Naruto © Masashi Kishimoto
.
.
Into the New World
© Lucifionne 2012
chapter #9
Janji
.
.
Suasana di salah satu ruangan hokage itu pun seketika jadi mencekam. Tak ada satu pun yang bersuara setelah Neji menyebut nama Uchiha Sasuke - target dari sekelompok orang yang menyerang Konoha. Siapa pun mereka, Sakura tahu bahwa orang-orang asing itu berbahaya. Dan membayangkan jika orang-orang asing itu berhasil menemukan Sasuke... cukup menakutkan bagi Sakura. Ia takut hal buruk akan menimpa lelaki yang sedang dalam pengawasannya itu. Ia tak ingin ada hal buruk terjadi pada Sasuke, terlebih di saat lelaki itu tidaklah dalam kondisi yang baik. "Sakura," panggil Tsunade. Mendengar namanya disebut, Sakura lalu mengangkat wajahnya yang sempat tertunduk. "Kita harus segera memberitahukan hal ini pada Sasuke."
"A-apa?" Sakura tak bisa menyembunyikan keterkejutannya.
"Kau harus menyampaikan hal ini secepatnya pada Sasuke," saran Tsunade, "dia berhak tahu."
Sakura masih terdiam, berusaha mencerna baik-baik ucapan sang Godaime. Tsunade benar, Sasuke berhak tahu masalah ini. Karena sudah sangat jelas bahwa kekacauan ini bersumber darinya. Tapi... tak akan berlalu begitu saja 'kan? Sasuke pasti akan bertindak sesuai keinginannya tanpa mendengarkan saran orang lain. Uchiha tampan itu pasti akan membiarkan amarah menguasai dirinya dan tak akan mengizinkan siapa pun untuk ikut campur dalam urusannya. Sakura menggigit pelan bibirnya, itulah yang ia takutkan akan terjadi.
"Kau orang yang paling dengan Sasuke saat ini," kata Tsunade -sedikit ambigu, "kau pasti bisa mencari waktu yang tepat untuk menyampaikannya." Sakura masih terdiam, belum berani berkomentar. "Makin cepat kau mengatakannya, itu lebih baik. Karena aku yakin, kau juga tak ingin ada korban berjatuhan lagi 'kan, Sakura?" timpal Tsunade. Namun kunoichi berambut merah jambu itu tak kunjung bersuara. "Haruno Sakura, apa kau mendengarku?"
Sakura mengerjapkan matanya, kemudian menyunggingkan senyuman canggung di bibirnya. "I-iya, Shisou, aku mendengarmu," ucapnya gugup. Jade-nya menangkap tatapan bingung dari seluruh orang yang ada di ruangan ini. "Tenang saja, aku akan segera mengatakannya pada Sasuke."
Tsunade menganggukkan kepalanya, "Hmmm, baguslah. Dengan begitu, diskusi kita hari ini sudah selesai. Kalian boleh pergi sekarang."
.
.
Sakura melangkah gontai menyusuri jalanan tanah Konoha. Entah karena cuaca yang begitu panas yang membuatnya lelah, atau karena diskusi tadi yang terlalu melekat di pikirannya. Ia tidak tahu. Memikirkannya saja membuatnya menjadi tak tenang begini. Sakura mendesah pelan, di saat-saat seperti ini, ia butuh kesejukan untuk melepas penat. Di saat seperti ini, ia butuh seseorang untuk berbagi dan mendengarkan keluh-kesahnya.
"Sakura!"
Suara merdu seorang wanita terdengar memanggil namanya. Sakura segera mencari sumber suara itu, dan jade-nya berkilau tatkala mendapati sang sahabat berambut pirang, tengah berdiri di depan toko bunganya. "Ayo mampir!" ajak Ino sambil melambaikan tangannya.
Dengan diiringi senyum manis di wajahnya, Sakura melangkahkan kakinya menuju tempat dimana Ino berada saat ini. "Sudah lama aku tidak melihatmu," ucap Sakura.
"Harusnya aku yang bilang begitu!" ucap Ino sambil membuka pintu dan mempersilahkan Sakura masuk. "Kau terlalu sibuk mengasuh lelaki tampan itu, makanya kau jarang ke sini!"
Sakura terkikik geli mendengar ucapan Ino barusan. "Kau ini! Dia itu bukan bayi!"
"Lalu apa, hm?"
"Haaah sudahlah, aku tidak tahu."
Kini giliran Ino yang terkikik geli melihat ekspresi sahabatnya yang satu ini. "Wajahmu memerah. Ternyata Sasuke memang jadi objek yang sensitif untukmu!" dan Ino mendapat satu tatapan maut dari Sakura. "Santaaaii, aku hanya bercanda. Oh ya, ngomong-ngomong, kau sudah berapa lama tinggal bersama Sasuke?"
Sakura sedikit tak nyaman mendengar kata 'tinggal bersama' dari bibir Ino. Seolah dirinya yang sedang bertugas untuk tinggal bersama Sasuke, jadi seperti bukan sedang menjalankan tugas saja. Seolah mereka adalah pasangan muda-mudi yang memutuskan untuk tinggal bersama. Tidak! Sakura membuang jauh-jauh pikiran aneh itu dari otaknya. "Hmm... hampir sebulan kurasa..." jawabnya kurang yakin.
"Wahhh, tak terasa juga ya," komentar Ino dengan wajah serius. "Jika kau cuma diberi waktu tujuh bulan, maka... waktumu tinggal enam bulan-" Sakura mengangguk pelan, "-dan itu artinya kau harus bergerak cepat!"
Sakura menautkan alisnya. "Maksudmu?"
Ino menggelengkan kepalanya, "Kau ini pura-pura tak mengerti ucapanku!" bentak Ino kesal. "Tentu saja untuk meluluhkan hatinya - agar si pangeran es itu bisa jatuh cinta kepadamu!"
Sakura hanya memutar bola matanya, "Itu tidak akan pernah terjadi."
"Hei hei hei! Mengapa pesimis begitu? Kau harus tetap semangat, oke?" Sakura hanya meresponnya dengan dengusan bosan. "Hmmm... tunggu ya, aku buatkan minum dulu! Setelah itu aku akan bercerita tentang kencan pertamaku dengan Shikamaru!" ucap Ino seraya bangun dari duduknya. "Aku tahu kau terkejut! Begitu juga aku yang tak percaya bahwa ternyata dia menyukaiku!" seru Ino sambil menghilang di balik tirai.
Belum mendengar cerita dari Ino saja, sudah membuat Sakura senang. Ia senang karena akhirnya sahabatnya yang cantik ini bisa bersama seseorang yang menurut Sakura 'pas' untuknya.
Dan untuk beberapa saat, Sakura bisa melupakan masalah lain yang mengganjal pikirannya.
.
.
Langit telah gelap saat Sakura melangkah memasuki kawasan klan Uchiha. Tak disangka, berbincang dan bercanda bersama Ino membuat waktu tak terasa telah berlalu. Tadi, ketika menghabiskan waktu berdua dengan sahabatnya, Sakura dan Ino membicarakan banyak hal. Mulai dari kesibukan, gosip-gosip yang tengah hangat di Konoha saat ini, masalah pribadi dan apa pun yang terlintas di pikiran mereka akan langsung jadi perbincangan seru untuk dua sekawan itu. Sakura tersenyum tipis, tapi tadi ia tak menceritakan hal terbaru yang mengusik pikirannya... masalah penyerangan misterius yang dilatarbelakangi oleh 'pengincaran Sasuke' Entah mengapa, tapi Sakura tak ingin siapa pun -selain para shinobi yang tadi ikut berdiskusi- mengetahui hal ini.
Sakura berhenti di depan pintu rumah Sasuke. Untuk memasuki mansion besar itu, Sakura tak perlu repot-repot mengetuk pintu di depannya dan menunggu seseorang membukanya (seperti saat pertama kali ia ke sini)- tapi ia tinggal menggeser pintu tersebut, menggesernya pelan agar tak menimbulkan suara yang cukup besar. Ketika sampai di dalam pun, Sakura melangkah hati-hati agar tak membuat bunyi yang dapat merusak kesunyian di rumah ini. Apalagi ini sudah larut malam, Sasuke juga tak nampak di ruang mana pun, sudah pasti lelaki berwajah menawan itu sudah terlelap di kasurnya -dan Sakura tak ingin mengganggu ketenangan lelaki tersebut.
Namun usaha Sakura gagal, saat sudah sampai di lantai dua, ketika dirinya berjalan menuju kamarnya, tiba-tiba saja pintu kamar Sasuke terbuka, dan sosok dingin pun muncul dari balik pintu yang dia buka. Sakura berusaha menghindari dengan berpura-pura tak menyadari keberadaan Sasuke di sana, namun saat mendengar lelaki tersebut berdehem, "Ekhmm," mau tak mau Sakura memalingkan kepalanya ke arah Sasuke.
"Sasuke? Belum tidur?"
"Kau membuat keributan dengan langkah kakimu," jawab Sasuke dengan wajah tanpa beban.
"Oh maaf, Aku janji tidak akan melakukannya lagi," ucap Sakura dengan suara yang terdengar lelah. "Kalau begitu, selamat malam," lanjutnya malas. Untuk kali ini ia sedang tak ingin berpanjang-lebar dengan Sasuke. Hari sudah malam, ia lelah dan Sakura tahu Sasuke juga butuh istirahat. Maka Sakura memutuskan untuk segera saja masuk ke kamarnya. Ia berharap saat berada di ruang pribadinya (meski bukan benar-benar kamar miliknya), ia bisa dapat sedikit rasa tenang.
Sakura menyandarkan punggungnya di dinding, mendesah pelan. Lalu ia teringat akan perkataan Tsunade, ia harus segera menyampaikan kabar tersebut ke Sasuke. Dia perlu tahu - dia memang harus tahu. Secepatnya.
Tapi haruskah disampaikan saat ini juga? Sakura menganggap ini bukan waktu yang tepat. Namun jika tak dilakukan sekarang, hal itu terus memenuhi otaknya. Dan Sakura yakin, dengan keadaan yang demikian akan membuat dirinya tak tenang dan tak bisa tidur nyenyak karena dihantui rasa gelisah.
Sakura meyakinkan dirinya, lalu dengan satu gerakan cepat, Sakura membuka pintu kamarnya dan berseru, "Tunggu!" napasnya tersengal karena panik. Bersyukur Sasuke masih belum menutup rapat pintu kamarnya. "Ada yang harus kita bicarakan. Penting."
Sasuke tampak terdiam sejenak, hingga akhirnya ia bersuara. "Katakan," perintahnya.
Sakura belum langsung berbicara, masih ada perdebatan sengit dalam dirinya; apakah harus mengatakan hal tersebut pada Sasuke sekarang? -atau ditunda besok saja. Bahkan bagian lain dalam hatinya mengatakan untuk terus merahasiakan masalah penting itu dari Sasuke! Dan semua ini membuat kepala Sakura terasa berdenyut.
"Kau akan berbicara atau tidak?" tanya Sasuke kesal.
"Ah, iya... hmm... kau, Sasuke... sebenarnya...," Sakura masih ragu untuk mengatakannya - membuat alis bungsu Uchiha di depannya tampak bertautan. "Eh! Maksudku, apa kau... apa kau sudah makan?" pertanyaan aneh itu meluncur begitu saja dari bibir Sakura. Sakura yakin bahwa saat ini wajahnya dipenuhi ekspresi sangat aneh.
Sasuke tak menjawab.
"Hmm... aku tahu kau bisa memasak, tapi biasanya aku yang membuatkanmu makan malam," Sakura tampak lebih rileks saat ini, apalagi melihat ekspresi Sasuke yang tak lagi menakutkan, "jika kau belum makan, maka kita akan bersama sekarang. Kebetulan aku juga belum makan!" saran Sakura. "Tapi jika kau sudah makan, maka lebih baik kita tidur saja, karena hari sudah malam."
Sasuke masih tak merespon.
"Ah! Kalau begitu, selamat malam. Semoga mimpi indah!" Sakura hampir menutup pintu kamarnya sebelum akhirnya terhenti karena mendengar Sasuke berkata;
"Belum."
"Eh...?"
"Masaklah sesuatu yang bisa dimakan," lanjut Sasuke. Ia pun melangkah pergi meninggalkan Sakura. Ia berjalan menuju tangga dan langsung menuruninya.
Sakura mematung di tempatnya. Pipinya terasa memanas, dan perasaan tak karuan mulai muncul dalam hatinya.
Uchiha Sasuke...
Mengapa kau selalu membuatku...
"Ah sudahlah!" Sakura segera menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha menjauhkan pikiran-pikiran yang akan muncul di kepalanya.
.
.
"Makanan sudah jadi!" ucap Sakura sambil segera meletakkan semangkuk mie rebus yang masih panas di atas meja. Setelah meletakkan mangkuk yang pertama, ia lalu mengambil mangkuk yang kedua, kemudian juga meletakkannya di atas meja. "Mau tidak mau kita harus makan mie instan saja, karena persedian makanan di rumahmu sudah habis."
"Hn," respon singkat Sasuke.
"Ah baiklah, selamat makaaan~."
Detik berikutnya, mereka sama-sama sibuk melahap mie mereka masing-masing. Tak ada yang berbicara, sepertinya rasa lapar begitu bergejolak di perut mereka.
Lima belas menit kemudian, mereka telah selesai makan.
"Hoaamm," Sakura menguap. Rasa kantuk mulai menguasainya. Namun ia harus menahannya dulu, karena setelah makan ia harus mencuci mangkuk kotor dan peralatan lain yang tadi ia pakai.
Saat Sakura berdiri dan mulai mengemasi meja, Sasuke malah menghentikannya. "Kau mengantuk. Biar aku saja yang bereskan," saran Sasuke.
Jade Sakura membulat, "Kau serius?"
Sasuke memutar bola matanya, "Aku tak ingin kau menghancurkan barang-barangku."
Mendengar ucapan Sasuke membuat bibir Sakura mengerucut, mengapa lelaki di depannya ini mudah berubah; dari yang membuat Sakura sedikit tak percaya, lalu berubah jadi sosok yang membuat kesal. "Kau-"
"Tidurlah," Sasuke memotong kalimat Sakura, "kau membutuhkannya." Kalimat terakhir Sasuke sukses membuat Sakura terdiam.
Lelaki ini... apa yang sebetulnya ada dalam pikirannya?
Melihat Sakura yang termangu, Sasuke menggunakan kesempatan ini untuk meraih mangkuk di meja dan segera membersihkannya.
"Karena kau memaksa, baiklah aku mengalah," ucap Sakura yang masih berada di tempatnya, "tapi aku akan menemanimu di sini!"
"Terserah kau," komentar Sasuke sambil membersihkan peralatan makan yang kotor.
Sakura tersenyum manis saat memandangi punggung Sasuke yang tampak tegap. Dari belakang, model rambut Sasuke memang terlihat bagaikan buntut ayam. Sakura sempat terkikik pelan, sampai akhirnya warna hitam menutupi seluruh pandangannya.
Selesai dengan kegiatannya, Sasuke berbalik dan hendak menuju kamarnya. Tapi saat melihat sosok berambut merah muda tengah terlelap dengan posisi duduk dan kepalanya tersandar di atas meja makannya... kini giliran Sasuke yang termangu. Onyx-nya tanpa sadar memerhatikan wajah damai yang dimiliki wanita tersebut. Matanya terpejam, bibir kecilnya sedikit terpisah. Melihat pemandangan yang indah itu, memunculkan lengkungan (sangat) tipis di ujung bibir Sasuke.
Sasuke lalu mendekati Sakura, pelan-pelan dirangkulnya wanita itu, lalu digendongnya menuju lantai dua.
Saat sampai di kamar milik Sakura, Sasuke mengistirahatkan tubuh mungil itu di atas kasurnya. Sangat pelan dan hati-hati. Ia tak ingin sosok itu terbangun, ia tak ingin mengganggu mimpi indah yang mungkin tengah dinikmati Sakura dalam tidurnya.
Sasuke meraih selimut untuk menutupi tubuh Sakura. Sebelum pergi, Sasuke menyempatkan sekali lagi untuk menatap Sakura. Perasaan aneh kembali muncul di dadanya. Tangan kanannya mulai bergerak dan mengarah pada wajah Sakura. Degup jantungnya tiba-tiba melaju tak karuan, dan saat tangan itu tinggal sedikit lagi menyentuh kulit wajah Sakura-
-Sasuke menghentikannya. Ia belum siap untuk melakukannya. Ia belum siap untuk menyentuh seseorang yang pernah ia sakiti -ia takut akan melukainya lagi jika ia menyentuhnya.
Sasuke menarik tangannya, kemudian pergi dari sana.
.
.
Pagi telah tiba, sinar matahari telah menyusup dari balik jendela. Hawa panas juga mulai terasa di ruangan yang sedang Sakura tempati. Di bawah selimut yang menutupi tubuhnya, Sakura mendesah pelan, kemudian membuka matanya perlahan. "Hoaammm." Sakura meregangkan otot-otot leher dan lengannya. Tidurnya semalam terasa begitu nyenyak dan nyaman. Tak ada mimpi yang muncul di tidurnya. Tidur kali ini... terasa berbeda.
Sakura melirik ke arah jam beker yang ada di atas meja. Emerald-nya langsung melebar saat melihat jam yang tertera di sana.
"SUDAH JAM SEBELAS?"
Sakura segera menarik tubuhnya bangun dari kasur - melawan gravitasi yang terasa lebih kuat ketika berada di atas tempat tidur. Ia segera berlari menuju kamar mandi, tak ingin membuang lebih banyak waktu lagi.
Saat selesai mandi dan telah berpakaian lengkap, Sakura merasakan ada hal aneh di sini. Ia tidak mendengar suara lain selain suara langkahnya sendiri. Ini sudah siang 'kan? Kenapa tidak terdengar suara Sasuke? pikirnya.
Sakura segera keluar dari kamarnya dan turun dari lantai dua, mencoba menemukan Sasuke yang tak mungkin belum bangun sampai saat ini.
Di ruang tamu, Sakura tak menemukannya. Di dapur, tidak ada. Di kamar mandi, tidak ada. Di ruang tamu, kosong. Di pekarangan, juga tidak ada siapa pun. Sakura mengerutkan dahinya, "Ke mana orang itu?" Sakura melangkahkan kakinya kembali ke dalam mansion Uchiha. Ia jadi penasaran, menghilang ke mana sebenarnya lelaki itu? Ia bahkan sampai lupa bahwa saat ini ia harusnya berada di rumah sakit untuk bertugas seperti biasa. Namun Uchiha Sasuke terlanjur membungkam pikirannya.
"Apa aku tunggu dia pulang saja?" Sakura lalu duduk di lantai dan menyandarkan punggungnya ke dinding. "Baiklah, aku tunggu dia saja."
Dua puluh menit berselang, hingga akhirnya pintu dibuka dari luar. Sakura segera menoleh ke arah pintu tersebut dan mendapati sosok lelaki tampan masuk dengan wajah super datarnya.
"Sasuke," sapa Sakura.
Lelaki itu tampak terkejut mendengar Sakura memanggilnya, ia tak menyangka bahwa wanita ini berada di sana - Sasuke bahkan tak menyadari kehadiran orang lain di sana.
"Kau dari mana?" tanya Sakura, Ia segera bangun dari duduknya. "Aku... aku tadi kebingungan saat menyadari kau tak ada di rumah."
Sasuke kini menatap Sakura. Tatapannya menajam, terasa menusuk hingga ke tenggorokan Sakura.
"S... Sasuke?"
"Kau..." kedua tangan Sasuke mengepal keras, "mengapa kau tak mengatakannya, huh?"
"Aku tidak me-"
"Mengapa kau tak bilang jika ada yang mengincarku di luar sana!" bentak Sasuke.
Suara Sasuke benar-benar mengejutkan Sakura, membuat wanita beriris jade ini refleks mundur ke belakang beberapa langkah.
"A-aku-"
"Mengapa kau seperti ini, kau bersikap baik padaku, tapi kau merahasiakan hal yang penting!"
Mata Sakura terasa memanas. Sudah lama rasanya ia tak pernah bertengkar dengan Sasuke, tapi hari ini mengapa harus terjadi lagi? "Aku tidak merahasiakanya, aku akan mengatakannya di saat yang tepat," Sakura mencoba memberi penjelasan.
"Kapan?" ekspresi Sasuke masih belum berubah. "Kau ingin semua yang di luar sana mati, baru memberitahuku?"
Sakura menggigit bibirnya, berusaha menahan air mata yang hampir terjatuh.
"Aku akan-"
"Terserah," potong Sasuke, "aku tak ingin mendengar apa pun lagi darimu."
Air mata terasa mengalir di pipi Sakura saat Sasuke berjalan melintasinya. Dada Sakura terasa sakit, ucapan Sasuke yang terakhir sungguh hal yang menakutkan untuk telinga Sakura. Apa selamanya lelaki itu tak akan lagi mau mendengarnya?
Sakura berbalik, "Aku mengkhawatirkanmu!" seru Sakura. Sasuke terus melangkah tak bergeming. "Aku... aku akan mengatakannya di saat kondisimu sudah lebih baik!" air mata semakin banyak yang terbuang. "Aku tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padamu, Sasuke! Aku..." Sakura mencengkram roknya sekuat tenaga, berusaha menyalurkan rasa ngilu yang menggores dadanya. "AKU HANYA TAK INGIN KAU PERGI MENINGGALKANKU LAGI!"
Langkah Sasuke terhenti. Emerald Sakura melebar. Sakura sendiri terkejut dengan apa yang baru saja diteriakkannya. Tapi setelah mengatakan semua itu, ia menjadi sedikit lega... merasakan beban yang tertahan di dadanya telah terlepas.
Sasuke berbalik dan menoleh ke arah Sakura. "Kau... benar-benar menyebalkan." Setelah mengucapkan kalimat familiar itu, Sasuke kini benar-benar meninggalkan Sakura sendiri di ruang tamu.
.
.
Sore telah menyapa, langit Konoha yang sebelumnya berwarna biru cerah, kini telah berubah menjadi keorenan. Suasana mansion Uchiha masih seperti biasanya, sepi. Namun kali ini agak sedikit berbeda, karena ada dua manusia yang sama-sama mengurung diri di kamar mereka masing-masing. Yang satu, seorang wanita, ninja medis beririskan batu emerald. Sakura Haruno, seharian ini dia terus mendekam di dalam ruangan pribadinya. Matanya sembab, akibat terlalu lama menangisi kebodohannya. Sejak kejadian tadi siang bersama Sasuke, ia jadi takut untuk melihat wajah lelaki bermarga Uchiha itu. Sakura tahu saat ini pasti Sasuke semakin membencinya. Setelah ini, mungkin mereka tak akan lagi bertegur sapa, mereka akan kembali jadi orang asing yang tak saling mengenal.
Sakura menggigit pelan bibirnya, padahal baru saja sebulan ia di sini, tapi sudah menimbulkan masalah. Padahal dirinya baru saja akan kembali membangun hubungan pertemanan yang sempat hilang, tapi badai sudah datang menerpa. Sakura menatap kosong ke arah dinding kamarnya, yang muncul di bayangannya adalah Sasuke, Sasuke dengan wajah marahnya yang begitu menyeramkan –meski tetap tampan di satu sisi. "Kau dan aku… sepertinya tak akan pernah bisa bersatu," gumam Sakura pelan. Bibirnya tersenyum pahit, memikirkan kalimat yang baru diucapkannya begitu menyakitkan.
.
.
Sakura membuka matanya dan keadaan sudah berubah lagi. Sinar terang Nampak mendominasi kamarnya. Dari balik jendelanya, ia bisa melihat bahwa matahari telah muncul dari persembunyiannya. "Hah! Sasuke!" Sakura segera bangun dan berlari ke luar dari kamarnya. Melawan rasa takutnya, Sakura langsung saja membuka pintu kamar yang berada di seberang kamarnya.
Klik.
Kosong. Uchiha Sasuke tak berada di kamarnya.
Sakura segera menuruni tangga dan menuju dapur –Sasuke juga tak ada di sana. Napas Sakura tersengal, 'Mungkin di ruang tamu!' Sakura mempercepat langkahnya menuju ruang tamu. Dan benar saja, ada Sasuke di sana… lengkap dengan tas ransel di punggungnya. Lelaki itu kini tengah mengikat tali sepatunya.
"S—Sasuke…"
Sasuke telah selesai mengikat tali sepatunya, lalu menengadah dan menatap ke arah wanita yang memanggilnya. Sasuke menatap Sakura datar, kemudian membuang pandangannya.
Air mata telah siap untuk kembali tumpah di pipi Sakura. "S—Sasuke… kau tetap akan pergi…?" suara Sakura terdengar serak dan tak bertenaga.
Sasuke tak menjawabnya. Malah bersikap seolah tak ada siapa pun di sana. Ia bangun dari duduknya, kemudian melangkah menuju pintu utama rumahnya. Meski berusaha untuk tak peduli, Sasuke tetap bisa mendengar suara tangisan Sakura. Namun ia tak menghentikan langkahnya. Kejadian tahun lalu tak boleh terulang lagi, hampir saja dulu ia membatalkan langkahnya hanya karena tangisan Sakura yang - entah mengapa - cukup berpengaruh pada dirinya.
Sasuke sudah sampai di luar dan ketika bersiap untuk meninggalkan rumah, ia merasakan hal itu lagi… sesuatu yang juga dulu dirasakannya…
"Sasuke… tunggu sebentar…," pinta Sakura yang kali ini sudah berada di belakangnya. Tangan wanita itu kini sudah melingkar di tubuh Sasuke. Posisi yang dulu pernah mereka lakukan sebelumnya. "Aku mungkin tak pernah bisa menahanmu untuk tetap di sini, tapi—" Sakura menelan salivanya sebelum melanjutkan kalimatnya, "—aku hanya ingin mengingatkanmu sesuatu. Apapun yang terjadi, jangan gunakan sharingan-mu lebih dari sepuluh menit, jangan gunakan chidori lebih dari dua kali. Itu akan sangat beresiko untukmu…"
Sasuke hanya mendengarnya tanpa memberikan sedikitpun respon.
"Berhati-hatilah dengan racun itu… jangan sampai kau terkena," pesan Sakura diiringi dengan isakan yang semakin menjadi-jadi. "Hiks… aku ingin kau selamat, hiks, aku tak ingin kehilangan kau lagi. Hiks, aku—"
Sasuke memutar badannya dan kini mereka berhadapan. Tubuh mereka begitu dekat, tangan Sakura masih melekat di pinggang Sasuke. "Sakura…" takut-takut Sasuke meletakkan satu tangannya di pipi Sakura. Menghapus jejak air mata di wajah Sakura dengan jemarinya. Sudah lama… sudah sangat lama Sasuke tak pernah menyebut nama ini. Bahkan saat menyebut nama tersebut, terasa begitu asing di bibirnya.
"Sasuke—"
"Aku akan pulang." Sakura hendak membuka mulutnya untuk menyanggah, namun Sasuke menahannya dengan dua kata; '—aku Janji."
-bersambung-
asdfghjkl! akhirnya chapter sembilan jadi jugaaaaaa #nebarbunga
SO, bagaimana dengan fic ini? Masih berasa canon ga? apa sasuke OOC? dan yang terpenting, FEEL! apakah feel-nya cukup terasa, gimana persahabatan Saku-Ino, gimana feel-nya pas Sakura berantem sama Sasuke dan saat dia nangisin Sasuke! Feel hurt-nya terasa tidaaakkk? DDX #tepar
well... so much drama in this chapter, BUT, its genre is drama/romance, btw :p
balesan buat review anon:
ken gak login: well, ini sasusaku-nya udah sweet kan? hahaha. NHG? belum tau juga gimana nasibnya. #plak
Ninda Uchiharuno: ini udah lebih panjang kaaannn?
Ramen panas: ga bakal discontinued kok :)
hinagiku 'gak login: ini udah update lagi :)
Kikyo Fujikazu: iyaa, chapter ini sasusaku-nya lumayan romantis kan. hahaha
Aya kazuichi: ini sudah dilanjutiiinnn~
Sei: wah kamu review dua kali yaaa? ;D ini udah dilanjutin kok :)
asdfghjklUchihalkjhgfdsa: hahaha. ini udah ada chapter 9 nya :)
Jimi-li: wah makasih :) ini udah dilanjutin
Andromeda no Rei: wkwkwkw xDDD ini udah dilanjutin. entah masih canon apa enggak #dor
Bluceri: ini udah dilanjutin. dan romancenya udah ada kaannnn :D
hirumauchiha chocha: ini udah dilanjutin :D
miyank: ini udh ada romance sasusaku-nya kan. hahaha
misty: ini sudah dilanjutiiinn :)
Vion: sudah dilanjutinnn :D
leezuyen. Vexsos: iya itu sengaja digantung biar reader penasaaran :)
Sasune Haruci: ini sudah dilanjutiiinn :D
Chini VAN: kalo penasaran, terus baca fic ini yaa. hahaha
Sarah: wah, reviewmu masuk 3 kali! umurku 18 tahun :) ini udah dilanjutinnn
BlackLily: ini udah dilanjutinnn :D
syl. ciel. sasu: ini aku bales reviewmu. dan ini chapter 9 udah adaaa xDD
makasih banyak buat kalian semua dan makasih juga buat skyesphantom , Yuuki Aika UcHiHa , Hakuya Cherry Uchiha Blossom, karikazuka , Obsinyx Virderald, Dorobbong , Blue Darkflash'sky , Trancy Anafeloz, Eunike Yuen, Fiyui-chan, Gracia De Mouis Lucheta, Kira-chan Narahashi, Voila Sophie , Uchiha Michiko-chan 'Elf , Encydrew Harunao , Ckck vivi, Nanairo Zoacha, Uchiha Hime Is Poetry Celemoet, ChieAkane , Lucy Cavendish, sasuke fans, Sweet KireIcha, dan NerdME. :DD
semoga udah semua ;D
Makasih banyak kemarin udah doain semoga aku lancar UN, dan kali ini minta doanya lagi, semoga aku bisa lulus :3
pokoknya semoga yg UN tahun ini (SD, SMP, SMA) bisa lulus 100%, AMIN!
well... review lagi? XDD
yang mau lanjutannya mana suaranyaaaa?