My Boyfriend is a Vampire

A Screenplays fanfic

Disclaimer: Anggota Suju bukan kepunyaan saya

Cast index: Choi Siwon as Andrew

Tami as Ashley

Enjoy it

Chapter 1: My Diary

Hari:1

Bibi tua aneh di ujung desa memberiku buku kecil ini. Katanya untuk menulis hal-hal menarik yang pernah kualami, urut dengan tanggalnya. Tapi aku tidak tahu apa itu tanggal, selama 26 tahun hidupku belum pernah sekalipun aku mendengar kata 'tanggal' itu. Bibi memang menjelaskan padaku, tapi karena aku belum bisa mengerti, kurasa sebagai gantinya aku menulis sesuai urutan harinya sajalah… kurasa tidak apa-apa.

Hmm, tak ada peristiwa menarik hari ini. Semua kegiatan di desa berjalan seperti biasa, orang-orang berangkat berburu, para wanita mengumpulkan kayu bakar, anak-anak berlatih menggunakan senjata. Satu lagi hari normal di Fristone, kecuali… kecuali mungkin munculnya beberapa orang berjubah yang mengaku pengembara itu. Sebagai ketua klan, sudah tentu aku menyambut mereka, walaupun perasaanku agak tidak enak. Kenapa ya?

Hari:4

Benarkah ini hari keempat? Aku tidak terlalu baik dalam menghitung waktu, payah sekali!

Kemarin malam, saat aku baru keluar dari hutan sehabis mengumpulkan kayu bakar, terjadi badai besar. Aku terpaksa berteduh di rumah bibi tua di ujung jalan. Baru beberapa saat aku di sana, seseorang mengetuk pintu lalu minta diperbolehkan berlindung juga. Ternyata dia adalah pria muda pemimpin rombongan pengembara berjubah itu, katanya ia sedang berjalan-jalan dan terjebak badai.. Entah kenapa, aku merasa alasannya itu bohong.

Bibi tua itu baik sekali, ia menghidangkan ubi panas serta dendeng rusa sebagai camilan walau akhir-akhir ini makanan sukar didapat. Aku benar-benar pusing menghadapi masalah itu, tapi itu masalah lain, bukan apa yang ingin kuceritakan sekarang.

Pria itu bernama Andrew, ia lumayan tampan dan asyik. Posturnya tegap, gagah, serta terkesan jantan. Kami bertiga ngobrol panjang lebar dan setelah bibi tertidur (orang tua memang gampang sekali tidur), aku menghabiskan semalam suntuk bercakap-cakap dengan Andrew.

Tadi pagi-pagi benar setelah badai reda, Andrew bergegas minta diri. Jalannya benar-benar cepat! Aku bahkan hampir mengira ia menghilang. Tapi anehnya, mata Andrew berubah merah sekilas ketika memandangku terakhir kali, padahal aku yakin warna matanya kemarin kuning emas. Ah sudahlah, mungkin aku mengkhayal karena kurang tidur.

Hari: 6

Masalah soal menipisnya jumlah hewan di hutan benar-benar membuatku pusing setengah mati! Apalagi ditambat Janet yang menyalahkanku atas semua itu. Sudah bukan rahasia lagi sih, kalau gadis itu iri akan kedudukanku sebagai pemimpin klan yang kuwarisi dari ayah. Dia sering bilang kalau bukan karena ayahku dulu pemimpin klan yang baik, jabatan tertinggi yang bisa kudapat cuma menjadi pencuci piring. Menyebalkan!

Hari: 9

Rasanya aku mulai menyukai menulis seperti ini. Apalagi di sore tenang seperti saat ini, bibi tua itu mungkin kelihatan aneh, tapi kurasa ia yang paling memperhatikan orang-orang di Fristone dan memahami kesulitan mereka. Dengan caranya sendiri yang nyentrik tentu saja. mungkin besok atau besoknya akan keberi dia sekeranjang pai daging asin kesukaannya sebagai ungkapan terima kasih.

Janet kembali mengangguku lagi. Aku benar-benar tidak suka padanya. Masalahnya masih sama, soal bahan makanan yang mulai habis. Memang dikiranya aku yang menyembunyikan semua hewan di hutan ini apa?

Ini mungkin yang namanya berjodoh. Kemarin malam aku bertemu Andrew lagi dan seperti beberapa hari yang lalu, kami ngobrol asyik sebelum berpisah karena tempatnya menginap kan berselisih jalan denganku. Pagi ini ketika aku sedang membersihkan perut babi hutan, tebak siapa yang kutemui sedang berjalan-jalan? Yup tepat sekali, Andrew lagi. Dia membantu menyelesaikan pekerjaanku dan lagi-lagi, kami mengobrol banyak. Sekarang aku mulai mengerti pribadinya, dia orang yang supel, tegas, namun tidak seperti kebanyakan lelaki yang menganggap enteng perempuan, sikapnya benar-benar menjaga jarak serta kontak fisik denganku, seakan hendak menegaskan bahwa aku boleh menghindarinya jika merasa tidak nyaman. Aku cukup puas dengan sikapnya ini, paling tidak beda dengan para pemimpin klan lain yang kadang-kadang kutemui. Mereka cenderung suka melecehkan dan bersikap sok akrab denganku. Ngobrol dengannya membuatku melupakan kekesalanku pada Janet. Ia pria yang hebat!

Hari: 12

Para tetua mendesakku untuk mengadakan upacara ritual memohon berkah. Tapi kurasa hasilnya percuma saja, jumlah hewan buruan tidak semakin banyak, malah semakin menipis karena upacara kemarin membutuhkan banyak hewan korban. Sekarang mereka mendesak melakukan upacara lagi. Tentu saja kutolak mentah-mentah. Dasar orang tua!

Hari: 35

Sudah lama aku tidak sempat menulis. Entah sudah berapa hari, semoga saja tanggal yang kutulis benar.

Kenapa, sibuk? Bukan… bukan karena itu, tapi karena beberapa hari ini aku 'secara kebetulan' berpapasan dengan Andrew dan selanjutnya, yah bisa ditebak kami akan menghabiskan waktu bersama. Kadang hanya bercakap-cakap ringan, kadang bermain berkejar-kejaran atau berburu bersama, dan kadang kami saling membicarakan hal-hal yang agak pribadi. Tapi tenang saja, aku masih bisa menahan diri untuk tidak menjelek-jelekkan klan atau mengungkap rahasia yang penting bagi kami. Well, mungkin karena itulah semua orang bisa memercayakan rahasianya padaku.

Hari: 65

Hmm, sudah cukup lama ya aku tidak menulis. Dan lagi-lagi alasannya adalah karena aku sibuk menghabiskan waktu berdua dengan Andrew. Semakin aku mengenalnya, semakin aku kagum akan sifat-sifat kepemimpinannya. Walaupun tidak ada kata terucap di antara kami, aku cukup yakin kalau kami berdua saling menyukai.

Kurasa 'menyukai' bukan istilah yang tepat deh. Kami sama sekali tidak membahas tentang itu atau melakukan sesuatu yang romantis dalam setiap pertemuan kami, Andrew bukan tipe orang romantis atau cowok gombal. Itu adalah poin plus buatnya, menurutku.

Hari: 71

Lagi-lagi soal makanan. Tadi keluarga Yankwe dan Yuma bertengkar memperebutkan bangkai rusa muda yang mereka temukan. Kedua keluarga itu sama-sama besar dan butuh daging itu. Akhirnya, aku terpaksa mengorbankan persediaan dagingku untuk keluarga Yuma. Well, itulah nasib seorang pemimpin kan?

Hari: 80

Benar tidak sih, ini hari ke delapan puluh? Ah terserahlah, toh tidak akan ada orang yang protes tentang ini.

Ada berita penting, Andrew mengajakku bertemu tadi dan ia memberitahuku kalau ia adalah seorang vampir. Ya vampir, makhluk yang bisa berubah menjadi kelelawar, serigala, atau bahkan kabut dan meminum darah mentah. Yaiks, menurutku sih darah mentah itu menjijikan.. Tepatnya, begini kejadiannya;

Waktu itu kami sedang duduk-duduk di pinggir sungai, Andrew tampak agak gelisah, tidak seperti biasanya dan tiba-tiba ia bertanya

"Ashley, aku mencintaimu. Apa kau juga mencintaiku?"

Aku tergagap mendengar pertanyaan tiba-tibanya itu. Wajahku terasa panas "Oh Eh, tumben sekali kau menanyakan hal seperti itu. Tau tidak, kau kelihatan agak aneh hari ini"

"Kumohon Ash, jawab saja pertanyaanku"

Aku mendesah "Ya, aku mencintaimu Andrew"

"Walaupun aku bukan manusia?" tanyanya lagi, membuatku terkejut untuk kedua kalinya

"Ahaha, kau bercanda. Apa maksudmu bilang begitu? Tentu saja kau manusia kan…"

Andrew tidak tertawa "Aku serius. Jawab aku dengan jujur please"

Aku menatap matanya dalam-dalam, tidak ada kilas tertawa seperti biasanya saat ia bercanda. Kusadari bahwa ia serius, ia bukan manusia, mungkin itu sebabnya aku merasa agak aneh terhadapnya.

"Tergantung" jawabku dengan nada serius "tergantung makhluk apa kau"

"Bagaimana kalau aku sebenarnya adalah vampir?"

"Vampir? Aku tidak pernah dengar"

"Vampir adalah makhluk immortal yang memiliki kecepatan serta kekuatan fisik lebih dari manusia biasa. Kami hanya minum darah mentah, darah manusia atau hewan, biasanya dengan menggigit leher mangsa dan menghisap darahnya sampai kering. Jika kami menggigit manusia dan tidak menghisap darahnya sampai kering, manusia yang kami gigit itu akan menjadi vampir, sama seperti kami. Ada banyak kelompok vampir dan kelompokku adalah salah satu yang dihormati, jangan khawatir kami hanya minum darah hewan kok." Jelasnya panjang lebar

Aku menggigit bibir "Kurasa kau bukan makhluk yang berbahaya. Aku akan tetap mencintaimu selama kau tidak mencoba menggigitku"

"Aku tidak akan berani" jawab Andrew terkekeh.

Yah, dan kami resmi jadi sepasang kekasih sejak saat itu.

Hari:88

Aku tambah mencintai Andrew. Walaupun sudah menjadi kekasihku, sikapnya masih sama seperti sebelumnya. Sopan dan gentle, aku suka itu.

Aku sama sekali tidak terganggu fakta bahwa ia adalah makhluk immortal peminum darah. Malah, aku jadi tambah mengetahui segala sesuatu tentangnya, hampir semua rahasianya aku tahu. Aku tahu kalau matanya akan berwarna merah jika ia lapar, dan berubah kuning emas saat kenyang, dia juga mengingatkanku untuk tidak dekat-dekat kalau matanya sudah mulai merah, sebaiknya kuturuti saja deh. Sebenarnya agak tidak enak juga sih karena aku tidak pernah memberitahunya rahasia klanku, tapi ia tidak keberatan kok. Ini satu lagi sifatnya yang kusuka, tidak suka memaksa.

Hari: 150

Wow, sudah lama sekali ya aku tidak menulis? Biarlah, namanya juga sedang jatuh cinta.

Andrew membatalkan janji kami hari ini, ia tampak aneh dan gelisah. Sama seperti waktu ia mau memberitahuku kalau ia adalah seorang vampir. Perasaanku jadi tidak enak. Ia minta ketemu di balai desa besok pagi. Ada apa ya?

Hari: 151

Akan ada perang! Dan musuh kami adalah klan vampir, klan Andrew! Tadi tujuan dia ke balai desa adalah untuk membicarakan mengenai hal itu.

Andrew membujuk kami, aku dan para tetua, untuk bergabung dengannya dan menjadi vampir. Alasannya masuk akal sih, sebenarnya, yaitu karena hewan buruan semakin sedikit sedangkan kami tidak tahu cara menernakkannya. Kalau kami jadi vampir, kami hanya akan menghisap darah hewan yang kami tangkap. Tidak perlu sampai kering, kata Andrew. Jadi, hewan itu akan tetap hidup dan tidak akan habis.

Aku menolak mentah-mentah bujukannya. Yang benar saja, aku sudah 26 tahun hidup sebagai manusia dan aku tidak mau hidup sebagai makhluk lain, walaupun immortal sekalipun. Para tetua juga menolak. Alasan mereka adalah perang besar 50 tahun silam antara klan vampir buas dengan manusia, menurut mereka, manusia tidak bisa memercayai vampir. Aku sih tidak begitu peduli dengan pertempuran itu, toh sudah lama berlalu, tapi kelihatannya kami sama-sama sependapat. Menolaknya.

Para pengawal Andrew kelihatan tidak senang dengan penolakan kami. Akhirnya, aku tahu kalau alasan klan vampir itu membujuk kami adalah karena teritori mereka berada dekat wilayah kami, jadi bila kami, para manusia, menghabiskan hewan buruan, mereka juga akan kelaparan. Lagipula, sedang ada masalah dengan klan monster lain dan mereka berpendapat kalau kami menjadi vampir, pengikut mereka, maka kekuatan mereka akan bertambah besar.

Aku selalu benci perundingan, apalagi yang makan waktu berjam-jam disertai adu pendapat, kertakan gigi, dan makian seperti perundingan tadi. Matahari baru sepenggalah ketika kami mulai bertemu, dan matahari juga sudah sepenggalah turun saat kami selesai. Membosankan, padahal hasil perundingannya juga sama jeleknya. Perang… itu keputusan finalnya.

Andrew menjejeriku saat aku berjalan pulang sendirian sehabis rapat. Sikapnya padaku seakan tidak terpengaruh dengan perundingan tadi maupun fakta bahwa sebentar lagi kami akan menjadi musuh.

"Tidak baik seorang gadis berjalan-jalan sendiri di malam hari"

"Ck, salahkan para tetua yang selalu menggelar perundingan selama itu. Kalau memang keputusannya sama, kenapa tidak dibubarkan lebih awal sih?" gerutuku sebal

Andrew memperdengarkan tawanya yang merdu dan kusuka "Begitulah orang tua."

"Yah, kau mungkin benar" aku mengakui

"Omong-omong, bagaimana pendapatmu pribadi Ash?" tanyanya kemudian dengan nada serius

Aku memutar tubuh untuk menatapnya "Aku benci perang. Tapi aku cinta menjadi manusia, aku akan berjuang untuk tetap menjadi manusia sampai mati. Maafkan aku"

"Tidak perlu minta maaf. Aku tahu ini sulit bagimu, dan pertanyaan selanjutnya ini juga sama sulitnya. Bagaimana dengan hubungan kita?"

Aku mengangkat bahu "Terserah kau saja. aku masih mencintaimu, tapi aku takkan segan-segan membunuhmu di medan perang"

Aku menunjukkan Riptide, senjataku yang berupa pena yang bisa berubah menjadi pedang jika aku menginginkannya.

Andrew menatap Riptide "Aku juga. Jadi, kita terus?"

"Kalau itu maumu"

"Itu mauku"

"Baik kalau begitu"

Oke, aku tahu itu bodoh. Tapi itu kenyataannya, beberapa hari lagi aku akan bertempur melawan kekasihku sendiri. Hebat… dan omong-omong, sekarang aku harus pergi untuk menyiapkan pasukan. Mungkin ini juga terakhir kalinya aku menulis panjang lebar di sini, tapi menulis selalu membuat perasaanku lebih enak

Hari: 160

Semua persiapan sudah matang, kami benar-benar sudah siap bertempur. Anak-anak muda menganggap ini adalah suatu tantangan dan mereka sangat bersemangat karenanya. Mereka benar-benar tidak tahu kalau ini semua bukan permainan, mereka bisa terbunuh. Tapi kami memang siap mati untuk mempertahankan kemanusiaan kami. Seperti yang pernah ayah dan ibu pesankan padaku sebelum mereka menghilang di kelebatan gunung sekitar lima belas tahun yang lalu;

"Jangan pernah menyerahkan kemanusiaanmu. Tetaplah jadi manusia sampai mati nanti"

Hari: 165

Pertempuran mulai! Pasukan vampir itu benar-benar mimpi buruk! Mereka bisa bergerak sangat cepat dan tubuh mereka baru bisa tergores setelah berkali-kali ditusuk tombak. Belum lagi fisik mereka sangat tangguh dalam duel. Menyebalkan! Tapi tenang saja, kami belum akan kalah.

Hari: 170

Pertempuran ini makin mendekati puncaknya. Pasukanku dan Andrew makin berkurang, dan makin agresif. Lucunya, Andrew masih sering menemuiku malam-malam, biasanya sehabis aku berpatroli keliling perkemahan dan kami akan melewatkan beberapa saat bersama. Hubungan kami masih seperti biasa, tanpa kontak fisik, hanya mengobrol tak tentu arah yang tidak ada hubungannya dengan perang. Aneh, aku sendiri juga bingung tentang itu. Tentang kenapa aku masih mencintainya dan merasa nyaman dengan kencan malam-malam kami.

Hari: 177

Malam ini, sebelum berpisah Andrew mencium keningku lembut. Itulah pertama kalinya kami melakukan kontak fisik. Ia mengatakan kalau ini adalah terakhir kalinya kami bertemu karena keadaan sudah tidak memungkinkan. Aku tidak tanya apa maksudnya, keadaan perang yang semakin memanaslah yang menyebabkannya.

Hari: 182

Ini benar-benar puncak perang! Aku berhadapan dengan Andrew tadi, harus kuakui ia benar-benar tangguh. Aku sampai kewalahan menghadapinya, mungkin itu karena ia seorang pria yang gagah, tapi mungkin juga karena ia adalah seorang vampir.

Rasanya beberapa anak muda mulai tertarik untuk menjadi vampir setelah melihat kehebatan mereka. Dasar anak-anak muda! Mereka dipimpin oleh Janet. Rasanya gadis itu cuma tertarik pada Andrew, aku bisa melihat itu dari tatapannya saat memandang sosok Andrew. Hatiku terasa sedikit sakit dan marah pada Janet, apa mungkin aku cemburu ya?

Hari: 188

Ck, semakin banyak saja prajurit muda yang menyerah, mereka tertarik menjadi vampir hanya karena tertarik pada keuntungan-keuntungannya menjadi vampir. Ditambah lagi dengan kemampuan kami sekarang yang tidak seimbang, heeeh, merepotkan!

Hari: 195

Aku dan para tetua kembali mengadakan rapat. Sekarang keadaan kami semakin kepepet, tapi mereka dan orang-orang tua lain tetap tidak mau menjadi vampir. Alhasil, keputusannya adalah aku harus menjadi 'duta' ke pihak musuh!

Hari: 200

Oke, hari ini aku pergi ke perkemahan para vampir. Ugh, betapa bencinya aku melihat pandangan para vampir yang seolah-olah ingin 'memakan'ku hidup-hidup.

Hasil perundingan hari ini adalah kami menyerah. Ya, itu hasilnya. Kami pihak manusia menyerah. Begitu saja, titik. Tapi, tentang perubahan kami menjadi vampir, sudah diputuskan kalau para orang tua, yang sudah berumur lebih 30 tahun untuk tetap menjadi manusia, kecuali mereka mau menjadi vampir secara sukarela. Dan mengenai kami yang muda, kami akan masuk ke semacam 'sekolah' pengenalan tentang vampir sebelum akhirnya kami diubah menjadi vampir, saat yang paling tidak aku inginkan. Aku berharap hari itu nggak akan pernah datang.

Sebelum pulang, aku menyerahkan Riptide-ku pada Andrew sebagai tanda bahwa kami sudah tidak akan menyerang lagi. Huuh, itu kan senjata kesayanganku, awas saja kalau Andrew sampai mengapa-apakannya!

Hari: 209

Ini benar-benar akan menjadi tulisanku yang terakhir. Sebentar lagi, aku dan teman-teman yang lain akan pergi ke sekolah vampir itu. Menyebalkan! Andrew kan sudah memberitahuku hampir semua tentang vampir? Kenapa aku masih harus masuk ke sekolah bodoh itu? Toh, aku tidak berniat jadi vampir. Tidak ada yang bisa memaksaku soal itu! Bahkan Andrew sekalipun.

Para orang tua tetap tinggal di desa. Andrew sudah janji akan menjaga mereka dengan sebaik-baiknya, sebaiknya memang begitu. Aku akan menitipkan buku ini pada bibi tua yang memberiku.

Oya, ia juga satu-satunya orang yang mengetahui hubunganku dengan Andrew, dan tanpa kami sangka, ia setuju! Sudah kubilang kan kalau ia itu aneh?

TBC

RnR please…