Senyum
main characters: Uchiha Sasuke/Haruno Sakura
AU
Romance/Hurt/Comfort
.
First
.
Kala itu, kau berdiri di sana—di sudut jalan itu. Sambil terus mengulas senyum khasmu yang berupa ulasan garis tipis yang tidak akan terlihat dengan jelas oleh beberapa pasang mata sekalipun mereka memakai kacamata mereka. Kaupun menoleh, melihat sekelebat bayangan seseorang yang tengah memperhatikanmu dari balik kacamata berbingkai kecokelatan miliknya. Beberapa pertanyaan mulai terlintas di benakmu. Siapakah sosok berkacamata itu?
Hanya menelisik, mencoba mencari kemana sosok itu pergi. Kau berjalan beberapa langkah menjauhi posisimu berdiri tadi. Kali ini melintasi jalan yang terbilang cukup sepi. Tak ada satupun kendaraan yang berlalu lintas. Kerutan di dahimu perlahan muncul. Kau merasa seperti dipermainkan oleh kenyataan; realita hidup yang harus kau hadapi ini memang sangat di luar pikiranmu. Mungkin tak pernah terbayangkan kalau kau akan mengalami nasib buruk seperti ini.
Crash!
Kau terjatuh—tersungkur di tengah jalan yang sepi itu. Hanya pikiranmu yang berbicara seolah-olah ialah pengatur segalanya dalam ragamu yang tidak bergerak itu. Terdiam membisu dengan darah yang mengalir dari kepalamu. Jemari tangan tidak bisa bergerak, menggapai sesuatu yang kaupun tidak tahu apa yang harus kaugapai saat ini. Siapapun tolong—tolong bantu sosok ini. Ingin rasanya kau berteriak-teriak meminta tolong, walaupun akhirnya kau urungkan niatmu itu karena egomu yang terlalu tinggi. Dan akhirnya matamu terpejam. Hingga kau tidak lagi merasakan bahwa saat ini kau berada di ambang kematianmu.
"Kau sudah sadar?"
Kau menoleh dan mendapati sesosok manusia yang tengah terduduk di sebuah kursi di samping ranjang tempatmu berbaring saat ini. Sangat sulit menggerakkan kepalamu, bukan? Oh ya, tentu saja—kepalamu terluka saat itu. Kau masih mengingat kejadian itu, bukan?
"Kau..." Suaramu terhenti ketika obsidianmu meneliti sosok yang tengah mengulas senyum di sampingmu itu. "—siapa?" Hanya berupa sebuah pertanyaan kecil yang keluar dari bibirmu yang masih kaku dan dingin itu. Lalu onyxmu kembali bergerak—kembali meneliti setiap sudut ruangan yang sedang kau tempati saat ini. "Dimana aku sekarang?"
Senyum—sosok itu mengulas senyumannya lagi. Dan kali ini bergerak mengambil sesuatu dari atas meja. Sebuah mangkuk yang berisi bubur hangat.
"Aku Haruno Sakura." Jeda—dan tepat saat itu tanpa kau sadari otakmu merekam sebuah nama yang baru saja terucap oleh sosok gadis itu. "Aku yang menolongmu kemarin." Memberi penjelasan tentang apa yang ia lakukan. "Kau... kecelakaan. Ada sebuah mobil yang melintas dengan kecepatan penuh menabrak dirimu yang tengah menyebrang jalan—dan aku melihatnya." tambahnya lagi. Lalu tangan kanannya bergerak pada sebuah benda di mangkuk itu.
"Kau menyelamatkanku?"
Satu pernyataan kembali kau layangkan pada sosok yang masih saja terus menampilkan senyumnya yang terkesan manis. Bahkan hatimu saja tampak tenang ketika melihatnya.
"Ya," katanya menjawab pertanyaanmu. "kebetulan aku sedang berada tak jauh dari tempatmu tersungkur. Dan aku langsung menelepon ambulans untuk membawamu ke rumah sakit." lanjutnya lagi sambil melihat sekeliling sementara kau hanya terdiam membisu.
Rapuh. Kau merasa saat ini kau sedang rapuh, bukan? Kau merasa bahwa kau sangat lemah bahkan orang yang menolongmu saja seorang gadis. Kau merasa dipermalukan oleh nasibmu sendiri. Seakan semuanya sedang mempermainkanmu dan mengejekmu karena kau hanya seorang pemuda lemah yang hanya bisa terdiam di atas ranjang sebuah rumah sakit.
"Oh ya, aku sudah buatkan semangkuk bubur hangat untukmu." Suara itu kembali terdengar olehmu. Onyxmu yang tadi mematung menatap langit-langit ruangan seketika berubah pandangan dan kembali menatap gadis Haruno yang tengah memperlihatkan sebuah hasil karyanya; semangkuk bubur hangat yang kelihatannya sangat enak untuk dicicipi. Tapi sekali lagi, egomu yang terlalu tinggi memaksamu untuk terdiam dan kembali bersikap angkuh seperti biasanya. "Ayo, makan. Aku suapkan deh—mumpung masih hangat." Bahkan suaranya saja terdengar cukup antusias.
"Aku tidak lapar."
Dan keheningan tercipta ketika kau selesai berucap seperti itu, seakan-akan sesuatu telah merubah segalanya.
"Err—masakan buatanku enak, kok. Tidak ada sedikitpu racun yang aku masukkan. Hehe. Dan—ehm—aku yakin kau akan menyukainya."
Kau terdiam sekali lagi, lalu kembali menatap mata indah sang gadis. Mata onyxmu kembali bertemu dengan mata emeraldmilik sosok itu. "Kubilang aku tidak lapar."
Kali ini gadis itu yang nampak terdiam, lalu senyumannya menghilang ketika tangannya menaruh mangkuk yang berisi bubur itu di atas meja di samping ranjangmu. Kau hanya mendengus kesal dan kembali beralih pada langit-langit ruangan bernuansa putih yang sama sekali belum pernah kaukunjungi sebelumnya.
"Oke, baiklah." Kaudengar gadis itu kembali berucap. Suara0suara yang tidak kaukenal terdengar oleh indera pendengaranmu. "Mungkin kau butuh ketenangan, ya? Kalau begitu lebih baik aku keluar saja supaya kau bisa makan bubur buatanku sendirian agar kesehatanmu bisa pulih kembali. Dan satu lagi, kalau kau butuh bantuan, panggil aku saja, oke?" Kau tidak menoleh untuk memastikan apakah sosok gadis Haruno itu benar-benar pergi dari ruanganmu atau tidak. Kau sama sekali tidak mempedulikannya.
"Aku tidak butuh bantuan." Suaramu keluar begitu saja. Terdengar sebuah lirihan kecil, memang. Tapi kau bersikeras bahwa yang berkata itu adalah innermu.
"Ehh yaa—hai!" Suara itu kembali terdengar olehmu. Saat ini kau tengah berada di luar ruangan, di sebuah taman kecil di belakang rumah sakit tersebut. Kau yang meminta suster untuk pergi dari ruangan hampa itu dan berniat mencari suasana ketenangan baru yang nyatanya malah sama saja karena adanya sosok gadis tadi. "Bagaimana bubur buatanku? Enak, 'kan?"
Kau tetap pada posisimu, terdiam dan hanya memandang lurus ke depan. Kau terlihat nampak kusut saat itu, dengan kondisi kepala yang diperban dan tangan dan kakimu juga dalam kondisi yang sama. Bahkan saat inipun kau duduk di sebuah kursi roda. Dan semuanya karena nasb yang tengah mempermainkanmu, bukan?
"Ehm—oke, mungkin itu menandakan 'iya'. Ehehe." Kau hanya mendecih kesal mendengar ucapan itu. Lalu tanganmu bergerak ke roda untuk memutar roda tersebut. Mungkin kau bosan berada di tempat seperti itu—bosan karena kehadiran sosok gadis itu, mungkin.
"Berisik."
"Eeh kau mau kemana?" Sadarkah kau jika gadis itu tengah bertanya padamu? Dan lihat—bahkan gadis itu tengah mengejarmu yang sudah menjauh meninggalkan gadis Haruno itu beberapa meter di belakangmu. Dan kenyataan berkata lain, gadis itu sekarang berada di sampingmu dan ia berhasil mengejarmu. Tanganmu langsung saja berhenti memutar roda, dan kepalamu langsung menoleh ke arah si gadis.
"Bisakah kau tidak mengikutiku?"
Gadis itu hanya terdiam, lalu memunculkan senyumannya seperti yang pernah kaulihat sebelumnya. "Maaf, aku tidak bisa meninggalkanmu." Gadis itu masih terus tersenyum, membuatmu makin muak untuk melihatnya. "Aku tahu mungkin kau memang butuh ketenangan. Tetapi... ya... aku takut jika kau melakukan sesuatu yang—ehm—sangat tidak baik untuk dilakukan. Maksudku, ya... aku mengkhawatirkan keadaanmu." Dan kalian berdua sama-sama terdiam. Gadis Haruno itu mungkin terdiam karena kehabisan ucapan sementara kau terdiam karena sedikit tersinggung ketika mendengar kata-kata terakhirnya.
Mengkhawatirkan keadaan? Maksudnya apa?
"Aduh, maksudku aku mengkhawatirkan kesehatanmu!" Seolah-olah gadis itu seorang peramal yang bisa mendengar semua yang ada di pikiranmu. Senyumannya bahkan berganti dengan sebuah cengiran lebar. "Sudah kubilang 'kankalau kau harus pulih kembali?" Kau terdiam ketika matamu kembali bertemu dengan mata Haruno itu.
Rasanya memang tidak enak jika kau dipermainkan nasib seperti ini. Ingin sekali kau berkata, 'Siapa kamu hingga berbicara seperti itu?'. Tapi selalu—selalu egomu yang mengalahkan segalanya.
"Siapa dirimu hingga berbicara seperti itu?"
Ya, akhirnya kalimat itu keluar dari mulutmu juga. Dan kau merasa kaulah pemenangnya. Kau telah menjatuhkan posisi dimana gadis itu sedang berdiri saat ini. Dan kau merasa kaulah yang paling hebat diantara yang lain.
"Aku Haruno Sakura," Dan dengan bodohnya si gadis berkata seperti itu, membuatmu kembali mendecih dan mengalihkan pandanganmu kembali ke depan. "—sudah kuperkenalkan diriku sebelumnya, bukan?" Gadis itu sekarang malah berdiri di depanmu seakan-akan ia hendak memberhentikan langkahmu—seakan-akan kau adalah seorang pencuri yang hendak kabur dan gadis itulah sang polisi yang akan menghentikan kasus pencurian."Omong-omong, aku belum tahu namamu."
Entah untuk yang keberapa kalinya iris matamu bertemu dengan iris mata miliknya. Dan kau terlihat sangat malas untuk mengartikan ucapan sang gadis yang sebenarnya sudah kauketahui apa maksudnya.
"Siapa namamu, hm?"
"Tak penting kau mengetahui namaku."
Gadis itu terlihat menarik napas pendek sementara kau menatapnya dengan tatapan sinis. "Ooh, tentu saja itu penting." ucapnya membalas ucapanmu. "Bagaimana caranya aku memanggilmu kalau kau saja tidak memberitahu siapa namamu sebenarnya?"
"Uchiha Sasuke."
"—eh?"
Dan sekali lagi kau menarik napas, berharap semoga semuanya akan berakhir. "Namaku Uchiha Sasuke."
.
To Be Continued
.
Eeaaa saya buat fanfiksi baru lagi dan... multichapter lagi \m/ Sebenarnya fiksi ini udah saya publish di akun blog saya, tapi saya publish lagi disini muehehehe :
Oke, no comment. Daya imajinasi+mengetik udah mulai pudar. Keep this or delete? Review or con-crit? :)
Rin Sakamoto