"Tuuut. Tuuut. Tuut. Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif-"
'Klik'
Seorang anak laki-laki berusia belasan tahun sedang uring-uringan sambil mengacak rambutnya frustasi.
Sai, anak laki-laki bungsu dari keluarga Uchiha itu, sedang mencoba menghubungi 'Honey-bunny-sweety'-nya, tapi tidak panggilannya tidak dijawab sama sekali. Dan perlu diketahui, ia mencoba menghubungi sang gadis dari dua setengah jam yang lalu.
Handphone-nya sih aktif, tapi tak ada jawaban yang ia dapat selain suara mbak-mbak operator yang bilang blablabla.
Menghela napas, kemudian Sai melempar badannya ke kasur dan membenamkan kepalanya di bantal, kemudian...
"INO... ANGKAT TELEPONNYA..."
Sorry Boy, Hinata is Mine
Disclaimer : Naruto punya Masashi Kishimoto
Fict ini punya Yhatikaze
Pairing : Lagi-lagi SasuHina
Slight Saino
dan mungkin akan muncul pairing yang lain.
Rating : T
Warning : OOC, Typo di sana-sini, jelek, aneh, GaJe, pokoknya Fict ini punya banyak kekurangan yang tak terhitung banyaknya(?).
.
.
.
Sai berbaring di atas kasur empuk dan menatap langit-langit ruangan. Tarik napas... hembuskan..
Guling sana, guling sini. Ia kembali mengambil napas, dan menghembuskan dengan perlahan.
Ia kemudian meraih handphone-nya, menekan beberapa kombinasi angka yang sudah sekian kali ia ulang, kemudian mendekatkan handphone hitam tersebut ke telinganya.
"Tuuut. Tuuut. Tuuut. Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar-"
Lagi-lagi suara mbak operator. Sai berdecak kesal. Lama-lama ia jadi jengkel juga dengar suaranya. Kan dia maunya dengar suara Ino, bukan suara mbak operator itu.
Seandainya ini adalah sinetron, akan nampak Sai yang melempar handphone-nya ke dinding. Sayangnya, Sai masih sayang sama handphone pemberian Papa Fugaku itu. Bukan apa-apa sih, kalau Papa-nya tahu handphone-nya rusak karena ngikutin adegan sinetron, pasti tidak akan diganti, deh...
Padahal kalo dipikir-pikir, bukan salah mbak-mbak operatornya, dong. Mbak operator itu hanya menjalankan tugas. Lupakan nasib operator malang yang tidak diketahui namanya.
Pria lain yang berada di ruangan yang sama tampak gerah juga melihat kelakuan Sai. Kalau Sai tidak mengeluarkan suara, oke-oke saja. Lah, ini..
"Ino... angkat dong..."
"Ck, ayolah..."
"Mbak operator-nya bantuin, kenapa? Ngomongnya gitu mulu..."
"Ino pasti nggak lagi di luar jangkauan. Mbak-nya bo'ong nih..."
Suara Sai itu cukup mengganggu si Pria tersebut. Belum lagi sound effect yang yang dibuat Sai. Suara kasur berderit akibat guling-guling nggak jelas lah, suara helaan napas yang lebih kayak gorilla menguap lah, suara tat-tit-tut dari tombol handphone-nya lah. Pokoknya mampu membuat si pria tersebut jengkel dan tidak konsentrasi.
"Hoi, kembalilah ke kamarmu..." kata penghuni ruangan yang sedari tadi ditempati Sai ber-galau-ria.
Oh, ternyata kamar itu adalah milik Sasuke yang kini lagi sibuk dengan laptop-nya.
"Galau sendirian nggak enak," kata Sai lemas sambil meluk guling dan menatap wallpapper handphone-nya. Di sana ada gambarnya dengan gadis berambut pirang sedang tersenyum.
Ah, jadi kangen Ino... batin Uchiha bungsu itu mempererat pelukan-nya pada guling. Berharap guling tersebut berubah menjadi Ino. Halah, ngayal ketinggian banget...
"Kenapa lagi?" tanya Sasuke dengan nada nggak minat untuk bertanya.
Sai bangkit dari posisi tengkurapnya dan duduk menatap punggung Sasuke yang lagi sibuk di depan laptop-nya. Masih dengan guling di dekapannya.
"Kalau Hinata-nee ikut girlband, bagaimana perasaanmu?" tanya Sai.
Jari Sasuke berhenti menari di atas keyboard. Pikirannya melayang pada seorang gadis berambut indigo panjang, pakai baju minim, terus joget-joget dengan lincah.
"Kawaii..." kata Sasuke tanpa sadar. Tunggu lima menit aja, pasti sudah nosebleed deh.
"Apa kau tetap akan berpikir 'kawaii' kalau pacarmu ditonton ratusan cowok?"
Hinata dalam sexy mode dan imut dilihat oleh ratusan mata cowok yang lagi blushing. Nosebleed Sasuke pun batal. Yang ada aura pengen nonjok cowok dalam khayalan-nya.
"Nggak boleh," jawab Sasuke nyolot dengan kesadaran seratus persen. Ia pun memutar kursi kerjanya menjadi berhadapan dengan Sai yang lagi masang muka kusut.
"Begitulah dengan Ino. Dia ngotot mau mengisi acara pentas seni sekolahnya dengan menjadi girlband bersama teman-temannya,"
Sasuke menaikkan sebelah alisnya. Selama ia hidup, belum pernah ia melihat tampang hampa adik satu-satunya itu sampai segitunya. Muka pokerface, muka nyebelin, bahkan muka mesum waktu ia mergokin Sai nonton bokep juga sering ia liat.
"Bayangin, Sas. Cewek yang paling kau sayang berlenggak-lenggok di atas panggung pake rok mini, terus menari dan menyanyi dengan gaya centil. Terus si cowok-cowok mesum yang menonton curi-curi kesempatan buat liat bagian-bagian indah milik si cewek. Sakit tau, Sas..."
"Lebay. Kau bilang saja langsung pada Ino,"
"Sudah... Tapi ujung-ujungnya dia ngambek, ninggalin aku di kedai ice cream, pulang sendiri naik ojek, terus teleponku nggak diangkat-angkat..." sambar Sai cepat. Ia kembali membuang badannya ke belakang.
"Inooo...~"
Jadi ceritanya gini...
Dimulai dari siang hari, di mana matahari lagi terik-teriknya. Sai mengajak Ino ke kedai ice cream di depan sekolahnya. Mereka ngobrol banyak, sampai Ino teringat sesuatu.
"Sai-kun, ini..." Ino memberikan sebuah kertas karton kecil berwarna biru muda pada Sai.
"Apa ini?" tanya Sai bingung melihat gambar-gambar dan tulisan grafity warna-warni pada kertas karton itu.
"Tiket pentas seni sekolah-ku. Susah loh dapatnya. Nanti aku, Sakura, Matsuri, dan Temari akan tampil," kata Ino antusias. Sedangkan Sai masih membolak-balik kertas biru muda tersebut.
"Tampil? Drama?" tanya Sai.
"Bukan. Kami membentuk girlband dan-"
"Hah? Girlband?" potong Sai seakan tidak mendengar kalimat Ino barusan.
"Nggak boleh," kata Sai menolak mentah-mentah tanpa pikir panjang, setelah melihat anggukan antusias dari Ino.
Muka Ino yang tadinya bersemangat kayak anak SD pulang bawa kertas ulangan dengan nilai sepuluh, berubah menjadi bingung binti heran melihat Sai yang tidak suka dengan apa yang ia katakan.
"Kenapa?" tanya Ino kecewa.
Sai menatap Ino seakan pacarnya itu menanyakan pertanyaan 'kenapa satu ditambah satu sama dengan dua?'
"Kenapa? Aku nggak mau lihat kamu nari-nari pake rok mini di depan cowok lain," Sai bersikeras dan ngotot dengan ketidaksetujuannya.
"Kok kamu gitu, sih? Aku sudah latihan berhari-hari untuk acara ini," kata Ino ikutan ngotot.
"Kalau kamu tetap tampil, aku nggak bakal datang," kata Sai menyodorkan kertas biru muda tadi kepada Ino.
Wajah Ino memberenggut kesal. Menurutnya alasan Sai terlalu berlebihan. Papa-nya aja memberikan izin. Ya, meski pun dengan perjuangan jadi anak manis seharian.
"Nyebelin banget sih, Shikamaru pacar Temari yang malas tingkat dewa saja mau datang, Gaara pacar Matsuri yang preman juga mau datang. Bahkan teman chatting Sakura yang orangnya nggak jelas mau datang. Kamu kok nggak mau.."
"Kamu mau liat aku mati berdiri lihat kamu kecentilan di atas panggung?"
"Siapa yang kecentilan? Kita Cuma nyanyi dan dance kok,"
"Tetap aja aku nggak suka,"
Ino semakin merenggut. Kali ini ditambah dengan bibir yang sedikit manyun. Matanya memandang ke sudut lain, menghindari tatapan Sai.
Sai tahu kalau Ino lagi ngambek. Tapi Sai juga tetap tidak mau mengalah. Ino dalam seragam sekolah saja, kadang mengundang suit-suitan jahil dari cowok lain.
Hahh... Susah deh, punya cewek cakep.
Suasana menjadi hening. Ice cream blueberry dan cokelat pun dibiarkan mencair begitu saja.
"Ino..." panggil Sai dengan suara memohon. Tangan Sai juga mencoba memegang tangan Ino yang ada di atas meja.
Tapi Ino menepis dengan cepat.
"Kalau kamu nggak mau datang, aku nggak mau ngomong lagi sama kamu. Bye..." Ino bangkit dari kursi-nya dan meninggalkan Sai sendirian.
Dan disini lah Sai berakhir bergalau ria, di kamar Sasuke. Tadinya sih di kamarnya sendiri, tapi katanya 'Galau sendirian nggak enak', jadilah Sai berpindah posisi.
Sasuke tidak bisa memberikan solusi. Soalnya, Hinata tidak pernah ngotot jadi girlband. Jadi Sasuke dan Hinata tidak pernah meributkan masalah itu.
Paling-paling Hinata ngambek karena Sasuke ketahuan baca novel dewasa rate-M, ada majalah dewasa tergeletak di meja kerja kamarnya, atau Sasuke pergi ke tempat hiburan malam tanpa diketahui Hinata –dan sayangnya pasti ketahuan juga-. Padahal majalah itu punya Sai. Novel rate-M itu pemberian rekan bisnis-nya yang terkenal hentai, dan yang juga mengajak Sasuke ke tempat hiburan malam, dengan kedok pertemuan bisnis.
Itu pun, ngambek versi Hinata tidak sampai mengabaikan panggilan Sasuke. Hinata lebih mendengarkan alasan Sasuke. Kalau alasan Sasuke masuk akal, Hinata akan memberikan maaf.
Kalau Sasuke yang ngambek, pasti karena Hinata terlalu baik menerima surat cinta serta pemberian manis lainnya dari siswa-nya. Kalau Sasuke bertanya, kenapa pemberian itu diterima, Hinata akan jawab,
"Sayang kalau di tolak. Kasihan 'kan.."
"Tapi aku cemburu,"
"Aku kan masih sama kamu..." jawab Hinata sambil tersenyum manis.
Dan Sasuke pun jadi tidak berkutik. Iya juga, kan masih sama Sasuke. Jadi jelas banget kalau Hinata lebih memilih Sasuke dibanding remaja labil di tempatnya mengajar.
Nomong-ngomong soal Hinata, Sasuke jadi kangen.
Sasuke membiarkan Sai menikmati ke-galau-annya. Ia mengambil ponsel-nya dan berjalan menuju balkon kamarnya.
Menekan nomor yang ia hafal di luar kepala, mendengarkan nada tunggu sebentar, dan..
"Halo, Hinata..."
.
.
.
Seorang gadis manis sedang berjalan mengitari jejeran makanan ringan di sebuah minimarket 24 jam. Ia tampak mengamati bungkus-bungkus warna-warni dari makanan ringan tersebut. Sesekali ia juga membandingkan antara bungkus satu dengan yang lain.
Kegiatannya terhenti saat ia merasakan getaran di saku jaket-nya.
Senyum manis terukir di bibir perempuan yang akrab disapa Hinata tersebut, ketika membaca tulisan yang tertera pada layar ponselnya. Pipinya turut merona.
'Sasuke's calling...'
Ah, sang pujaan hati nelpon. Jadi deg-deg-an sendiri.
"Halo..." kata Hinata setelah menekan tombol hijau pada Handphone-nya.
"Halo, Hinata..."
"Y-Ya?" jawab Hinata agak kikuk juga mendengar suara berat tapi lembut milik Sasuke. Akhirnya hari ini dengar suara sang kekasih juga.
"Lagi di mana?"
Hinata kembali berjalan memperhatikan makanan ringan yang terpajang. Sesekali ia berhenti untuk mengambil beberapa bungkus camilan.
"D-Di minimarket depan apartemen. Sasuke-kun sendiri?" tanya Hinata. Tangan kanannya memegang handphone, sedangkan tangan kirinya mendorong kereta belanjaan yang berisi beberapa barang kebutuhan sehari-hari.
"Di balkon kamar. Ngapain ke minimarket?"
"Belanja bulanan. Sekalian beli makanan ringan untuk ke puncak nanti. Hmm, Sasuke-kun mau snack apa?"
Terdengar Sasuke bergumam pelan di seberang sana, tanda Sasuke sedang berpikir.
"Terserah saja. Kau tahu selera-ku, 'kan?"
Hinata tersenyum mendengar pernyataan Sasuke. Ia kemudian mengambil sebungkus snack rasa rumput laut dan biskuit gandum. Ia juga mengambil beberapa biskuit cokelat untuk dirinya sendiri.
"Bagaimana tadi di sekolah?" tanya Sasuke mencoba mencari topik pembahasan. Biasa, biar dapat berlama-lama dengar suara Hinata.
"Biasa saja. Hari ini aku mengajar 3 kelas, ditambah kelas tambahan saat jam pulang sekolah,"
Sasuke merasa sedikit cemburu juga. Murid Hinata mendapat perhatian khusus dari Hinata. Meski pun hanya dalam pelajaran. Tapi tetap saja.
Bisa saja murid Hinata pura-pura bodoh, supaya bisa dapat kelas tambahan dari Hinata. Biar bisa dekat-dekat Hinata, gitu...
"Memangnya kelas tambahan itu perlu, ya? Bikin capek saja," kata Sasuke terkesan cuek.
Hinata menghela napas sambil terus berjalan menuju kasir.
"Sasuke, murid tingkat akhir perlu persiapan khusus untuk ujian akhir nanti," kata Hinata dengan sabar.
"Sai santai-santai saja, kok.." buktinya dia lagi bergalau ria di atas tempat tidur Sasuke. Lebih memikirkan Ino yang ngambek, daripada ujian akhir yang tinggal hitungan bulan.
"Tidak semua siswa diberkati otak se-pintar Sai.."
Benar juga. Akhirnya Sasuke menggumamkan sesuatu tidak jelas. Lebih tepatnya kata yang kurang lebih mengatakan 'baiklah...~'
Hinata mengeluarkan belanjaan-nya setibanya di kasir.
"Sasuke, sudah dulu ya.."
"Oke. Pulangnya hati-hati. Kalau ada apa-apa, hubungi aku. Kalau sampai di apartement, sms aku," kata Sasuke memberikan wejangan pada sang kekasih.
"Iya..Iya.." jawab Hinata maklum dengan sikap berlebihan Sasuke.
"Bye, Hime..."
"A-Ah.. Bye.." Sasuke dapat membayangkan wajah merona Hinata di seberang sana.
Sedangkan Hinata kembali menaruh ponsel-nya di saku, dan kembali mengeluarkan belanjaan-nya di meja kasir.
.
.
.
"Hah? Mengecat rambut-ku?"
"Iya.. katanya kau akan menggantikan posisi Sasuke di hatiku. Aku suka pria berambut hitam seperti Sasuke, suka pria bermata hitam seperti mata Sasuke, suka pria bersuara berat seperti suara Sasuke. Jadi kau harus menjadi seperti Sasuke,"
Karin, gadis berambut merah yang kini berada di mobil sedan milik Suigetsu, terus saja mengoceh di jok mobil di samping pria tersebut. Mereka baru saja pulang dari bioskop, setelah ajakan sepihak dari Suigetsu.
Suigetsu sedikit mengorek telinganya saat mendengar suara Karin yang sedikit melengking.
"Aku. Nggak. Mau." Suigetsu memberikan penekenan di setiap katanya. Perhatiannya tetap terfokus pada jalanan di depannya. Tapi sesekali ia melirik si nona berambut merah tersebut.
Karin melipat tangannya dan menggembungkan pipinya.
"Wajah jelekmu tidak berpengaruh," komentar Suigetsu mengacak rambut merah Karin.
Sedangkan Karin menepis tangan Suigetsu yang berada di puncak kepalanya. Pura-pura merasa jengkel, padahal pipinya merona diperlakukan seperti itu.
Karin itu tidak pernah merasakan punya pacar. Sejak dulu, ia menolak semua pernyataan cinta laki-laki lain, demi mengejar Uchiha Sasuke. Jadi, ia tidak pernah merasakan perhatian dari lawan jenisnya, kecuali dari keluarganya.
Tapi saat ia menerima tawaran Suigetsu, ia merasakan sesuatu yang beda. Suigetsu memang tidak seperti pria di dorama yang sering ia tonton. Bukan pria yang romantis.
Tapi hal-hal kecil yang dibuat Suigetsu membuat Karin deg-deg-an sendiri. Seperti tadi sore, pria itu menjemput Karin di butik-nya. Atau sms singkat yang tadi siang masuk di ponselnya.
"Kau serius tidak, sih?" tanya Karin dengan sedikit lantang, berusaha menutupi kegugupan-nya.
"Aku serius. Tapi aku adalah aku. Aku bukan Sasuke-san, atau siapa pun itu. Aku tidak mau kau melihatku sebagai Sasuke-san, nona..." kata Suigetsu dengan santai.
"Kau yang bilang sendiri, akan menggantikan Sasuke,"
"Tapi aku juga bilang, lupakan dia dan berpaling padaku. Berpaling 'padaku', bukan berpaling pada 'orang' yang menyerupai Sasuke-san,"
Karin terdiam. Suigetsu memang benar. Tapi ia tidak akan pernah mengaku kalau Suigetsu memang benar. Gengsi dong...
"Cerewet," komentar Karin sambil memperhatikan jalanan beraspal di depannya. Setelah itu Karin hanya mendengar kekehan ringan dari Suigetsu.
Suasana hening sejenak.
"Ngambek, ya?"
"Iya,"
"Oh.."
Karin semakin kesal. Dan ia melampiaskan kekesalannya dengan mencubit lengan Suigetsu yang terbalut kemeja berwarna ungu tua.
"Kau menyebalkan..."
Setelah puas Karin kembali bersandar pada jok-nya dan menatap ke depan.
Hening. Hingga mereka sampai di depan rumah Karin. Karin langsung membuka pintu mobil dan ingin segera turun. Tapi Suigetsu menahan pergelangan tangannya.
"Apa lagi, sih?" tanya Karin kesal.
'Cup'
Sebuah kecupan ringan mendarat di jidatnya yang sedikit tertutupi poni. Karin terpaku. Suaranya tercekat di tenggorokan.
"Have a nice dream.." kata Suigetsu.
Karin masih terpaku di tempatnya, membiarkan pintu mobil di sampingnya terbuka.
"Kenapa? Mau di bibir juga?" goda Suigetsu.
"H-Hah? Dasar hentai..." kata Karin.
Ia pun turun dari mobil setelah memukul wajah Suigetsu dengan tas kecilnya. Karin berjalan dengan menghentak-hentakkan kakinya.
"Dasar gigi runcing. Seenaknya mencium jidat orang. Padahal kan belum pernah ada cowok yang nyium jidatku. Dasar jelek..." kata Karin terus mengoceh sampai memasuki rumah dan mendapati pria dewasa berambut merah yang lagi senyum-senyum.
"Siapa, Rin? Pacar kamu, ya?" tanya pria tersebut.
"Iya.." jawab Karin dengan lantang karena masih kesal dan malu.
"Namanya siapa? Kok nggak disuruh mampir? Dari kencan, ya?" tanya pria itu lagi dengan antusias.
"Papa cerewet banget. Sama aja dengan Suigetsu," kata Karin langsung menuju kamarnya. Wajahnya masih ditekuk, tapi ada rona tipis di pipinya.
"Jadi namanya Suigetsu? Arigatou gozaimasu Kami-sama... Akhirnya anakku laku juga..."
"PAPA BERISIK..."
.
.
.
"Sensei," panggil Kiba saat Hinata berjalan melintasi koridor lantai 2.
"Ya? Ada apa, Inuzuka-kun?" jawab Hinata sambil menoleh kearah Kiba yang tampak menggaruk belakang kepalanya.
"Punya waktu sebentar, tidak?"
Hinata melirik jam tangan putihnya. Masih jam istirahat. Kalau sekitar lima sampai sepuluh menit mungkin bisa.
"Oke. Ada apa?"
"Bisa ikut saya sebentar saja,"
Hinata mengangguk dan mengikuti Kiba yang berjalan menuju sebuah ruangan kelas. Setahunya, ruangan ini tidak pernah digunakan lagi.
Tapi saat ia masuk kedalam ruangan itu, ada sekitar dua puluh siswa sedang berkumpul, dan-
KENAPA BANYAK FOTO-FOTONYA TERTEMPEL DI SETIAP SUDUT RUANGAN?
Oke, Hinata tidak menjerit seperti yang author ketik di atas. Ia hanya terperangah melihat ruangan ini. Ruangan ini berwarna ungu lembut, di dindingnya tampak beberapa bingkai foto dengan dirinya sebagai objek, ada beberapa pita juga, dan ada jadwal mengajar Hinata juga yang tertempel di dinding.
Singkatnya, tempat tersebut terlihat manis.
"Sensei, silahkan duduk.." kata anak laki-laki berambut boob yang ia ketahui bernama Rock Lee, sambil menyodorkan sebuah kursi kayu.
Hinata duduk dengan perlahan, masih dengan wajah bingung. Kenapa banyak siswa yang berkumpul di sini? Apa mereka tidak istirahat? Lagi pula, ruangan apa sih ini? Kok Hinata tidak pernah tahu?
"Maaf, bila kami mengganggu, Hinata-sensei..." kata seorang lagi yang bernama Sabaku Kankurou. Hinata tahu dia seorang siswa tingkat tiga.
"B-Baiklah, tapi bisa k-kalian jelaskan, tentang semua ini?" tanya Hinata.
Kiba menghela napas.
"Ini adalah 'Hinata-sensei Fans Club'. Kami fans Hinata-sensei. Kami suka sama Hinata-sensei. Sensei cantik, manis, pintar, lembut, anggun, pokoknya Sensei is the best," kata Kiba dengan antusias.
Hinata terdiam.
"Kami selalu mengagumi sensei. Jadi kami membentuk fans club ini. Kami berkumpul dan menjadikan ruangan ini tempat mencurahkan perasaan kami. Kami bangga sensei dapat berkunjung ke ruangan sederhana kami ini..." kata Lee dengan antusias dan suara yang menggebu-gebu.
"Kami semua menyukai, sensei... Kami menyukai Hinata-sensei yang cantik, baik, anggun. Kami menyukai sensei, seperti laki-laki menyukai gadis pujaan-nya," kata Kankurou, diikuti dengan sorakan setuju dari siswa yang lain.
Hah? Seperti seorang laki-laki menyukai gadis pujaan-nya? What the pel? Siswa-siswa ini bukannya belajar, malah sibuk pikirin cinta-cintaan. Beraninya lagi, mereka suka sama guru mereka. Di laporin ke orang tua mereka baru rasa, tuh...
Halah, yang tadi itu pendapat author. Mari kita tengok perasaan Hinata.
Perasaan Hinata bercampur-aduk. Senang, terharu, bingung, agak risih, dan merasa bersalah. Merasa bersalah? Ya, karena kebaikannya membuka harapan-harapan kosong pada siswa-siswanya.
"A-Arigatou... A-Aku sangat senang melihat perhatian kalian. M-Meskipun ini terlihat berlebihan," kata Hinata setelah hening cukup lama. Pipinya bersemu merah, diikuti seruan kagum dari siswa-siswa di hadapannya.
"T-Tapi, G-Gomenasai..." dan suasana kembali hening dan kali ini terasa menegangkan. Apalagi Hinata berdiri dari duduk-nya dan membungkuk pada siswa-siswanya.
"A-Aku sudah mempunyai kekasih.."
...
...
"APA...?"
.
.
.
~TBC~
Hey... Maaf, Zee nggak jadi update fict Zee yang aku bilang cuma twoshot. Gomenasai... karena suatu hal, Zee nggak jadi publish chapter terakhirnya. Tapi sebagai permintaan maaf Zee, Zee update fict ini. Yeah.. #taburbunga
Hey, kalian yang nanya-nanya kapan fict ini update. Nih.. Zee persembahkan untuk kalian... Haduhh, maap Zee updatenya ngaret, tidak memuaskan, dan lebih pendek dari yang kemarin. Terima kasih atas dorongannya...
Dan yang read and review chapter kemarin, makasih banyak ya... Zee blushing sendiri baca reviewnya... review lagi yah...
Terus, Zee juga persembahkan fict ini untuk 'Someone' di sana yang lagi ngambek. Udahan ah, ngambeknya, nggak seru tahu... :P
Oke, akhir kata..
Read n Review yah...