Disclaimer : Harry Potter © J.K Rowling

Belongs To Me © Back-Total yaoi addict

Rate : M

Genre: Romance & Drama

Pairing : DMHP/JPSS/SBRL/TMRLM

Spoiler Warning : SLASH, OOC, Future!Mpreg, No War No Voldemort, Don't like Don't read!

A/N : Di fic ini James bukan Harry's Father dan Lucius bukan Draco's Father

Please Enjoy It!

.

.

BELONGS TO ME

.

.

Chapter 2!

"WHAT!"—Baiklah, sudah cukup! Berhenti bercanda sebelum tuan Sirius Black yang satu ini naik pitam. Ocehan ababilnya pun tidak luput ambil bagian membuat telinga beberapa murid yang saat itu masih menghabiskan waktu di ruang rekreasi asrama Gryffindor, berdengung nyaring.

Pemuda aristokrat keturunan Black masih tidak percaya dengan apa yang didengarnya barusan. "Kau bercanda, mate," ujarnya dengan tawa yang dipaksakan.

Merlin.. Tertawa seperti itu bukan gaya seorang Sirius Black—Memang! Karena ia biasa tertawa lepas, bahkan ketika orang dihadapannya tersiksa oleh kejahilannya. Cihh.. Tawanya malah semakin lebar.

"Gila," tukas Sirius lagi. Jarum furiousmeter sudah banting stir ke arah garis merah. "Kau sudah gila, Prongs. Bisa-bisanya kau membawa Snivell—Err.. Snape maksudku, ke rumah pamanmu sementara kau tidak pernah membawa kami kesana!" ujarnya jengkel. Sirius sempat menelan paksa air liurnya sendiri ketika mata James berkilat marah padanya.

GOD! Demi panci bolong Merlin!Hampir saja ujung tongkat sihir James melemparkan mantra tak termaafkan padanya, karena dua huruf lagi ia perfect menyebut kekasih sahabatnya dengan julukan masa lalu yang mereka berikan, batin Sirius.

James yang saat itu menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa dekat dengan perapian menghela nafas panjang. Ia memutuskan untuk diam sejenak sampai Sirius Black sahabat yang terkadang—ralat.. bukan terkadang, bahkan sering membuat kepalanya berdenyut—selesai berbicara.

James berganti posisi, meletakan kedua kaki diatas meja dan melipat kedua tangannya didepan dada. Kalau berhadapan dengan Sirius Black memang lebih merepotkan dari pada berkompromi dengan Troll. Bahkan masih lebih baik berendam saat tengah malam dikamar mandi Prefek bersama Mrtyle Merana dari pada mendengar ocehan sahabat satu keonaranya itu.

James berdeham pelan sembari membetulkan posisi kaca mata bulatnya, ketika suara Sirius tidak lagi terdengar. Right, itu tandanya saatnya ia yang berbicara.

"Bukannya begitu, Padd. Hanya saja aku terlanjur janji pada Harry untuk membawa Severus terlebih dahulu. Dan lagipula ini kesempatan terakhir untuk memperkenalkan mereka sebelum Harry memulai tahun pertamanya di Hogwarts," jelas James kepada Sirius.

Memang bukan hal yang sulit untuk membawa Sirius, Remus, dan Peter sekaligus ke rumah pamannya. Sebab selama ia mau semua pasti bisa ia lakukan, bahkan tanpa perlu persetujuan dari sang paman. Tapi ada alasan lain yang membuatnya tak kurun melakukan hal itu. Yeah, apalagi kalau bukan karena Sirius. Oh ayolah, siapa yang bisa menebak keributan apa yang akan dilakukan Sirius nanti? Bisa-bisa rencana untuk memperkenalkan Severus dengan adik satu-satunya yang paling ia sayangi, gagal. Dan lagi menyadari gen pembuat onar dalam dirinya yang tidak bisa diam saja ketika melihat Sirius melakukan kejahilan, yakinlah besar kemungkinan mereka berdua dipanggil pihak kementrian karena menggunakan sihir di kawasan Muggle.

Karena itulah, ia memutuskan untuk menjauh dari ketiga sahabatnya—terutama tuan muda Black—setidaknya sampai ia bisa membuat Harry dan Severus mengenal satu sama lain, batin James penuh harap.

Berlebihan memang. Semua tau James pemuda pemberani dan tidak takut apapun alias 'nekat'. Akan tetapi nayatanya ia juga sedikit khawatir memikirkan pendapat Harry mengenai hubungan khususnya dengan Severus. Lagi pula mengingat tidak lama lagi Harry akan memulai tahun ajaran barunya di Hogwarts. Alhasil, James semakin getol untuk memperkenalkan Severus sebelum Harry mendengar hal itu dari mulut orang lain nantinya. You know, semua jadi semakin sulit jika mendengarnya dari kabar angin.

"Ckk.. Ckk.. Ckk.. Kalau begitu menambah kami sebagai tamu undangan tidak akan menjadi masalah kan, Prongs?" bujuk Sirius. Seringainya melebar dan matanya memincing berharap seeker berbakat dihadapannya setuju akan usulnya.

James menghela nafas panjang, ia terlalu hafal dengan sahabatnya yang satu itu. Bukan Sirius Black namanya kalau menyerah sebelum keinginannya terpenuhi.

Oh ayolah, Paddfoot. Tidak bisakah kau membiarkanku tenang untuk sesaat,batin James bosan.

James—tetap dengan muka super santainya—memainkan ujung tongkat sihirnya dengan menusuk-nusukkan tongkat nya itu kepermukaan marsmellow yang ia dapatkan, entah dari siapa, yang pasti orang tersebut salah satu penggemarnya. Yeah, entahlah.. Ia menerima bungkusan itu secara asal saja tanpa memperhatikan wajah pemberinya.

Tanpa diduga, Sirius yang akhirnya jengah dengan tingkah ababil James yang seolah tidak peduli dengan kata-katanya, mulai berteriak. "PRONGS! Berhenti menyiksa benda kenyal itu. Seriuslah sedikit!"

Arrggh, dari tadi juga aku sudah serius kan? Dasar Sirius,pikir James dalam hati, lalu berhenti merusak wujud makanan kenyal yang kini hancur tak berbentuk lagi.

"Prongs!" sergah Sirius lagi, karena James tidak juga menjawab petanyaanya.

"Oke, fine. Akan kujawab. Asal kau tau, Padd. Aku tidak pernah berjanji akan membawa kalian semua secepatnya! Beda halnya dengan janjiku pada Harry untuk membawa Severus besok! Jadi berhenti memaksakan kehendakmu," jawab James pada akhirnya, dengan wajah penuh kekesalan.

"Cih!" geram Sirius. Dengan kasar ia membanting badanya sendiri keatas sofa tepat disamping sahabatnya. "Okey, aku tau yang kau katakan benar. Tapi, kau tidak boleh seperti itu, Mate. Biar bagaimanapun seharusnya kau tetap membawa kami juga, iya kan?"

"Tidak bisa, tidak mau, dan tidak akan!" tolak James mentah-mentah.

Sirius diam seribu bahasa mendengar penuturan dari sahabatnya. Sementara Remus Lupin—anggota Marauders yang paling normal—yang duduk tepat dihadapan kedua pendiri kelompok remaja pembuat onar itu, menyunggingkan senyuman dibalik buku bacaan yang sedang ia baca. Sudah biasa ia mendengar pertengkaran sepele James dan Sirius seperti saat ini. Sering kali Sirius lah yang memenangkan perdebatan—itupun, kalau James sedang malas-malasnya ribut—tapi tak jarang James yang menang kalau Sirius sudah benar-benar membuat James kesal.

James menengok kearah sahabatnya yang terdiam seribu bahasa. Ia sempat merasa tak enak dengan keputusanya. Wajah sahabatnya yang biasanya menantang itu berubah sedikit—lesu. Dan itu membuat hati James sedikit tidak enak. "Arrgghh.. Oke, fine. Kau boleh kerumah pamanku seminggu setelah aku dan Severus tiba disana. Puas sekarang, Padd?" putus James pada akhirnya. Dia memilih pergi ke kamarnya sebelum dia menyesal dan menarik kata-katanya kembali.

"Nah, itu baru James yang kukenal. Thanks Prongs yang tampan!" sergah Sirius kepada sahabatnya yang beranjak pergi kearah kamar murid laki-laki. Dia terkikik geli melihat James yang sengaja mengacak-acak rambut liarnya sambil menghentak-hentakan kaki, tanda ia tidak sependapat dengan apa yang dikatakan oleh Sirus.

"Kau selalu seperti itu, Siri. Kapan kau akan memberi ketenangan pada James?" ujar Remus Lupin setelah kepergian sahabat mereka, James. Ia menutup buku 'bacaan malam-nya' dan hendak kembali kekamar. Namun, pemuda aristokrat keturunan Black menarik pergelangan tangannya kuat, membuatnya berakhir dipangkuan pemuda tersebut.

"Oh, ayolah Mooney. Mana mungkin aku membiarkan James bersenang-senang sendirian, kan?" ujar Sirius dengan senyum yang tidak bisa diartikan. Kedua tanganya kini melingkar dengan erat di pinggang pemuda bersurai madu, kekasihnya.

'Begitukah? Bukan karena kau tidak suka melihat kebersamaan James dan Severus?' tanya remus dalam hati. Ia tidak kuasa mengutarakan pikirannya secara gamblang.

Sebenarnya sudah sejak lama ia memperhatikan gerak-gerik Sirius tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan. Ia tidak bodoh untuk tidak mengetahui apa yang dirasakan Sirius pada sahabatnya sendiri. Dan rasa cintanya pada Sirius membuat nya menyadari apa yang juga dirasakan Sirius pada salah satu sahabat 'Marauders 'mereka.

'Aku tau apa yang kau rasakan, Siri?' batin Remus lirih. Tanpa dia sadari wajahnya mengekspresikan rasa sedih dihatinya.

"Ada apa, Mooney?" tanya Sirius ketika melihat wajah sedih kekasihnya.

"Hmm? A-Aku.. Tidak. Aku tidak apa-apa.." jawab Remus sekenanya. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya pelan.

Sirius semakin erat memeluk pemuda di pangkuannya. Dia sandarkan wajahnya ditengkuk pemuda berstatus kekasihnya itu. Menghirup aroma yang selalu membuat perasaannya nyaman selama satu tahun ini.

Ada satu rahasia yang tidak pernah diceritakan oleh Sirius, bahkan pada ketiga sahabat 'Marauders'-nya. Rahasia itu adalah perasaan suka dan keinginan untuk memiliki seorang James Junior Potter seutuhnya. Itulah hasrat terbesarnya yang sampai kapanpun tidak akan pernah bisa ia ceritakan pada siapapun.

Sejak dulu Sirius memang dekat dengan James, bahkan sebelum mereka bertemu Mooney dan Wormtail dan mendirikan 'Marauders'. Dari situlah perasaan yang tidak pernah disadarinya tumbuh. Kenyataan yang menyedihkan baginya adalah saat dimana dirinya menyadari perasaan tersebut pertama kali, ketika rasa sakit sudah terlanjur datang dan menoreh dadanya. Rasa sakit yang menoreh tepat ke jantung hatinya disaat orang yang selalu ada disampingnya itu memutuskan untuk menyatakan perasaan cintanya pada orang lain, bukan padanya.

Hampir seminggu penuh Sirius menjadi orang lain. Ia tidak bisa bersikap seperti bisanya melihat James yang tersenyum penuh kebahagiaan merangkul Severus Snape, kekasih barunya. Mungkin tidak akan ada Sirius yang sekarang tanpa bantuan Mooney, sahabat yang baru ia sadari selalu memperhatikannya secara lebih. Menggenggam erat tangannya ketika tubuhya tak sanggup berdiri. Memeluknya dalam diam ketika tubuhnya bergetar menahan perih. Dan membisikan ketenangan ketika dirinya tak lagi mampu menahan tetes-tetes air mata dari segala rasa sakit yang ia rasakan.

Keberadaan pemuda bersurai madulah yang mempercepat masa rehabilitasinya kembali menjadi sosok Sirius Black. Kesetiaan pemuda itu mendampinginya tanpa bertanya sedikitpun apa yang membutnya terpuruk yang membuat Sirius salut dengan pemuda yang sekarang ini menjadi kekasihnya.

Pada awalnya keputusan menjadiakan Mooney sebagai kekasihnya semata-mata hanya karena pelarian dari rasa sakitnya. Tapi, entah sejak kapan yang ada dipikirannya selalu pemuda bersurai madu itu. Sirius sendiri tidak tau. Yang pasti perhatian dan rasa nyaman yang diberikan oleh Remus Lupin lah yang selama setahun ini mengisi kekosongan dihatinya.

"Mooney.." panggil Sirius pelan.

"Hmm?" Remus melingkarkan kedua lenganya ditengkuk Sirius. Dia begitu meyukai ketenangan seperti ini ketika bersama dengan kekasihnya.

"Sweetheart.." panggil Sirius lagi. Kini suaranya semakin pelan hampir tertelan oleh hembusan angin.

"Yes.." Remus mengusap helaian hitam milik kekasihnya dan mencium puncak kepalanya dengan lembut. Hanya disaat mereka berdua saja, tanpa kehadiran teman satu 'Marauders'-nya yang lain, Sirius bisa berlaku seperti itu. Dan Remus sangat menyukainya. Ia menyukai sosok Sirius saat ini, Sirius yang tenang dan lembut.

"My Love.. I.." Sirius menangkup wajah pemuda tampan dipangkuannya. Membelai kedua pipinya yang kini merona dengan kedua ibu jarinya. Ada satu hal yang ingin Sirius katakan sejak lama. Tapi etah kenapa satu kata itu terasa kelu di ujung lidahnya dan tidak kunjung keluar.

"Mooney.. I—"

Brakk..

Sirius hendak memulai kata-katanya. Tapi, tiba-tiba suara benda terjatuh membuat kata-katanya buyar.

Sirius dan Remus sedikit terlonjak dengan suara barusan. Mereka berdua mengalihkan pandangan ke asal suara tersebut. Tidak jauh dari sana duduk dua orang murid Gryffindor lain.

Ah! Betul juga. Kedua murid itu memang sejak tadi ada disana. Sangking asiknya mereka berdua sampai lupa keberadaan orang lain.

Sirius dan Remus tau apa yang membuat kedua orang murid itu melongo sampai-sampai membiarkan buku yang mereka genggam tergolek dengan pasrah dilantai. Yeah, whatever lah yang pasti mereka berdua sudah mengganggu kesenangan Sirius Black. Dan itu pertanda malapetaka..

Sirius memandang tajam murid-murid Gryffindor yang sekarang sedikit gemetar akibat tatapannya. 'Berengsek, berani-beraninya menggangguku! Padahal tadi aku hampir berhasil mengatakannya,' batin Sirius.

Tak mau semakin memperkeruh momen-momen yang sedang romantis, Sirius mengusir kedua murid tersebut dengan halus. But yeah, sehalus apapun tetap saja kalau hal itu keluar dari mulut seorang Sirius Black ujung-ujungnya berakhir mengerikan. Bagaimana tidak jika kau diteriaki kata 'GET OUT' dan dihadiahi satu mantra jahil ciptaan The Marauders yang tersohor. Siapapun pasti menyesal berada satu ruangan dengan salah satu pendirinya.

'Hem.. Hem.. Okey, ku ulangi lagi,' batin Sirius setelah ruang rekreasi Gryffindor kembali sunyi. "Mo-Mooney.. I.."

"Yes, Siri," jawab Remus menunggu kata-kata yang ingin diucapkan oleh kekasihnya yang sejak tadi tidak kunjung keluar. Sedikit kesal dengan ketergagapan pemuda tampan dihadapannya, Remus yang entah mendapatkan keberanian darimana, menekan pinggulnya sendiri kearah pemuda keturunan Black.

"Shit!" Sirius terperanjak ketika 'harta karun' miliknya sebagai pria terhimpit dengan milik kekasihnya.

Tindakan tiba-tiba kekasihnya seketika membuatnya lupa dengan apa yang ingin ia katakan. Merlin.. Mana tahan seorang Sirius Black ditantang dengan hal seperti itu. Sepertinya Remus Lupin lupa dengan siapa dia berhadapan. GOD.. Dengan Sirius Black! Entah, apa yang Remus pikirkan, yang pasti dia telah membangunkan moster dalam diri Sirius Black.

"Akh!" pekik Remus ketika Sirius tanpa peringatan membantingnya ke sofa yang mereka duduki. Ia tidak sempat mengelak ketika pemuda aristokrat keturunan Black menindihnya.

Ada perasaan kaget, terganggu, tapi juga suka dengan perbuatan Remus tadi. Janggut Merlin, padahal ia hampir berhasil. Kapan lagi ia ada kesempatan megatakannya.

"Kau tau apa yang kau lakukan, manis?" bisik Sirius ditelinga kekasihnya. Ia pun memperkecil jarak diantara mereka berdua. Hingga akhirnya ia dapat manangkap bibir Rumus dengan bibirnya sendiri.

"—Siri," gumam Remus disela pagutan sang kekasih. "Mmh.. Siri, stop—Mmmh," percuma saja, apapun usaha yang ia lakukan tidak akan menuai hasil. Ia tau bagaimana sifat Sirius ketika berurusan dengan hal-hal berbau seksual. Tapi, bagaimanapun ia harus menolak kalau tidak mau dipergoki murid lain. "STOP IT!" teriak Remus, kedua tanganya sekuat tenaga mendorong bahu sang kekasih.

"Why, Mooney?" kening Sirius berkerut, ia sedikit terganggu dengan penolakan pemuda dihadapannya.

"Maaf, Siri. Bukan aku ingin menolakmu, tapi bisakah kita.. Err, melakukannya ditempat lain. Kau tau, murid yang lain bisa tiba-tiba datang kapan saja," ujar Remus, semakin pelan diakhir kalimat yang ia ucapkan. Wajahnya pun tak luput dari kabut-kabut kemerahan. Oh, ayolah, ia memang pemuda pemalu untuk urusan seperti ini, tidak seperti James dan juga Sirius.

Tatapan Sirius semakin intens. Ia tau Remus seorang pemalu, dan itu membuatnya semakin terlihat menarik. Perhatikan saja kedua pipinya yang mulai merona! Arrghhh, membuatnya ingin memakan pipi itu sekarang juga, batin Sirius.

"Baiklah," ujar Sirius singkat. Ia melingkarkan kedua tanganya dan kembali merengguh tubuh pemuda dihadapannya. "Kalau begitu tunggu apa lagi, Mooney!" bisik Sirius pelan ditelinga sang kekasih.

"Akh!" pekik Remus ketika tanpa peringatan Sirius mengangkat tubuhnya, menuju pintu keluar asrama Gryffindor. Oh God, ia bisa mati jika terus menerus diperlakukan seperti itu, batin Remus seperti seorang gadis.

.

#

.

Sementara itu dikamarnya, James masih merasa kesal dengan sahabat satu genk-nya, siapa lagi kalau bukan Sirius. Dia terus-terusan meracau sambil sebentar-sebentar mengacak rambutnya yang sudah berantakan.

Petter Petigrew atau yang biasa dipanggil Wormtail oleh anggota 'Marauders' lain mendadak membuka matanya mendengar racauan kadang juga makian yang entah dikeluarkan oleh siapa. Intinya orang tersebut mengganggu tidur nyenyaknya.

Petter mengerang dan mengusap matanya yang masih mengantuk. Dia mencari-cari siapa sosok yang mengganggu ketenangannya. Dan.. Oh..

"Merlin, Prong! Kau mengganggu tidurku!" sergahnya tidak suka. Biasanya yang selalu ribut dan megganggunya itu Sirius, tapi kenapa sekarang malah James. Oh, ayolah.. sudah cukup satu orang Sirius Black, jangan ditambah lagi.

"Ugh, sorry mate," sesal James karena telah mengganggu tidur sahabatnya.

"Good. Sekarang lebih baik kau ganti pakaian dan segera tidur, James. Selamat malam," ujar Petter sekenanya. Rasa kantuk benar-benar membuatnya malas meladeni siapapun. Bahkan ia berani memakai nada yang mengintimidasi seperti itu pada James. Yeah, untung itu James, sahabatnya yang loyal tidak seperti Sirius. Kalau seandainya itu adalah Sirius, walau sangat mengantuk sekalipun Petter masih waras untuk tidak menggunakan nada seperti itu pada seorang Sirius Black.

"Wormtail?" panggil James ragu.

Petter menghela nafas panjang. "Apalagi, Prongs?" jawab Petter gemas. Please, Merlin.. Sebarkanlah ketenangan di dunia ini.

"Err, kau kuundang kerumah pamanku seminggu setelah libur akhir tahun berlangsung," ujar James dengan cepat. Sebanarnya ia malas mengatakannya, tetapi ia terlanjur mengajak Sirius dan itu berarti semua anggota 'Marauders' juga akan ikut.

Petter tercengang mendengar kata-kata James barusan, "What?".

Ada apa sebenarnya? Apa sebentar lagi kiamat? Apa janggut merlin akhirnya tipangkas? Ah! Atau selir-selir Merlin bertengkar lagi?

Gila, sebenarnya apa yang sudah diperbuat Sirius sampai-sampai James merubah pikiranya dan memutuskan untuk membawa mereka ke rumah pamannya. Padahal sejam yang lalu di ruang rekreasi, sebelum ia memutuskan untuk tidur duluan, sahabatnya masih menentang keinginan Sirius. Sebenarnya apa yang terjadi? Arrggh, masa bodo lah dengan sahabat-sahabatnya. Sekarang ia butuh istirahat penuh untuk menyongsong hari libur besok.

.

#

.

Diruang rekreasi asrama Slytherin, Lucius Malfoy duduk disalah satu sofa. Sebelah tangannya memegang buku sejarah sihir terlarang dan tanganya yang bebas menopang dagunya. Sudah cukup lama ia duduk disana. Meski waktu sudah mendekati tengah malam ia tetap tidak beranjak dari posisinya.

Tapi, bukan tanpa alasan pewaris keluarga bangsawan Malfoy itu menunggu disana. Itu semua dilakukan demi adik satu-satunya yang sejak makan malam tadi tidak terlihat batang hidungnya. Bahkan rambut pirang khas Malfoy miliknya juga tak nampak sejumput pun.

Lucius menengadah begitu merasa pintu asrama Slytherin terbuka. Berharap itu adalah Draco.

Dan ternyata benar. Karena, adiknya itu kini masuk dengan penampilan yang—Err.. Tidak Malfoyish sekali. Dasi yang menggantung tak terikat, dua kancing kemeja teratasnya yang terbuka, dan jubah yang dikesampingkan dibahu kananya.

"Luce!" Draco tersentak mendapati kakaknya masih berada di ruang rekreasi.

"Dari mana saja kau?" tanya Lucius. Ia memang orang yang dingin, tapi tidak dihadapan adiknya. "Bagaimana kalau kau tertangkap basah melanggar jam malam, Darco?"

"Tidak akan, Lucius," jawab Draco. Ia mendekat kearah Lucius dan duduk disampingnya, menyadarkan kepalanya pada sandaran kursi. Ia juga berharap Lucius tidak bertanya perihal kepergiannya barusan. Dan nyatanya ia salah, Lucius mulai menginterogasinya. "Pergi kemana kau barusan?" tegasnya langsung.

"Manara Astronomi," jawab Draco singkat sebelum ia menutup mata. Yeah, sepertinya efek begadang sejak dua hari lalu akhirnya muncul.

"Bersama anak itu?" tukas Lucius.

Draco hampir saja tertawa, kalau tidak melihat tatapan tajam dari Lucius, "Dia hanya dua tahun lebih muda darimu, Luce. Terlalu aneh jika mendengar kau memanggilnya dengan sebutan 'anak itu'."

"Terserah. Ku tanya sekali lagi, apakah kau pergi bersama dia?" Lucius memang bukan orang yang suka mencampuri urusan orang lain, meskipun itu adiknya. Tapi perasaanya kali ini mengatakan bahwa ia perlu ikut campur.

"Hm," gumam Draco pelan.

"Bagus," ketus Lucius, ternyata perasaanya benar untuk mencampuri urusan adiknya. "Ku beri tau, Draco. Aku bukan orang yang suka mencampuri privasi orang lain, apalagi masalah melankolis yang berhubungan dengan cinta. Tapi setelah melihat kelakuanmu, aku berubah pikiran. Kuperingatkan kau Draco, hentikan bertindak demikian karena kau belum pantas melakukan hal seperti itu."

Draco menghela nafas panjang, Ia tau apa maksud Lucius. Dipergoki ketika bercumbu dengan kekasihmu, oleh kakakmu sendiri, sepertinya suatu kesalahan besar. "Aku tidak melanggar batas," jelasnya singkat.

Lucius menyeringai sinis, ia tidak yakin degan apa yang didengarnya,"Benarkah?"

Draco pun mengela nafas lagi, menghadapi ketidak yakinan sang kakak. Ia juga sadar akan sikapnya yang selalu membuat Lucius berburuk sangka, "Aku serius ,Luce, not have a sex apalagi making love. Lagipula semua yang kulakukan semata-mata hanya untuk mengisi waktu luang."

Lucius tersentak dan detik berikutnya tawa sinisnya mengisi ruang rekreasi asrama Slytherin. "Mengisi waktu luang, katamu?" Lucius menggeleng-gelengkan kepala tak percaya dan menatap sang adik sinis. "Tak ku sangka kau orang yang seperti itu, Draco. Kau membuatku kecewa," ujar Lucius sebelum beranjak pergi tanpa menunggu pendapat sang adik.

"Wait," ujar Draco, menghentikan langkah Lucius. Ia tidak mau Lucius benci padanya, karena hanya Lucius, satu-satunya orang yang ia percaya dan ia sayangi. "Maaf," bisiknya.

Sebelah alis Lucius terangkat, jarang sekali ia mendengar kata tersebut muncul dari mulut sang adik, "Maaf? Untuk yang mana?"

Draco menutup kelopak matanya dengan erat kemudian mendesah, ia tau Lucius secara tak langsung sengaja memaksanya mengatakan semua penyebab tindak tanduknya. Dan kali ini ia pun tidak bisa menghindar. "Baiklah, maaf karena aku berkencan hanya untuk main-main, maaf karena aku melakukan perbuatan yang tidak pantas, maaf karena aku melanggar jam malam, maaf karena aku menyembunyikan semuanya darimu, dan yang paling penting, maaf karena aku bersikap tidak seperti seorang Malfoy!"

Lucius bergeming, sudut bibirnya terangkat. Ia tau Draco bukanlah pemuda yang banyak bicara. Lagi pula Draco pemuda yang 'tutup mulut' dan misterius mengenai tindak tanduknya. Tapi ia tau, cara membuat Draco membuka mulutnya.

Dengan apa?

Dengan, bersikap seolah ia tidak suka terhadap Draco. Ia tau Draco begitu hormat padanya dan menganggapnya saudara, teman, dan mungkin juga sekutu paling penting.

Lucius berdeham dan perlahan kembali duduk disamping sang adik, "Lalu?"

"Lalu?" ujar Draco, matanya memincing. "Hhh, baiklah. Lalu aku akan berhenti melakukan semua hal yang kau anggap tidak baik," ujarnya lagi dengan sengaja menyelipkan nada tak suka dari kata-katanya.

"Termasuk, urusan anak itu?" tanya Lucius.

"Ya, termasuk masalah Oliver! Kalau perlu, besok aku akan putus denganya," sergah Draco. Apapun akan ia lakukan demi Lucius, batin Draco berlebihan.

Lucius mengangguk dalam diam. Kalau begitu semua masalah telah selesai, batinya.

Sesaat mereka berdua saling diam, sebelum akhirnya Draco kembali membuka mulutnya, "Kalau begitu, boleh aku tidak berlibur dirumah?"

Lucius menghela nafas berat, baru saja satu masalah selesai dan ternyata muncul masalah lain lagi, "Tidak Draco. Sebelum kau meyelesaikan masalahmu dengan Dad dan Mom, jangan harap kau bisa kabur!"

Draco berdesis pasrah. Ia jauh lebih tidak suka berurusan dengan kedua orang tuanya di banding berurusan dengan Lucius.

...

~TO BE CONTINUE~

...

A/N:

Dear Lovely Readerss,

Kata MAAF yang paling besar untuk para reader karena Back baru updet fic ini. Sebelumnya terima kasih banyak atas responya, senang sekali kalian suka fic ini. Doakan juga semoga Back selalu dipenuhi inspirasi agar fic ini terus berjalan dengan menarik. Sekali lagi Thanks.. Jangan lupa meninggalkan kesan, pesan, saran, atau apapun.

With all my heart,

Back-Totalyaoiaddict

...

^_^ THANKS A LOT ^_^

...