Baby Blue Eyes

by Megumi Kei

RevRep:

Zanpaku nee: Yep. Kira-kira begitu karena mimpi sendiri belum pasti berakhir dengan 'akhir' :) Ohohoho, lebih muda ya? Kalau gitu, panggilnya Zan-chan kah? *berasa manggil Zangetsu dgn imut* *plak*

lovely orihime: Yah, namanya juga emang cinta, pastinya bisa bikin seseorang berubah walau ada beberapa yang kelihatan perubahannya, ada juga yang ngga kelihatan =)) Araa... Mistype-nya dimana? O_O" Saya kalau nyari sendiri malah ngga jeli *OTL* Dan mengenai imbuhan, itu kebiasaan buruk sih, susah diperbaiki jadi sering banget miss, tapi semoga yang sekarang ngga ya. Kalau ternyata ada yang miss lagi, kasih tau aja, supaya saya ngga berulang kali ngelakuin kesalahan yang sama ;)

CCloveRuki: Yak. Lemon di chapter ini sesuai yang saya janjikan. Mohon maaf kalau kurang asem! ;D

Ivera Jeagerjaques: Ingin hati sih dibuat mati beneran. Tapi... Ngga jadi =))" Saya belum sampai setega itu untuk matiin Ichigo dalam cerita saya... *OTL*

Author's Note:

Hei, kalian memperhatikan ngga kalau nama karakter dalam option fandom Bleach nambah? O_O Saya liat muncul nama-nama baru yang selama ini saya tunggu-tunggu kemunculannya! XD Mulai dari Kokuto, Kugo Ginjou, sampe Tsukisima! Waaan~! Saya jadi ingin bikin Kugo x Ichigo ./. *slap*

*ehem*

Yak, sesuai yang saya katakan di chapter sebelumnya, chapter ini adalah chapter penutup a.k.a chapter akhir! Dan kelihatannya karena saya keasikan dengan scene di bar, jadi kepanjangan O_O" Semoga kalian suka chapter ini. Selamat membaca dan jangan lupa beritahukan kesan-kesan kalian ya! ;)

Warnings:

Yaoi. Male x Male sex. Mention of yuri between Rukia and Orihime. Alcohol use. And another things that's not suitable for children. Fluff. OOCness (yah, siapa sih yang ga akan OOC kalau lagi nge-sex?)

Disclaimer:

I don't own Bleach, it's Kubo Tite. I used it just for fun...

Words Count:

3.688 —tidak termasuk a/n


Epilogue: Baby Blue Eyes


"Kau masih belum mengatakannya?"

Ichigo menggeleng, "Aku tidak bisa, Shin..." kemudian menghela nafas.

"Tapi, Ichi-chan... Kau dan Grimmy kan—"

"AKU TAHU, SHIN! Aku tahu... Aku hanya..."

"..."

"... Aku... Aku takut..."

"Ichi-chan..."

"... Aku takut ia akan menjauhiku jika... jika ia mengetahui mengenai hal... itu." Menundukkan wajah, dan menutupnya dengan menggunakan kedua telapak tangan, Ichigo tidak mengatakan apa pun lagi.

Shinji merasa perasaan Ichigo tidak salah, jadi ia memutuskan untuk diam.

XOXOXO

Berpakaian dengan menggunakan jeans ketat berwarna hitam, kemeja merah marun yang lengannya digulung hingga sikut—membungkus tubuhnya dengan sempurna sehingga bisa terlihat jelas setiap lekuk tubuh dan dada yang bidang—membiarkan tiga kancing teratasnya terbuka sehingga memperlihatkan dengan jelas wife beater hitam yang ia kenakan dibaliknya, disertai dengan sentuhan akhir berupa arloji perak ditangan kiri dan rantai yang tersemat dibagian pinggang, Ichigo duduk dihadapan sebuah bar, segelas Armagnac ditangan, dan tertawa ketika kawan disebelahnya mengatakan sesuatu yang menggelitik.

Hari ini adalah salah satu dari sekian banyak hari ia memutuskan untuk berkumpul dan bersenang-senang bersama teman-teman kuliah, serta teman semasa SMA dulu. Berkumpul di Seireitei, sebuah klub malam yang dikelola oleh salah seorang paman dari Hisagi Shuuhei, teman satu fakultas yang kebetulan ia kenal ketika sedang ada kelas besar mengenai Psikologi.

"Oh ya ampun. Dia datang. Kurasa aku menyingkir dulu selama beberapa waktu."

"Eh? Kenapa?"

Belum sempat Ichigo mendapat jawaban dari pertanyaannya, Shuuhei melesat ke arah dance floor, tidak mempedulikan wajah sang pemuda berambut oranye yang langsung kusut karena ditinggalkan tanpa sebab yang jelas.

Tapi, kekusutannya itu hanya sementara, "Kurosaki-kun, selamat malaaaam!" Fuck!, jeritnya dalam hati. Sekarang ia mengerti mengapa Shuuhei langsung kabur begitu saja. Kuharap kau terpeleset ke dalam sungai dan terseret hingga Amazon, Shuuhei, adalah rutukan yang dipilih oleh Ichigo karena ia tahu, teman berambut hitamnya itu sangat membenci hutan yang penuh dengan serangga tidak dikenal.

Oh ya, ia tidak pernah lupa bagaimana reaksi sang teman ketika ia memberitahu ada capung yang bertengger dikepalanya.

"Euh... Malam, Inoue... dan Chad!" Sapaan ragu-ragu untuk gadis bersurai coklat terang itu berubah cerah, saat kedua iris madunya menangkap sosok seorang pemuda bertubuh besar yang sangat ia kenali sebagai kawan baiknya semenjak SMP. Ia yakin, jika Sado datang bersama Orihime, maka tidak akan ada Mystery Food-X[1] malam ini.

Dan ia menghela nafas lega yang sangat panjang.

"Bartender-nii, aku pesan Blue Motherfucker ya~!" Inoue berteriak dari posisinya sembari melambai kearah bartender yang kini menganga menatapnya, membuat Ichigo sempat menyemburkan minumannya sendiri, sedangkan Sado dengan cueknya mengambil tempat duduk didekatnya.

Ichigo menggelengkan kepala dengan sedikit semburat pink diwajahnya, Inoue memang tidak pernah berubah. Dan saat itulah ia menyadari ada seseorang yang kelihatannya menghilang. "Mana Rukia?" Bertanya kepada Sado, ia yakin Rukia merupakan seorang party gooer yang tidak pernah rela kehilangan satu kali pun kesempatan untuk bersenang-senang bersama teman di bar.

"Sebaiknya kau tanyakan saja kepada dia." Sado menjawab sembari menunjuk kearah Orihime yang kini terkikik-kikik sendiri.

Melihat ekspresi Orihime saat itu, Ichigo mengerang dan menjatuhkan kepalanya keatas meja bar. "Jangan bilang..."

"Siang ini aku mencoba membuat sup, namun kelihatannya ada bumbu yang salah kumasukkan sehingga Rukia tidak bisa berhenti buang air besar sampai sekarang." Jelas gadis 20 tahun itu sambil mengadu-adu telunjuknya sendiri, sementara kedua matanya menatap Ichigo dengan gugup.

Saat itu Ichigo tahu bahwa ia tidak ingin mengetahui apa yang dipakai Orihime sabagai bahan sup.

Ia tidak akan merasa aneh jika gadis itu memasukkan kopi bubuk kedalamnya.

"Dan... Oh! Katanya dia mencret."

... dan ia tidak ingin tahu mengenai bagian itu juga. "Errrr... Kurasa aku tidak perlu tahu selengkap ini mengenai keadaan kekasihmu itu, Inoue..." Oh? Apa kalian menyangka Ichigo salah berkata disini? Tidak kok. Apa yang dikatakan Ichigo barusan benar adanya. Orihime dan Rukia memang sudah menjalin hubungan semenjak SMA. Dan tentu, sangat lebih daripada teman. Semenjak kuliah semester 2 kemarin ini, Rukia pindah ke apartemen Orihime untuk mulai tinggal bersama.

Semenjak itu pula, Rukia cukup sering mengalami yang namanya sembelit.

Alasannya sudah jelas.

"Oh ya, Kurosaki-kun, mana Jaegerjaques-kun?"

Menatap ke arah Orihime, Ichigo menaikkan kedua alisnya. Benar. Karena tadi ia terlalu asik mengobrol dengan Shuuhei, ia jadi tidak memperhatikan kemana Grimmjow pergi. Tapi, ketika ia merasakan dua lengan jenjang dan kekar memeluknya dari belakang, ia merasa tidak perlu menjawab pertanyaan Orihime lagi. Seukir senyum kecil muncul diwajah Ichigo, dan ia sedikit menyandarkan tubuhnya pada dada bidang yang kini menempel dengan punggungnya. Kehangatan yang ia rasakan membuatnya menghela nafas puas, "Kau benar-benar panjang umur, Grimm."

"Hmm..." Ichigo tertawa kecil saat Grimmjow merapatkan dirinya, "Aku sedih kau sempat melupakan keberadaanku tadi, babe." Grimmjow berkata dengan menggunakan suaranya yang berat dan serak tepat ditelinga Ichigo, tersenyum menyeringai saat sang pemuda gemetar. "Bagaimana dengan satu lagu?"

"Kau mabuk..." Saat itu Ichigo bisa mencium bau alkohol dari Grimmjow, tapi bukan berarti juga hal itu akan membuatnya menolak permintaan Grimmjow untuk menari bersamanya. Tersenyum, Ichigo pun bangkit dari duduknya, "Maaf, Inoue, Chad, kurasa ada seseorang yang butuh baby sitter." Ia pun tertawa ketika mendengar kekasih bersurai birunya itu mendengus.

"Nikmati waktumu, Kurosaki-kun~"

What kind of magic spell to use

Slime and snails

Or puppy dog's tails

Thunder or lightning

Then baby said

Dance magic, dance (dance magic, dance)

Dance magic, dance (dance magic, dance)

Put that baby spell on me

Jump magic, jump (jump magic, jump)

Jump magic, jump (jump magic, jump)

Put that magic jump on me

Slap that baby, make him free

Dentuman demi dentuman bass yang menyuarakan musik dengan irama cepat menggema diseluruh dance floor, tidak ada suara lain yang bisa didengar saat ini, membuat pikiran Ichigo sempat melayang.

Tidak bisa ia percayai, sudah 2 bulan berlalu semenjak kejadian itu. Ia kaget, tidak banyak yang berubah dalam kehidupannya, padahal ia sudah berpikiran hari-harinya tidak akan pernah bisa terasa sama lagi jika ia memang bisa keluar dengan selamat saat itu. Semuanya berjalan seperti biasa, seolah kejadian itu tidak pernah terjadi sekali pun dalam kehidupannya. Semua, kecuali dua hal memang. Satu adalah ketika ia tersadar kembali di rumah sakit akibat dadanya tertembak, hal pertama yang ia lihat adalah sepasang mata berwarna biru terang memandangnya dengan penuh perasaan, dan ia tahu, mulai saat itu ia dan Grimmjow tidak akan pernah terpisahkan lebih dari 5 langkah—secara harafiah.

Yang kedua...

Ichigo yang semenjak tadi digiring Grimmjow, kini sudah tiba ditengah-tengah dance floor. Irama musik yang penuh semangat, tanpa ia sadari mulai membuat dirinya menggoyangkan pinggang. Sesekali bibirnya menyenandungkan lirik yang terdengar. Gerakannya dan gerakan Grimmjow saling mengisi, saling mengikuti satu sama lain. Ichigo tersenyum lebar, dan Grimmjow membalasnya dengan cengiran yang memperlihatkan barisan gigi-gigi putih.

Ia sadari tubuh Grimmjow yang semakin mendekat, dan kedua lengan jenjang kekasihnya itu mulai menelusuri tiap lekuk tubuhnya dalam gerakan yang sensual. Dan bisa Ichigo rasakan, detak jantungnya yang semakin cepat. Gusar. Yang didepanmu itu Grimmjow, Ichigo. Grimmjow, dan bukan laki-laki itu. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri.

Dan kedua lengan itu tiba dipanggulnya.

Dengan sekuat tenaga, Ichigo mendorong keras hingga kedua lengan itu menjauh. Nafasnya terengah-engah sekarang karena detak jantungnya yang sangat cepat. Untuk beberapa waktu, pandangannya sempat tidak fokus dan memutih, seperti orang yang hendak kehilangan kesadaran. Namun, ekspresi kaget dan kebingungan yang terpancar dari kedua iris biru dihadapannya membuat Ichigo kembali tersadar dari bayangannya.

Nafasnya tercekat.

Dihadapannya, Grimmjow jatuh terduduk, memandang kearahnya dengan kedua mata yang membelalak.

"Ichigo?"

"Aku..."

Mendengar namanya dipanggil oleh Grimmjow, Ichigo merasa harus mengatakan sesuatu, namun tidak tahu apa. Ia hanya terdiam dengan bola mata yang bergerak-gerak tidak tentu arah, menatap kearah sang kekasih yang masih terduduk dan beberapa pengunjung lain yang melihat kearah mereka. Disudut matanya, ia bisa melihat Shinji menghampiri.

Dan ia semakin gusar.

—dan memilih untuk lari.

XOXOXO

"Ichi—! ... Shinji?"

Tubuh Grimmjow yang tadinya hendak bergerak menyusul Ichigo yang mendadak lari menjauh, tertahan ketika melihat Shinji muncul didepannya. Baru kali ini dirinya melihat pemuda bersurai blondie itu memasang wajah yang sangat serius dan nampak memikirkan sesuatu yang sulit, sehingga ia hanya terpaku, menunggu Shinji membuka mulutnya terlebih dahulu.

Dan dengan segera dikabulkan.

"Kita bicara dipinggir saja, Grimm."

Grimmjow mengikuti Shinji yang berjalan kepinggir bar, agak jauh dari keramaian yang ada sehingga mereka tidak perlu bicara sambil teriak-teriak ditengah musik yang meraung-raung. Dengan menyandarkan tubuhnya pada dinding, Shinji tidak langsung bicara dan hanya menyilangkan kedua lengannya sembari menatap kearah Grimmjow. Mengerutkan dahi, pemuda bersurai biru itu balas menatap teman bersurai blondienya itu. Dan menghela nafas ketika dirasakannya cukup untuk saling melotot satu sama lain.

"Dengar, Shinji. Aku tidak tahu apa yang kamu inginkan, tapi sekarang ini aku—"

"Aku justru ingin membicarakan mengenai itu."

Alis terangkat, Grimmjow kini mengembalikan arah pandangannya kepada Shinji yang baru saja memotong pembicaraannya. "... Apa yang kamu ketahui?" Melihat perubahan pada ekspresi wajah Shinji yang semakin terlihat suram, Grimmjow merasa dadanya terasa sesak. Oh yeah, ia yakin tidak akan menyukai isi pembicaraan ini. Tapi, ia juga tahu, mau tidak mau ia harus mendengarkan apa yang akan pemuda dihadapannya itu katakan, jika ia memang benar menyayangi Ichigo.

Ia bisa menebak, terjadi sesuatu disaat Ichigo disekap. Sesuatu yang tidak berani ia bayangkan sebelum mendapat pengakuan dari orangnya sendiri. Walau ia tahu, kekasihnya itu membutuhkan waktu lama untuk berterus-terang kepadanya, ia bersedia menunggu.

Ia akui bahwa dirinya bukanlah seseorang yang bisa bersabar, namun selama ini Ichigo selalu berhasil membuatnya melakukan hal-hal yang belum pernah ia lakukan sebelumnya.

Dan ia tidak merasa masalah dengan hal itu.

"..."

"Shinji..."

"Fine. He was raped."

XOXOXO

Membasahi wajahnya dengan air keran, Ichigo kemudian hanya berdiri diam didepan wastafel, membiarkan keran terus menyala menghasilkan suara air yang keluar deras. Ia menghela nafas. Menatap bayangannya sendiri yang terpantul di cermin, kedua alisnya berkerut. Tidak bisa ia percaya, setelah 2 bulan menahan rasa takutnya, akhirnya ia benar-benar menolak Grimmjow begitu saja. Padahal selama ini ia selalu berhasil menghindar tanpa perlu mendorong pemuda itu seperti tadi.

Ia tidak tahan melihat ekspresi kecewa akan penolakan yang berani dari Grimmjow. Ia mendorong sang pemuda bukan karena ia tidak menginginkan pemuda itu—hell, ia malah sangat menginginkannya, tapi ada satu bagian dari dalam dirinya yang selalu bergerak sendiri untuk menjauh.

Ichigo sadar betul bahwa dirinya hanya paranoid.

Laki-laki itu sudah mati, dan tidak mungkin Grimmjow akan memperlakukannya seperti yang laki-laki itu lakukan kepadanya. Ia percaya kepada Grimmjow, tapi perasaan takut itu selalu membayangi, membuatnya entah mengapa tidak bisa memberikan kepercayaan penuh kepada sang pemuda. Dan menyadari pikirannya sendiri itu, hatinya terasa sakit.

Grimmjow sudah melakukan banyak hal padanya, apa lagi yang kurang?

Gelengan kepala. Ichigo menekan-nekan tulang hidungnya, merasa dirinya saat ini terlihat sungguh konyol. Shinji mengatakan, bahwa ia seharusnya mengatakan sejujur-jujurnya kepada Grimmjow. Di dalam hati, Ichigo juga setuju dengan perkataan temannya itu, hanya saja ia tidak bisa. Memang ia merasakan takut Grimmjow akan menjauhinya jika ia mengatakan yang sesungguhnya, tapi disisi lain dirinya, sisi dimana harga dirinya bertahan beranggapan ia hanya akan kelihatan lemah jika mengakui kenyataannya.

Perlu diketahui, ia menyandang nama "Ichigo" bukan untuk dipandang seperti itu.

Bertumpuan pada sisi wastafel, perlahan Ichigo membuka kedua matanya yang sempat terpejam dan tersentak kaget saat melihat bayangan lain yang terpantul di cermin. Sepasang iris biru terang menatap tajam kearahnya, bibir yang terpampang disana terpasang dalam satu garis lurus. Ichigo mengerjap.

Grimmjow.

Berdiri tepat dibelakangnya, dekat, tapi tidak cukup dekat untuk bisa meraih pundaknya. Pemuda itu kelihatan ragu untuk mendekatinya, namun kedua iris biru itu memancarkan kepedulian dan... pengertian.

Apakah Grimmjow tahu?

Deg.

Ia cerita kepada Shinji, tidak ada jaminan Shinji tidak menceritakannya juga kepada Grimmjow. Damn, kenapa tidak terpikirkan sebelumnya hal itu olehnya? Ia jadi merasa bodoh sendiri.

Dengan cepat Ichigo mematikan keran yang masih menyala dan berbalik menatap Grimmjow, "K-k-kau t-tahu?" Ia tergagap, menatap sang pemuda lurus dimata, seolah mencari jawaban jujur yang belum diberikan padanya. Grimmjow hanya mengangguk, tidak ada sedikit pun suara yang dia hasilkan membuat Ichigo menunduk. Terlihat seperti seseorang yang kalah perang, "Grimm... a-aku..." Ia tidak jadi menyelesaikan kata-katanya saat Grimmjow meletakkan telunjuknya didepan bibir Ichigo.

Menyuruh pemuda bersurai oranye itu untuk diam. Gelengan kepala diberikan, tanda bahwa Grimmjow mengerti. Dan Ichigo hanya diam membatu, membiarkan tubuhnya dipeluk, merasakan kehangatan yang menyerang tubuhnya secara serentak, dan ia menghela nafas lega. Ia lingkarkan kedua lengan jenjangnya ditubuh pemuda yang lebih tinggi darinya itu.

Saat itulah, Ichigo tidak bisa menahan kata-kata itu untuk tidak keluar dari mulutnya.

"Aku membutuhkanmu... Grimm..."

XOXOXO

Ichigo tidak ingat bagaimana bisa ia kemudian berakhir di apartemennya sendiri, bersama Grimmjow. Segera setelah ia selesai membuka kunci pintu depannya, Grimmjow langsung menyerangnya, menempelkan bibirnya dengan bibir Ichigo. Tidak berdaya untuk menolak, Ichigo memberi penyerangan balik, membiarkan lidahnya beradu dengan lidah Grimmjow. Hingga kemudian Grimmjow menang sebagai seorang dominan dan mendorong masuk kembali lidah Ichigo kedalam mulutnya, membuat sang pemuda bersurai oranye memeking.

Terhuyung mereka berjalan masuk ke dalam apartemen, tidak sekalipun melepaskan ciuman panas diantara keduanya. Ichigo terus terdorong oleh Grimmjow, dan satu-persatu bisa ia rasakan pakaian yang tengah ia kenakan terlepas. Membuat sebuah jejak menuju kamarnya. Ia bahkan membiarkan tubuhnya terjatuh begitu saja ketika kakinya tersandung tepian ranjang.

Mendarat dengan 'oomph' ringan, akhirnya mereka menyudahi ciuman mereka dan menatap satu sama lain selama beberapa waktu.

Grimmjowlah yang pertama kali menyunggingkan senyum, dan membuka mulut untuk berbicara, "Jangan coba-coba untuk menutup matamu, Ichi. Aku ingin kau melihat bahwa dirikulah yang melakukan ini padamu, bukan dia." Ia nampak tersenyum puas ketika Ichigo tanpa ragu menganggukkan kepalanya. Kemudian ia bangkit, dan melepaskan sisa pakaian yang masih menempel, menyusul Ichigo yang sudah tanpa busana lebih dulu, berbaring menatapnya dari ranjang.

Tidak sekalipun kedua iris madu Ichigo lepas dari sosok kekasihnya. Jantungnya berdetak dengan sangat cepat setiap kali Grimmjow melepaskan lembar demi lembar pakaian yang ada. Membuatnya semakin lama semakin bergairah, dan perasaan itu hampir membuat rasa takutnya pergi begitu saja.

... Ia butuh pengalihan perhatian secepatnya.

Memejamkan mata erat, Ichigo tiba-tiba bangkit dari posisinya dan merangkak mendekati Grimmjow. Ia genggam pinggang sang pemuda, dan memutarnya hingga berhadapan dengannya. Bisa ia lihat ekspresi kaget dari sang pemuda, membuatnya tersenyum sedikit, sebelum kemudian ia alihkan perhatiannya pada bagian tubuh yang bergantung diantara kedua kaki sang pemuda.

Menahan nafas.

Benda itu memang masih terlihat lunak, tapi ukurannya membuat Ichigo mulai mempertanyakan kejantanannya sendiri. Dan kelihatannya kekagumannya itu terpancar jelas diwajahnya karena saat ini Grimmjow terkekeh, membuat dahinya berkerut. Ichigo memajukan kepalanya, menjulurkan lidah ia berikan jilatan ringan pada bagian kepala. Grimmjow tersentak, dan kali ini giliran Ichigo yang terkekeh. Namun tidak lama, karena ia mulai menyibukkan diri memberikan jilatan, dan sesekali gigitan ringan. Ia jilat bagian batangnya, lalu kemudian kembali ke bagian kepala, dan memasukkan genital kekasihnya itu kedalam mulutnya.

Dan bisa ia dengar Grimmjow menarik nafas disela-sela giginya dengan kuat. Kedua tangan besar kekasihnya kini berada diantara helai-helai oranyenya. Memainkannya. Memutarkan, menarik, dan sesekali menjambak, lalu menekan kepala Ichigo agar ia bisa bergerak lebih dalam lagi. Hampir membuatnya tersedak.

Ichigo kemudian menggunakan tangan kirinya untuk menahan pinggang Grimmjow agar pemuda itu tidak mencoba untuk menyetubuhinya melalui mulut, sementara tangan kanannya kini memanjakan kedua bola kembar yang ada. Ia lepaskan genital Grimmjow dari kungkungan mulutnya, dan berganti menghisap kedua bola kembarnya, dan tangannya kini menggosok batang genital sang kekasih.

"SHIT!"

Umpatan yang keluar dari mulut Grimmjow membuat Ichigo membelalakkan kedua matanya, dan semakin kaget ketika tubuhnya didorong begitu saja hingga ia terbaring dipermukaan ranjang, sementara kekasihnya itu menghabisi lehernya. Ichigo tahu, tidak seharusnya ia melakukannya, tapi sudah terlanjur ia lakukan.

Ia tertawa.

Kekasihnya itu nampak benar-benar depresi dan tidak tahan dengan foreplay.

Grimmjow menggeram, menggigit leher Ichigo dengan kuat hingga membuat suara tawa yang ada berubah menjadi erangan. Tapi, pemuda bersurai biru itu tidak berhenti, karena ia tahu erangan yang dikeluarkan Ichigo bukan erangan kesakitan, melainkan sebaliknya.

Nafas yang dikeluarkan Ichigo kini mulai memburu, suhu tubuhnya pun mulai naik, terbukti dari peluh yang mulai membasahi permukaan kulitnya. Membuat tubuhnya dan tubuh Grimmjow semakin menempel satu sama lain, menambah gairah yang sudah mereka rasakan sebelumnya. Ichigo merintih, sementara tubuhnya menggeliat saat Grimmjow mulai memberikan perhatian pada pucuk dadanya. Membuat titik itu mengeras, baru kemudian membawa lidahnya turun.

Sesaat bermain dengan pusar Ichigo, lalu beralih pada helaian-helaian rambut pendek yang berada tepat diatas genitalnya. Menghirup nafas, puas karena mencium harum tubuh Ichigo yang sesungguhnya disana. Grimmjow bergerak semakin bawah, tapi ia mencueki genital Ichigo, menghasilkan geraman kesal dari sang pemuda yang membuatnya tertawa kecil.

Oh, Ichigo tidak tahu, tapi ia akan segera menyukai apa yang hendak kekasihnya lakukan.

Melenguh, Ichigo mengerang kuat saat benda lembek dan basah menekan-nekan bagian luar duburnya. "Nnnh! ... Ahh... AAH, GRIMMJOW~!" Tubuhnya tersentak keatas akibat benda yang ia yakini lidah itu masuk kedalam dirinya. Kedua tangannya semakin kuat menggenggam seprai disebelah kepalanya, menariknya, sementara kepalanya bergerak ke kiri dan ke kanan, akibat perasaan asing akan dimasuki sesuatu. Bukan berarti ia tidak menyukainya, hanya saja ada rasa tidak nyaman ketika ia mengingat bahwa yang kini bergerak-gerak didalamnya, membasahi bagian lapisan daging didalam, adalah lidah Grimmjow.

"Ahhh, Grimm...! Th-There! AGAIN!"

Dan dengan segera perasaan tidak nyaman itu terhapuskan ketika ia merasa lidah kekasihnya itu menyentuh sesuatu yang membuat kenikmatan membakar dirinya secara penuh, membuatnya tidak bisa menahan erangan puas meluncur dari sela-sela bibirnya.

Ia tidak bisa menunggu lagi.

"... G-Grimm... enough... please... hurry..." Ichigo tidak suka memohon, tapi kondisi seperti sekarang ini akan ia masukkan dalam pengecualian. Karena bagaimana pun juga, ia ingin segera merasakan kekasihnya itu mengisi dirinya sampai penuh.

Grimmjow mengeluarkan lidahnya dari dalam Ichigo, ia tatap wajah kekasihnya itu, dan hampir menyesalkan tindakannya karena ia hampir saja ejakulasi akibat ekspresi wajah yang disodorkan kepadanya itu. Poni yang lepek karena keringat, menempel didahi dan hampir menutupi beberapa bagian matanya. Kedua mata yang terbuka setengahnya kini menampilkan warna madu yang semakin menggelap, menunjukkan betapa nafsu sudah mengusai. Tambahkan dengan pipi yang memerah, serta bibir yang mengkilap karena saliva kini terbuka.

Grimmjow terdiam, ia menelan ludah.

Sialan. Ichigo terlalu seksi pada saat seperti ini sehingga ia jadi tidak bisa melakukan hal lain selain hanya menatap.

Padahal genitalnya sudah menjerit ingin segera masuk kedalam lubang sempit dan hangat milik kekasihnya itu. "... Grimm?" Panggilan namanya membuat Grimmjow tersadar dari lamunannya. Dan kembali ia dibuat hampir menyesal ketika ia kembali menatap wajah kekasihnya yang kini menatapnya dengan kedua mata yang lebar, dan kepala yang ditelengkan kesamping.

Sikap yang tanpa dosa, tapi sekaligus penuh dosa terhadap birahinya yang semakin tinggi.

Dan kelihatannya sikap diam Grimmjow membuat Ichigo kesal, "What the fuck, Grimmjow Jaegerjaques? Kau ingin melakukannya atau tidak?" Hardikan itu membuat Grimmjow memanyunkan bibirnya, "Bukan salahku kalau kau terlalu seksi sampai aku tidak bisa berhenti memandangmu, Ichi." Ia dibuat menahan tawanya saat menyaksikan wajah Ichigo yang menjadi sangat merah akibat kata-katanya itu. Alhasil, Ichigo yang menyadari kekasih bersurai birunya itu bermaksud menertawakannya, melemparkan pandangan tajam.

Namun, kelihatannya tindakannya itu malah membuat Grimmjow tertawa kecil dan memajukan tubuhnya hingga nafas mereka saling beradu.

"Jangan khawatir, aku sendiri tidak mungkin berhenti sekarang." Setelah mengatakan itu, Grimmjow menempelkan bibirnya dengan bibir Ichigo, kembali mengadu lidah mereka satu sama lain.

Bisa Ichigo rasakan lengan besar Grimmjow yang meliuk-liuk dipermukaan tubuhnya, dan lagi-lagi rasa jengah itu kembali menyerang. Membuat benaknya kembali kepada saat dimana laki-laki itu menyentuhnya, menunjukkan seringai lebarnya pada dirinya sembari terus menggumamkan kata-kata yang tidak ingin ia ingat kembali.

Kelihatannya Grimmjow merasakan perubahan yang ada pada diri Ichigo, karena bisa ia rasakan pemuda bersurai biru itu menghentikan gerakannya dan agak menjauhkan tubuhnya agar bisa melihat kearah dirinya.

Ichigo yang berprasangka kekasihnya itu akan mengatakan agar hal ini disudahi saja, tertegun saat pada kenyataannya Grimmjow hanya tersenyum dan kemudian bisa ia rasakan genital kekasihnya mendesak masuk melalui duburnya, membuatnya menutup kedua matanya namun tidak jadi saat ia rasakan tepukan disisi wajahnya.

"Ah, ah, ah. Kau lupa apa yang kukatakan tadi, Ichi? Jangan tutup matamu."

Sembari merintih, Ichigo melakukan apa yang Grimmjow katakan. Selama Grimmjow bergerak masuk, sepasang iris madunya tidak lepas dari sepasang iris biru dihadapannya. "Benar, seperti—nngh—itu, Ichi. Aku berjanji tidak akan pernah menyakitimu seperti itu..." Senyum hanya terpampang sesaat diwajah kemerahan Ichigo, dan berganti menjadi desahan saat Grimmjow mulai bergerak didalam dirinya. Keluar masuk, dan semakin keras erangannya, semakin cepat juga tempo yang kekasihnya ambil.

"Mnnn...! Nnngahh! ...Gr-Grimmj—aaaawwh! AHH! FASTER, PLEASE! OH GOD, GRIMM! HARDER!" Dirinya sendiri tidak menyangka bahwa ia akan menjadi begitu talkative dalam keadaan seperti sekarang. Tapi, gairah yang semakin meninggi tiap kali Grimmjow mengenai prostatnya dengan telak, membuat Ichigo sama sekali tidak keberatan. Ia bahkan mulai menggerakkan pinggulnya juga, berlawanan dengan pergerakan Grimmjow agar kekasihnya itu bisa masuk semakin dalam.

Suara kulit menampar kulit, serta sesuatu yang basah diantaranya membuat Grimmjow semakin menghentakkan pinggulnya dengan kuat. Ingin sekali mendengar erangan penuh gairah dari kekasihnya selama terus-menerus. "S-Shit... Ichi! K-Kamu... be—mngghh—benar-benar ketat...!" Ia merasa dirinya sudah hampir mencapai puncaknya, dan nampaknya begitu pula dengan Ichigo—jika dilihat dari genital sang pemuda yang nampak berdenyut dan bagian kepalanya begitu merah, membuatnya mengulurkan tangan dan menggosoknya. Tindakannya itu membuat Ichigo mengerang semakin kuat, mengeluarkan seluruh bukti hasratnya hingga mengenai perut dan dadanya sendiri.

Merasakan kontraksi otot yang ada, Grimmjow mengerang tertahan. Membuat gerakan menusuk beberapa kali lagi, sebelum kemudian ia sendiri mengeluarkan hasratnya ketika berada sangat dalam didalam kekasihnya.

Keduanya sama-sama diam dalam posisi masing-masing, berusaha menstabilkan nafas dan turun dari kondisi 'high'.

Belum juga mengeluarkan kejantanannya, Grimmjow mendekatkan wajahnya pada Ichigo, bermaksud memberikan ciuman, "Ichi..." Namun terhenti saat mendengar ketukan dari arah pintu. Membeku. Keduanya saling memandang satu sama lain, bingung karena seharusnya hanya meraka yang ada di apartemen—karena Ichigo memang hanya tinggal seorang diri semenjak mulai kuliah. Dan ketika suara ketukan terdengar lagi, keduanya sama-sama menoleh kearah pintu kamar yang terbuka lebar.

Keduanya membelalakkan mata lebar-lebar saat melihat siapa yang berada disana.

"Kalian sudah selesai kan? Ayooo! Kita minum-minum sampai mabuk~!"

"Ran, hentikan. Biarkan mereka dulu sampai sekitar 10 menit lagi."

"Tapi, Starrk... Kalau mereka dibiarkan terlalu lama, bisa-bisa malah keburu subuh..." Rangiku memasang wajah cemberut. Sedikit kesal karena ketika datang ke bar tadi, Ichigo dan Grimmjow sudah terlanjur pergi duluan, padahal malam ini ia ingin minum sama-sama dengan kedua adiknya itu. Beruntung Shinji tahu kemana tujuan keduanya dan tambah beruntung lagi karena nampaknya baik Ichigo maupun Grimmjow tidak ada yang ingat untuk mengunci pintu depan karena terlalu 'sibuk'.

Starrk menghela nafas melihat kelakuan sang istri dan menengok ke dalam kamar, "Jangan pedulikan kami. Kalau kalian mau meneruskan, teruskan saja. Tapi, cukup 1 ronde saja sebelum tidurku terlalu lelap." Setelah berkata begitu, pria berjanggut tipis itu kemudian menggeret Rangiku yang masih cemberut, menjauh. Meninggalkan dua sosok pemuda yang terperangah, tidak sanggup melakukan apa pun dan hanya memandang kearah pintu kamar yang terbuka yang kini telah kosong.

...

...

...

"WHAT THE FUCK?"


END


[1] Mystery Food-X : Ada yang ingat dengan nama ini? Yep. Saya ambil sebutan ini dari game Persona 4! Rasanya sesuai antara Orihime dengan Chie dan Yukiko! XD

Song: Magic Dance by DAVID BOWIE.


Author's Note:

Dan tamat =)) *plak*

Terima kasih kepada kalian yang sudah bersedia mengikuti cerita ini sampai selesai ya! :D Saya benar-benar senang karena ada beberapa pembaca yang begitu setia dan sabar dalam mengikuti cerita saya yang satu ini. Tanpa kalian, saya pastinya ngga bakalan ada semangat untuk menamatkan cerita ini TwT *terharu* *pelukin satu2*

Sampai ketemu lagi dicerita lainnya :)

... Sekarang, enaknya mengeplot yang bagaimana ya? *scratch head*