Selamat menikmati

.

.

Sebelumnya, di chapter 2:

Naruto membalikkan badan, lalu melepas kacamatanya. Ia menggunakan kain di kantongnya untuk mengelap kacanya. Agak sedikit buram kacamatanya itu.

TAP

Naruto berhenti bergerak. Sekarang telinganya yang mendengar suara langkah seseorang dari arah belakangnya. Ia tidak langsung berbalik. Ia memilih focus mendengar untuk memastikannya.

TAP

Benar suara itu lagi. Tubuh Naruto menegang.

TAP

Suara langkah lagi. Tapi Naruto membuang pikiran negatifnya karena sebuah pemikiran lain baru saja merasuki otaknya. Siapa lagi yang tahu tempat ini selain ia dan orang itu. Siapa lagi yang tahu cara masuk kesini selai dia dan orang itu. Siapa lagi yang mengklaim tempat ini sebagai tempat favoritnya selain dia dan orang itu.

Yah, orang itu. Sahabatnya.

"Kau dari mana saja. Aku mencarimu tau—" Naruto berbalik. "TEM—"

BUAGH

Satu hantaman balok kayu mengenai leher Naruto bagian kanan dan membuatnya tak sadarkan diri…

.

Chapter 3

.

Sasuke menatap kosong pada jendela di sampingnya. Sejak tadi jari-jari tangannya memainkan pensil saking bosannya. Ia memutar-mutar pensil itu di sela-sela jari-jarinya. Walaupun tubuhnya duduk disini, sepertinya tidak begitu dengan pikirannya yang mengambang kemana-mana.

Ia tidak peduli dengan celotehan orang yang sedang berdiri di depan ruangan ini. Juga beberapa tanggapan-tanggapan dari orang-orang di sampingnya. Mereka berdebat pun Sasuke sama sekali tidak peduli. Padahal ia salah satu dari mereka.

Sasuke sedang mengikuti rapat Osis. Yah, Jika melamun termasuk mengikuti.

Dari awal, Sasuke memang tidak bermaksud bergabung dalam organisasi macam ini. Tapi mau bagaimana lagi, kalau tiba-tiba namamu sudah tercantum bersama nama anggota lain. Padahal Sasuke tidak pernah mendaftar, bahkan berniat mendaftar juga tidak.

Mungkin pilihan guru, pikir Sasuke saat itu.

Alhasil, setiap rapat pun Sasuke tidak pernah aktif. Ia hanya masuk, duduk, lalu keluar. Sama sekali membosankan.

Lebih menyenangkan bertengkar bersama Naruto.

Ahh…Naruto. Si pirang itu sedang ngapain yah. Mudah-mudahan ia bisa mengerjakan semua soal ulangan itu. Batin Sasuke.

'Tolong aku….'

Sasuke samar-samar mendengar suara orang minta tolong.

Sasuke mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan. Tapi tidak ada yang mencurigakan disana. Semuanya sedang sibuk memperhatikan pidato tidak penting ketua osis.

Suara itu…membuat perasaan Sasuke tidak enak.

Ia kembali memainkan pensil di tangannya. Tidak ada niat sama sekali untuk mencatat poin-poin penting rapat hari ini seperti yang dilakukan anggota lain. Merepotkan saja.

'Tolong aku….Teme!"

DEG

Sekarang Sasuke yakin suara itu nyata dan…itu suara Naruto. Siapa lagi yang memanggilnya dengan panggilan seperti itu.

Naruto…apa yang terjadi padanya? Kenapa suara itu sampai padaku? Kenapa suara itu terdengar begitu…lirih dan putus asa? Batin Sasuke pahit.

"Uchiha… Uchiha Sasuke!" Sasuke tersentak kaget ketika seseorang memanggilnya. "Eh—Hn?"

Rupanya, Sang Ketua Osis, Hyuuga Neji, memanggilnya sejak tadi. "Apa kau baik-baik saja, Uchiha-san? Kau tampak lebih pucat dari biasanya."

Sasuke menghela nafas panjang. "Err—aku oke Hyuuga-senpai. Lanjutkan saja."

Dan rapat pun kembali dilanjutkan. Sasuke berusaha mengabaikan suara itu. Ia mencoba meyakinkan diri, bahwa itu hanya ilusinya semata. Suara Naruto—yang terdengar jelas itu—hanya…ilusi, batin Sasuke.

Tanpa sadar pensil yang sejak tadi ia mainkan, patah menjadi dua. Ia secara tidak sadar meremasnya terlalu kuat.

'Teme.'

Nafas Sasuke berhenti seketika. 'Naruto, apa yang terjadi padamu?'

Brrrt brrrtt

Sasuke merasakan handphonenya bergetar di sakunya. ia merogoh saku celananya dan mengeluarkan benda itu dari sana. Ia memang membuatnya dalam keadaan silent agar tidak mengganggu yang lain.

Ia membuka flip handphonenya, dan melihat pemberitahuan satu pesan masuk di layarnya. Pesan dari Juugo, teman sekelasnya. Sasuke membuka pesan itu.

'Teman pirangmu dalam masalah. Tidak ikut menonton?'

Sasuke terpaku menatap deretan huruf itu. Lidahnya kelu dan bibirnya pucat kehilangan darah. Ternyata panggilan tadi memang dari Naruto, sahabatnya yang sedang dalam masalah.

BRAKKK

Sasuke berdiri cepat dan membuat bangku tempatnya duduk sebelumnya jatuh mencium lantai. Semua pasang mata dalam ruangan memandang Sasuke dengan tatapan heran.

Tak ambil pusing, Sasuke berlari keluar dari ruangan dengan pintu yang membanting terlalu keras.

.

Sasuke memacu langkahnya mencari keberadaan Naruto. Ia berlari ke tempat pertama yang terlintas di pikirannya. Yaitu di kelas.

Tak sampai semenit, Sasuke sudah beradi di kelas mereka. Ia membuka pintunya dengan keras. Tapi tak ada sosok yang dicarinya disana. Kelas itu sepi, hanya ada dua orang disana.

Sekarang memang jam istirahat. Jadi tak heran kalau kelas-kelas pada sepi.

Sasuke berjalan ke tempat yang ia duga Naruto berada berikutnya. Ke atap sekolah. Ia punya feeling kalau Naruto ada disana. Tanpa aba-aba, Sasuke kembali memacu langkahnya menuju ke tempat itu.

.

Pandangan Naruto masih buram. Ia berusaha mengumpulkan kesadarannya kembali ketika sebuah tamparan keras mendarat di pipinya yang kecoklatan itu.

"Hei, Idiot! Bangun!" suara seseorang membentaknya.

Naruto sadar sepenuhnya, tapi pandangannya masih saja buram. Yah ia tahu, kacamatanya tidak berada di sana. Jelas saja ia tidak bisa melihat dengan baik.

Dalam pandangannya yang buram itu, ia dapat melihat secara samar orang yang tadi menamparnya. Dia mengenakan seragam yang sama dengannya dan memiliki rambut keabu-abuan. Ditambah seorang lagi berambut sama yang sedang memegangi tangan Naruto.

Dari sudut pandang Naruto, ia tahu mereka sedang berada di sebuah tempat yang sempit dan sedikit berbau. Artinya, mereka sedang di dalam bilik toilet.

"Huh, lihat wajahmu yang bodoh itu. Menjijikkan!" kata sosok yang memegangi tangan Naruto.

"Apa mau kalian, huh?" tanya Naruto sinis.

"Hahahahahaha! Kami Cuma ingin bersenang-senang, tidak ada yang lain." Katanya dengan tawa yang terdengar dipaksakan.

"Wajah menjijikkan seperti ini pantas mendapatkan ini—"

Naruto tersentak ketika salah seorang dari mereka mendorong kepala Naruto dan membenamkannya di toilet di hadapan Naruto. Keran dibiarkan mengalirkan air ke dalam toilet, sehingga toilet itu hampir penuh. Setidaknya airnya bersih.

Tapi tetap saja membuat Naruto kesulitan bernapas.

Naruto memberontak dan berusaha mengangkat kepalanya dari sana. Napasnya hampir habis dan mereka tetap menekan kepala Naruto ke dalam.

Hampir semenit mereka menarik kepala Naruto kembali.

"Hahahaha! Rasakan ini—lagi."

Belum sempat menarik nafas dengan normal. Mereka melakukan itu lagi. Naruto yang tidak siap tanpa sengaja menelan air itu.

Kali ini lebih lama dari yang pertama, mereka tidak membiarkan kepala Naruto keluar dari air. Padahal paru-paru pemuda pirang itu sudah mulai tersiksa karena kehabisan pasokan oksigen.

Berusaha sekuat tenaga, Naruto memberontak. Kali ini kakinya ia hantamkan tak tentu arah, ia juga berusaha melepas tangannya yang dipelintir di belakang tubuhnya sendiri.

Beruntungnya, satu tendangannya berhasil mengenai betis salah satu dari mereka. Memanfaatkan kesempatan itu, Naruto menarik tangannya hingga lepas dan menyikut orang yang menekan kepalanya. Dan ia berhasil mengangkat kepalanya.

Naruto lekas berdiri tegap dan mendorong orang itu hingga jatuh menimpa temannya sendiri. Ia berhasil keluar dari bilik itu.

Sayangnya salah seorang dari mereka sudah menunggu di depan, dan Naruto tidak menyadarinya karena penglihatannya yang payah.

Seseorang berambut hitam yang diikat ke belakang itu berhasil menangkap lengan Naruto. Diikuti kedua sosok tadi yang sudah bangkit dan ikut memegangi tubuh Naruto agar tidak lepas.

.

Sasuke masih berlari secepat yang ia bisa. Berpasang-pasang mata menatapnya heran ketika sosok pemuda raven itu berlari seperti kesetanan. Yang pasti Sasuke tidak peduli dengan hal itu.

Beberapa meter lagi ia akan tiba di tangga—satu-satunya akses menuju atap. Ia harus melintasi koridor menuju lapangan basket baru bisa tiba disana.

Baru akan memijakkan kaki ke tangga batu itu, matanya terpaku pada sesuatu yang ia lihat di lapangan basket. Sekumpulan siswa sedang berkumpul mengelilingi sesuatu. Begitu ramai hingga mata Sasuke tidak bisa mendapat celah dan melihat apa yang menjadi pusat keramaian.

Dan saat itu pula perasaan Sasuke menjadi tidak enak.

Ia mengurungkan niatnya menuju atap. Perasaannya tidak enak dengan apa yang menjadi pusat perhatian itu. Ia buru-buru menuju kesana.

Dari jarak yang masih lumayan jauh, Sasuke bisa mendengar bisik-bisik 'penonton' disana. Ia mendengar mereka menyebut-nyebut tentang 'Pirang' dan 'Anak Haram' .

Perasaan Sasuke makin buruk ketika kenyataannya Naruto itu memang pirang dan selalu mendapat julukan tidak pantas itu.

Sasuke merapat ke kerumunan itu. Ia mencari celah agar ia bisa menerobos dan melihat pusat perhatian itu. Untungnya ia cukup tinggi untuk bisa melihat dari atas kepala orang-orang itu. Ia memicingkan mata dan…

Ia melihat Naruto disana…

.

Tubuh Naruto diseret keluar dari ruangan tadi. Ia baru sadar kalau tempat tadi adalah ruang ganti yang terletak di dekat lapangan basket. Karena setelah ia keluar dari sana, samar-samar ia bisa melihat dua ring basket di sisi yang berbeda.

Mereka menyeret Naruto ke tengah lapangan. Perbuatan mereka sukses menjadi tontonan anak-anak yang berada di sekitar situ.

Tubuh Naruto dilepas dengan sedikit kasar oleh mereka. Lalu ketiga orang itu berdiri membentuk segitiga tak beraturan dengan Naruto sebagai pusatnya.

Naruto, dengan bantuan cahaya matahari, lumayan bisa melihat keadaan sekitarnya walau masih kabur. Setidaknya lebih jelas dibandingkan ketika ia berada di dalam ruangan.

Naruto memasang wajah kesal dan tidak ada ketakutan tergambar disana.

"Permainan belum selesai, pirang!" ucap pemuda yang berambut hitam. Disertai satu seringai jahil di wajahnya.

Kesabaran Naruto habis. Ia tidak mau jadi bahan permainan seperti ini. Dengan cepat ia melayangkan satu kepalan tangannya pada pemuda berambut hitam yang hanya berjarak dua meter darinya itu.

Pukulannya tidak tepat mengenai pemuda itu. Pemuda itu hanya memiringkan kepalanya tiga puluh derajat untuk menghindarinya. Ia kemudian menangkap pergelangan tangan Naruto dan mencengkeramnya kuat.

"Segini saja, heh?" pemuda itu menurunkan tangan Naruto paksa. Lalu menghantamkan satu tinju di rahang Naruto. Serangan tiba-tiba itu sukses membuatnya terdorong ke belakang beberapa langkah.

Naruto berusaha menyeimbangkan tubuhnya yang terdorong, ketika pemuda lain di belakangnya menarik tubuh Naruto hingga berhadapan dengannya. "Dan, satu lagi—" pukulan kedua mendarat di perut Naruto.

"Itu akibatnya kalau berusaha melawan." Katanya sambil terkekeh meremehkan.

Pemuda berambut hitam tadi memberi aba-aba pada kedua temannya berupa anggukan kepala. Mengerti dengan hal itu, kedua orang itu mendekati Naruto dan memegangi dan mengunci kedua lengan Naruto.

Sementara anak-anak yang menonton semakin ramai saja. Mereka menonton dengan ekspresi beragam. Ada yang kasihan, tetapi ada juga yang menganggap ini tontonan seru. Kesamaan mereka adalah tak satu pun yang mau ikut campur dalam masalah ini.

Naruto yang sudah tak berkutik, hanya menatap mereka dengan kebencian dan masih berusaha lepas. Pemuda berambut hitam itu berdiri tepat di hadapan Naruto dan detik berikutnya ia melayangkan satu pukulan di ulu hati Naruto.

Naruto terbatuk kencang saat ulu hatinya terasa seperti dihantam dengan martil. Isi perutnya seakan ingin keluar saking kerasnya pukulan itu.

"Satu la—"

Ucapan pemuda itu terpotong ketika seseorang menepuk pundaknya dari belakang.

Pemuda berkulit pucat dengan mata hitam kelam menatap pemuda itu dengan dingin. "Permainan ini, tidak adil…" ucapnya datar. Dan…

BUAGH

Satu pukulan dari Sasuke menghantam pipi kiri pemuda itu. Diikuti pukulan berikut di pipi sebelahnya. Tanpa henti tangan kanan Sasuke, mendarat lagi di rahang… lalu di leher… lalu di perut… hingga pemuda itu tumbang di tanah. Interval pukulannya sangat cepat untuk di tangkis oleh pemuda itu. Darah mengucur di sudut bibirnya.

Sasuke berbalik menatap dua orang yang lain. Tatapannya tajam seperti elang yang siap menerkam mangsanya. Dia berjalan cepat menuju mereka yang masih memegangi Naruto.

"Heh… sekarang giliran kalian." Kedua pemuda itu terbelalak dan ketakutan tergambar ejenak dari mata mereka.

Salah satu pemuda itu, melepas Naruto dan berlari menerjang Sasuke. Pukulannya dengan mudah dihindari sang raven. Ia menunduk dan menyikut rusuk pemuda itu sebagai serangan balasan. Membuat pemuda itu meringis kesakitan.

Sementara itu, Naruto menghentakkan tangannya sampai ia berhasil lepas dari genggaman pemuda yang satunya lagi. Pemuda itu lengah dan Naruto membalik posisi dengan gantian memegangi lengan pemuda itu.

Naruto benar-benar marah. Tidak peduli dengan matanya yang buram, karena sang musuh sudah berhasil dalam genggamannya.

Masih memegangi lengan pemuda itu, Naruto menarik, mengangkat tubuh pemuda itu ke udara, memutarnya sembilan puluh derajat dan membantingnya dengan keras ke tanah.

'OUGGGH'

Pemuda itu berteriak kesakitan, akibat punggungnya yang membentur tanah dengan keras.

Sasuke menoleh sebentar dan terkejut dengan kemampuan bertarung sahabatnya.

Sayangnya hal itu membuat Sasuke lengah. Satu pukulan dari lawannya mengenai pelipisnya dan menimbulkan nyeri disana.

Sasuke kembali fokus. Ia melayangkan satu tendangan, dan nyaris mengenai lawannya. Karena lawannya berhasil merunduk di saat-saat terakhir. Bodohnya, lawannya itu tidak tahu apa yang berikutnya terjadi. Karena sepersekian detik berikutnya, Sasuke melakukan tendangan memutar dan kena telak di batang leher pemuda itu.

Mengaku kalah, ketiga pemuda itu beranjak pergi dengan membawa luka yang tidak ringan di sekujur tubuh mereka.

.

"Aku tidak menyangka kau sehebat itu, Dobe!" Sasuke dan Naruto sedang berjalan beriringan. Mereka memutuskan pulang lebih awal dengan alasan 'sakit'. Tak mungkin juga mereka mengikuti pelajaran dengan keadaan berantakan dan penuh luka.

Naruto tersenyum lebar. "Aku memang sudah dari dulu hebat, Teme! Kau saja yang tidak sadar…" ucapnya sambil membusungkan dada. "—aww!" rintihnya kecil ketika nyeri di perutnya terasa lagi.

Sasuke mendengus geli. Ia tersenyum dengan tingkah Naruto yang seperti itu. Padahal jelas-jelas kalau menyombongkan diri miliknya memang payah. Ia tersenyum sekali lagi, lalu membantu Naruto berjalan.

Ternyata pukulan yang mengenai perut Naruto cukup membuatnya kerepotan. Masih sering nyeri, katanya.

Sasuke mengalungkan lengan Naruto di bahunya agar Naruto lebih mudah berjalan. Ia juga rela membantu membawakan ransel pemuda itu. "Setelah ini kau harus membayarku karena sudah merepotkanku seperti ini, Dobe!"

Yang disebut Dobe hanya terkekeh pelan. "Itulah gunanya teman kan, Sasuke!" ucapnya sambil tersenyum lebar.

Sasuke tidak bisa menghindari untuk tidak ikut tersenyum. Kali ini senyumnya memecahkan rekor untuk senyum terlebar dari seorang Uchiha sepertinya. Sayangnya Naruto tidak bisa melihat itu dengan jelas tanpa kacamatanya.

"Kau—sedang tersenyum?" ucap Naruto ragu. Ia memicingkan matanya saat menatap wajah Sasuke.

Buru-buru Sasuke mengulum senyumnya kembali. Walau masih tersisa sedikit disana. "Hn? Kata siapa? Kau kan tidak melihatnya."

"Benar juga sih, Teme! Penglihatanku parah tanpa kacamataku. Dan sekarang benda itu entah ada dimana!" ucapnya lesu. Ia makin sedih mengingat ia tidak punya kacamata cadangan dan tidak punya cukup uang untuk mengganti yang baru.

Naruto itu gampang ditebak, menurut Sasuke. Dengan mood yang naik turun, emosi yang terpapar jelas di ekspresi wajahnya, juga mata sapphire miliknya yang seperti jendela yang terbuka sempurna. Sasuke bisa dengan mudahnya masuk dan melihat melalui jendela itu tentang apa yang sedang dirasakan pemuda itu.

"Dobe, kenapa banyak yang memusuhimu di sekolah?" ucap Sasuke dengan nada bingung.

Pandangan Naruto beralih ke jalan di depannya. "Aku…tidak tahu, Teme. Mereka tidak pernah menyukaiku. Mereka selalu menyebut-nyebut 'Anak Haram' atau 'Jelek' atau yang lainnya. Memangnya aku jelek ya, Teme?"

"TIDAK!" jawab Sasuke tegas dan tiba-tiba. Itu jujur. Karena orang yang mau melihat Naruto lebih, pasti akan berpikiran sama dengannya. Lihat saja kulit tan, iris biru, rambut pirang, dan wajah mulus dengan garis halus di pipinya, sangat manis bukan?

Sasuke menggeleng pelan, mengusir pikirannya tentang 'Naruto itu manis'. "—Dobe, jelek bukan sebuah alasan untuk membenci seseorang. Pasti ada hal lain, yang membuat mereka membencimu. Lagipula—"

Sasuke berhenti berjalan dan meraih wajah Naruto dengan tangan kanannya. Ia membelai dahi Naruto untuk menyingkirkan rambut pirang menutupi wajahnya. ia menyisir pelan rambut Naruto dengan jarinya, membuat model yang sedikit acak-acakan. "—kau ini tidak sejelek itu, Dobe."

Naruto terpaku pada tatapan onyx Sasuke yang begitu lembut dan menenangkan itu. Ia tersenyum bahagia, mendapati sensasi aneh yang membuat dadanya sesak. "Sasuke… asal kau tetap temanku, aku tidak peduli seberapa benci mereka padaku."

Sasuke tersenyum lagi, dan Naruto dapat melihat itu dengan jelas dengan jarak mereka sekarang.

"Hn. Dobe. Aku akan selalu di sampingmu…" pandangan mereka saling beradu untuk waktu yang cukup lama. "—sebagai sahabat." Entah mengapa Naruto merasa ada yang janggal di hatinya ketika Sasuke mengucapkan itu.

Hening menguasai.

Hingga Sasuke mengajak Naruto untuk kembali berjalan.

"Dobe—"

Naruto berbalik dan menatap mata Sasuke yang tak begitu jauh dengannya.

"Karena besok hari minggu…" Sasuke berhenti sejenak.

"Aku…" Naruto terheran-heran dengan sikap Sasuke yang terbata-bata seperti ini. Tidak biasanya…

"Aku.." hentinya lagi.

"Aku apa? Teme…" ucap Naruto tidak sabaran.

"—Ingin kau menemaniku ke suatu tempat…" sambungnya.

Naruto menatapnya dengan tatapan kosong.

"Dobe?" panggil Sasuke.

"Tentu saja, Teme! Aku akan menemanimu kemana pun kau mau." ucapnya riang dan diakhiri dengan senyum biasanya.

Naruto membatin: 'Dasar Teme, tidak biasanya seperti itu. Kan sudah pasti aku akan menemaninya. Emangnya sesusah itu yah? Seperti mengajak seorang gadis kencan saja…'

Err—kencan? Batin Naruto tiba-tiba membatu.

.

.

to be continue…

.

Bagi yang tidak suka, silahkan melewatkan part-part di bawah! Dan menuju kolom pengisian review! ;D baru menuju chapter selanjutnya! ^^/

Balasan Review:

Maafkan aku telah banyak membuat kesalahan pada chapter kemarin, seperti: ceritanya kependekan, genrenya cacat karena kurangnya unsur Romance, penempatan elemen ff yang berlebihan, alur terlalu terburu-buru, dan hasilnya chapter kemarin sangat terasa datar dan hambar

Disini aku berusaha menciptakan feel sebuah persahabatan dua cowok yang perlahan menuju Sho-ai. Tapi kesannya, aku selalu kehilangan feel romancenya gara-gara itu. Aku bingung harus bagaimana? #helpme

Aku sangat berterima kasih dengan kesadaran teman-teman sebagai pembaca yang tajam. Bisa menemukan kesalahan2 di dua chapter kemarin. Aku tidak akan merubah atau menghapus chapter2 itu, karena itu akan menjadi pembelajaranku ke depan agar lebih baik. Ternyata aku tidak boleh terlalu cepat berbesar kepala dengan pujian. Karna nyatanya, kesalahanku masih bejibun banyaknya.

Aku harap teman-teman masih mau membantuku mengoreksi chapter ini. Mungkin aku belum bisa langsung menjadi benar sepenuhnya, tapi setidaknya aku berusaha memperbaiki kesalahan-kesalahan itu. :D

SPECIAL THANKS TO:

Sasunaru4ever :: tsukihime akari :: Ristha wuff yu :: Kazuki NightFlame47 :: Meiyo fujo :: Superol :: YuriceSF :: xxxx :: monkey D eimi

Aku menunggu untuk REVIEWmu