Hola Minna. saya datang dengan rate baru. masih uji coba. harap maklum kalau masih jelek. hehehe

My first rate M.

DISCLAIMER : TITE KUBO.

WARNING : OOC, AU, GAJE, MISSTYPO (maaf kalau ada kekurangan pengetikan)

RATE : M (for safe)

ATTENTION : Fic ini adalah fiksi belaka, jika ada kesamaan atau kemiripan situasi dan cerita dengan fic lain atau cerita lain dalam bentuk apapun itu tidak disengaja.

.

.

.

"Selamat pagi, Dokter..."

Ulquiorra mendengar suara lembut seorang wanita. Yah, Ulquiorra tahu siapa yang datang. Dengan senyum simpul seperti biasanya, dia menyilakan wanita berparas mungil itu masuk ke ruangannya seperti biasa pula. Yah... sejak Rukia pergi meninggalkannya dengan pria berambut aneh itu, Ulquiorra juga tak punya alasan lagi untuk tinggal di Karakura. Karena itu dengan pilihannya sendiri, dia kembali ke Tokyo. Sekalian mengurus semuanya nanti. Ulquiorra juga ingin membantu Rukia dalam menangangi masalah kesehatannya. Paling tidak itu adalah janjinya pada Rukia sejak pertama kali mereka bertemu dan akan terus berlaku sampai kapanpun. Setidaknya sampai Ulquiorra bisa menolong Rukia hingga tuntas nanti. Semoga sampai selesai nanti.

"Apa kabarmu? Kapan kau tiba di Karakura?" sapa Rukia begitu wanita berambut hitam itu masuk ke dalam ruangan Ulquiorra.

"Tadi malam." Jawab Ulquiorra singkat. Apapun yang terjadi, Ulquiorra hanya ingin tersenyum di depan wanita ini. Apapun yang akan terjadi.

"Kau langsung bekerja? Astaga... kau hebat sekali. Kalau aku pasti aku tidak mau. Jadi... kau mau memeriksaku?" ujar Rukia pula. Tak dipungkiri oleh Ulquiorra. Sejak Rukia ikut dengan pemuda itu, walau sebenarnya dalam keadaan terpaksa dan tentunya Rukia juga belum mengatakan apapun soal dirinya yang dipaksa ikut ke Tokyo ini, wajah wanita itu jauh lebih berwarna dari sebelumnya. Semburat merah tipis selalu ada di wajahnya. Dan senyuman manis itu selalu terukir tanpa henti.

Ulquiorra membiarkan wanita itu mengoceh ria di depannya sambil melepas mantel hitam panjangnya dan hanya mengenakan sebuah dress berwarna putih polos. Seingat Ulquiorra, wanita ini sama sekali tak membawa pakaian apapun ketika pergi. Bahkan pakaiannya masih ada pada Ulquiorra. Tapi bukan itu yang akhirnya Ulquiorra ingin tanyakan. Ada sesuatu yang aneh pada wanita ini. Yah. Sebuah kalung yang berliontin matahari kecil dengan berlian di tengahnya itu yang ingin Ulquiorra tanyakan. Rukia bukanlah wanita yang hobi memakai perhiasan mencolok. Dia hanya mengenakan cincin pinjaman dari Ulquiorra. Hanya itu saja. Lalu apa itu?

"Maaf aku tidak bilang apapun padamu soal kepergianku. Sebenarnya aku ingin bilang. Tapi tidak sempat. Untungnya aku bisa bertemu denganmu lagi di sini." Kata Rukia sembari duduk di kursi depan Ulquiorra.

"Tidak apa-apa. Bukan kau yang seharusnya memberi alasan. Tapi aku juga mengerti. Karena dia sudah tahu semuanya. Jadi... apa kau datang sendiri?" tanya Ulquiorra pula.

"Ahh~ tidak. Aku diantar Ichigo. Dia sedang ada di luar. Oh ya. Sebelum lupa aku ingin mengembalikan ini."

Rukia mengeluarkan sesuatu dari mantel hitamnya itu. Sebuah kotak kecil berwarna putih. Rukia mendorong kotak putih itu kepada Ulquiorra. Dokter berkulit pucat itu kemudian menutup lembaran dokumennya dan mengambil kotak itu. Tanpa banyak bertanya, Ulquiorra membuka kotak itu pula. Dan yah. Itu adalah cincin yang pernah Ulquiorra pinjamkan padanya. Alasan sebenarnya, Ulquiorra meminjamkan cincin itu agar Rukia tidak diganggu pria kurangajar di Tokyo. Dan juga sebagai bukti kalau memang mereka menikah. Dan sekarang... sepertinya cincin ini sama sekali tidak berguna lagi untuk wanita berambut hitam ini.

"Terimakasih karena selama 2 tahun ini kau selalu baik padaku. Kau selalu melindungiku dan merawatku. Belum pernah ada pria sebaik dirimu yang begitu tulus menjagaku. Aku sungguh berterimakasih. Mungkin aku tidak bisa memberikan apapun sebagai gantinya. Tapi sungguh aku tidak akan pernah melupakan semua kebaikanmu. jadi―"

"Rukia? Apa aku pernah memintamu membalas semua yang pernah kulakukan untukmu?" potong Ulquiorra karena mulai merasa geli dengan semua ucapan aneh itu. Seakan Rukia bersiap akan pergi ke tempat yang jauh dan tak akan kembali. Dan beberapa saat sebelumnya, Ulquiorra sempat merasakan itu. Tapi... semua tak akan mungkin bukan? Tidak mungkin. Rukia akan baik-baik saja. Itu pasti.

"Ahh. Kau benar. Kita masih berteman baik 'kan?"

"Apa maksudmu? Tentu saja. Aku 'kan doktermu nomor satu. Kenapa kau jadi aneh begitu? Tidak apa-apa. Aku senang kalau kau sudah bahagia. Karena itu adalah kebahagiaanku juga."

"Terima kasih. Jadi... apa kau mau memeriksaku?"

.

.

*KIN*

.

.

Ichigo membiarkan Rukia masuk sendirian ke ruangan itu. Yah dia percaya Ulquiorra adalah pria baik. Kalau bukan pria baik, sudah pasti Ichigo tak akan mengijinkan Rukia menemui pria itu lagi. Tapi... bukankah selama ini, Ulquiorra-lah yang menolong Rukia dari masalah apapun. Dan tambahan lain, pria itu jugalah yang membantu Rukia menyembuhkan penyakitnya. Meskipun... belum ada perkembangan apapun. Paling tidak, Ichigo ingin memberikan waktu untuk Rukia dan dokter itu bicara setelah kelakuan memalukannya itu. Dia jadi bingung sendiri. Kenapa bisa dia senekat itu membawa kabur orang yang sedang sakit. Tidak bisa dipercaya!

Karena ini adalah pertama kalinya Ichigo bisa bersama dengan Rukia, dia ingin mengenalkan Rukia pada Renji, sahabat kentalnya itu pada wanita yang selama ini dicintainya. Yah, mengenalkan Rukia sebagai Ashiya Rukia dan bukankah Yuki si wanita malam. Ichigo ingin mengadakan makan malam sederhan saja bersama orang-orang yang pernah menolong wanita itu dan juga orang-orang yang pernah berarti dalam hidup Rukia. Kalau makan malam saja bukan hal besar 'kan?

"Oh, Renji? Kau ada waktu malam ini?" tanya Ichigo setelah sambungan telepon dari ponselnya terhubung. Yah, setelah kembali dari Karakura, Ichigo kembali menyalakan nomor lamanya. Karena dia sudah yakin, Kuchiki Senna tak akan pernah menghubunginya lagi. Dan Ichigo sungguh berharap akan hal itu.

"Kenapa? Enak sekali kau dibebastugaskan tapi masih bisa menjabat GM! Kalau bukan hal penting jangan hubungi aku tahu! Sekarang sedang sibuk." Ujar Renji setengah kesal. Karena dia tahu, sahabat labunya ini sedang bahagia setengah mati!

"Hei... kau kenapa? Sensitif sekali. Tidak. Aku hanya ingin mengajakmu makan malam. Sekalian mengenalkan Rukia padamu."

"Hah? Aku 'kan sudah kenal dengannya."

"Heh! Yang kau kenal itu bukan dia tahu! Pokoknya kalau kau sahabatku kau harus datang. Malam ini!" ancam Ichigo.

"Hei labu orange. Kau hanya mengundangku? Bagaimana dengan Presdir? Bukankah dia juga pasti ingin bertemu dengan wanita itu? Yah... kisah lama sih."

"Aku akan menghubunginya. Sampai jumpa."

Setelah mengakhiri pembicaraan itu, Ichigo menatap ponselnya lagi. Presdir-nya?

Renji benar. Sudah pasti Kuchiki Byakuya juga ingin bertemu dengan Rukia bukan? Tapi, kenapa hatinya tidak ingin Presdirnya bertemu dengan Rukia? Kenapa dia merasa... ayolah ini naluri laki-laki bukan? Sudah pasti semua laki-laki akan sedikit merasa terganggu kalau ada laki-laki lain yang ingin menemui wanita yang dia cintai. Tapi dokter itu dalam kasus berbeda. Dan Ichigo tidak bisa menolak bila Rukia ingin menemui dokter itu.

Setelah agak lama, Ichigo masuk ke dalam ruangan Ulquiorra. Begitu masuk, Ichigo tampak melihat Rukia yang masih duduk di pinggir kasur pasien itu. Sepertinya Ulquiorra baru saja habis memeriksa wanita-nya. Setelah melempar senyum menyapa pada Ulquiorra dan dokter itu menyilakan Ichigo duduk, barulah Rukia beranjak dari sana dan dibantu oleh Ichigo. Mereka berdua duduk di depan Ulquiorra. Dokter itu semakin merasa mereka adalah pasangan sungguhan.

"Apa masih ada yang salah dengannya?" tanya Ichigo setelah duduk di kursinya.

"Masih sama seperti sebelumnya. Dan tawaranku mengenai... operasi itu. Kelihatannya cara terbaik hanyalah operasi. Aku mengatakan hal itu sebagai seorang dokter. Memang banyak resiko setelah operasi itu dilakukan. Dan Rukia sendiri sudah tahu bukan? Kalian bisa mempertimbangkannya. Dan aku menunggu jawaban yang baik." Jelas Ulquiorra.

Rukia menunduk diam. Sedangkan Ichigo memandang ke arah wanita mungil itu. Jalan sattu-satunya? Sudah pasti itu. Tapi... tentu saja. Ichigo tentu saja akan menjawab 'operasi saja'. Tapi dia juga memikirkan Rukia. Wanita mana yang hatinya tak akan hancur karena operasi itu? Bahkan Ichigo sendiri tak yakin, Rukia sanggup menerima hal itu.

Setelah pemeriksaan itu, Rukia dan Ichigo pamit pulang. Mereka berdiri di depan pintu ruangan Ulquiorra karena dokter itu bermaksud mengantar mereka.

"Malam ini apa kau punya waktu?" tanya Ichigo sesaat sebelum mereka pergi.

"Malam ini? Kelihatannya tidak ada. Karena aku baru saja tiba, jadi jadwalku belum ditentukan. Ada apa?"

"Datanglah ke apartemenku. Aku mengadakan makan malam bersama. Kau tidak perlu sungkan, aku bermaksud mengundang orang yang berarti untuk Rukia."

"Kau belum mengatakan hal ini?" sela Rukia.

"Aku juga baru memikirkannya tadi. Jadi bagaimana?" tanya Ichigo lagi.

"Baiklah. Aku akan datang."

.

.

*KIN*

.

.

Rukia dan Ichigo pergi ke supermarket. Karena menyiapkan acara dadakan ini. Rukia juga sudah menghubungi bibi Yoruichi, karena Ichigo bilang, Rukia boleh mengajak siapa saja. Mereka tampak senang dengan acara berbelanja bersama itu. Seperti pasangan lainnya yang berbelanja bersama dan melakukan canda tawa. Banyak orang yang terlihat iri dengan mereka berdua yang tampak mesra. Tak seorangpun yang akan menyangka bahwa awalnya mereka begitu sulit untuk bersama. Dan sekarang, tampaknya itu bukanlah hal menyulitkan lagi. Mereka sudah bersama dan tak ada yang menghalanginya. Ichigo berharap tak akan ada. Meski pasti masih ada yang akan mereka halangi. Tapi bukan itu masalah. Dan tentu saja tak akan pernah jadi masalah selamanya. Asal mereka bersama.

Ichigo tak melihat raut wajah aneh lagi dari Rukia. Tidak seaneh saat mereka berada di ruangan Ulquiorra tadi. Sejak tadi, Rukia terus tertawa tanpa henti karena tingkah konyol Ichigo. Bahkan Ichigo menyuruh Rukia dan dirinya berfoto dengan badut yang kebetulan ada disana untuk mempromosikan sesuatu. Rukia sangat senang. Ini adalah hari terindah selanjutnya dalam hidupnya nanti. Dan Rukia akan terus merajut hari-hari indah ini sebelum terlambat.

Setelah berbelanja, mereka bermaksud untuk segera pulang dan memasak hidangan nanti malam. Tapi Ichigo mendapat telepon dari teman SMA-nya dulu. Dan jujur Ichigo tak menyangka akan mendapat telepon dari orang seperti itu. Awalnya Ichigo ingin menolak karena sudah pasti tidak akan sempat. Tapi begitu menoleh ke arah Rukia, Ichigo jadi ingin mencobanya dan mengiyakan permintaan teman SMA-nya yang aneh itu. Kalau Renji tahu, sudah pasti dia akan tertawa terbahak. Kenapa pula orang aneh itu bisa muncul lagi di Tokyo. Seingat Ichigo, si orang aneh ini mengambil kuliah di luar negeri. Kalau tidak salah...

Kenapa Ichigo bisa lupa? Yah pasti lupa. Kan sudah lama. Ditambah lagi kenyataan menakutkan yang sempat dirasakannya dulu. Orang aneh itu sangat menyukai Ichigo dan tanpa malu menyatakan rasa suka itu pada Ichigo secara terang-terangan. Ichigo malu setengah mati. Tapi sekarang 'kan Ichigo sudah punya kekasih, dan pasti orang aneh itu tidak akan pernah mengganggunya lagi. Yah... Ichigo coba datang saja.

.

.

*KIN*

.

.

"ICHIGOOOOO! Aku tak menyangka kau akhirnya datang! Beruntung sekali aku masih menyimpan nomor lamamu. Aku kebingungan setengah mati karena ini adalah pemotretan penting dan model prianya sedang sakit! Aku benar-benar kelabakan karena tidak menemukan model yang sesuai. Dan aku ingat kau masih tinggal di Tokyo! Benar-benar mengejutkan! Kau makin tampan saja! Aku semakin menyukaimu! Kapan kita bisa reuni lagi? Sejak kita sudah lulus banyak yang menghilang. Aku juga rindu dengan Abarai, Ikkaku―"

"Hei! Aku masih pusing mendengar semua omelanmu. Langsung saja kenapa?" jawab Ichigo.

Sedangkan Rukia yang berdiri disisi Ichigo masih membeku. Dia tidak menyangka orang nyentrik ini... seorang... PRIA?

Bahkan dengan santainya dia mengatakan dia menyukai Ichigo? Pria ini berpenampilan nyentrik dengan syal pink, kemeja kuning dengan kancing yang dibuka beberapa, celana putih panjang dan bulu mata yang luar biasa... Rukia benar-benar tak habis pikir Ichigo punya teman aneh seperti ini.

"Oh, maafkan aku. Aku terlalu gembira bertemu denganmu. Tapi... siapa wanita mungil ini?" akhirnya pandangan pria aneh itu terarah pada Rukia yang masih berdiri mematung karena shock dibelakang Ichigo. Ichigo menoleh ke arah Rukia dan tersenyum lebar.

"Oh, dia... dia kekasih yang paling kucintai! Namanya Ashiya Rukia. Rukia... kenalkan. Dia Ayasegawa Yumichika. Dia temanku di SMA dulu. Sekarang adalah perancang terkenal di Eropa."

"Oh, namanya cantik. Jadi... dia wanita yang kaucintai itu? Hei... Ashiya. Kalau kau membuat hati Ichigo terluka, aku akan segera mengambilnya darimu!" ancam Yumichika sambil mengedipkan bulu matanya yang luar biasa itu.

Rukia membelalakan matanya selebar mungkin. Dia baru saja tiba di butik yang nampaknya memang sengaja dinamai Yumichika karena nama pemiliknya begitu. Butik ini ada 3 lantai. Lantai dasar untuk butiknya, dan lantai 2 adalah untuk pemotretan. Suasananya seperti pemotretan untuk pasangan pengantin. Dan di lantai 3 entah apa.

"Bercanda! Jangan berwajah begitu. Apa aku menakutimu? Aku jadi merasa bersalah kalau menakuti wanita cantik sepertimu. Oh ya, karena model perempuannya belum datang jadi kau tunggu saja sebentar. Aku juga sedang menghubungi―"

"Bisakah kau pakai dia? Aku yakin dia yang cocok untukku." Sela Ichigo sambil menunjuk dengan wajahnya pada Rukia yang berdiri di belakangnya. Rukia bertambah terbelalak lebar mendengar usul bodoh itu.

Perancang aneh itu segera menghentikan gerakan lentiknya di ponselnya itu. Lalu bersedekap dada dan tangan satunya mengelus dagunya. Yumichiki berjalan mengelilingi Rukia dan menilainya dari ujung kepala sampai ujung kaki. Rukia sendiri kaget dipandangi seperti itu.

"Meskipun wajahnya cantik, tapi tubuhnya tidak cantik ya. Dengan tubuh seperti ini mana mungkin jadi model kelas dunia. Tapi baiklah. Kau benar Ichigo, dia memang cocok untuk pasanganmu. Ok! Silahkan ganti baju. Anak-anak! Bawa 2 model ini untuk berganti pakaian. Tenang saja. Hanya satu sesi kok. Untuk dipajang di majalah pernikahan edisi akhir tahun nanti!" ketika Yumichika menepuk kedua tangannya dengan lentik, ada beberapa anak buahnya yang datang sambil menggiring Ichigo dan Rukia masuk ke dalam ruang ganti. Yumichika memang minta satu sesi saja karena sudah mendesak. Paling hanya sebentar. Dan ini adalah gaun pengantin rancangannya yang akan dikenalkan pada musim semi nanti di Paris.

Setelah menunggu beberapa saat, dan Yumichika tetap berteriak sana sini karena semua set yang dia minta belum selesai. Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa jam tidak lagi menunjukkan toleransinya. Benar-benar buat kesal.

Set yang Yumichika minta adalah set tempat duduk pengantin dengan sofa mewah ditengahnya dan berbagai bunga cantik yang mengelilingi sofa itu.

Tak berapa lama Ichigo keluar dari ruang gantinya. Ichigo mengenakan tuksedo panjang berwarna putih dan dasi kupu-kupu berwarna putih pula. Sesaat ketika Yumichika menoleh ke arah Ichigo, tubuhnya nyaris ambruk dengan lebainya. Mungkin itu adalah ekspresi luar biasa karena...

"Astaga! Aku benar'kan! Kau memang cocok! Kau bertambah tampan saja! Apa aku bisa jadi pendamping wanitamu nanti?" celoteh Yumichika.

"Apa maksudmu? Aku bukan orang-orang sebangsamu tahu. Apa Rukia sudah selesai?" tanya Ichigo. Sedangkan Yumichika mengerucutkan bibirnya.

"Sebentar lagi. Anak-anak. Buka tirainya!" kembali Yumichika bertepuk tangan dan beberapa pegawainya membuka tirai di ruang ganti itu. Rukia berdiri ditengah ruang ganti itu sambil menunduk malu.

Rambutnya sengaja digelung tinggi dengan hiasan mahkota kecil disana. Lalu kain tipis transparan penutup kepalanya sengaja digerai kebelakang, menjuntai dengan indahnya. Gaun pengantin panjang sampai menutup mata kaki itu berdesain model victorian. Tertutup. Memang desainnya sederhana tapi tidak mengurangi mewahnya gaun itu. Apalagi gaun itu mengembang dengan indahnya. Ichigo bahkan membelalakan matanya selebar mungkin. Dia belum pernah melihat wanita secantik Rukia yang mengenakan gaun pengantin.

"Hmm... mungkin agak kebesaran di bagian dada ya? Ok! Itu bukan masalah. Pasti anak buahku sudah memperbaikinya. Hmm... mungkin juga agak kepanjangan karena kau mungil. Semuanya sih... ok! Kau memang cocok dengan Ichigo! Ok! Kita ambil gambarnya!" teriak Yumichika yang beberapa saat lalu mengomentari gaun miliknya yang memang tidak sesuai ukuran Rukia itu. Untung saja Rukia masih bisa mengenakannya. Sepertinya pria nyentrik itu sedang ingin menggoda Rukia.

Ichigo dan Rukia sudah ditempatkan di set mereka. Ichigo masih tersenyum melihat Rukia dengan gaun pengantin itu. Tapi belum bisa bilang karena tidak sempat dan Yumichika selalu berteriak padanya kalau dia menggoda Rukia. Akhirnya pemotretan berjalan dengan baik, dan hampir semua kru yang terlibat dengan acara ini melihat iri pada Ichigo dan Rukia. Tapi Yumichika tersenyum puas melihat hasilnya yang sempurna itu. Dia memang selalu ingin hasil yang terbaik apapun caranya. Dan lihat, meskipun bukan memakai model professional, tapi hasil untuk amatiran ternyata jauh lebih baik.

Yumichika mengucapkan terima kasih dengan lebainya pada Ichigo sampai hampir memeluk Ichigo dan tentu saja Ichigo nyaris kehilangan nafas. Begitu ingin mengatakan hal lain lagi, Yumichika berlari karena ada telepon penting. Rukia menghela nafas panjang sambil duduk disofa set mereka sambil memegang buket bunga mawar putih ditangannya. Temanya memang White and Elegan. Ini adalah pengalaman seumur hidupnya berada didepan kamera dengan penampilan seperti ini.

Ichigo duduk di lengan sofa itu di sisi Rukia.

"Aku kaget, bingung, panik, dan tidak mengerti." Ujar Rukia masih menatap ke depan.

"Kenapa?"

"Aku kaget ternyata temanmu begitu 'unik', dan aku bingung karena dia mengomentari semua tentangku, aku panik karena tidak pernah melakukan hal ini, dan aku tidak mengerti kenapa aku mau."

"Tenang saja. Yumichika memang orangnya begitu. Spontan dan blak-blakan. Tapi dia orang yang baik. Selalu membantu kapanpun dan apapun. Dia juga tidak pernah pilih-pilih teman. Aku senang punya teman seperti dia."

"Kau senang? Apa kau pernah menyukainya juga? Mengingat dia selalu mengatakan aku menyukaimu padamu!"

"Kenapa? Kau cemburu?" goda Ichigo.

Rukia menatapnya sebal dan berpaling dari arah lain. Tapi tiba-tiba Ichigo berlutut didepannya sambil memegang kedua tangan Rukia yang masih memegang buket mawar putih itu. Kelihatannya tidak ada yang menghiraukan mereka. Rukia kaget karena Ichigo tiba-tiba berlutut didepannya. Mata ungunya mengawasi mata cokelat itu.

"Rukia. Tanpa perlu kubuktikan lebih jauh, kau tentu tahu, selama 12 tahun ini, kaulah orang yang kucintai. Kaulah orang yang mengisi hatiku. Aku tahu aku selalu berkata tidak romantis padamu. Aku juga tidak bisa melakukan hal baik dan hal penting untukmu. Aku selalu tidak bisa mengerti keadaanmu dan selalu salah paham atas semua tindakanmu." Ichigo mengambil jeda sebentar. Tapi saat itu dada Rukia seakan bergemuruh luar biasa.

"Karena itu. Aku ingin... selamanya memilikimu. Agar aku tidak lagi salah dalam mengartikan setiap lakumu. Aku tidak mau kehilanganmu. Jadi... jangan melakukan hal yang akan membuatmu menghilang dariku. Menikahlah denganku."

Rukia terdiam dengan kata-kata itu. Apakah ini lamaran? Apakah karena mereka mengenakan pakaian pernikahan jadi semua kata-kata itu terdengar nyata?

"Aku serius. Aku tidak peduli langit atau bumi yang tidak merestui kita. Aku benar-benar tidak peduli kalau hanya kita berdua saja yang bisa hidup bahagia. Aku juga tidak peduli apa yang orang katakan dengan hubungan kita. Yang aku tahu, aku hanya ingin bersamamu selamanya."

"Tidak bisa." Gumam Rukia. Matanya menahan sekeras mungkin agar tidak berair. Dia juga tidak sanggup lagi menatap mata Ichigo yang memandangnya penuh serius.

"Kenapa?"

"Ichigo... kau tahu? Aku... mungkin tidak bisa jadi wanita yang sempurna untukmu. Aku sakit parah dan mungkin, aku saja takut dengan operasi itu. Aku tidak bisa melakukannya karena aku mungkin akan gagal jadi wanita yang sempurna. Kau mungkin akan kecewa karena memilihku. Dan aku... tidak sanggup dengan kenyataan yang akan terjadi nanti."

"Siapa kecewa disini? Kau atau aku? Kalau aku kecewa pada pilihanku, kau bukanlah wanita yang akan duduk bersamaku disini. Kau bukanlah wanita yang mati-matian kuperjuangkan dihadapan Ibuku. kau sudah cukup sempurna Rukia. Karena itu jangan takut lagi. Kau bisa melakukannya. Operasi. Dan kita akan memulai semuanya dari awal."

"Tapi aku tidak bisa memberikan apa yang diinginkan semua pasangan dari pernikahan mereka kalau aku melakukan operasi itu."

"Maksudmu... seorang anak? Apakah semua pernikahan hanya ingin mendapatkan keturunan? Kau tidak perlu memikirkan hal itu. Aku baik-baik saja. Aku menikahimu bukan semata-mata ingin memiliki keturunan. Ada banyak cara yang bisa kita lakukan kalau kau ingin anak. Kita bisa mengadopsi seorang anak lucu. Meskipun kau tidak melahirkannya, tapi merawat anak juga adalah tugas seorang Ibu bukan?"

Rukia kembali diam. Dia tak pernah berpikir Ichigo akan memikirkan hal itu. Airmatanya benar-benar tumpah ruah.

"Kita... pasti bisa bahagia Rukia. Aku hanya butuh kau. Kau jangan cemas lagi. Aku akan menerima apapun yang terjadi. Dan tidak akan sekalipun berpaling darimu. Tidak akan menuntut apapun darimu. Tidak akan."

Rasa lega yang selama ini Rukia inginkan. Dan ketakutan Rukia sudah hilang. Tak akan kembali. Tidak akan. Dia yakin mereka bisa bahagia.

.

.

*KIN*

.

.

Rukia membuka pintu apartemennya. Satu persatu orang sudah datang. Yang pertama kali datang adalah sahabat Ichigo. Abarai Renji. Pria berambut merah itu agak canggung menatap Rukia. Renji juga menyindir kalung yang mereka berdua pakai. Karena begitu mencolok. Setelah masuk kedalam, Ichigo bercerita panjang lebar mengenai pertemuannya dengan Ayasegawa Yumichika itu. Renji tertawa terbahak-bahak seakan menganggap itu adalah lelucon lucu. Tapi Renji segera berwajah iri ketika Ichigo menceritakan bagian dimana dia dan Rukia melakukan acara foto pernikahan itu. Rukia hanya menyahut dari dapur karena menyiapkan makanan malam ini.

Orang kedua yang datang adalah bibi Yoruichi. Dia datang dengan seorang pria berambut pirang bernama Urahara Kisuke. Orang yang pernah membantu Rukia dulu. Dan tentu saja Ichigo juga Renji terdiam karena baru tahu kenyataan sebenarnya. Yoruichi membawa anak mereka yang masih berusia 1 tahun itu. Tentu saja anak selucu itu langsung jadi perhatian. Yoruichi membiarkan suaminya mengobrol dengan 2 pria itu sambil sesekali mengajak anaknya bermain. Yoruichi juga membantu Rukia didapur.

"Tampaknya kau sudah jauh lebih bahagia ya?" ujar Yoruichi.

Rukia hanya tersenyum lebar menanggapi apa yang dikatakan bibinya itu. Memang dia jauh lebih bahagia. Dan ternyata Yoruichi juga menyadari kalung Rukia dan Ichigo. Nampaknya mereka memang baik-baik saja.

Beberapa lama kemudian, Ulquiorra yang datang. Karena Yoruichi dan Ulquiorra sudah saling kenal, mereka nampak begitu senang bisa kembali bertemu. Rukia juga senang Ulquiorra bisa akrab dengan orang-orang yang berarti untuk Rukia. Mereka mulai membahas banyak hal. Renji juga tak mau kalah. Dia ikut juga. Suasana malam ini begitu berharga dan sulit dilupakan. Orang terakhir yang muncul adalah Kuchiki Byakuya. Saat itu Ichigo yang membuka pintu karena Rukia sibuk didapur. Namun Byakuya hanya sebentar. Dia hanya ingin bertemu Rukia dan mengatakan sedikit hal lalu beranjak pulang. Karena dia... harus mengurus hal lain. Rukia memaklumi hal itu. Namun, sebelum pergi, Byakuya mengatakan bahwa dia bahagia akhirnya Rukia bisa bahagia. Setidaknya ada beberapa kenangan yang Byakuya miliki bersama wanita mungil itu.

Setelah makan malam, Renji, Ulquiorra, Yoruichi dan Urahara membahas suatu hal. Tapi Rukia tidak fokus karena begitu senang bermain dengan Chibi-suke. Dia juga merindukan anak ini. Begitu senang rasanya bisa bermain dengan anak selucu ini.

"Kenapa kau tidak bergabung dengan mereka?" tanya Ichigo.

"Tidak. Aku rindu dengan Chibi-suke." Jawab Rukia sambil mengajak anak kecil itu bermain. Ichigo juga tampak ikut bermain dan mencubit pipi bulat anak itu.

Rukia melihat Ichigo yang tampak begitu senang dengan anak kecil ini. Dilema mulai berputar dalam hatinya. Rasanya memang...

"Ichigo... kau yakin. Kau tidak apa-apa denganku setelah aku... operasi nanti?" tanay Rukia hati-hati.

"Tidak apa-apa. Kenapa kau yang cemas sekarang? Semua pasti akan baik-baik saja. Untuk apa kalau kau bisa memberikanku keturunan tapi kau tidak ada disampingku? Itu juga tidak ada artinya Rukia."

"Kalau begitu... operasi. Aku mau."

"Apa?" Ichigo terbelalak karena merasa salah dengar.

"Aku mau... operasi itu."

Ichigo terlonjak senang dan memeluk Rukia erat. Kalau begitu, pernikahan mereka tidak akan lama lagi. Mendengar keputusan itu, semua orang yang ada di apartemen Ichigo juga turut senang. Artinya... tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Kalau saja...

.

.

*KIN*

.

.

Pagi itu, Rukia merasa perutnya memang sedang tidak beres. Tapi dia ingat, semalam mungkin dia makan yang aneh-aneh. Ketika membereskan apartemen Ichigo pagi ini, Rukia melihat ponsel Ichigo yang berbunyi. Rukia tidak mau mengangkatnya karena tidak sopan. Tapi ponsel itu terus menerus berbunyi. Akhirnya Rukia melongo melihat siapa yang menelpon.

Calling name-nya sih... Karakura-Home.

Kalau begitu. Apakah rumahnya yang di Karakura? Kenapa mendadak menelpon Ichigo?

Karena terlalu lama diangkat, akhirnya ponselnya mati. Tapi kali ini kembali berbunyi. Kali ini dari Kurosaki-Karin. Adik Ichigokah? Rukia memang tahu kalau Ichigo punya adik kembar. Kalau yang Karin itu kalau tidak salah...

"Ada apa?" ujar Ichigo yang kini sudah berdiri di sisi Rukia.

"Oh, ponselmu bunyi. Tadi dari rumahmu yang di Karakura. Lalu... Kurosaki Karin. Apa itu adikmu?" tanya Rukia hati-hati.

Raut wajah Ichigo berubah dan langsung menyambar ponselnya. Mengotak atiknya sebentar lalu mematikannya.

"Ada apa? Apa terjadi sesuatu pada Ibumu?" tanya Rukia cemas.

"Tidak ada. Semua baik-baik saja. Kalau begitu aku pergi sebentar ya... nanti aku kembali."

Ichigo langsung mengambil kunci mobilnya dan berlalu pergi. Rukia semakin bertambah curiga dengan tingkah Ichigo. Semalam dia baik-baik saja. Atau... karena semalam Rukia tidur duluan karena lelah. Mau kemana Ichigo?

Tak lama setelah Ichigo pergi, bel apartemennya berbunyi. Siapa pula yang datang sepagi ini? Tanpa banyak berpikir, Rukia membuka pintu apartemennya.

Dan dia tertegun karena ada seorang gadis yang berdiri didepan apartemen Ichigo sambil menggandeng tas ransel sedang. Dia memakai jaket kulit berwarna cokelat dan kaos hitam. Juga jeans hitam dan sepatu boots tanpa hal berwarna cokelat. Gadis itu mengenakan topi hijau gelap dan rambut hitamnya yang dikuncir.

"Kau? Kenapa kau ada di apartemen Ichi-Nii?" tanya gadis itu kebingungan.

"Hah? Ichi-Nii?" ulang Rukia.

"Kalau begitu kau pasti Rukia ya? Bisa kaupanggilkan Ichi-Nii? Katakan aku Karin datang menemuinya."

"Maafkan aku. Tapi... Ichigo sedang tidak ada di sini. Dia barusan... pergi."

"Baiklah. Kalau begitu biarkan aku masuk."

Rukia menyilakan gadis berambut hitam itu masuk. Gadis bernama Karin itu melepas topinya dan langsung masuk ke dalam apartemen Ichigo. Rukia bingung dengan situasi ini. Ada apa sebenarnya adiknya Ichigo datang? Mana mungkin kalau bukan keadaan serius 'kan? Pasti ada sesuatu yang terjadi. Tapi Ichigo tidak bilang.

"Aku akan menghubungi Ichigo." Kata Rukia pelan setelah melihat gadis yang sepertinya tomboi itu duduk di sofa ruang tengah.

"Tidak usah. Biarkan saja. Aku tahu Ichi-Nii akan kaget melihatku disini. Aku mau bicara padamu." Sela Karin. Karin memang pembawaannya tenang meskipun dia tomboi. Dia juga bisa membaca situasi. Karena itu, setelah mengatakan hal itu, Rukia langsung duduk didepan Karin.

"Kalau aku... boleh tahu... ada apa sebenarnya? Apa yang mau kau katakan padaku?"

"Apakah Ichi-Nii mengatakan sesuatu tentang Ibu kami baru-baru ini? Karena sudah beberapa hari ini aku menghubunginya tapi dia tak pernah mengangkatnya. Aku tahu dia sedang bertengkar dengan Ibu karena kau. Tapi kau tidak mungkin yang menyuruh Ichi-Nii tidak menjawab telepon dari kami 'kan?"

"Hah? Tidak. Aku bahkan tidak tahu kalau kalian menelpon Ichigo. Ichigo... tidak memberitahukan apapun padaku." Kata Rukia panik. Dia memang tidak tahu masalah ini. Ichigo selalu berkata bahwa semua baik-baik saja. Seharusnya Rukia tahu itu!

"Yah. Kau benar. Aku tahu kau pasti bukan tipe wanita seperti itu. Aku tahu Ichi-Nii tidak mungkin salah memilih wanita. Tapi kau pengecualian. Aku sama sekali tidak menentang hubungan kalian. Aku juga tidak peduli. Ichi-Nii sudah dewasa dan dia tahu mana yang baik dan buruk. Tapi... ini menyangkut Ibu. Aku tahu Ibu menentang hubungan kalian mati-matian. Bahkan Ichi-Nii bersedia tidak diakui anak lagi oleh Ibu kalau dia memilihmu. Aku tidak mau Ichi-Nii jadi anak durhaka seperti itu hanya karena dia jatuh cinta."

Penjelasan Karin itu membuat jantung Rukia mencelos. Dia tidak tahu bagian itu. Sungguh dia tidak tahu.

"Kalau kau merasa sebagai wanita, kau tentu tahu 'kan sesakit apa seorang Ibu yang kehilangan anaknya? Kau pasti merasakan naluri itu'kan? Aku hanya ingin bilang. Bujuk Ichi-Nii pulang ke Karakura. Ibuku sedang sakit. Aku tahu Ichi-Nii mungkin sedang marah pada Ibu. Tapi anak tetap anak. Walaupun Ibu tidak bilang, aku tahu Ibu merindukan Ichi-Nii. Jadi kumohon bujuk Ichi-Nii pulang. Hanya sebentar saja. Kau tidak boleh bertindak egois begitu. Bukan hanya kau saja yang butuh Ichi-Nii. Aku mengatakan ini karena aku adalah adiknya. Tolong... aku mohon padamu. Hanya sebentar dan biarkan mereka bicara baik-baik. Mungkin Ichi-Nii sedang tidak dalam kondisi yang baik makanya dia bicara begitu pada Ibu."

"Karena sekarang kau adalah satu-satunya orang yang mau Ichi-Nii dengarkan. Jadi tolong bujuk dia pulang sebentar. Hanya sebentar. Setelah itu terserah kalian selanjutnya. Aku hanya ingin Ibuku bertemu Ichi-Nii dan menjelaskan semua keadaan ini. Aku tidak mau Ichi-Nii menyesal nantinya kalau dia tidak bisa... meminta maaf pada Ibu. Kita tidak akan tahu apa yang terjadi kan?"

.

.

*KIN*

.

.

Rukia menangis diam di kamar Ichigo. Dia tidak tahu itu.

Bahkan setelah Karin pergi dia masih merasa bersalah. Karena dia hubungan Ichigo dan Ibunya tidak berjalan baik. Kenapa dia bisa begitu egois? Kenapa dia bisa begitu menyedihkan? Dia pikir semua akan baik-baik saja. Tapi ternyata tetap tidak bisa seperti itu. Rasanya sakit sekali.

"Rukia? Kau di dalam?" Ichigo membuka pintu kamarnya setelah berkeliling mencari dimana Rukia di apartemennya. Dan kini dia melihat wanita itu duduk dikasurnya sambil memeluk lututnya. Wajahnya juga memerah karena menangis. Ichigo bergegas menghampirinya.

"Kenapa? Ada apa? Kau sakit? Apanya yang sakit?" tanya Ichigo panik sambil meraba tubuh Rukia mencoba mengecek suhu badan wanita itu.

"Ichigo..." ujar Rukia sesegukan.

"Yah? Ada apa? Jangan membuatku takut Rukia."

"Kenapa kau tidak bilang. Kenapa kau tidak bilang padaku soal kau dan Ibumu?" ujar Rukia sambil menatap mata Ichigo dalam.

"Kau tahu darimana?"

"Ichigo..."

"Tenang saja. Itu tidak akan lama. Semua pasti baik-baik saja. Percaya padaku."

"Kenapa kau selalu bilang semua baik-baik saja? Semua tidak ada yang baik Ichigo! Kenapa kau tidak mau jujur? Kau membuatku berharap terlalu tinggi dan pada kenyataannya kita tetap seperti ini."

"Karena aku tahu! Kalau aku jujur padamu, kau mulai tidak percaya pada hubungan kita dan memaksa untuk mundur. Kau tidak pernah memikirkan dirimu! Kau hanya memikirkan aku dan aku! Ribuan kali aku mengatakan padamu kalau aku tidak bisa hidup tanpamu. Tapi kau selalu saja pergi dariku setelah tahu keadaan kita seperti ini. Kau selalu menyerah tanpa berusaha dulu. Kau pesimis Rukia."

Rukia semakin menangis. Airmatanya mengalir deras.

"Rukia. Aku mohon. Kali ini... berikan kesempatan pada hubungan kita. Aku tahu ini sulit. Tapi berusahalah dulu. Ibuku tidak akan selamanya seperti itu. Pasti ada saat dimana dia akan merestui kita. Meski lama, tapi tunggulah. Tolonglah... berusahalah Rukia. Demi aku." Pinta Ichigo dengan wajah memelas sambil menghapus airmata Rukia dengan ibu jarinya.

"Kalau begitu... pulanglah ke Karakura. Kau harus menemui Ibumu. Apa kau tahu? Ibumu sakit. Kau harus menemuinya. Setidaknya... dia tahu kau masih mengharapkan maaf darinya. Kau tidak bisa terus menerus menyembunyikan diri."

"Kalau aku pulang, apa yang akan kau lakukan? Pergi dariku? Menghilang lagi?"

"Tidak. Tidak akan. Aku tidak akan kemana-mana. Kau harus mendahului Ibumu dulu. Di sini 'kan ada Bibi Yoruichi, Renji dan Ulquiorra. Aku tidak sendirian. Kau bisa tenang? Jadi... kumohon... pulanglah. Ibumu pasti merindukanmu disaat seperti ini."

"Janji kau tidak akan menghilang kemanapun? Kau janji?"

"Yah. Aku janji. Aku kan punya kalung ini. Kau sudah mengikatku. Aku bisa pergi kemana?"

Rukia sudah meredakan tangisnya. Ichigo menatap sendu pada Rukia.

"Baiklah. Aku akan pulang besok. Aku akan minta Renji untuk mengantarmu kemanapun jadi―"

"Aku tidak mau merepotkan orang. Sudahlah. Jangan bertindak berlebihan. Aku baik-baik saja. Aku juga akan rajin kontrol sampai waktu operasi tiba."

Ichigo mendekap Rukia erat sambil menciumi puncak kepalanya. Ini memang bukan maunya. Tapi sepertinya mau tak mau dia harus pergi.

Sesaat kemudian, Ichigo menunduk menatap wajah mungil itu. Lalu mencium bibirnya secara intens. Melumat bibir mungil itu tanpa ampun. Rukia segera mengalungkan kedua tangannya dileher Ichigo. Dan tentu saja... Ichigo mendorong pelan tubuh mungil Rukia ke tempat tidur mereka. Ichigo mulai melepaskan baju-baju mereka dan menciumi leher dan tubuh Rukia. Malam itu mereka lalui seperti malam-malam biasanya. Mereka melewatkan malam yang sangat menyenangkan.

.

.

*KIN*

.

.

Ichigo tiba di Karakura. Setelah tiba di Karakura saat siang hari karena perjalanan 4 jam itu, Ichigo menelpon Rukia dan tahu bahwa wanita itu baik-baik saja. Dia tidak pernah lepas menghubungi Rukia. Ichigo mulai merasa tidak nyaman kalau tidak ada Rukia disekelilingnya.

Ichigo tiba di rumahnya. Rumahnya nampak sepi. Mungkin karena ini masih hari kerja dan pasti Yuzu dan Karin masih sekolah. Ichigo masuk kedalam rumahnya setelah seorang pelayan membukakan pintu. Pelayan itu nampak terkejut melihat Ichigo datang tiba-tiba tanpa memberitahu apapun lagi. Pelayan itu juga bercerita bahwa beberapa waktu lalu ayahnya yang menelpon, Karin juga sampai menyusulnya diam-diam ke Karakura. Dan Ichigo sudah bisa menebak, kenapa Rukia tahu soal ini.

Ichigo menyusuri rumahnya dan menemukan pintu kamar utama. Pelayannya juga bilang kalau ibunya memang sedang sakit dan menolak untuk makan. Apakah setelah kepergiannya dari Karakura beberapa waktu lalu? Sepertinya begitu. Ichigo mengetuk pintunya perlahan.

Karena tak ada jawaban, Ichigo masuk kedalam tanpa permisi dan melihat ibunya duduk diatas tempat tidur sambil memandang keluar jendela.

"Ibu?" panggil Ichigo.

Masaki menoleh dan mendapati anak sulungnya berdiri didepan pintu. Awalnya Masaki terkejut kenapa dia bisa ada di sini. Tapi itu bukan hal aneh lagi. Karena Masaki langsung membuang muka.

Ichigo langsung duduk disamping kasur ibunya dengan kursi kecil.

"Aku tahu Ibu masih marah padaku. Tapi kedatanganku kemari bukan keinginanku. Tapi Karin. Dia menyusulku ke Karakura."

"Kalau kau tidak mau datang, itu juga bukan masalah. Ibu tidak mau melihatmu." Jawab Masaki dingin.

"Ibu. Sampai kapan Ibu mau keras kepala seperti ini?"

"Harusnya Ibu yang mengatakan hal itu. Sampai kapan kau mau keras kepala!"

"Aku mencintainya Bu. Apa Ibu tidak pernah mencintai orang seperti aku mencintai Rukia? Dia tidak seperti yang Ibu pikir. Cobalah menerima Rukia Bu. Harus dengan cara apa agar aku bisa membujuk Ibu?"

"Kau benar-benar tidak mau melepaskan wanita itu?"

"Tidak. Sampai kapanpun. Aku sudah melepaskannya dua kali. Dan ini tidak akan ketiga kali. Dan dia yang memintaku datang kemari menjenguk Ibu. Kalau bukan karena dia, aku benar-benar tak mau kemari."

"Lakukan apa yang kau inginkan. Aku tak mau lagi tahu urusanmu. Jangan katakan padaku kalau aku tidak memperingatkanmu kalau kau menyesal nanti."

"Jadi... Ibu merestui hubungan kami?" tanya Ichigo hati-hati.

Tapi Masaki hanya diam dan tak mengatakan apapun. Ichigo tahu. Ibunya pasti akan luluh apapun yang terjadi nanti. Dia mengenal baik ibunya.

.

.

*KIN*

.

.

"Ohh... kau sudah bertemu Ibumu? Apakah... beliau baik-baik saja?" ujar Rukia begitu dia tiba di depan rumah sakit.

"Oh, baguslah. Aku lega dia tidak apa-apa. Ichigo... aku mau ke rumah sakit. Nanti aku hubungi kau lagi ya..."

Rukia menutup ponselnya. Begitu akan melangkah ke rumah sakit, mendadak perutnya terasa sakit luar biasa. Tapi dia tidak mau berakhir begini. Dia memutuskan akan menemui Ulquiorra dulu.

Begitu tiba di rumah sakit, ternyata dia bertemu dengan wanita berambut ungu itu. Sedang apa wanita itu di rumah sakit? Mereka sama-sama melihat dan mau tak mau harus menyapa.

"Kelihatannya kau baik-baik saja." Kata Kuchiki Senna dingin.

Rukia hanya diam saja. Dia tidak enak bertemu dengan wanita ini. Sungguh.

"Aku bukan orang yang akan mendukung hubungan kalian. Hubungan kalian itu dikutuk siapapun. Mereka hanya kasihan padamu. Yah kasihan. Kau seharusnya tidak egois. Apa kau pernah memikirkan bagaimana perasaanku? Kau juga wanita 'kan? Kau pasti tahu sesakit apa melihat pria yang kau cintai setengah mati dan pernah jadi milikmu pergi dengan wanita lain? Ichigo selalu memberikan apapun untukmu. Tapi kau? Apa kau pernah memberikan sesuatu untuk Ichigo? Apa kau pernah... memberikan apa yang pantas untuk Ichigo? Bahkan kau membuat hubungan Ichigo dan Ibunya seburuk itu. Kuingatkan padamu. Kau akan membayar mahal atas semua perbuatanmu. Aku tidak mengijinkan kalian untuk bahagia. Tidak akan."

Kuchiki Senna meninggalkan Rukia setelah mengatakan hal itu. Sungguh kata-kata yang menyakitkan. Tapi dia benar. Rukia tak pernah sekalipun memberikan apapun untuk Ichigo. Bahkan Rukia-lah orang yang sudah merusak hubungan ibu dan anak itu. Bahkan adiknyapun tidak mendukung hubungan mereka.

Rasa menyesal kembali hadir dalam hatinya. Tapi dia sudah berjanji tidak akan mengecewakan Ichigo. Dia juga sudah berjanji akan menunggu Ichigo. Lalu apa yang bisa dia lakukan?

Mendadak Rukia berbalik dan tidak jadi menemui Ulquiorra. Kalau dia menemui Ulquiorra dengan wajah seperti ini sudah pasti Ulquiorra akan curiga. Ada banyak orang yang mendukungnya. Tapi entah kenapa, Rukia sendiri tidak merasa lega.

Rukia berjalan pelan menuju halte dirinya masih memikirkan begitu banyak halangan dalam hubungannya. Ditambah lagi Kuchiki Senna yang membuatnya semakin merasa bersalah. Benar-benar menyakitkan.

Rukia bermaksud untuk menyeberang jalan. Tapi pikirannya masih kalut. Ditambah lagi mendadak perutnya terasa sakit. Rukia berada ditengah zebra cross itu dan bermaksud untuk berlari menghindari jalan, tapi karena terlalu sakit, dia susah bergerak. Dan dari arah berlawanan muncul sebuah mobil dengan kecepatan tinggi.

.

.

*KIN*

.

.

"Rukia! Kumohon Rukia! Bertahanlah! Rukia!" jerit Ulquiorra sambil mendorong kasur beroda itu menuju kamar gawat darurat.

Begitu mendengar berita tentang kasus tabrak lari yang tak jauh dari rumah sakitnya, Ulquiorra bergegas melihatnya. Dan dirinya langsung lemas begitu sadar siapa yang tertabrak. Wanita mungil itu tak sadarkan diri dengan lumuran darah di tubuhnya. Ulquiorra cemas bukan main dan tak tahu harus bagaimana. Yang dia ingat sekarang hanyalah harus menyelamatkan nyawa wanita ini.

.

.

*KIN*

.

.

Ichigo mencoba untuk menelpon Rukia setelah beberapa saat. Mungkin dia masih di rumah sakit makanya Ichigo tidak menghubunginya. Tapi setelah 3 jam berlalu Ichigo kembali ingin menghubunginya. Entah kenapa rasa panik tiba-tiba menjalarinya ketika dia tidak bersama Rukia. Ada-ada saja yang membuatnya panik.

Kali ini dia berada di beranda rumahnya. Begitu membuka pintu beranda dia langsung melihat seorang pria yang membawa motor nyaris menabrak anak kecil. Ichigo terdiam seketika. Untungnya pengendara motor itu yang terjungkal karena berusaha menghindarkan anak kecil itu.

Dan ditambah lagi kenyataan bahwa ponsel Rukia tak bisa dihubungi. Ichigo semakin panik. Rukia tak pernah mengabaikan ponselnya. Kenapa bisa seperti ini. Apakah terjadi sesuatu? Tidak mungkin.

Baru saja akan berbalik masuk, tiba-tiba seekor kupu-kupu besar berwarna hitam masuk ke dalam rumahnya. Biasanya kupu-kupu hitam tidak pernah mendatangkan firasat baik.

Ichigo semakin panik dan tidak enak. Rasanya ada yang aneh. Dan dia berharap itu bukan dari Rukia. Dia yakin Rukia baik-baik saja. Dia yakin tidak ada yang akan terjadi. Dia tahu Rukia baik-baik saja. Pasti.

.

.

*KIN*

.

.

Ichigo akhirnya tidak tahan juga. Rukia tak bisa dihubungi. Dan Renji bilang dia belum bertemu Rukia. Ichigo tidak tahu ponsel Ulquiorra. Hati Ichigo masih berdegup tidak karuan. Ada rasa aneh yang terus menerus memanggilnya.

Karena tidak tenang, setelah pagi, Ichigo langsung melesat menuju Tokyo. Bayangan wajah Rukia terus menerus berkelebat dalam benaknya. Apa yang sebenarnya terjadi pada wanita-nya?

4 jam yang Ichigo lalui terasa begitu lama. Begitu tiba di Tokyo, Ichigo langsung menuju apartemennya. Tapi kondisinya masih sama seperti kemarin pagi yang dia tinggalkan. Apakah Rukia tidak pulang? Kalau dia tidak pulang lalu kemana? Ichigo semakin cemas. Perasaannya benar-benar tidak enak. Ichigo minta bantuan Renji untuk mencari Rukia. Akhirnya tak lama kemudian, Ichigo melesat ke satu tempat. Tempat dimana sudah pasti ada Rukia. Apakah janji yang kemarin dia ucapkan hanya isapan jempol saja? Rukia tak mungkin meninggalkannya semudah itu 'kan? Rukia bukan orang seperti itu. Tidak mungkin Rukia meninggalkannya. Tidak.

Dengan perasaan tidak menentu, Ichigo tiba di rumah sakit. Dia langsung bergegas mencari Ulquiorra. Tapi dokter berkulit pucat itu tidak ada di tempat. Ichigo seperti orang gila. Katakan saja padanya apa yang terjadi dan berharap Rukia akan baik-baik saja. Katakan saja hal itu. Kalau tidak... Ichigo benar-benar akan berubah jadi orang gila.

Saat mencari di seluruh rumah sakit itu, Ichigo tanpa sengaja melihat Ulquiorra dengan wajah kusut keluar dari sebuah ruangan. Ichigo bergegas menghampirinya.

"Rukia... Kau tahu dimana dia? Aku sudah mencoba menghubunginya seharian kemarin tapi dia tidak menjawab teleponku. Apa yang terjadi?" tanya Ichigo panik. Tapi wajah dokter itu membuat Ichigo semakin panik saja.

"Maafkan aku. Aku sungguh minta maaf."

"Aku tidak butuh maafmu! Aku tanya dimana Rukia?"

"Rukia... dia... ada di dalam." Ulquiorra menunjuk pintu di belakangnya. Ichigo memandang pintu itu dengan raut wajah penuh tanya.

"Apa yang terjadi? Apa Rukia sudah operasi? Katakan yang jelas?"

"Aku tidak tahu bagaimana dia bisa seperti itu. Kemarin pagi, dia tertabrak mobil. Dia mengalami luka serius di bagian belakang otak kecilnya. Kecil kemungkinan untuk bisa sadar kembali. Apalagi kondisi kesehatannya yang tidak mendukung. Aku bahkan ragu dia bisa kembali membuka matanya. Aku sudah berusaha sekuat mungkin... tapi―"

"Hahaha... kau pasti bercanda. Bagaimana bisa dia kecelakaan? Dia baik-baik saja. Aku yakin. Dia sudah janji padaku. Dia sudah janji akan baik-baik saja... dia―" Ichigo mundur perlahan sambil menjambak rambutnya sendiri.

"Kurosaki."

"KATAKAN KAU BOHONG!" teriak Ichigo frustasi. Ichigo berlari masuk kedalam ruangan itu.

Dan jantung Ichigo terasa mencelos keluar. Dia langsung membeku di tempat melihat wanita mungil itu terkapar tak berdaya di atas tempat tidur itu dengan berbagai macam alat apa itu namanya, yang menempel di tubuhnya. Kepalanya diperban. Tangan kirinya juga diperban. Dia benar-benar tidak sadarkan diri. Baru sehari. Baru sehari Ichigo meninggalkannya. Baru sehari berlalu.

"Rukia?" panggil Ichigo.

Tapi wanita itu tetap bergeming. Dia masih tidak membuka matanya. Ichigo maju perlahan dan menatap dari dekat wajah Rukia. Ichigo mengelus wajahnya yang terluka. Sepertinya dia tertabrak cukup parah. Kenapa dia bisa tertabrak?

"Kumohon sadarlah... Ibu sudah merestui kita. Ibu sudah menyetujui hubungan kita. Kau bisa operasi Rukia. Kau bisa menikah denganku. Kita bisa hidup bersama selamanya. Bangunlah Rukia. Aku sudah disampingmu. Kenapa kau terus menutup matamu?"

Ulquiorra menatap serba salah pada pemandangan itu. Dia yang menanganinya sendiripun tidak percaya apa yang menimpa Rukia. Rasanya ini tak adil saja. Kondisi Rukia memang tidak bisa diharapkan. Kecil kemungkinan dia bisa sadar kembali. Benturan di kepalanya cukup berat. Ditambah lagi kondisi kankernya yang sudah tak tertolong. Kalaupun dia bisa lolos dari kondisi kritis itu, dia juga tidak bisa melewati penyakitnya.

Ichigo menarik tangan Rukia dan menggenggamnya erat. Dia menyesal seumur hidup sekarang. Kenapa dia membiarkan Rukia sendiri. Disaat kebahagiaan itu hampir dia raih. Hampir dia dapatkan. Hampir saja.

"Rukia... aku sudah bilang kau yang terakhir. Tidak akan ada wanita lain. Jadi kalau kau tidak membuka matamu sekarang juga aku akan bertindak nekat. Karena kau sudah berjanji tidak akan meninggalkanku. Aku mencintaimu..."

Bersamaan dengan kata-kata terakhir Ichigo, bunyi panjang dari salah satu mesin itu membuat Ichigo gugup. Tangan Rukia juga mulai terasa dingin. Ulquiorra berlari mendekati mesin aneh itu. Ichigo masih tidak mengerti dengan situasi yang terjadi. Ulquiorra memanggil beberapa perawat untuk membantunya. Ichigo bahkan terdorong mundur dari tempat tidur Rukia.

Ulquiorra berusaha sekuat mungkin untuk melakukan berbagai kemungkinan. Alat pacu jantung, menekan jantungnya agar kembali berfungsi. Tapi itu tidak bisa. Hingga detik terakhir akhirnya Ulquiorra menyerah dan meminta perawat itu untuk mencabut semua alat bantunya.

"Apa yang kau lakukan? Kau harus menolongnya! Kau dokter! Tolong Rukia!" teriak Ichigo sambil mencengkeram kerah jubah putih Ulquiorra.

"Kurosaki. Ada hal yang tidak bisa dilakukan oleh dokter. Menghalangi kematian. Terima saja. Rukia tidak bisa... Rukia sudah..."

Ichigo jatuh terduduk di lantai sambil menangis pilu. Sejak hari ini, kesalahan terbesar yang tidak akan pernah dimaafkan Ichigo sendiri adalah meninggalkan Rukia sendirian.

.

.

*KIN*

.

.

"Kalung itu berlumuran darah saat ditemukan. Kukembalikan padamu."

Setelah pemakaman berakhir, semua pelayat satu persatu meninggalkan makam itu. Ulquiorra sudah menyerahkan barang penting yang tertinggal itu. Kalung yang berlumuran darah.

Yoruichi menangis histeris karena berita mendadak ini. Renji juga tak habis pikir kenapa begitu mendadak. Dan dia juga merasa bersalah karena tidak menjaga wanita itu. Beberapa teman dari Karakura juga datang. Ada Ishida, Orihime, Tatsuki, Mizuiro, Keigo dan Chad. Mereka juga turur berbelasungkawa. Ini terlalu mendadak. Bahkan Orihime sendiri menangis berkali-kali melihat makam Rukia.

Ichigo tak ada disana.

Dia terduduk di pantai dengan setelan hitam-hitam itu sambil menggenggam erat kalung berliontin matahari itu. Ichigo menutup matanya dan membiarkan bulir-bulir air itu turun dari sana. Begitu tahu, Rukia meninggal, Senna datang dan mengatakan bahwa dia sempat bertemu dengan Rukia di rumah sakit. Dan mengatakan sedikit hal padanya. Senna tak percaya bahwa itu adalah pertemuan terakhir dengan wanita itu.

Tapi Ichigo tak menanggapinya sama sekali. Menganggapnya angin lalu saja.

Hidupnya sudah berakhir.

Tak ada Rukia berarti tak ada dirinya.

.

.

*KIN*

.

.

FIN...

24 November 2011

.

.

Haduh! ini adalah chap terpanjang sekaligus chap penutup. saya emang gak berencana bikin sampe banyak. kalo banyak biasanya suka males lanjutin dan gak enak lagi dibaca. jadi saya kebutin aja. maaf kalo gak bisa dimengerti karena ya... alur yang agak maksa sih. hohohohoh.

karena saya udah gak tahu mesti ending bagaimana. niat awal sih pengennya hepi end, tapi entah kenapa belakangan malah pengen sad end. hiks. lagi terkena wabah sakit jiwa nih... hehehehe seneng banget liat yang sedih-sedih. haduh... jadi ngaruh ke fic deh. maaf ya senpai yang pengen hepi end, untuk fic yang satu ini emang gak mungkin hepi. tapi nantikan di fic lainnya ya... hohohohoh semoga pada review semua di fic saya nanti. ada yang menantikan fic CRY AWAY gak? hohohohoho...

oh ya senpai, saya mau tanya istilah fanfic, kayak Writer Block apaan? Canon apaan? saya benerbener kesulitan sama istilah itu. hehehehe mohon petunjuknya.

oh ya balas review...

nenk rukiakate : makasih udah review... hehehe kecewa gak sama endingnya? haduh saya juga kecewa... hiks... hohohoh

BlackPink 4ever : hehehe makasih senpai udah review. Ulqui bukan orang ketiga. kan niatnya cuma nolong. hehehehe gimana kesannya di chap terakhir?

Yakuza : makasih udah review yaa...

corvusraven : makasih udah review... hehehe lemonnya lumayan ya? heheh

Zanpaku nee : makasih senpai udah review... ok deh nasihatnya... hehehe oh ya soal dress itu spontan aja bilang putih. abisnya warna ungu udah bosen jadi ganti warna putih. iya juga sih mirip sama dressnya gumiho. wah... kok saya juga baru sadar ya? iya banget tuh. mirip. jangan-jangan sama. kebetulan banget pengisi suaranya ya... hehehehe

Voidy : makasih senpai... atas... semua masukannya. kayaknya dari reviewnya senpai saya emang paling bandel ya. udah tahu salah masih aja keulang... *jdukk* maaf senpai! gak maksud gitu. kayaknya emang saya suka ngetik di bawah alam sadar deh makanya jadi gak merhatiin rambu penulisan lagi. hiks. emang nanggung ya? haduh... oh ya kayaknya senpai kesulitan banget nyari nama FB saya ya? kayaknya karena udah gak pernah buka lagi deh. coba cari nama asli saya... hohoh jangan email saya senpai. saya gak pernah buka FB. saya PM aja. senpai mau buka dimana PM saya?

flavia : makasih udah review. heheheeh iya untung gak eneg ya... haduh... mau rikues rate m? hmm saya terima ya. lagi dalam tahap pengerjaan soalnya. hehehehe

Nana the GreenSparkle : makasih udah review. gpp telat. hehehe loh kan genrenya dari awal udah angst tuh. gak dirubah kok... hehehe

PM : makasih udah review. nah karena penghulunya pada kabur seagames, jadi gak nikah deh... hiks...

Yuuka Aoi : makasih udah review. oh ya, boleh banget. bisa liat di propil saya tuh FB sama Twitternya. kalo Twitter mention dulu ya. biar saya tahu siapa yang follow. hehehhehehe

minatsuki koga : makasih udah review. ooo yang masalah adegan itu? maaf senpai. sejauh ini saya gak tahu apakah berpengaruh pada itu kita. soalnya ini kanker rahim so kan didalam tuh. lain kalau kanker serviks atau kanker leher rahim, nah kalo yang itu kan berhubungan langsung. saya gak tahu sejauh itu apakah berbau apa nggak... gituloh... heheh maaf sok tahu, tapi menurut saya emang begitu loh... heheheheh

FLYIN -chan : makasih udah review... hehehehe makasih pujiannya loh... hehe

Kyucchi : makasih udah review. hehehe senpai... kalo terlalu asem gak bagus buat mata. kan mejem terus gegara asem... hohohoho

Purple and Blue : makasih udah review. ya bolelah dipanggil gitu. tapi kayaknya ketuaan banget yaa dipanggil nee... heheheh waduh rate m ya. ok deh nanti diusahain. oh ya, ada kok FB saya. silahkan cek di propil saya... hehehe

Bad Girl : makasih senpai reviewnya... hehehehe gitu ya? saya juga bingung kayaknya chap kemarin emang aneh. dan kayaknya fakta lain, chap ini selain panjang juga tambah aneh. typonya? kayaknya sulit hilang ya... hehehe maafkan saya senpai...

Wakamiya Hikaru : makasih udah review. gapapa kok telat. heheheeh

Lucky Girl : makasih udah review... heheh kurang ya? haduh saya juga masih bingung. maafkan saya senpai...

ok deh. udah dibales. maaf ya kalo yang ini super panjang. kayaknya bakal kena protes nih bikin sepanjang ini. hiks...

akhir kata...

makasih udah review semuanya senpai... *ciumsatusatu*

karena ini chap terakhir... mohon reviewnya... paling nggak sampe 500 aja *ngayal!* *gubrak*

nantikan kemunculan gaje saya di next fic saya yaa... hehehe

Sayonara...