Disclaimer : Bleach © Tite Kubo

Sen no Yoru wo Koete © RyuseiAki

Warning : OOC, Shonen-ai, Un-beta, Typo, Semi canon, IchiHitsu!, modificated canon.

Don't like? So, please Don't read.

First project in Bleach, Enjoy~

Bab I : Ryoka.

Sen no Yoru wo Koete—

.

(After a Thousand Nights)

"Taicho,"

Suara panggilan dari fukutaicho-nya membuat Hitsugaya menoleh. Matsumoto yang masih berdiri di ambang pintu ruangan, berjalan pelan mendekati sang kapten yang masih berdiri di dekat jendela.

Menatap bulan.

"Pasukan khusus sudah siap. Kami menunggu perintah."
Mendengar itu Hitsugaya hanya mengangguk singkat dan mulai berjalan keluar —dengan Matsumoto di belakangnya, tentu saja— .

"Malam ini, aku sendiri yang akan ke gensei. Kau tetap di sini."
Suara datar taicho-nya membuat sang fukutaicho berhenti melangkah. Dan sedetik kemudian kembali melangkah cepat untuk menyamai langkah Hitsugaya.

"Saya tidak setuju. Sebagai taicho anda harus tetap di Seireitei. Lagi pula, tugas kali ini resikonya besar, taicho.", Protes Matsumoto. Ia yang mendengar keputusan mendadak —lagi sembrono— dari sang taicho tidak bisa tinggal diam, ne?

"Soutaicho memerintahkanku untuk membawa pasukan dan mengamankan tempat Shiki Fuujin*. Dan tenang saja, aku tahu bagaimana kemampuanku."

"Bukan berarti saya meremehkan anda. Tetapi ryoka bukan sesuatu yang bisa dilawan tanpa pengalaman, taicho!", Kali ini suara sang fukutaicho meninggi. Sungguh, Matsumoto Rangiku yang pernah berdiri di padang pasir Hueco Mundo untuk mencicipi Moonlight War, sangat tidak setuju dengan keputusan taicho-nya kali ini.
"Dan jika keputusan anda tidak bisa berubah, biarkan saya ikut malam ini. Bukankah tugas seorang fukutaicho adalah melindungi punggung taicho-nya?", Sambungnya kemudian.

Kali ini, Hitsugaya menghentikan langkahnya. Ditatapnya dalam-dalam fukutaicho berambut orange panjang itu. Dan helaan nafas panjang pun terdengar.

"Matsumoto, tugasmu malam ini adalah mengurus divisi 10 selama aku pergi. Jangan biarkan ada satu pun tumpukan paperwork di mejaku.", Tegas Hitsugaya. "Dan, yah... Tenang saja, aku akan pulang besok pagi."

Kalimat terakhir itu diucapkan sambil lalu oleh Hitsugaya. Kakinya kembali melangkah cepat, meninggalkan fukutaicho-nya yang mematung, dan menuju batalion pasukan yang menunggu.

"Malam ini kita ditugaskan ke gensei untuk membantu pengamanan Shiki Fuujin. Purnama hitam yang melanda gensei, memperbesar kemungkinan penyerangan oleh ryoka yang tersisa. Siapkan mental kalian dan laksanakan tugas sebaik mungkin. Ada pertanyaan?"

Pasukan yang hening membuat Hitsugaya mengangguk puas.

"Aku sendiri yang akan memimpin kalian. Kita berangkat."
"Hai!"

Keadaan hening.
Matsumoto yang melihat itu hanya menghela nafas lelah. Berharap perasaan tidak enak yang melandanya sedari tadi tidak berarti apa-apa. Dan wanita itu pun berbalik, memutuskan kembali masuk ke ruangan kerjanya.
Angin berdesir lambat, menerbangkan beberapa helai daun yang terjatuh dari rantingnya.

Dan langit di atas sana terdiam, saat mendengar sang Takdir yang memegang skenario drama atas dunia, berbicara.

Sayang sekali, Juubantai no Fukutaicho. Firasat burukmu malam ini, mungkin saja—

Benar.

.

.

.

Ryoka.

Apa yang terlintas dipikiran kalian saat mendengar kata itu?
"Julukan bagi roh yang melintasi atau memasuki soul society tanpa ijin"?

Benar, Tapi itu sekarang.

Tahukah kalian kalau dulu, Ryoka merupakan sebutan bagi roh yang menempati bahkan menguasai Hueco Mundo?

Tidak? Wajar saja.

Karena Seireitei begitu pintar menyembunyikan tinta merah yang pernah mampir ke buku sejarah mereka. Warna merah yang berarti secara harfiah, terukir dari tetesan darah para Shinigami dan roh yang baru saja tersebut namanya.

Sekilas cerita untukmu.

Dahulu, Hueco Mundo bukan sekedar dihuni oleh para Hollow. Padang pasir yang bertahtakan langit malam dan bulan sabit itu juga pernah menjadi saksi bagi eksistensi sebuah kelompok roh yang memiliki kelebihan para Dewa.

Ryoka, namanya.

Mereka roh yang berwujud serupa dengan manusia dan memiliki kemampuan yang tak berbeda jauh dengan Shinigami. Memiliki reiryoku, reiatsu, dan zanpakuto sebagai senjata.

Tetapi kelebihan mereka tidak hanya itu.
Tenaga dan kecepatan yang melebihi para shinigami, serta keanggunan khas aristokrat juga menyertai eksistensi para ryoka. Jika kalian pernah mendengar legenda tentang makhluk penghisap darah manusia (yang kelak di gensei diberi sebutan "Vampir"), itulah perbedaan yang paling mencolok antara shinigami dan ryoka.

Ya.

Para ryoka membutuhkan darah dari makhluk fana itu untuk memenuhi rasa lapar dan memasok reiryoku mereka. Dan berbeda dengan hollow yang memakan jiwa manusia, ryoka hanya 'mengambil' darah dan sama sekali tidak menyentuh jiwanya.

Mungkin hal ini yang membuat Seireitei tidak mempermasalahkan ryoka yang sedang 'berburu' di gensei dan menghilangkan anggapan bahwa roh penguasa Hueco Mundo adalah musuh mereka. Tetapi, tidak ada juga shinigami yang mengatakan bahwa seorang ryoka adalah teman. Netral, ibaratnya.

Keadaan itu berlangsung selama ribuan tahun. Kedamaian pun tercipta. Waktu terus bergulir, dan pada suatu malam keadaan berubah.

Saat itu, seorang ryoka dilaporkan menyerang seorang shinigami yang sedang bertugas dan menghisap darahnya. Padahal dua belah pihak sudah saling sepakat untuk tidak mengganggu lainnya.
Darah shinigami bagi ryoka merupakan suatu mukjizat. Seorang ryoka yang meminum darah shinigami, akan mendapat kekuatan yang sangat besar. Hampir serupa dengan efek segel raja. Hanya saja, para ryoka hampir tidak pernah menyentuh darah shinigami. Dikarenakan harga diri mereka yang terlampau tinggi dan memunculkan anggapan bahwa 'meminum darah dari roh yang lebih lemah adalah tindakan memalukan.'

Sedang central 46 yang mendapat laporan ini tentu geram. Segera saja saat purnama hitam yang melanda gensei dalam 100 tahun sekali tiba, jajaran Gotei 13 beserta ratusan shinigami pilihan diturunkan ke Hueco Mundo melalui segel raja. Moonlight War pun terjadi. Butiran pasir di Hueco Mundo menjadi saksi bagi kekalahan penguasa mereka. Para ryoka yang hanya berjumlah ratusan itu dibantai habis. Yang selamat hanya mereka yang saat itu berburu di gensei. Seireitei pun mendapat luka di sana-sini. Setengah dari mereka gugur, dan yang tersisa langsung menuju ke gensei dan membuat Shiki Fuujin untuk menyegel ke 9 petinggi ryoka yang terlalu sulit untuk dimusnahkan.

Perang besar itu menyisakan trauma dan dendam mendalam di kedua belah pihak. Dan menjadi faktor utama yang menyebabkan julukan ryoka digunakan bagi para roh 'tak diundang'.

Ryoka, roh pengganggu yang pantas dibenci dan di dimusnahkan.

.

.

.

"Kita... Terlambat.", Bisik Hitsugaya dengan suara tercekat.

Saat menginjakkan kaki di lokasi tempat disegelnya para Espada (Title bagi ke sembilan petinggi ryoka), pemandangan yang terjadi sungguh di luar dugaannya. Goa besar yang tertutupi oleh rerimbunan pepohonan di salah satu bukit Karakura itu sekarang bersimbah darah.

Puluhan Shinigami penjaga dengan tubuh yang berlumur darah dan serakan zanpakuto yang tercoreng warna serupa menjadi penyumbang terbesar adanya warna merah di tempat ini. Hawa kematian yang terbentuk benar-benar pekat. Menjadikan kesan mengerikan yang melekat menguat.

Tetapi bagi Hitsugaya sendiri, pemandangan paling mengerikan terdapat di mulut goa. Tepatnya pada tiang segel yang dulu berdiri kokoh di sana. Kata dulu mengandung arti bahwa sang tiang sekarang tak ada. Hanya tersisa serakan puing-puing yang bertuliskan kanji Shiki Fuujin.

"A... Apa ini? Bukanlah purnama hitam masih beberapa jam lagi?"
"Hitsugaya-taicho! Apa yang harus kita lakukan?"

Rentetan pertanyaan dari bawahannya sama sekali tidak dihiraukan. Hanya menatap ke sekelilingnya-lah yang dilakukan Sang Tensai sekarang.
'Kenapa bisa begini? Bukankah para ryoka itu harus menunggu hingga titik puncak purnama?'

"Kebingungan, Shinigami-kun?"

Suara datar yang menginterupsi perhatiannya membuat Hitsugaya terkesiap. Baru disadarinya, kalau di depannya sekarang berdiri seorang berbaju putih dengan topeng Hollow di kepala. Kulitnya putih pucat dengan rambut berwarna hitam legam sebahu, serta sepasang mata emerald yang mengarah lurus pada Sang Taicho.

Setelah berhasil mengatasi rasa terkejutnya, Hitsugaya membalas pertanyaan itu dengan suara yang sama datarnya.
"Siapa kau?"

Sang pria pucat mengangkat sedikit sudut bibirnya, "Perkenalkan, Ulquiorra Schiffer. Cuatro Espada yang ditugaskan untuk menyambut kalian malam ini."

Kali ini raut keterkejutan kembali menguasai wajah para Shinigami. Espada? Pemimpin tertinggi para ryoka itu?

"Jadi ryoka... Benar-benar bangkit kembali?"
"Seperti yang kau lihat, Shinigami."

Setetes keringat dingin meluncur turun dari dahi putih Hitsugaya. Sedikit rasa ragu pun menyusup di hatinya. Sanggupkah dia melawan seorang Cuatro Espada dengan hanya sebatalion pasukan?
Tidak. Bukan berarti Sang Juubantai Taicho ini takut pada kematian, hanya saja jika menilik ulang pada kisah rasa seniornya yang bahkan harus bersusah payah dalam menghadapi seorang ryoka, tampaknya rasa ragunya cukup beralasan.

Hitsugaya memutus pandangan dari mata yang sewarna dengan miliknya itu. Dan saat pemandangan 'berdarah' para Shinigami penjaga sampai di matanya, sebuah kemungkinan menghampiri otaknya. Langsung saja, pandangan terkejut dilayangkan Hitsugaya ke pria bernama Ulquiorra itu.

"Jangan pernah berfikir seperti kami mencoba meminum darah kotor kalian, Shinigami."

Tebakan yang tepat sasaran serta suara penuh nada mencemooh itu membuat Hitsugaya menggeram, "Hitsugaya Toushiro, Juubantai Taicho. Dan ku tegaskan padamu ryoka, jangan pernah meremehkan kekuatan Shinigami."

Ulquiorra tersenyum meremehkan, "Heh... Buktikan itu. Jangan sampai mati dengan mudah, Taicho."

Hitsugaya hanya tersenyum sinis mendengar nada meremehkan itu. "Kalian semua, pergi dari sini. Laporkan saja apa yang kalian lihat pada Soutaicho dan serahkan dia padaku.", Ujarnya kemudian.

Semua Shinigami yang mendengar itu menatap tak percaya pada taichonya.
"Kami hanya akan pulang bersama Taicho! Mohon jangan berkata seperti itu!"
"Hitsugaya-taicho!"
"Taicho! Beri kami perintah!"

Seulas senyum puas terpampang di wajah Sang Taicho. "Baiklah, kepung dia! Buktikan pada makhluk itu kalau Shinigami bukan sesuatu yang bisa diremehkan!", Komando Hitsugaya.

"Hai!"
Para Shinigami yang mendengar teriakan perintah taicho-nya seakan mendapat semangat tambahan. Rasa takut dan tegang yang sempat melanda pun sirna, seiring dengan zanpakuto yang mulai tercabut dari sarungnya.

Ulquiorra hanya menatap datar pada para Shinigami -menurutnya- rendahan yang sekarang mengepungnya.

"Hiyaaat!"

Sang Cuatro Espada tidak bergerak sedikit pun dari tempatnya berpijak. Dan sedetik sebelum sebuah zanpakuto menyentuh kulit pucatnya, Espada itu bergerak cepat, merobohkan —kalau tidak mau disebut menebas— para shinigami itu dengan zanpakuto yang direbutnya dari salah satu mereka.

Sama sekali tidak ada gerakan sia-sia dari pria bermata emerald itu. Gaya bertarung cepat nan anggun khas para ryoka menjadi pemandangan yang disuguhkan Sang Cuatro.
Hanya beberapa menit, dan satu batalion penuh Shinigami pilihan dari divisi 10 berhasil dirobohkan.

Hitsugaya ternganga. Tapi dengan segera dicabutnya Hyourinmaru dan menatap marah pada sang ryoka.

"Soten Ni Zase! Hyourinmaru!"

Komando pelepasan shikai diteriakkan, dan tekanan udara di tempat itu berubah.
Awan gelap berkumpul di langit yang tadinya dipenuhi bintang. Kemudian disusul dengan sebuah naga es berwarna biru muda yang meraung keras di atas Sang Tensai.

"Reiatsu dan zanpakuto yang bagus. Sudah lama juga aku tidak bertarung.", Tanggap Ulquiorra.

"Heyaaahh!"
"Cero."

DUAARRR

Ledakan besar yang terjadi saat sang naga es menghantam cero milik Ulquiorra, menjadi pembuka bagi pertarungan antara Juubantai Taicho Vs Cuatro Espada.

"Bankai! Daiguren Hyourinmaru!"

Reiatsu besar nan dingin melingkupi kawasan bukit hingga beberapa saat. Sebagian tanah dan pepohonan sekarang terlapisi selimut es tebal.
Tetapi tampaknya sang ryoka lebih unggul kali ini. Dibuktikan dengan keadaan Hitsugaya yang sekarang terengah hebat serta separuh sayap di bankai-nya hancur lebur. Sedangkan sang lawan masih berdiri tegak dengan raut wajah tanpa emosinya.

"Inikah kekuatan yang kau katakan tadi? Memalukan.", Gumam Ulquiorra.
Dan dengan satu gerakan cepat yang sama sekali tak terbaca oleh Hitsugaya, Espada itu menyambar serakan zanpakuto di sampingnya lalu menusuk dada kiri sang taicho.

Kena telak.

"Kh...", Hanya ringisan kesakitan yang mampu dikeluarkan Hitsugaya. Reiryoku-nya benar-benar terkuras. Muntahan darah di bibirnya yang memucat serta luka menganga yang masih mengeluarkan darah membuat dirinya—di mata Ulquiorra— tampak sangat menyedihkan.

Meski begitu, Sang Tensai masih kukuh menggenggam Hyourinmaru di tangannya yang gemetar. Kesadarannya sudah timbul tenggelam. Tetapi tekad untuk tidak terpuruk di bawah ryoka yang satu ini membuatnya bertahan. Meski harus berdiri dengan kaki yang melemas.

"Tidak menyerah sampai akhir, eh?", Ucap Ulquiorra sembari berjalan mendekat ke arah Hitsugaya. Di tangannya tergenggam sebilah zanpakuto rampasan yang masih berlumuran darah.

"Tapi kau akan mati malam ini."

Tepat sebelum tebasan pedang itu menyentuh leher pucat Hitsugaya, sebuah tangan lain menahan Espada itu.

"Jangan ganggu.", Desis Ulquiorra pada orang yang menggenggam pergelangan tangannya.

"Serahkan dia padaku.", Kalimat singkat bernada perintah terucap dari si pengganggu.

Raut wajahnya tak terlihat, karena sebuah topeng Hollow menutup penuh wajah itu. Hanya sepasang lubang mata yang menampilkan mata emas berlatar hitam yang tampak.
Ulquiorra memandang sejenak pada mata emas itu. Kemudian menyentakkan tangan dan membuang zanpakuto yang tadi tergenggam. Sang Cuatro Espada mendengus tak kentara, lalu membalikkan badannya.

"Kenapa baru sekarang? Dia akan mati kalau tidak segera kau urus, Kurosaki.", Kalimat bernada tak acuh dari Ulquiorra menjadi ucapan terakhir sebelum sang espada bersonido pergi.

Si mata emas yang dipanggil Kurosaki kembali menoleh ke arah Hitsugaya tepat saat tubuh mungil itu terhuyung ke depan. Nyaris membentur tanah kalau saja sepasang lengan milik Kurosaki Ichigo tidak menahannya.

TRAKKK

Hyourinmaru yang terlepas dari pegangan Hitsugaya jatuh membentur tanah dan patah menjadi dua bagian. Menandakan parahnya luka sang pemilik. Melihat itu, Ichigo hanya mendengus pelan.

"Yare-yare, lukanya parah sekali.", Gumamnya.

Kembali dilihatnya tubuh di tangannya. Keadaannya memprihatinkan. Dengan muka yang luar biasa pucat serta luka menganga di dada, hanya desah nafas tak kentara yang mengindikasikan dia masih hidup.

Ichigo mengibaskan tangannya, membuat topeng Hollow di wajahnya hancur. Menampilkan seraut wajah tampan dengan sepasang mata cokelat khas musim gugur.
Pria berambut orange itu menatap tanpa ekspresi pada Hitsugaya, kemudian menyentuhkan tangan ke dada Sang Tensai. Ia memejamkan matanya sejenak, dan akhirnya bergumam dengan seulas seringai di wajah.

"Beberapa milimeter dari jantung. Paru-paru nya pun tidak terluka. Heh... Cuatro Espada itu benar-benar tahu apa mauku."

To be continued….

ǒǑǒ—

RyuseiAki's Note:

*Shiki fuujin : segel dewa kematian.

Salam kenal minna-san! meika author baru di fandom ini, ini fic pertama di FBI, mohon ma'af jika ada OOC, kegajean, keanehan, dan kesalahan di fic ini ya~

Tema yang meika ambil kali ini modificated canon, segala pertanyaan, kritik, saran, atau pun keluhan(?), silahkan layangkan lewat review.

Lalu, karena meika baru dalam mengikuti jalan cerita di Bleach, koreksi dari senpai sekalian sangat meika butuhkan,,,

Thanks for reading, and see you in next Chapter….

RyuseiAki (Meika)