Happy Fujodanshi Independence Day #3! Berikut saya persembahkan hasil kolaborasi saya dengan Nae Rossi-chan

wwWww

"Kau sudah sadar?"

Seorang cowok berambut pirang menghambur masuk ke dalam ruangan dengan senyum lebar di wajahnya. Ekspresinya menunjukkan kelegaan yang luar biasa.

Tapi Uchiha Sasuke hanya bisa mengernyit tak mengerti. "Siapa…?"

/Chapter 1/

Cowok berambut pirang itu tertegun. Langkahnya terhenti secara mendadak. "Eh?"

Sasuke memandang sekelilingnya. Ia baru saja bangun beberapa saat lalu dan sama sekali merasa asing dengan tempatnya berada sekarang. Namun kalau dilihat dari selang infus yang menempel di lengan kirinya dan alat-alat digital lain yang Sasuke tak tahu namanya, sepertinya ia berada di salah satu kamar rumah sakit. Puas dengan kesimpulannya, ia kembali mengarahkan pandangannya ke cowok berambut pirang yang masih berdiri mematung tak jauh darinya.

"Aku tadi tanya siapa kau," ulang Sasuke. Ia berusaha mendudukkan diri agar bisa melihat cowok pirang itu dengan lebih jelas. Rusuknya terasa nyeri ketika ia bergerak dan pening langsung menyambar kepalanya. Ketika tangannya secara otomatis bergerak ke pelipisnya yang berdenyut sakit, teraba olehnya perban yang melilit kepalanya. Tapi ternyata bukan hanya kepalanya saja yang dililit perban, beberapa bagian tubuhnya yang lain juga terbungkus kain kasa putih yang sama. Apa yang telah terjadi?

"Ini… aku. Naruto," ucap cowok pirang itu, perlahan. Sasuke kembali meliriknya. Kulitnya yang semula kecoklatan memucat dan ekspresinya sekarang seperti sedang melihat hantu.

"Naruto?" Sasuke mengulangi. Rasa sakit di kepalanya berangsur-angsur mereda. "Nama yang aneh."

Sekarang cowok pirang yang bernama Naruto itu sedikit ternganga, tapi Sasuke tidak ambil pusing untuk memperhatikannya lagi. Ia masih sibuk menerka apa yang kira-kira terjadi padanya sehingga ia bisa terdampar di kamar rumah sakit dengan luka-luka yang kelihatannya lumayan parah.

Tanpa mengatakan sepatah katapun lagi, Naruto berbalik dan keluar dari kamar Sasuke. Beberapa saat kemudian Sasuke bisa mendengar suara seorang wanita yang kelihatannya sedang bercakap-cakap dengan Naruto itu tadi, menyebut namanya pula, membuat Sasuke kembali mengernyit.

"Naruto! Bagaimana? Sasuke sudah sadar?" tanya wanita-entah-siapa itu.

Sasuke tidak mendengar jawaban Naruto, tapi tampaknya itu tidak dibutuhkan karena detik berikutnya seorang wanita berambut merah jambu terang kembali menghambur masuk ke dalam kamarnya.

"Sasuke!" panggilnya. Suaranya sama dengan suara wanita yang menanyai Naruto tadi. "Bagaimana keadaanmu?" tanyanya, langsung mendekat ke ranjang Sasuke.

Sasuke mengangkat sebelah alisnya. "Kau siapa lagi?" tanyanya langsung. Ia benar-benar tak paham. Kenapa daritadi orang-orang yang tak-dikenalnya-tapi-tampaknya-mengenalnya bolak-balik masuk ke ruangannya? Apa rumah sakit ini tidak memiliki jadwal berkunjung?

"Eh?" gadis berambut merah jambu itu terkesiap. Reaksinya lebih heboh daripada Naruto ketika ia melontarkan pertanyaan yang sama tadi. "Sasuke! Ini aku, Sakura! Masa kau tidak ingat?"

Sasuke mencoba menggali ingatannya, mencari nama Sakura di dalam sel-sel otaknya, tapi hasilnya nihil. Maka ia menggeleng sebagai jawaban.

Gadis yang mengaku bernama Sakura itu membelalak kaget. Ia buru-buru keluar dari kamar Sasuke, namun segera masuk lagi sambil menyeret cowok bernama Naruto itu tadi bersamanya. Ekspresi Naruto kosong kali ini.

"Tapi kau ingat dia, kan?" tanya Sakura, menunjuk Naruto yang berdiri diam di sebelahnya, mencoba memandang apapun kecuali dirinya—Sasuke.

Sasuke tidak langsung menjawab. Ia mengamati Naruto yang menghindari tatapannya. "Memangnya kenapa?" Sasuke balik bertanya, "Dia orang penting?"

Dua pertanyaan itu tampaknya berimbas besar pada Sakura. Gadis itu menekap mulutnya, matanya berkaca-kaca. "Dia ini Naruto!" seru Sakura. Sasuke tak paham kenapa gadis itu tiba-tiba membentaknya dan memandangnya dengan tatapan frustasi, seakan dia melakukan kesalahan besar. "Uzumaki Naruto, Sasuke!" lanjut Sakura, "Orang yang mencintaimu dan kau cintai juga!"

Sasuke mengerjap.

Sakura beralih ke Naruto. "Ya ampun, Naruto, kenapa kau diam saja? Katakan sesuatu!"

"Aku…," Sasuke mencoba mencerna kalimat yang baru saja dilontarkan Sakura secara emosional tadi, "mencintai seorang pria?"

Sakura kembali membelalak menatapnya. Ia membuka mulutnya, hendak mengatakan sesuatu, tapi Naruto mencekal lengannya.

"Sudahlah, Sakura. Jangan memaksanya," ucapnya lirih.

Sakura memutar bola matanya, memandang Naruto tak percaya. Setitik air mata sudah mengalir turun dari mata gadis itu. "Memaksanya bagaimana? Tidak ingat orang yang dicintai itu sesuatu yang gawat, Naruto!"

"Aku…," Naruto mencoba memberikan argumen lain, namun pintu ruangan Sasuke terbuka, menampilkan sosok seorang gadis berambut pirang pucat dengan seorang cowok dengan senyum yang tampak palsu di belakangnya.

"Oh, hai semuanya," sapa gadis pirang itu, tersenyum ke arah Naruto dan Sakura. Ia kemudian menghampiri Sasuke dan meletakkan sekeranjang buah-buahan segar di bufet kecil di samping ranjang Sasuke. "Aku dengar kau sudah sadar, Sasuke. Baguslah!"

"Hai, Ino," Sasuke membalas sapaan gadis pirang itu. "Trims buahnya." Ia belum pernah melihat cowok yang bersama Ino. "Ngomong-ngomong," Sasuke menambahkan, "kau kenal mereka?" tanya Sasuke pada Ino, menunjuk Sakura dan Naruto.

Sebelah alis Ino terangkat. "Bicara apa kau, Sasuke. Mereka ini kan Naruto dan Sakura."

"Mereka daritadi mengatakan kalau aku dan Naruto-entah-siapa-ini saling mencintai," ucap Sasuke, "Tapi bukannya kita berdua pacaran?" tanya Sasuke, membuat senyuman di wajah Ino memudar.

Ino terdiam. Ia memandang bergantian dari Sasuke, ke Naruto dan Sakura, kemudian ke Sasuke lagi. "Eh, Sasuke…," ucap Ino perlahan, "Kita sudah putus sejak," Ino berhenti sejenak, menghitung rentang waktunya, "enam tahun yang lalu. Aku dengan Sai sekarang." Ia mengakhiri penjelasannya seraya menggandeng cowok penuh senyum yang tadi datang bersamanya.

Rasa shock menghantam Sasuke sekarang. Ia memandang orang-orang yang berkumpul di ruangannya, bingung. Rasanya baru kemarin ia mengajak Ino kencan. Tapi… enam tahun? Apa dia koma? Selama itu?

Terdengar suara ketukan di pintu. Ketika pintu terbuka, seorang wanita yang memakai jas dokter memasuki ruangan. Ia tersenyum ramah. "Maaf, ada yang harus saya bicarakan dengan Uchiha-san. Yang lain bisa tolong keluar sebentar?" kata dokter wanita itu.

Ino, Sakura, Naruto dan Sai langsung keluar dari ruangan. Sasuke bisa mendengar Ino membisikkan sesuatu kepada Sakura sambil meliriknya dengan ekspresi cemas. Sakura hanya menggeleng, kemudian terisak sementara Naruto merangkulnya seraya menutup pintu kamar Sasuke di belakangnya, meninggalkan Sasuke bersama dokter itu sendirian di dalam ruangan.

"Apa yang Anda rasakan, Uchiha-san? Ada keluhan?" tanya dokter itu padanya, ramah, memeriksa denyut jantungnya dengan stetoskop yang dibawanya dan kemudian menulis sesuatu di clipboard.

Sasuke memandang dokter yang memeriksanya. "Saya merasa bingung, Dok," jawab Sasuke, jujur. Dokter yang memakai nametag bertuliskan 'Tsunade' itu mendongak dari clipboard-nya dan menatap Sasuke serius.

"Saya tidak mengenali orang-orang yang barusan ada di ruangan ini," Sasuke melanjutkan, "tapi mereka tampaknya mengenali saya."

Dokter Tsunade meletakkan clipboard-nya dan langsung memeriksa pupil Sasuke dengan senter kecil yang dibawanya. "Apa Anda merasa pusing?"

"Tadi ketika bangun. Tapi sekarang sudah tidak."

"Anda tahu siapa diri Anda?"

Sasuke mengangguk. "Tentu. Saya Uchiha Sasuke. Tujuh belas tahun. Tapi saya tidak ingat kenapa saya bisa ada di rumah sakit ini."

Dokter Tsunade kembali mengantungi senter kecil-nya, dan menghela napas perlahan. "Anda mengalami kecelakaan dua hari yang lalu, Uchiha-san," tanggap Tsunade. "Kabar baiknya, luka-luka di tubuh Anda sudah membaik sehingga mungkin Anda bisa meninggalkan rumah sakit ini lusa."

Tsunade berhenti bicara.

"Kabar buruknya?" sambar Sasuke. Ia tidak menyukai jeda yang ditimbulkan Tsunade, dan ekspresi di wajah dokter itu membuatnya merasakan firasat buruk.

"Usia Anda saat ini dua puluh tiga tahun."

Sasuke kehilangan kata-kata.

Tsunade menarik napas panjang, meraih clipboard-nya. "Dugaan saya sementara ini, Anda mengalami amnesia sebagian akibat benturan keras di kepala sewaktu Anda kecelakaan. Saya belum tahu ini akan permanen atau tidak, saya akan mencoba mengkonsultasikan ini dengan ahli syaraf terlebih dahulu," Tsunade menjelaskan, "Saya akan membiarkan Anda beristirahat sekarang. Kalau butuh bantuan, tekan saja bel di atas tempat tidur Anda." Tsunade tersenyum menenangkan pada Sasuke yang hanya bisa menatapnya nanar. "Dan yang di luar itu kerabat Anda. Saya yakin dengan senang hati mereka akan membantu Anda memahami situasi yang sedang Anda alami ini," tambah Tsunade sebelum meninggalkan ruangannya.

wwWww

Keesokan harinya, ketika Sasuke membuka mata, hal pertama yang dilihatnya adalah sesuatu yang berwarna pirang berada di dekat lengannya. Ia mengerjap, dan menyadari kalau itu adalah rambut seseorang. Sasuke menarik napas dan mendudukkan dirinya. Rasa sakit di rusuknya sudah berkurang dan ia tidak merasa pusing lagi. Ini hal bagus. Ia benar-benar akan bisa pulang besok.

Orang berambut pirang itu mendongak ketika Sasuke duduk. Ternyata cowok bernama Naruto yang kemarin itu.

Ketika mereka bertemu pandang, Sasuke memberinya tatapan tajam apa-yang-kau-lakukan-di-sini-sepagi-ini. Naruto nyengir salah tingkah dan langsung memundurkan kursinya menjauh dari ranjang Sasuke.

"Kelihatannya semalam aku ketiduran di sini," ucapnya lirih. Kali ini ia kembali menghindari kontak mata dengan Sasuke. "Kalau kau ingin aku pergi, aku keluar sekarang." Ia buru-buru bangkit dari kursinya, memindai sekeliling ruangan, tampaknya mencari sesuatu.

Sasuke memandangnya. Kalimat gadis bernama Sakura itu kembali melintas di otaknya. Dia mencintai pria ini dan begitu juga sebaliknya? Sejak kapan dia jadi menyimpang begitu? Bagaimana bisa ia mencintai seorang pria, padahal Sasuke yakin kalau saat ini, ah tidak, dia waktu berusia tujuh belas tahun adalah seorang cowok normal. Enam tahun yang hilang dari ingatannya meninggalkan tanda tanya besar.

Naruto berhenti memindai ketika matanya tertuju pada jaket yang ia sampirkan di punggung kursinya. Ia mengambil jaket itu dan mengulum seulas senyum yang dipaksakan pada Sasuke, beranjak keluar dari ruangan.

"Aku tidak menyuruhku kau pergi," ucap Sasuke.

Naruto berhenti melangkah dan menoleh ke arah Sasuke. "Eh?"

"Kalau kau mau tetap di sini, aku tidak masalah."

Naruto berbalik, kelihatan salah tingkah sebelum akhirnya kembali mendudukkan diri di kursinya. Sasuke menatap cowok yang kelihatannya selalu-serba-salah-tingkah itu dengan tatapan meremehkan sebelum meraih apel yang kemarin dibawakan Ino untuknya.

"Sini," kata Naruto, meraih apel di genggaman Sasuke. "Kubantu." Tanpa menunggu persetujuan Sasuke, ia langsung meraih pisau di dekat keranjang buah dan mulai mengupas apel.

Sasuke mengernyit. "Aku tidak memintamu membantuku."

"Sudah seharusnya orang yang sehat membantu orang yang sakit," tanggapnya.

Sasuke menyenderkan tubuhnya ke kepala tempat tidur, mencoba mencari posisi senyaman mungkin. Naruto menyodorkan apel yang sudah dikupas dan dipotong-potong ke arahnya. Sasuke mengambilnya, masih menatap tajam Naruto.

"Beginikah caramu merayuku?" tanyanya, sama sekali tidak repot-repot menghilangkan nada sinis dalam suaranya. "Bersikap sok baik dan sok perhatian?"

Naruto mengernyit, kemudian tertawa. Ia menjatuhkan dirinya di kursi lagi dan memainkan ritsleting jaketnya.

"Bagaimana aku bisa menyukaimu?" tanya Sasuke lagi. Ia melihat sedikit sorot kesedihan di mata Naruto, namun ia masih saja melempar tatapan tajam padanya. Bagaimanapun juga, ia merasa tidak mengenal Naruto ini. Kalaupun faktanya mereka memang saling mencintai, toh dia sudah lupa. Ia sangat penasaran. Ia masih merasa dirinya tidak mungkin menyukai seorang cowok. Walaupun kedua orangtuanya meninggal sewaktu ia masih kecil, kakaknya, Itachi, membesarkannya dengan baik sehingga tidak mungkin ia jadi menyimpang. Tapi tampaknya kata-kata Sakura kemarin jujur dan serius, tidak mungkin kan dia sampai menangis begitu kalau tidak serius? Jadi sekarang yang bisa membuat rasa penasarannya hilang hanya mencari tahu alasannya. Kenapa ia bisa suka dengan cowok bernama Naruto ini.

"Ceritanya panjang, Sasuke," jawab Naruto. "Aku harus mulai darimana?"

"Dari awal selalu yang terbaik."

Naruto tertawa lagi, getir, namun Sasuke tidak peduli. Bukan urusannya. "Mulutmu sewaktu umur tujuh belas sama tajamnya dengan umur dua puluh tiga," komentar Naruto.

"Kapan aku bertemu denganmu?" tuntut Sasuke lagi. "Aku dengan ingatan tujuh belas tahun yang sekarang sama sekali tidak ingat kau, jadi pasti aku bertemu denganmu setelah itu."

Naruto mengangguk mengiyakan. "Kita bertemu waktu hari pertama kuliah. Kau menyebalkan waktu itu. Ah, tidak, kau selalu menyebalkan," koreksinya.

Sasuke mengangkat sebelah alisnya, mengunyah potongan apel terakhirnya. "Katanya kau menyukaiku, tapi menganggapku menyebalkan?"

"Sudah kubilang ceritanya panjang, dan juga rumit. Butuh enam tahun untuk menceritakannya lagi," tanggap Naruto, masih terus tersenyum getir.

Sasuke menghela napas. "Dan apa kata kakakku tentangmu? Kau kenal dia kan?"

Senyum getir di wajah Naruto lenyap. Kali ini ia benar-benar menghindari tatapan Sasuke. Menunduk menatap lantai keramik rumah sakit yang bersih.

Sasuke menatap Naruto heran. "Jangan bilang kita berdua menjalin hubungan tanpa sepengetahuan kakakku."

Naruto buru-buru mendongak. Sorot sedih di matanya rasanya jadi berlipat-lipat ganda. "Eh, tidak, Itachi-nii tahu tentang kita kok. Dia sudah menganggapku sebagai adiknya sendiri juga." Suara Naruto bergetar.

Sasuke berhenti memberi tatapan tajam pada Naruto. Akhirnya merasa tidak enak juga. Bagaimanapun cowok ini menyukainya walaupun dia tidak ingat. Menghadapi orang yang kau sukai tapi tidak bisa mengingatmu pasti rasanya berat. Sasuke bukan tipe orang yang mudah berempati pada orang lain, tapi ia cukup tahu diri.

"Jadi," Sasuke berdehem pelan, "Baguslah kau kenal kakakku. Tapi kenapa dia sama sekali belum mengunjungiku? Kakak macam apa dia itu," keluh Sasuke. Ia melirik Naruto dan kaget ketika melihat mata cowok itu berkaca-kaca.

"Eh, maaf," ucapnya, mendongakkan kepalanya untuk mencegah air matanya turun. "Aku tahu cowok tidak seharusnya menangis." Naruto memaksakan tawa.

Sasuke benar-benar heran. Ada apa dengan cowok ini? Dia tadinya baik-baik saja ketika Sasuke mengungkit tentang kenapa ia bisa menyukainya, tapi langsung menangis begitu Sasuke menyebut-nyebut Itachi. Sebenarnya yang pacaran dengannya itu Sasuke atau Itachi?

Sasuke kembali mengamati Naruto, dan menyadari sesuatu. Firasat tak enak kembali menghantam ulu hatinya. "Kenapa Aniki belum menjengukku?" tanyanya lagi.

Naruto menghela napas. "Maaf, Sasuke," jawabnya. Ia tak bisa menatap Sasuke langsung, jadi dia manatap tepi tempat tidur Sasuke. "Itachi-nii meninggal tiga hari yang lalu. Kau kecelakaan ketika sedang menuju ke pemakamannya."

/tbc/

Tadinya ini akan saya jadikan oneshot, tapi berhubung jumlah words-nya kebanyakan, jadinya saya dan Nae bagi jadi tiga bagian ^^ Review Anda akan membuat hari kemerdekaan ini jadi lebih afdol! Hehehe.

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Story by: Red Ocean & Nae Rossi-chan

Edited by: Nae Rossi-chan

ALWAYS KEEP THE FAITH