Disclaimers: Kishimoto Masashi
Genre: Friendship/Family/Hurt
Length: Short Story (Four Shots)
Rated: T/PG 15
Characters: Sasuke, Naruto, Itachi, Orochimaru, Kakashi, Iruka, Jiraiya, Tsunade, Sakura, Ino, Kiba, Shikamaru, Shino
Summary: Sasuke pernah mencoba bunuh diri karena tak mampu menanggung penderitaan yang sangat berat. Namun setelah bersahabat dengan Naruto, hidup Sasuke berubah dan perlahan-lahan tabir mengenai alasan percobaan bunuh dirinya pun terkuak.***
Sasuke memasuki halaman sekolah dengan langkah yang—ia usahakan—tampak biasa. Berjalan dengan tenang seperti biasanya, meskipun ia tahu, hal itu tak akan mampu menahan mereka.
Ya, menahan mereka—siswa dan siswi SMA Konoha—agar tidak membicarakan Sasuke. Saat ia melintas dan berpapasan dengan mereka, Sasuke dapat mendengar bisikan-bisikan yang membicarakan dirinya.
"Akhirnya dia masuk juga setelah hampir sebulan tidak ada kabarnya," bisik seorang siswa.
"Iya. Tidak kusangka, orang seperti dirinya bisa mencoba bunuh diri juga," timpal seorang siswi.
"Hei, justru mereka yang terlihat pendiam dan tertutup, biasanya memang rentan untuk bunuh diri," sambung siswa lain yang sok tahu.
Sasuke berpura-pura tak mendengar gunjingan itu. Ia meneruskan perjalanan menuju kelasnya.
Kelas XI-B, kelas Sasuke, seperti biasa, ternyata masih menjadi biang keributan setiap pagi. Bukan karena para penghuninya heboh menyambut kedatangan Sasuke setelah hampir sebulan tak melihatnya. Melainkan karena seperti biasa, para penghuninya—terutama para siswa—dibuat tertawa keras oleh seorang siswa yang bagai langit dan bumi dengan Sasuke. Naruto.
"Icha Icha Paradise? Itu membosankan! Sudahlah, kalian berhenti saja membaca buku itu. Lebih baik, kalian belajar saja," kata Naruto dengan suara nyaring. Sasuke yang belum mencapai ambang pintu kelas saja jadi ingin menutup telinganya agar tidak menjadi tuli.
"Belajar? Naruto, kamu sedang demam, ya?" ejek Kiba dengan suara yang hampir sama nyaringnya. Ejekannya diikuti oleh gelak tawa sejumlah siswa yang suaranya masih Sasuke hafal.
"Demam? Enak saja! Maksudku, kita belajar saja untuk…." Naruto menggantung kalimatnya untuk memancing rasa penasaran kawan-kawannya.
"Belajar apa?" tanya Shikamaru penasaran.
"Belajar menulis novel seperti Icha Icha Paradise seperti yang sudah aku lakukan," jawab Naruto diikuti ledakan tawanya yang khas.
Kawan-kawannya tampak takjub. Kagum pada 'kecerdikan' Naruto.
"Ah, yang benar?" tanya Shino tak percaya.
"Iya," jawab Naruto sambil tersenyum jahil, "saat ayah angkatku Jiraiya sedang tidur, aku diam-diam menyelesaikan naskah yang dia tulis. Terus, langsung aku kirim ke penerbitnya. Sampai sekarang orang tua itu tidak menyadari bahwa aku sudah menyelesaikan pekerjaannya."
"Waaah, kamu hebat, Naruto!" puji Kiba tak menyembunyikan kekagumannya.
"Hehehe, jadi pada saat seri berikutnya terbit, sebagian isinya adalah karya…." Naruto menggantung kalimatnya saat melihat Sasuke memasuki kelas.
Seluruh penghuni kelas menoleh. Sasuke sukses membuat seluruh kelas tercengang. Untuk beberapa lama, hanya ada keheningan di kelas yang dikenal paling riuh itu.
Sasuke menatap Naruto selama beberapa saat lalu berkata, "jangan jadikan seks sebagai mainan, Usuratonkachi. Kamu tidak tahu apa-apa soal itu, 'kan?"
Naruto dan kawan-kawan tercengang. Namun mereka tak berkata apa-apa hingga Sasuke duduk di tempat yang sudah ia tinggalkan selama lebih dari tiga minggu.
Para siswi berbisik-bisik membicarakan Sasuke karena segan padanya. Hanya dua orang siswi yang bergerak menyambut Sasuke. Sakura dan Ino.
"Hai Sasuke!" kata Ino dengan senyum yang dibuat semanis-manisnya.
Sasuke tak membalas, memandang pada Ino pun tidak. Hal ini membuat Ino malu.
Sakura yang awalnya juga hendak menyapa, mengurungkan niatnya. Wajah dingin Sasuke sudah cukup menjadi peringatan baginya untuk mencegah agar dirinya tak bernasib seperti Ino.
"Ah, sudahlah. Jangan pedulikan dia, Naruto. Kita semua tahu, mentalnya memang bermasalah," kata Kiba seenaknya.
Sasuke mendengar apa yang Kiba katakan, namun ekspresinya tak berubah. Ia sudah biasa dianggap aneh.
"Jangan begitu amat, ah. Dia 'kan baru saja kena musibah lagi setelah kematian keluarganya hampir tiga tahun lalu," Naruto malah 'membela' Sasuke.
"Ya, musibah yang ia cari-cari sendiri," timpal Shino sinis.
Kiba dan Shikamaru tertawa kecil mendengar kata-kata Shino. Tapi tidak dengan Naruto. Ia memandang Sasuke, menunggu reaksi Sasuke.
Sasuke balas memandang Naruto. Saling menatap mata untuk beberapa saat. Naruto berusaha tersenyum pada Sasuke. Namun Sasuke membuang muka, meninggalkan jejak kekecewaan di wajah Naruto.***
Saat pulang sekolah.
Naruto mengayuh sepedanya dengan penuh semangat, hendak meninggalkan wilayah sekolah yang baginya bagai penjara. Ia terlalu bersemangat hingga nyaris menabrak Kakashi dan Iruka yang sedang berjalan menuju tempat parkir mobil.
Iruka hampir terjatuh karena terkejut, namun tubuhnya segera ditangkap oleh Kakashi. Iruka lalu buru-buru berdiri lagi dengan wajah memerah karena malu.
"Naruto!" tegur Kakashi dengan nada marah.
"Maaf, Pak!" balas Naruto tanpa berhenti. Badung.
Kakashi hanya menghembuskan nafas keras melihat kelakuan Naruto. Sementara Iruka—masih dengan wajah memerah—membungkuk meminta maaf karena merasa sudah merepotkan Kakashi. Kakashi buru-buru mencegahnya.
Sementara Kakashi sibuk dengan Iruka, Naruto akhirnya melalui gerbang sekolah dengan selamat. Ia menyapa beberapa siswa yang dikenalnya sambil terus mengayuh sepeda.
Saat melintas di depan sebuah halte, Naruto sengaja melambat. Sebab, ia melihat seseorang yang menarik perhatiannya. Sasuke.
Sasuke tampaknya sedang menunggu bis. Namun, saat bis dengan jurusan menuju arah rumahnya berhenti, Sasuke tak menaikinya. Naruto merasa heran dan memutuskan untuk mendekati remaja berwajah judes itu.
"Kamu mau pergi ke mana, sih?" tanya Naruto sekonyong-konyong, membuat Sasuke tersentak.
"Bukan urusanmu," jawab Sasuke ketus.
"Memang bukan urusanku, sih. Tapi, kalau kamu mau, aku bisa mengantarmu. Kebetulan waktuku sedang lowong."
"Memangnya kapan sih, waktumu tidak lowong?" tanya Sasuke sinis, berusaha menyakiti hati Naruto.
Dasar Naruto. Bukannya tersinggung, ia malah cengar-cengir.
"Aku memang tidak pernah sibuk, sih. Makanya, aku mau mengantarkan kamu," jawabnya jujur.
"Terima kasih, aku naik bis saja."
"Kamu bilang terima kasih padaku?" tanya Naruto takjub, "sejak kapan sih, kamu bisa berubah menjadi manis begitu? Kupikir selama ini kamu orangnya dingin dan kaku."
Meskipun Naruto tak bermaksud menyakiti hati Sasuke, namun kini giliran Sasuke yang merasa tersakiti. Kualat.
Sasuke menatap Naruto agak lama lalu bertanya, "kenapa kamu mau mengantarku?"
"Jujur saja, aku mengkhawatirkan kamu. Kamu 'kan belum terlalu lama keluar dari rumah sakit. Jangan-jangan nanti kamu…."
"Mau bunuh diri?" potong Sasuke tajam.
Naruto agak terkejut, tak mengira Sasuke membawa arah pembicaraan langsung menuju area sensitif tersebut. Namun, kali ini Naruto tak ingin berdebat lagi dengan Sasuke.
"Ya, aku khawatir. Kamu tidak mau pulang ke rumahmu, bagiku itu mencurigakan. Aku tidak mau kamu berbuat aneh-aneh lagi, jadi aku akan mengantarmu ke mana pun kamu mau," balas Naruto tegas.
"Oh ya? Atas dasar apa sampai kamu mau bersusah payah mengantarku? Tempat yang kutuju jauh, lho," tanya Sasuke masih sinis.
"Karena kamu adalah temanku! Itu sebabnya! Aku tidak mau kamu mencelakai dirimu sendiri lagi!" jawab Naruto, mulai kesal.
Sasuke tercengang. Padahal, hingga beberapa menit yang lalu, ia masih menganggap Naruto sebagai idiot yang bangga bisa menjadi mesum. Kini, Sasuke tak yakin lagi mengenai perasaannya pada Naruto….
"Naiklah!" perintah Naruto.
Sasuke menurut, duduk di atas boncengan di bagian belakang sepeda. Naruto menahan rasa geli saat Sasuke meletakkan tangannya di bahu Naruto.
"Kita mirip orang lagi pacaran, ya?" cetus Naruto.
"Diamlah. Sekarang, tolong antarkan aku ke penjara Konoha. Aku mau menjenguk kakakku di sana," perintah Sasuke.
Naruto menoleh dengan wajah heran. Tak percaya bahwa Sasuke minta diantar ke penjara yang terletak jauh di pinggiran kota tersebut.
"Tunggu apa lagi? Tidak lama lagi jam besuk habis!" tukas Sasuke.
"Eh, iya, iya…."
Naruto mengayuh sepedanya, menyusuri jalanan kota Konoha yang cukup tenang. Kota kecil yang damai, namun menyimpan bahaya di balik ketenangannya….
"Sasuke," tegur Naruto saat berhenti sejenak di lampu merah, "kamu sering ya, menjenguk kakakmu di penjara?"
"Ini yang pertama kalinya."
Naruto menoleh dengan heran. Sasuke balas menatapnya.
"Sebelumnya aku tidak sanggup menjenguknya. Aku belum bisa memaafkan perbuatannya pada keluargaku. Orochimaru juga sependapat denganku," jelas Sasuke dengan nada enggan.
Naruto tertegun seperti merenungi kata-kata Sasuke.
"Lantas, kenapa sekarang kamu mau membesuknya?"
Sasuke membuang muka. Menolak menjawab.
Warna traffic light sudah berganti menjadi hijau. Naruto kembali mengayuh sepedanya. Namun kali ini, tak ada lagi pembicaraan di antara dirinya dengan Sasuke. Mereka tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing mengenai apa yang akan terjadi sore ini.***
Waktu besuk hanya tersisa setengah jam. Namun Sasuke tak tampak khawatir. Dengan tenang ia duduk menunggu. Di sebelahnya, Naruto ikut duduk dengan perasaan agak gelisah.
Ini kali pertama bagi Naruto. Pertama kalinya ia menginjakkan kaki di tempat paling 'berbahaya' di Konoha. Hawa penjara yang dingin, suram dan menyesakkan dada sanggup membuatnya bungkam seribu bahasa. Naruto sebenarnya ingin segera meninggalkan tempat ini. Namun komitmennya terhadap Sasuke membuatnya tetap bertahan.
Untuk membunuh waktu, Naruto melihat sekelilingnya. Namun semuanya tetap terasa menyesakkan. Yang ia lihat hanyalah keluarga dan kerabat para terhukum yang sedang membesuk di bawah pengawasan para penjaga bersenjata berat. Meski wajah para pembesuk dan para terhukum tampak datar, namun ada sesuatu yang serupa dari mereka. Sorot mata mereka yang menunjukkan rasa tertekan yang tak dapat mereka ungkapkan dengan kata-kata. Sama dengan sorot mata Sasuke saat ini….
Itachi akhirnya muncul dari balik sebuah pintu. Mengenakan seragam penjara berwarna biru kusam yang sekusam wajah orang yang memakainya.
Itachi mengambil tempat di balik kaca tebal yang menghalanginya dengan Sasuke. Ia mengambil gagang pesawat telepon yang tergantung di salah satu sisi kaca. Di depannya, Sasuke mengikuti apa yang Itachi perbuat.
Naruto menarik nafas berat. Ia bergerak hendak menjauh dari Sasuke karena tak ingin mendengarkan pembicaraan antara dua bersaudara tersebut. Namun Sasuke menahannya dengan satu lirikan tajam. Naruto terpaksa menegakkan posisi duduknya. Tak jadi menjauh.
Itachi memandang tingkah Sasuke dan Naruto dalam diam. Ia tersenyum samar. Samar sekali, namun penuh arti.
"Aku ucapkan terima kasih karena sudah membesukku di rumah sakit tempo hari," kata Sasuke pada Itachi, tanpa basa-basi.
Naruto agak tersentak. Hanya itu yang Sasuke katakan setelah dua tahun lebih tak bertemu dengan kakaknya sendiri?
"Aku sendiri tidak begitu suka dengan itu. Kamu yang mencoba bunuh diri, tapi malah aku yang direpotkan. Kamu tahu 'kan, sangat tidak nyaman berada di luar sana dengan tangan dan kaki diborgol hanya untuk menemuimu?" balas Itachi dengan suara keras hingga terdengar oleh Naruto.
Kali ini Naruto membelalak pada Itachi. Dua bersaudara ini sama gilanya, ya?
Sasuke bukannya tak terganggu dengan kata-kata Itachi. Ia berusaha menyembunyikan perasaannya. Tapi terlambat.
"Kamu pikir aku mau punya adik lemah sepertimu? Kamu memalukan, Sasuke. Kalau tidak disuruh sipir, aku tidak akan menemuimu. Lebih baik aku tinggal di sini," lanjut Itachi.
Sasuke mendengus. Dengan agak kasar, ia meletakkan gagang pesawat telepon pada tempatnya. Lalu tanpa mengajak Naruto, ia beranjak pergi.
Namun Naruto—yang sebenarnya tak memiliki kepentingan apapun—tidak bisa menerima tingkah dua bersaudara ini.
"Tunggu dulu! Kalian ini kenapa sih?" protes Naruto.
Meski tak dapat mendengar kata-kata Naruto, Itachi tahu bahwa remaja bertampang bodoh itu sedang menggugat dirinya dan adiknya.
"Kau tidak bisa tenang sedikit, anak muda?" tegur seorang penjaga pada Naruto.
Naruto terdiam. Ia kembali duduk sambil menatap Itachi dengan kesal.
Sasuke yang sudah berada agak jauh dari Naruto, menghentikan langkahnya. Ia menatap Naruto dengan tajam.
Naruto memahami maksud Sasuke, namun ia memutuskan untuk menyuarakan pendapatnya.
"Aku tidak mau pergi sebelum kamu kembali ke sini dan bicara dengan kakakmu. Kalian tidak kelihatan seperti saudara saja, tapi seperti musuh bebuyutan," cetus Naruto tegas.
Itachi mengisyaratkan agar Naruto mengambil gagang pesawat telepon. Meski mendongkol, Naruto menurut. Itachi tampak mengatakan sesuatu pada Naruto. Naruto mendengarkan dengan seksama, lalu meletakkan kembali gagang pesawat pada tempatnya.
"Dasar orang-orang aneh," gerutu Naruto seraya berdiri dan berjalan mendekati Sasuke.
"Apa yang dia katakan padamu?" tanya Sasuke.
"Kamu yang mau meninggalkannya. Jadi apa pedulimu? Huh, aku mau pergi saja dari sini," jawab Naruto ketus. Ia berjalan mendahului Sasuke, bergerak meninggalkan ruang besuk.
Sasuke mendengus. Ia menoleh pada Itachi yang masih duduk di tempatnya. Terjadi kontak mata selama beberapa lama. Hingga seorang penjaga menarik lengan Itachi, hendak membawa pemuda itu meninggalkan ruang besuk.
Itachi tampak tak terima. Masih dengan mata menatap Sasuke, ia menepis tangan penjaga tersebut. Penjaga tersebut akhirnya menarik Itachi dengan kasar sehingga terjadi pergumulan antara dirinya dengan Itachi. Dua orang penjaga lain membantu menangani perlawanan Itachi. Itachi dipukuli hingga tersungkur. Namun ia masih juga melawan sehingga terpaksa diborgol sambil terus dipukuli dan ditendangi.
Dihajar sedemikian rupa, Itachi akhirnya menyerah. Ia diseret meninggalkan ruang besuk oleh para penjaga yang tampaknya sangat marah karena tingkah lakunya tersebut.
Sasuke menyaksikan semuanya dalam kebisuan yang mengagumkan. Namun ia tak dapat menyembunyikan perasaannya. Sorot matanya berubah menjadi lebih sendu. Perlahan, sepasang matanya memanas dan mulai berair.
Seseorang menepuk bahu Sasuke. Sasuke buru-buru menghapus air matanya, lalu menoleh. Ternyata orang itu adalah penjaga yang sebelumnya menegur Naruto.
"Pulanglah, Nak. Tidak baik untuk anak muda sepertimu berada di sini terlalu lama," kata penjaga tersebut dengan nada prihatin.
Sasuke berbalik dan meneruskan langkahnya dengan wajah tertunduk. Di ambang pintu, ia nyaris menabrak Naruto yang ternyata tidak benar-benar meninggalkannya di ruang besuk.
"Aku yang membawamu ke sini, jadi aku juga yang harus membawamu pergi dari sini," kata Naruto pelan.
Sasuke mendengus, lalu berjalan mendahului Naruto. Mempertahankan keangkuhan yang sebenarnya tak sepantasnya ada.***
Di luar gerbang penjara.
Sasuke hendak naik ke atas boncengan di sepeda Naruto saat sebuah sedan merayap perlahan mendekati mereka. Naruto tampak tak begitu peduli pada sedan tersebut, namun tidak demikian dengan Sasuke.
Sasuke tidak jadi menaiki sepeda Naruto dan malah memandang sedan tersebut dengan agak cemas. Naruto tentu saja menjadi heran melihat perubahan sikap Sasuke.
Dari dalam sedan, muncullah seorang pria berwajah tirus dan dingin, menatap Sasuke dengan senyum miring yang mengganggu. Orochimaru.
"Ternyata benar. Rupanya kau ada di sini, Nak," kata Orochimaru, "sekarang, ayo kita pulang."
"Darimana kau eh…. Ayah tahu bahwa aku ada di sini?" tanya Sasuke agak gugup.
Naruto melirik Sasuke dengan curiga. Ia merasa ada sesuatu yang salah.
"Kau gampang ditebak, Sasuke. Tidak sulit mencarimu," jawab Orochimaru.
Sasuke menoleh pada Naruto dan pamit dengan santun, "Naruto, aku pulang dulu dengan ayahku. Terima kasih sudah menemani dan mengantarku ke sini."
"Eh, iya. Sama-sama," balas Naruto, agak jengah dengan kesantunan Sasuke.
Sasuke memasuki mobil. Sebelum membawa pergi Sasuke, Orochimaru masih sempat melempar senyum pada Naruto.
"Sampaikan salamku pada Jiraiya dan Tsunade, Naruto," kata Orochimaru sebelum kembali memasuki mobilnya.
Naruto hanya membungkuk hormat sebagai tanda mengiyakan.
Tak lama kemudian, Orochimaru membawa pergi Sasuke. Meninggalkan Naruto yang masih dapat mencium aroma kejanggalan dalam hubungan ayah dan anak angkat tersebut.***
TO BE CONTINUED