut pirang yang sudah lama tidak ditemuinya itu.

Mikage tersenyum lalu membalas pelukan Teito itu, "Maaf,"

"Tidak akan kumaafkan!" seru Teito sambil menggeleng di dalam pelukan itu.

"Hehehe.. kau ingat, itu kata yang sama yang kau katakan di Bandara dulu," ujar Mikage. Tidak ada balasan dari Teito, "Yaa.. dipeluk dalam posisi seperti ini, tidak buruk juga. Aku rindu padamu, Teito." ujar Mikage lagi.

"Baka!" seru pemuda mungil itu lagi dengan nada kesal lalu melepaskan pelukannya dan bangkit dari atas pemuda bermata coklat madu itu, "Kenapa selama di Paris kau tidak menghubungi atau memberiku kabar?" ujar Teito sambil duduk di sisi ranjang king-size miliknya. Mikage tahu jika pemuda mungil di dekatnya itu sedang marah. Ia pun bangkit dan melangkah menghampiri Teito.

"Soal itu, sebenarnya aku hanya sedikit ingin iseng padamu," ujar Mikage sambil berlutut di depan Teito yang masih terduduk di ranjang.

Teito mengerutkan alisnya makin kesal, "Iseng katamu?" desisnya tajam, membuat Mikage sweatdrop. Oke, mungkin mood Teito sekarang tidak berteman untuk diajak bercanda dan sialnya Mikage baru menyadarinya. Baiklah, bahaya tingkat 3 mulai mengancam.

"Ahaha.." Mikage tertawa hambar, "Awalnya seminggu aku di Paris, keadaan Kaasan berangsur membaik dan bahkan sudah diijinkan untuk dirawat jalan. Setelah beberapa hari kemudian, kesehatan Kaasan semakin membaik dan dokter bilang jika Kaasan sudah sembuh dari penyakitnya. Saat itu, aku hendak menghubungimu, tapi aku berpikir mungkin tunggu sebentar lagi karena aku memikirkan sesuatu!" seru Mikage.

"Memikiran apa?" tanya Teito, Mikage meraih lengan kanan Teito lalu digenggamnya, "Setelah Kaasan benar-benar pulih, aku mencoba meminta Kaasan dan Tousan untuk mengijinkan aku tinggak di Jepang. Dan mereka menyetujuinya!"

"Lalu?"

"Aku menolak untuk tinggal di Paris dan memilih untuk tinggal di Jepang walaupun seorang diri, karena mungkin akan menjadi kejutan untukmu, makanya aku memutuskan tidak menghubungimu sampai aku kembali ke Jepang. Hehehe.." setelah berkata seperti itu, Mikage nyengir lebar.

Tuk!

Teito mengetuk pelan kepala Mikage dengan lengan kirinya, "Kau ini bodoh," komen Teito.

Mikage malah nyengir lebar kemudian kembali bangkit dan mendorong dengan perlahan tubuh Teito hingga berbaring di ranjang dan menghambur memeluk tubuh mungil pemuda yang disayanginya itu.

"Aaa..~ Aitakatta, Teitooo..~" seru Mikage gemas.

"Eh-hei! Aku tidak bisa bernafas kau peluk begini, Mikage! Lagi pula kau ini berat!" protes Teito.

"Tapi aku kengeeenn berat! Sudah lama aku tidak memelukmu seperti ini," seru Mikage lagi sembari tetap pada posisinya memeluk Teito di atas ranjang.

"Oye, Mikage! Berat, baka!"

Semenatra itu, Frau yang tadinya mengantarkan koper sempat pula hendak masuk saat dirasanya Teito dalam bahaya. Namun diurungkannya saat ia melihat lampu menyala dan melihat semuanya, terdiam cukup lama di depan kamar Teito itu akhirnya memilih menutup kamar yang memang belum ditutup sejak tadi, lalu meninggalkan sebuah koper di depan kamar Teito, dan beranjak turun kembali ke lantai bawah.

.

.

.

"Bagaimana keadaan Ibumu, Mikage-kun?" tanya Kreuz saat makan malam.

"Sudah memulih, Paman. Sekarang Kaasan sudah bisa beraktivitas seperti semula," jawab Mikage, Kreuz mengangguk, "Sou ka. Syukurlah kalau begitu, rencanamu sekarang bagaimana?"

"Iya, setelah diijinkan tinggal di Jepang, rencananya saya akan melanjutkan sekolah disini hingga selesai,"

"Begitu. Berjuanglah, Mikage-kun," ujar Kreuz. Mikage mengangguk, "Tentu saja, Paman!" sahut Mikage. Lalu pandangan Kreuz teralih pada Teito yang duduk di samping Mikage, "Teito-chaaann..~ bagaimana liburanmu di Hokkaido?" tanya Kreuz mulai OOC.

Teito menghentikan acara makannya, lalu menatap Ayahnya itu, "Cukup menyenangkan, Ayah," ujarnya.

"Hahh.. padahal aku ingin sekali ikut liburan dengan kalian," keluh kreuz.

Labrador menatap sang Kakak, "Aniki, setelah ini bisa bicara sebentar?" tanya Labrador tanpa melepas senyuman di wajahnya.

"Ung?" sahut Kreuz dengan wajah polos.

"Setelah ini bisa bicara sebentar?" ulang Labrador lagi yang membuat Keuz merinding mendengarnya, tentu saja sebagai Kakak, kreuz tahu betul bagaimana sifat Labrador, "I-iya,"

"Baiklah. Teito-kun, Mikage-kun, Paman selesai duluan," ujar Labrador lalu beranjak pergi diikuti Castor di belakangnya.

Setelah Labrador pergi, Kreuz menghela nafas, "Hahh.. kalau begitu, Ayah juga. Habiskan makan malam kalian, ya." Ujar pria berambut pirang pucat itu sambil meninggalkan ruang makan diikuti dengan Libelle dan Athena di belakangnya. Kini tinggalah Teito dan Mikage berdua di ruangan makan itu.

"Rasanya ada yang aneh," komen Mikage yang belum tahu situasi yang telah terjadi di keluarga Klein.

Teito menghentikan lagi aktivitas makan malamnya dan malah menatap sup seafood miliknya.

"Teito?" panggil Mikage saat mendapati Teito malah melamun, Teito memejamkan matanya sekilas lalu menatap Mikage, "Tidak ada apa-apa, mungkin hanya perasaanmu, Mikage. Sebaiknya kita habiskan makan malamnya," ujar Teito, Mikage yang mendengar itu hanya mengerutkan alis bingung, lalu terdiam dan melanjutkan makan malamnya.

Teito menghela nafas pelan, saat kembali akan melanjutkan makan malamnya, ia dikejutkan dengan sebuah lengan yang muncul dan menyomot udang dari sup seafood-nya.

"Gyaa!" seru Teito, tersangka penyomotan yang ternyata Frau itu mengunyah udang yang di ambilnya dari mangkuk milik Teito, "Um, enak! Masakan Libelle-san selalu enak dari dulu!" seru Frau yang tidak memperdulihkan pemuda mungil yang tengah berasap kesal. Mikage langsung menoleh saat mendengar Teito berteriak, pemuda pirang itu terdiam menatap pria pirang yang sekarang berdiri di samping Teito.

"Grrr.. kau ini sel-,"

"Aha! Aku ingat sekarang! Kau Frau Birkin itu'kan? Aku tidak menyangka bisa bertemu orangnya langsung disini!" seru Mikage yang memotong omelan Teito, 2 mahluk yang ada di ruangan itu menatap Mikage.

"Ka-kau mengenal orang ini?" tanya Teito agak heran sembari menunjuk Frau. Mikage mengangguk antusias, "Tentu saja! Aku selalu mengikuti beritamu saat melalukan tugas di kepolisian! Bagiku kau itu keren, Frau-san!"

Frau tertawa bangga, "Hahaha.. lihat kan, Kuso gaki? Betapa terkenalnya diriku ini?" ujar Frau narsis.

"Urusai!" seru Teito dengan pertigaan jalan di dahinya.

"Tapi aku belum mengerti kenapa Frau-san berhenti dari kepolisian dan sekarang berada disini?" tanya Mikage.

Melihat ada kesempatan untuk membalik keadaan, Teito tersenyum, "Tentu saja karena orang ini adalah bo-dy-gu-ard-ku," ujar Teito sengaja mengeja di bagian 'bodyguard'-nya.

"Heee.. benarkah? Hebat!"

"Hei! Hei! Aku ini bukan hanya seorang bodyguard dalam artian sesederhana yang kau ucapkan Kuso gaki. Oya' siapa namamu?" tanya Frau pada Mikage.

"Mikage Seresutain! Senang bisa bertemu dengan anda, Frau-san!" seru Mikage senang. Frau menghampiri Mikage lalu mengulurkan lengannya untuk berjabat tangan yang di balas Mikage dengan antusias, "Oke, Mikage. Salam kenal!"

"Waahh.. seperti mimpi bisa berjabat tangan dengan orang sehebat Frau-san!" seru Mikage lagi.

"Begitu, orang hebat, ya? Hahahaha.." tawa Frau bermaksud menyombongkan dirinya di depan Teito. Sedangkan pemuda mungil itu mendengus kesal mendengarnya, "Cih, dasar."

.

.

.

"Persiapan sudah selesai?"

"Sudah, semuanya sudah kupasang. Aku rasa, rencana selanjutnya bisa dilaksanakan,"

Pria berkacamata hitam itu tersenyum sinis, "Oke. Kita bergerak sekarang. Jack kau cukup lihat dari sini,"

"Baik," sahut Jack yang sudah telah memeriksa semua persiapan.

Joker menoleh pada Queen, "Sesuai rencana, Zehel kuserahkan padamu, Queen..~" ujar Joker dengan nada santai, Queen yang mendengar itu tersenyum sinis, "Baiklah, Joker. kuterima cara bermainmu kali ini,"

Joker yang tengah memakan permen loli itu langsung menggigit permen miliknya hingga hancur, "Tentu saja, tak akan kubuat kau kecewa.. Kita mulai sapa keluarga Klein dengan hangat..~"

.

.

.

"Sudah lama rasanya kita tidak seperti ini?" tanya Mikage sembari menatap langit malam dari balkon kamar Teito, pemuda mungil yang berdiri tepat di sampingnya itu melirik pemuda pirang di sampingnya, "Eh, aku jadi ingat telepon bodohmu dulu," ujar Teito.

"Hahaha.. Sejujurnya," Mikage menghentikan perkatannya lalu berbalik badan dengan menyandar pagar beton balkon, "Kupikir itu adalah terakhir kali aku menelpon dan mengatakan suka padamu, Teito. Tapi ternyata aku salah," pemuda berambut pirang itu langsung memeluk Teito dari belakang, "Bisa memelukmu seperti ini lagi, ini buktinya. Terimakasih telah memaafkan aku, Teito. Aku mengakui padamu sekarang. Aku memang orang bodoh," gumam Mikage pelan. Teito menyentuh lengan Mikage yang memeluk tubuhnya dari belakang, senyum kecil terhias di wajah mungil itu, "Ya, kau memang orang bodoh, Mikage,"

DUAR! DUAR!

Tiba-tiba terdengar suara ledakan yang cukup kencang, membuat Mikage langsung melepas pelukannya begitu juga Teito langsung berlari ke arah sisi balkon kanan dan melihat sisi bangunan rumah miliknya terbakar.

"Ayah!" teriak pemuda mungil itu saat menyadari bahwa yang terbakar adalah ruangan milik Ayahnya. Tanpa berpikir panjang lagi, Teito langsung berlari pergi menuju ruangan Ayahnya diikuti oleh Mikage di belakang Teito.

"Teito! Sebenarnya apa yang sudah terjadi?" tanya Mikage, derap langkahnya mengimbangi Teito, "Maaf, belum bisa kujelaskan sekarang!" balas Teito lalu menuruni anak tangga. Rasa cemas kini menghinggapi benak pemuda mungil itu, mungkinkah ini serangan Black Hawk? Kalau benar, sial! apa yang harus dilakukannya.

DUAR!

Laju lari kedua pemuda itu sempat terhenti saat terdengar kembali suara ledakan yang ketiga.

Teito mengepalkan lengannya erat, kembali memacu langkahnya ke arah ruangan kerja Ayahnya. Kini di pikirannya tak ada yang paling penting dari keselamatan keluarganya.

"Ayah!"

"Teito-kun! Mikage-kun!" Teito langsung menoleh ke samping saat seseorang memanggilnya. Kini matanya menangkap sosok Labrador dan Castor tengah berlari ke arahnya yang muncul dari balik asap, "Paman, Ayah! Dimana Ayah?" tanya pemuda mungil itu, kini raut cemas terlihat jelas di wajah pemuda berambut coklat itu.

"Tidak apa-apa, Teito-kun. Libelle-san dan Athena-san bersamanya di tempat aman. Lebih baik sekarang kita keluar dari tempat ini," ujar Labrador.

"Apa ini semua ulah Black Hawk?" tanya Teito.

"Kemungkinan besar itu benar, Teito-sama. Frau sedang memeriksa keadaan di luar. Sebaiknya kita menyusul Kreuz-sama sekarang," kali ini Castor berkata sembari sekilas memperhatikan sekitarnya.

Teito hanya mengangguk lalu meraih lengan Mikage, "Mikage, ayo!" seru Teito, Pemuda berambut pirang itu mengangguk kemudian ikut berlari mengikuti Labrador dan Castor di depan. Hawa panas dari api yang berkobar semakin terasa panas karena sudah menjalar ke ruangan lainnya, diperparah dengan asap yang mulai menganggu pernafasan, suara derap langkah kini terdengar lebih cepat, suara pegawai-pegawai rumah yang terdengar dari luar berkerjasama dalam memadamkan api agar tidak menjalar semakin luas. Setidaknya sampai mobil pemadam kebakaran nanti tiba.

Di sisi lain, Frau bersama beberapa pegawai rumah memeriksa seluruh tempat di mension itu. sepertinya suara ledakan sudah terhenti. Frau mengendap bersama 5 pegawai penjaga mension memperhatikan segala tempat. Sepucuk pistol berlaras pendek sigap ia siapkan dengan sepasang mata safir yang tak henti menatap sekitarnya.

"Frau-san, sepertinya sebelah sini tak ada yang mencurigakan," ujar seorang pegawai.

"Kau benar, kita periksa tempat lain. Jangan sampai terlewat satupun," balas Frau. Pria jangkung berambut pirang itu tak bisa memastikan peledak yang terpasang itu sejak kapan berada di mension ini, lagi pula sepertinya peledak yang digunakan merupakan tipe peledak yang menggunakan pengendali jarak jauh. Ataukah ini siasat mereka untuk mengecoh gerakan mereka?

Dor! Dor! Dor!

"Arrgh!"

"Arrgh!"

"Aaarrggh!"

"Frau-san dari arah taman belakang!"

"Shit! " Frau langsung berlari ke arah taman belakang saat terdenagar suara tembakan dimana ada beberapa pegawai yang memeriksa disana, diikuti dengan pegawai lainnya Frau dan beberapa pegawai yang ikut dengannya sampai ke tempat tujuan dan langsung menodongkan senjata ke arah depan.

Angin seketika berhembus, bagaikan sebuah shymponi lagu untuk mengantarkan dalam tidur yang abadi, suara hening yang tercipta karena tak ada yang mampu berkata diantara mereka. Diantara tubuh yang tergeletak itu, berdiri seseorang di tengah kegelapan malam.

Sosok itu kini berjalan dengan santai diantara tubuh yang bergelimpangan tak bernyawa. Darah segar yang mengalir dan mewarnai rerumput hijau dengan warna merah pekat yang mulai menimbulkna bau hanyir yang menusuk hidung. Sosok itu semakin mendekat dan akhirnya terlihat. Sinar rembulan yang menerpa tubuh sosok itu yang kini berdiri di hadapan Frau dan juga bebetapa pegawai yang memasang sikap siaga.

"Ternyata kau," ujar Frau yang mengenal sosok bertopeng dengan simbol Queen itu sebagai salah satu anggota Black Hawk yang dulu pernah dilawannya.

Sosok bertopeng dengan mantel hitam itu tertawa kecil, "Kehormatan untukku, ternyata kau masih mengenaliku, Zehel," ujar sosok itu.

"Queen," desis Frau lagi.

"Benar. Malam ini, mari kita bermain, Zehel," ujar sosok itu yang tak lain adalah Queen. Sebelum Frau menyadarinya, Queen mengeluarkan pisau belati dari balik mantelnya dan bergerak cepat melewati Frau. Tak perlu menunggu lama, suara teriakan kembali menggema. Frau membelalakan kedua matanya dan langsung menoleh ke arah belakang.

"Kuso!" seru Frau langsung menembakan peluru ke arah Queen, dengan mudah tembakan itu dihindari olehnya. Frau langsung berlari ke arah 2 pegawai yang masih selamat dari serangan kilat dari Queen tadi.

"Hahahaha!" suara tawa yang terdengar seperti suara yang tengah mengejek, "Kenapa, Zehel? Kau terlihat membosankan sekarang," ujar Queen.

"Kalian berdua, cepat pergi!" seru Frau pada 2 pegawai yang masih tersisa.

"Tapi, Frau-san ka-,"

"Cepat pergi! Keselamatan keluarga ini yang terpenting!" bentak Frau, 2 pegawai itu mengangguk lalu bergegas pergi. Setelah itu, Frau kembali menatap sosok bertopeng di hadapannya.

"Sepertinya dari awal kau tidak berminat dengan tugasmu sekarang," ujar Frau, senyum sinis khasnya kini terlukis di wajahnya.

"Aku tak perlu memikirkan hal lain, jika masih ada yang mengurusinya. Aku hanya tertarik untuk mencabut nyawamu, Zehel. Dan mempersembahkannya untuk King,"

"Begitukah?" tanya Frau, "Jadi bukan hanya kau seorang yang datang?" sambungnya lagi sembari menatap Queen dengan mata tajam.

Queen melangkah dengan santai, tak dihiraukannya dengan tubuh tak bernyawa yang ia injak, "Kau naif sekali jika berpikir hanya aku sendiri yang datang, Zehel," sinis Queen.

Frau tersenyum sinis, "Kau juga naif, Queen,"

"Begitukah?" setelah berkata seperti itu, Queen langsung menyerang Frau dengan kecepatan tinggi. Diarahkannya pisau belati miliknya tepat pada jantung Frau. Dengan gesit Frau menghindari serangan Queen itu. Lagi, serangan itu kembali dilancarkan oleh Queen berulang kali dan Frau pun menghindarinya dengan mulus.

"Kau kira serangan yang sama akan melukaiku?" ujar Frau sembari menghindari serangan Queen itu. Mendengar itu Queen tersenyum sinis lalu langsung melompat ke belakang dengan cepat dan melancarkan kembali serangannya.

"Cih!" Frau yang agak terkejut lalu memutar tubuhnya ke samping, pria jangkung itu langsung berlutut saat tubuhnya agak terseret akibat menghindari serangan itu.

"Khe," Queen mendengus, "Kau lambat, Zehel,"

"Apa?"

Cres!

Frau membelalakan matanya terkejut saat lengan kanannya berdarah tiba-tiba tepat di antara siku dan bahu.

Queen dengan santai memainkan belati yang berada di tangannya dengan lihai, putaran logam itu terlihat tampak bersinar karena pantulan cahaya bulan yang bersinar cerah malam itu.

Deg!

Frau langsung merasakan rasa panas di luka yang didapatnya itu, rasa panas yang dirasakannya seperti membakar lengannya dibarengi dengan rasa sakit yang teramat ia rasakan. Ia pun mencengram lengannya yang terluka. Ja-jangan..

Queen menghentikan permainan belatinya dan berjalan mendekati Frau yang masih berlutut sembari memegangi lengan kanannya yang terasa kaku untuk digerakkan, "Kau pasti menyadari racun yang terdapat di belati ini'kan? Jika kau terlalu banyak bergerak, racun itu akan cepat menyebar keseluruh tubuhmu," ujar Queen, langkah Queen langsung terhenti saat berada tepat di hadapan Frau, "Kau akan kubuat mati secara perlahan, Zehel," desis Queen.

Frau langsung menatap wajah yang tertutupi topeng itu, dan tanpa di duga dengan cepat langsung melancarkan tendangan ke arah Queen. Queen yang menyadari itu langsung melompat mundur. Frau langsung bangkit berdiri dan menembakan pistol dengan lengan kirinya ke arah Queen. Peluru demi peluru ditembakan ke arah Queen dan dihindari oleh pemuda bertubuh mungil itu dengan berlari ke arah samping. Sehingga membuat jarak yang cukup jauh diantara keduanya.

Saat peluru Frau habis, Queen langsung melempar belati ke arah Frau, namun pria itu menghindar dengan berguling ke samping, melihat itu Queen kembali mengeluarkan 2 pucuk pistol dari tas pistol yang berada di kedua kakinya dan menembakan timah panas itu ke arah Frau, Frau kembali berusaha berdiri dan menghindari tembakan pistol yang di arahkan kepadanya dengan melompat ke belakang dan langsung berlari sembari memegangi lengan kanannya yang tergores belati beracun.

"Jadi sekarang kau mau bermain kucing dan tikus, Zehel? Khe, akan kuladeni kau!" seru Queen. Kemudian mengejar Frau.

Diwaktu yang sama, Castor dengan beberapa pegawai melindungi Labrador, Teito, dan Mikage untuk diantarkan ke tempat aman dimana kepala keluarga Klein berada. Yaitu, sebuah ruangan bawah tanah yang salah satu jalannya terletak di dalam gudang dekat mension bagian barat.

"Castor-san, bagaimana dengan Frau?" tanya Teito, sejak penyerangan berlangsung, pemuda berambut coklat itu tak melihat sosok Frau. Bagaimanapun sifat Frau dan sekesal apapun Teito pada Frau, tapi jika sudah begini ia cukup khawatir dengan keadaan Frau.

Castor tersenyum menatap tuan mudanya itu, "Tak apa. Anda harus percaya dengan kemampuan Frau, Teito-sama," ujar pria berambut scarlet itu, Teito mengangguk mengerti lalu fokus dengan jalan di depannya. Sedangkan Mikage memperhatikan sejak tadi ekspresi wajah Teito dengan intens. Raut ekspresi yang mungkin jarang ia dapati di wajah Teito yang biasanya datar itu. tapi saat bertanya tentang keadaan Frau tadi, Mikage menangkap raut ekspresi yang mungkin bukan sekedar ekspresi khawatir yang biasa. Walau Mikage belum terlalu paham dengan situasi yang sedang terjadi saat ini, tetapi ia jauh lebih penasaran dengan hubungan Teito dan Frau. Apakah sekedar bodyguard yang menjaga tuannya atau...

Plak!

Mikage langsung menampar dirinya sendiri memikirkan hal itu, bagaimanapun ia tidak pantas untuk berburuk sangka terhadap Teito.

"Kau kenapa, Mikage?" tanya Teito heran melihat sikap Mikage. Mikage yang ditanya malah nyengir polos, "Haha.. nandemonai," yang membuat Teito mengerutkan alisnya heran melihat sikap pemuda bermata coklat di dekatnya itu.

"Wah, wah, wah.. konbanwa!"

Semua orang langsung menoleh ke arah sumber suara dan mendapatkan seseorang bermantel hitam dan bertopeng dengan simbol Joker terduduk santai di atas pohon di belakang mereka, dua buah katana tersematkan disisi kiri pinggang pria itu. Seketika Castor dan semua pegawai yang ikut merapat melindungi majikannya.

"Kau anggota Black Hawk?" tanya Castor, semua pegawai memasang sikap waspada. Orang yang ditanya malah tertawa kecil, "Binggo!" ujarnya lalu..

Duar!

"Lindungi tuan kita!" seru Castor saat melihat gudang itu meledak.

"Ups! Maaf, ya..~" ujar pria bertopeng Joker itu saat melihat orang-orang di hadapannya tiarap. Setelah itu langsung loncat dan mendarat dengan mulus di tanah.

Joker langsung bertepuk tangan dengan salut, "Memang hebat persembunyian keluarga Klein. Sebuah ruang bawah tanah yang berbentuk labirin yang menyesatkan. Kalau salah jalan, bisa terjebak selamanya di dalam, ya? Hebat! Bahkan Jack perlu waktu lama untuk memecahkan jalan labirin itu," kata Joker, "Jadi Fea Kreuz Klein ada di dalam sana, ya? Susah juga kalau begitu..~ oh!"

Pria bermantel hitam itu melangkah mendekati kumpulan pegawai yang melindungi Teito dan yang lain. Castor langsung memasang sikap waspada dan bersiap mengeluarkan pistol di balik jas butler-nya. Mata berwarna crimson di balik kacamata itu menatap tajam sosok di hadapannya yang semakin mendekat.

"Sepertinya menghabisi adik dan putra tercintanya tidak buruk juga, benarkan?" tanya pria itu sembari menghentikan langkahnya dan masang pose berpikir.

"Tak akan kubiarkan menyentuh mereka," desis Castor.

"Hati-hati, Castor!" seru Labrador.

"Castor-san!" seru Teito dan Mikage.

Castor menoleh ke belakang sambil tersenyum, "Tak apa-apa," ujarnya lalu kembali menatap pria di hadapannya dan memasang sikap pasif untuk mempersiapkan serangan dan memprediksi serangan apa yang akan dikeluarkan oleh pria bertopeng Joker di hadapannya.

"Kalian pergilah! Jaga tuan dengan nyawa kalian!"

"Baik!"

Pegawai-pegawai yang melindungi Teito, Labrador, dan Mikage langsung pergi sambil menjaga tuan mereka.

"Castor!" seru Labrador, tak dipungkiri jika ada nada kekhawatiran di sana. Castor menoleh untuk kedua kalinya menatap Labrador dengan sebuah senyuman yang seolah mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja. Labrador mengepalkan kedua lengannya lalu mengangguk.

"Ayo Labrador-sama," salah satu pegawai meraih lengan pria manis itu dan menyentuh pundak Labrador sebagai isyarat untuk pergi.

"Wah, sungguh amat disayangkan kau bekerja disini. Padahal seharusnya kau ada dipihak kami," ujar Joker menatap Castor.

"Aku tidak paham maksudmu, yang jelas tak akan kubiarkan kau menyelesaikan misimu," desis Castor.

Joker menaikkan kedua bahunya, "Wah, jangan begitu. Kalau seperti itu, aku bisa susah nantinya..~"

"Che," Castor langsung bergerak cepat menyerang pria di hadapannya, satu pukulan terarah tepat di dada pria itu.

Duagh!

Pria itu sukses terkena tanpa perlindungan sama sekali, tubuh pria itu terlempar hingga menabrak pohon besar di belakangnya dengan sangat keras. Castor tahu, pria itu sengaja menerima pukulan darinya.

Sesaat Joker tidak bergerak.

'Dia..' Castor menatap sosok yang tidak bergeming itu, "Kau sengaja menerima pukulanku, padahal kau bisa menghindarinya dengan mudah," ucap Castor.

"Hehehe.. ketahuan, ya. Tapi ini cukup sakit, lho..~" pria itu kemudian bergerak dan berdiri sambil mengelus dadanya.

Sreg! Sreg!

Castor langsung mengeluarkan dua buah pistol berwarna perak dan menembakannya tepat ke arah Joker.

Trang! Trang!

Pria berambut scarlet itu menyipitkan matanya saat 2 peluru yang ditembakinya itu ditangkis dengan mudah menggunakan sebuah katana.

"Gerakkan yang cukup cepat. Kau mengesankan juga," puji Joker, "Tapi.." Joker langsung bergerak cepat menyerang Castor yang juga bergerak untuk menyerang.

Dor!

Trang!

Joker menangkis lagi peluru Castor, saat sampai di dekat Castor, Joker agak menundukkan tubuhnya dan langsung memotong mocong pistol milik Castor. Pria berambut scarlet itu langsung melompat ke belakang. Dan langsung melepas jas butler-nya dari tubuhnya hingga terlihatlah di perlengkapan senjata yang terpasang di rompi miliknya. Sebuah pistol kembali dikeluarkannya dan ditembakinya ke arah Joker. Joker langsung berlari menghindari tembakan itu.

Set!

Castor terkejut saat sosok itu tiba-tiba menghilang dan tanpa Castor sadari Joker sudah menadahkan katana miliknya ke lehernya dari belakang.

"Ssstt..~ jangan bergerak, atau kau berakhir malam ini tuan pelayan.." desis Joker. Castor perlahan menurunkan lengan kanannya yang tadi menodongkan pistol.

"Eh, kenapa kau tidak langsung membunuhku?" tanya Castor sembari menyunggingkan senyuman menantang, melihat itu Joker tersenyum puas, "Mengesankan. Bahkan kau tidak takut mati sedikitpun," ujar Joker.

"Aku ingin bertanya sesuatu padamu," tanya Castor, "Hebat. Aku baru pertama kali menemukan orang yang bertanya pada musuhnya padahal kematian sudah terlihat di depan mata. Tapi baiklah..~" balas Joker.

"Apa tujuan kalian sebenarnya?" tanya Castor langsung, "Haaaa? Bagaimana, yaaa..~" Joker malah menjawab dengan nada main-main.

"Apa motif kalian sebenarnya di balik pembunuhan orang-orang penting dan juga dalam sindikat perdangan gelap?" tanya Castor lagi, ia bertanya sambil melihat kesempatan yang ada.

"Wah, wah.. ternyata sudah tahu, ya..~ seharusnya kau yang memiliki nasib yang sama seperti kami mengerti,"

"Nasib yang sama?"

"Ya, nasib yang sama. nasib yang membawa ke dalam rasa dendam yang dalam," tiba-tiba saja nada suara yang santai tadi berubah menjadi nada yang tajam.

"Dendam?"

"Hahh.." Joker menghela nafas.

'Ini saatnya!' Castor langsung menggerakan lengannya ke atas dan menembakkan beberapa peluru ke udara. Melihat itu, Joker menatap ke atas dan Castor yang melihat kesempatan langsung menepis lengan yang mengunci tubuhnya hingga katana itu cukup menjauh dari lehernya, Castor langsung meraih lengan Joker dan melempar Joker hingga pria itu terpelanting ke depan dan Castor mundur ke belakang untuk membuat jarak dari Joker.

"Wah, ternyata aku terlalu serius menceritakan hal itu padamu, tuan pelayan.." kata Joker lalu berdiri dan mengeluarkan satu katana-nya lagi. Kini di lengannya terdapat 2 katana, "Kalau begitu, sekarang aku tidak akan segan-segan padamu," ujarnya lagi, Castor yang mendengar itu langsung memasang sikap waspada.

'Sepertinya ini akan lama,' ujar pria berkacamata itu dalam hati sembari mengisi isi pelurunya dengan cepat dan menodongkannya ke arah Joker.

OOOOOooooOOOOO

"Zeheeell..~ kau tak akan bisa bersembunyi dariku!"

Frau yang bersembunyi di balik salah satu pohon besar, mendengar itu langsung melepas mantelnya dan merobek kaos hitam yang dipakainya dan mengikatkan robekan kaosnya dengan kencang di atas lukanya, setidaknya menghambat racun agar tidak menyebar dengan cepat. Setelah cukup, Frau bersiap untuk keluar dan menghadapi Queen. Sebuah ide terlintas dipikiran Frau, ia menatap sekelilingnya yang lumayan gelap lalu mengambil lagi mantel biru dongker miliknya yang sebelumnya ia kaitkan dengan senar putih dari saku senjatanya dan bersiap dengan senjata yang ia bawa. Kesempatan ini hanya ada sekali. Jangan sampai ia melewatkannya.

Srek!

Queen langsung menoleh ke arah sumber suara dan tersenyum licik dibalik topengnya, "Kau kutemukan, Zehel,"

Dalam tempat yang cukup gelap itu, Queen melihat bayangan di dekat pohon dan langsung menembaki bayangan itu dengan membabi buta sambil mendekati bayangan itu. Hingga pelurunya habis, saat sinar bulan menyinari bayangan itu ternyata itu hanyalah sebuah mantel yang dikaitakan di batang terendah pohon itu.

"Apa?" sedetik kemudian Frau berlari keluar dan dengan cepat menembak ke arah Queen, tembakan itu tepat mengenai dua pistol yang digunakan oleh Queen hingga terlepas dari tangan pemiliknya. Frau langsung menaruh kembali pistolnya ke tempat asalnya dan mengambil senjata lain sembari berlari menyerang Queen yang memang berdiri cukup dekat dengan pohon itu terlambat bereaksi saat Frau menghunuskan sebuah pisau kepadanya dan membuat serangan zig zag padanya.

Cres! Zras!

Queen terluka dengan goresan pertama di lengan kirinya kanannya dan goresan kedua di pinggang kanannya.

Queen tertawa,"Kau pikir serangan itu bisa melumpuhkanku, Zehel?" ujarnya sambil berbalik badan menghadap Zehel yang masih bergeming. Tak lama kemudian Frau tertawa kecil. Queen yang mendengar tawa Frau menjadi marah, "Kenapa? Kenapa kau masih bisa tertawa seperti itu, Zehel? !" seru Queen.

Frau berbalik badan, "Gomen, Queen. Tadi aku meminjam belati milikmu," ujar Frau sembari memperlihatkan belati beracun milik pemuda mungil itu yang tadi dilemparkannya untuk menyerang Frau.

"Kau-,"

Deg!

Pemuda berkepang itu langsung jatuh berlutut. Efek racunnya mulai berkerja.

"Sepertinya kau tidak menyadari belatimu yang kau jatuhkan, kuambil saat aku berlari pergi darimu tadi. Sekarang kita seri karena kita sama-sama terkena racun." ujar Frau, pria jangkung itu langsung garuk-garuk kepala, "Ya, tapi mungkin tidak adil juga karena aku melukaimu di dua tempat sekaligus dengan luka yang cukup dalam," sambungannya lagi.

"Brengsek kau, Zehel!"

Frau memasukkan belati milik Queen lalu menatap pemuda berambut merah muda itu yang mulai tergelatak lemah karena racun yang berasal dari lukanya, "Aku bersyukur, kau tidak melukaiku terlalu dalam. Jadi efek racunnya bisa kuatasi sedikit. Tapi, gara-gara itu tubuhku jadi lemas sekarang. Aku juga yakin kau pasti bawa penawar racunnya, karena mana mungkin pertarung yang memakai racun tidak membawa penawar racun bersamanya, bukan?" ujar Frau yang kemudian menghampiri Queen dan berlutut di sampingnya.

"Kenapa? Kau bisa saja membunuhku sekarang!" seru Queen.

Frau menggeledah bag senjata Queen, "Aku tidak tertarik membunuh musuh yang sudah melemah," ujarnya sambil mencari penawar racun, "Aha! Apa ini? ujarnya melihat botol kecil berwarna putih dengan gambar tengkorak, "Sepertinya ini bukan penawar racunnya," keluh Frau.

"Kau akan kubunuh, Zehel!"

Frau berdiri lalu menoleh ke arah Queen, "Kau itu terlalu fokus untuk membunuhku sampai kau tidak memperhatikan gerak langkahmu sendiri, Queen. Sekarang tugas utamaku bukanlah membunuhmu, tapi melindungi Kuso gaki keluarga ini. Sampai jumpa!" ujarnya lalu pergi dari sana.

"Siaall.. Kau tak akan kuampuni.. kau akan kubuat menyesal membiarkan aku hidup ZEHEEEELLL! ! !"

OOOOOooooOOOOO

"Hah.. hah.. hah.."

"Wah, aku salut padamu karena kau adalah orang pertama yang bisa mengimbangi gerakkanku, tuan pelayan..~" ujar Joker sembari menatap Castor yang berdiri dengan luka sayatan hampir di sekujur tubuhnya, "Kau juga adalah orang pertama yang berhasil melukaiku," ujarnya sembari menjilat darah di katana-nya miliknya. Memang benar, Castor berhasil membuat luka goresan peluru di beberapa tempat di tubuh Joker. namun tak separah lukanya akibat serangan Joker.

Castor langsung jatuh berlutut karena banyak darah yang sudah keluar dari tubuhnya, 'Sial. tubuhku sudah mencapai batas,' ucap Castor dalam hati.

"Sepertinya kau sudah mencapai batas, hm?" Joker berkata sambil mendekati Castor memasukkan satu katana miliknya ke sarung katana, "Kalau begitu, sayang sekali. Ini malam terakhir kau melihat bulan, tuan pelayan," setelah itu, Joker menghunuskan katana-nya ke arah Castor yang sudah tidak dapat berkutik lagi.

Trang!

Seseorang tepat waktu langsung menahan hunusan pedang Joker, Joker menatap orang itu, "Oh, kau..~"

Castor mendongak, "Frau?"

"Che, kacamata! Semenjak kapan kau jadi lemah seperti, hah? Ini gara-gara kau sering mengerjakan pekerjaan 'baby sister', kau jadi lemah begini!" seru Frau, pria berambut pirang itu menahan hunusan pedang Joker dengan belati milik Queen yang tadi dibawanya.

'Sial, tubuhku masih lemas gara-gara racun tadi,' keluh Frau dalam hati. Dengan kekuatan yang tersisa Frau mendorong tekanan katana Joker, membuat Joker mundur ke belakang.

"Hooo.. bukankah itu belati milik Queen?" tanya Joker.

Frau mendengus, "Kau benar, aku baru saja meminjamnya tadi,"

"Wah, wah.. Queen berhasil kau kalahkan lagi, ya?"

"Mungkin saja," balas Frau.

"Joker!"

Joker menoleh ke belakang dan melihat sosok Queen berdiri dengan tergopoh-gopoh, "Queennn..~ long time no see..~ dirimu ternyata masih hid-,"

Duagh!

Joker terjatuh saat sebuah pistol terlempar mengenai wajahnya.

"Queennn..~ kau tega sekaliii..~"

Frau yang melihat itu sweatdrop.

"Kita kembali," ujar Queen sambil pergi.

Joker berdiri sambil memungut pistol yang dilempar Queen, "Baiklah...~ mungkin kena marah Aya-tan lagi, nih..~" gumam Joker, lalu menatap Frau dan Castor, "Ini adalah permulaan, sampai jumpa!" seru Joker langsung menghilang dari hadapan kedua orang itu.

Frau kembali mencengkram lengannya yang terkena racun, "Ck, seharusnya tadi aku geledah dia untuk menemukan penawarnya," keluh Frau, "Lengan kananku benar-benar tak bisa digerakkan sekarang,"

Bruk!

"Eh?" pria blonde itu langsung menoleh ke belakang, "Kacamata!" seru Frau saat Castor tergelatak di tanah, pria jangkung itu langsung memeriksa keadaan Castor yang sepertinya dalam keadaan gawat.

"Ini," Frau memerhatikan luka yang berada di tubuh Castor, sepertinya ia merasa pernah melihat luka seperti ini sebelumnya. Tapi ia lupa dimana.

"Lelaki berpedang itu.."

"Frau!"

Frau menoleh, tepat saat itu Labrador bersama 2 pegawai mension menghampiri mereka.

"Bagaimana keadaan kal- Castor!" Labrador langsung panik saat melihat Castor tergeletak dengan luka cukup parah, "Cepat panggilkan ambulance!" seru Labrador pada 2 pegawainya itu, "Baik!"

"Castor.."

"La-Labrador-sama, saya ti-dak apa-apa," ujar Castor terbata.

"Sudah jangan bicara, bertahanlah!" seru Labrador.

"A-auh.. ba-baik," ringis Castor.

"Frau kau juga tidak apa-apa?" tanya pria manis itu pada Frau, "Ah! Tidak apa-apa, hanya luka kecil," ujar pria jangkung itu. Kemudian mata safir itu menatap tempat dimana dua orang dari Black Hawk itu menghilang, lengannya semakin mencengkram erat lengan kanannya yang terluka.

"Black Hawk.." gumam Frau, ia merasakan racun dalam tubuhnya mulai kembali bereaksi bersamaan dengan rasa sakit yang kembali terasa di tubuhnya.

"Sial.." tak lama kemudian, Frau hanya bisa merasakan tubuhnya terasa ringan dan bersamaan dengan itu pandangannya menggelap.

Bruk!

"Frau!"


Bayangan itu semakin mendekat.. bayang gelap yang seakan akan menelan apapun yang terjangkau olehnya.. dan sekali saja terperengkap oleh bayangan itu.. jangan berharap kau bisa melihat cahaya lagi dalam hidupmu..


OOOOOooooOOOOO

_TBC_

OOOOOooooOOOOO

A/N : Aaaaaaaaaa...~ Yokattaaaaaaaaaaaaaaa...~ #dilempar sendal

Akhirnya bisa publish ini Hanabi chapter 6. Huhuhu.. #nangis haru

Gomenasai karena saya telah hiatus lama.. m(_ _)m #deep bows

Bagaimana? Maaf kalau ceritanya kurang memuaskan, saya akan lebih berusaha lagi dalam membuat fanfic agar reader semua puas dengan karya saya.. walaupun saya tidak yakin dibagian battle-nya.. sesungguhnya saya payah dalam mendeskripsikan pertarungan. Gomenasai kalau agak kurang jelas atau malah Geje dan juga typo yang lulus sensor.. (TTwTT) #sembah sujud

*Author digusur

Lance : "Hohohoho..~ untuk perdana! Diriku yang indah ini yang akan membawakan acara kali ini bersama dengan Ouka-chan!" #ngibas poni#

Ouka : "Ha'i, Konnichiwa, Minna-sama. mohon bantuannya," #bows

Lance : "Oukeh! Baiklah, reader semua! Untuk mengobati kerinduan pada diriku ini, maka aku akan membacakan balasan review dari Naruni-chan! Oke review dari UzumakiKagari, Suka sama Omeke-nya, ya? Hohohoho.. sudah jelas karena Omake kemarin menampilkan diriku yang indah ini. Heee? Siapa sebenarnya Teito-kun? Umm.. tentu saja anak dari orangtuanya'kan?" #digaplok#

Ouka : "Anu Lance-Taichou, saya rasa karena Teito-kun tokoh utama cerita ini," #smile

Lance : "Hohoho.. kita sepemikiran, Ouka-chan! Hahh.. diriku yang jenius ini memang berdosa..~" #terharu

#Backsound : Jenius dari mananya, huh?#

Ouka : "Hmm.. baikalah, terimakasih atas review-nya Kagari-san. Selanjutnya dari Profe Fest, Pesan dari Author mengucapkan maaf sudah telat update dan terimakasih banyak sudah memfave fic ini, sejuta cium hangat untukmu kata Author,"

#Author disantet

Lance : "Masih dari Profe Fest, ngh..~ #melototin kertas# "Profe Fest.. Profe Fest.. Gyaa! Saya baru sadar! Sejak kapan Castor itu uke? !" #dizaiphon Castor# "Gyaaaaaaa!" *melayang dengan indah*

Ouka : "Lance-Taichou.. Minna, saya pamit duluan mau mengejar Lance-Taichou!" #nembungkuk, pergi

Castor : #naikkan kaca mata# "Baiklah, untuk Profe Fest, terimakasih atas review-nya. Selanjutnya review dari Battomless Sea, Author bilang, terimakasih atas perhatiannya pada fic ini, terimakasih Minami-chan. Tenang saja, Teito-kun sudah pulang ke Tokyo dan bahkan sudah bertemu dengan Mikage. Kita saksikan nanti apakah Teito-kun akan bersama Mikage atau si bodoh itu?" #smile

Frau : *tiba-tiba nongol* "Siapa yang kau sebut si bodoh itu, kacamata?"

Castor : #nunjuk Frau# "Tentu saja kau,"

Frau : "Nandatte? !"

Castor : "Mau protes, hm?" #nada horror

Frau : #glek!# "Ti-tidak,"

Castor : "Baiklah, terimakasih atas dukungan kepada Author, Minami-chan. Dengan keterbatasan otak yang ada Author telah menyelesaikan UN mungkin dengan cukup baik,"

Me : "Castor-san... kenapa nyelip kata 'mungkin', sih..~" (TTwTT)

Labrador : "Lalu untuk kazeknight, terimakasih atas review-nya. Author akan terus berusaha agar Hanabi semakin baik," #smile

Frau : "Yossh! Lalu kali ini kiriman dari segawayuki2012, baca berulang-ulang? Itu pasti karena jatah tampilku banyak," #bangga# "Woy Author! Naikkan gajiku setelah ini!" #teriak ke Author# "Hohoho.. tak usah sungkan pada Author baka itu, yang lebih penting dari itu, ne, Yuki-chan. sepertinya siang ini cerah, maukah kau kencan denganku?" #kumat

*digaplok Bascule Teito

Teito : "Dasar uskup cabul! Baiklah, terimakasih atas review-nya, Segawa-san. Semoga puas juga dengan chapter ini," #smile

Me : "Yuki-chan, Sankyuu atas do'anya. Happy new year too..~" #telat baka!

Teito : *nengok tanggalan* "Dasar, padahal sudah bulan April." #geleng-geleng pala# "Lalu review selanjutnya dari Devilojoshi, Hmm.. semoga chapter kali ini memuaskan dan cukup panjang, yang lebih penting semoga suka dengan adegan action dari Author gaje fic ini. Lalu.. #melototin kertas# "Gya! Apa ini? Te-tentu saja, aku akan bersama Mikage! Ke-kenapa juga harus dengan baka Frau itu!" #blush

Me : #noel-noel Teito-chan# "Aiih.. Teito-chan, tapi kenapa nada bicaramu tidak yakin begitu? Hohoho.." #disambit bascule

Teito : "U-urusai!" #salting mode on

Frau : #bangkit# "Ku~so~ga~ki~ bisakah kau berhenti menggaplokku, heh? !" *esmosi

Teito : "Sampai kau tidak ngawur lagi, baka!"

Frau : "Nandatte? Ngajak ribut kau, Kuso gaki?"

Teito : "Huh, siapa takut!"

Hyuuga : *tiba-tiba nongol* "Pwitt! Ada pasangan yang sedang berantem, nih!" #watados

FrauTeito : #noleh# "Apa? siapa yang pas-, K-kau Black Hawk! Ngapain kesini!"

Hyuuga : "Hohoho.. tenang saja hari ini kita damai, oke?"

All : "Oke gundulmu!" #ngamuk

Hyuuga : "Naruni-chan..~ mereka semua ngeluarin hawa nakutiiinnn...~"

Me : "Ung? Tenang semua.. hari ini Black Hawk datang dengan damai. Soalnya mereka akan bantuin balesin review,"

All : "Oh... kalau begitu, kami istirahat dulu, deh..~" #pada pergi

Me : "Eh?" #cengo

Hyuuga : "Baiklah.. baiklah.. kita lanjutkan saja, kali ini review dari Alice. Hehehe.. terimakasih atas review-nya, Author akan berusaha! Ya'kan Author-san?"

Me : "Hyuugaaa..~" (TT3TT)/ #terharu

Hyuuga : "Setelah ini, naikkan gajiku, ya!" #makan permen

Me : "Heeee?" (O3O)/ #membatu

Hyuuga : "Hahaha.. oke selanjutnya review dari Sakura Zuzumiya. Hmm.. suka pada FrauTeito, ya? Ya, tak masalah sih.. Ung? Capella keluar atau nggak? Woy, Author, Capella itu sopo?" #dor!

Me : "Dasar pikun! Padahal satu fandom! Oke, Sakura-san.. kemungkinan Capella akan nongol di chapter selanjutnya! Terimakasih review-nya..~ Hohoho..~" #plak!

Ayanami: #nongol langsung duduk# "..." #diem sambil megang kertas

Hyuuga: #noel-noel Ayanami# "Aya-tan..~ kau terlambat... kita perdana, nih! Kau dapat giliran membalesan review selanjutnya..~" *nada manja*

Konatsu: #ikut duduk# "Hyuuga-sama.." (" ==)

Ayanami:"..." #masih diem natap kertas di tangan#

Me : #terpesona liat Ayanami# "Huwooo! Ayanami-sama kakkoiii!" #heboh

Ayanami : "May, terimakasih," *noleh ke Author* "Gajiku naik 2X lipat," #diri, langsung pergi

Me : "A-are?" (O.O) #cengo

Hyuuga : "Aya-taann..~ Baiklah, sekali lagi untuk May, Arigatou review-nya!" #lambai-lambai

Konantsu : #nyamperin Hyuuga# "Sudah selesaikan? Sekarang selesaikan tugas mayor!" #Nyerahin tumpukan tugas

Hyuuga : "He.. he.. he.. Aku lupa memberi makan burungku! Jaa!" #Kabur kilat

Konatsu : "Mayooorrrr! !" #ngejer Hyuuga

Me : "Huweee.. don't leave aloneee.. Minna-san, gomenasai kalau masih banyak kekurangan. Mata mite ne!" #long kiss

*ditembak rudal

_Review?_