Disclaimer : Masashi Kishimoto

Title : This is The End

Rate : T

Genre : Friendship/General (karena universal, saya nggak tau bagusnya masukin genre apa)

Warning : OOC? (hope no XD) Typo(s), Canon! (Oh Jashin! Pertama kalinya saya buat Canon), menceritakan tentang akhir dari manga Naruto versi Saya XD

Summary : Perang dunia Ninja keempat telah berakhir. Bagaimana Keadaan Desa Konoha setelahnya? Bagaimana Nasib para Shinobi-shinobi perantau disana? Dan, bagaimana akhir dari pernyataan cinta Hinata?

.

.

Page One

Welcome Home

.

.

Kepulan asap hitam membumbung tinggi di atas langit Konoha. Peperangan panjang menciptakan kehancuran struktur bangunan disekitarnya bahkan tidak sedikit dedaunan pada pohon-pohon tinggi yang hangus dilalap oleh Api.

Di sebuah medan yang luas, Naruto tengah menghadapi seseorang yang sudah membuat kehancuran dan segala hal buruk yang selama ini menimpanya. Kematian orangtuanya, Kematian Nenek Chiyo, kematian gurunya yang paling dihormati, Jiraiya. Bahkan membutakan seorang Nagato dan memperalatnya agar mendapatkan rinnegan. Madara sudah melebihi batas dari seorang kriminal sejati. Jika ia tak pernah lahir dibumi ini, mungkin saja kehidupan Naruto yang sekarang tidaklah sekacau ini. Dan Konoha tidak akan berduka dalam jangka waktu yang sangat panjang.

"Kau sudah sampai batasmu, Naruto.." pria tinggi berjubah awan merah itu berdiri tergopoh-gopoh setelah terpental karena Oodama Rasengan Shuriken yang dahsyat dari Naruto mengenainya tepat sasaran. Namun, meskipun kondisinya terlihat menyedihkan dengan banyaknya luka bakar dan goresan dimana-mana, tetap saja, mata sebelah kanan Madara masih mengaktifkan Sharingan-nya tanpa kenal lelah. Sementara yang kirinya, Rinnegan hasil buah curian terlukis kejam disana.

Naruto tidak sedang bertarung dengan seseorang. sesuatu yang sedang berdiri menatapnya dengan tajam adalah seekor monster.

"Sudah cukup.." Naruto menyingkirkan balok-balok kayu yang menghalangi jalannya, "Kau t-tidak akan kubiarkan bertindak lebih jauh dari ini," langkahnya sempat berhenti karena desakan dari dalam tubuhnya membuat jantung Naruto berdenyut nyeri, "Ugh!" ia memuntahkan darah disana. Madara nyengir setan.

'Sebentar lagi.. tahan dirimu, Madara' dengan pandangan nafsu, pria Uchiha berumur ratusan tahun itu menyemangati diri. Jika Naruto mati, Kyuubi yang sangat legendaris itu akan keluar dari sangkarnya. Dan Madara bisa kembali bangkit, entah untuk yang kesekian kalinya.

"HEAHH!" Naruto melesat cepat menuju tempat Madara berdiri sebelum pria itu sadar dan menghindar. Tangannya yang mengepal kuat dengan pusaran Rasengan semakin merusak puing-puing disekitar. namun kali ini, Madara dapat menghindari serangan Naruto yang saat itu terlihat sangat gegabah. Naruto sadar, ia sudah mencapai puncaknya dan tidak mungkin bertahan lebih lama lagi untuk menghadapi Madara.

"Heh.. dengan ini, kau mengatakan bahwa dirimu telah berakhir," Madara bersiap untuk membentuk sebuah segel dengan mengaktifkan Mangekyoushi Sharingan-nya sebagai jaga-jaga. Sebuah cahaya yang menyakitkan mata Naruto muncul melalui telapak tangan Madara, berpendar, dan lama-lama cakupannya semakin luas.

"A-Apa itu..?" Naruto sedikit mundur. kuda-kuda pada kakinya terpasang kuat. ia bersiap untuk kondisi yang paling buruk sekalipun.

"Kau harus kubunuh, Naruto… atau setidaknya, aku harus membuatmu memanggil-nya" suara itu terdengar ambisius. Naruto mendecih kesal.

"Sial!" matanya menatap ke sekeliling medan. Begitu hampa, luas, dengan tumpahan darah di mana-mana. Kepalanya mengadah sesaat, begitu banyak asap yang menghiasi langit kelabu Konoha. Naruto menutup matanya sejenak,

'Sasuke'

Ia teringat akan kawan lamanya yang satu itu. ia tidak yakin masih memiliki waktu untuk membawa bocah Uchiha itu pulang, meskipun dalam lubuk hatinya yang paling dalam Naruto ingin mengembalikan pemuda itu, bagaimanapun caranya. Awal semula, ia memang melakukan hal itu atas dasar permintaan Sakura yang menangis di depannya beberapa tahun silam. Namun, sekarang, ia ingin membawa Sasuke kembali, karena ia mau. Naruto mundur kembali pada masa lalu, ia bernostalgia dalam akal pikirannya.

"MATI KAUUU!" Madara melesat tajam ke arah Naruto dengan bulatan cahaya besar ditangannya itu. Naruto menutup matanya, berusaha untuk tidak memedulikan Madara.

'Aku… masih ingin hidup, dan melihatmu sekali lagi sebagai ninja Konoha.. Sasuke'

Kulit ditubuh Naruto terkelupas oleh Chakra yang membakarnya. Perlahan-lahan ekor berbulu duri itu muncul satu per satu, menjadikan sosoknya berubah bak monster Kyuubi. Lima ekor, enam ekor, terus tumbuh membuat nyali Madara semakin semangat untuk menghantam Naruto sampai tewas.

Ekor tujuh muncul, wajah Naruto sudah tidak teridentifikasi lagi. Hingga ekor delapan, tubuh itu mulai berbentuk menjadi musang berbulu merah jahat. Bola mata Naruto menghitam, dengan aura Chakra merah yang semakin pekat mengelilinginya. Naruto yang setengah sadar itu ngamuk bersama dengan Kyuubi yang bersemayam nyaman di dalamnya. Madara tahu, Kyuubi yang muncul kali ini bukanlah karena koordinasi serta perintah dari Naruto. melainkan, keluar karena paksaan yang terlalu menekan tubuh bocah itu. dan bisa dipastikan, kali ini Kyuubi-lah yang akan dihadapinya, bukan Naruto.

Namun, seketika saja tubuh Madara merasakan nyeri dan kaku. Matanya terbelalak dan sudut bibirnya mengeluarkan darah. Pada perutnya, tembuslah sebuah tangan roh berwarna asap biru transparan. Madara menoleh kebelakangnya, ada yang memanggil dewa kematian, entah siapa. Rinnegan dan Sharingan-nya menghilang dari bola mata hitam pekat itu. kala tangan roh berwarna kebiruan yang dimaksud mulai menarik roh dalam tubuhnya.

"Ugh..!" butir keringat sebesar biji kacang keluar dari dahinya. Dibelakang Madara, munculah sesosok seorang wanita berdahi wajik, Hokage kelima, "Sialan!"

Ia mengalihkan pandangannya pada Tsunade, berharap bisa melakukan genjutsu dan melepaskan tangan sang Dewa kematian terhadap roh di tubuhnya, namun usaha tersebut sia-sia.

"Kau harusnya telah mati, Madara," Tsunade memperkuat jurus terlarang itu, yang entah bagaimana caranya beliau bisa menguasainya dan kini menggunakannya sebagai jurus terakhir.

Kekuatan Kyuubi kembali tersegel ketika beberapa orang dari Anbu dan ketua mereka, Yamato datang untuk menyadarkan Naruto. bocah berambut pirang itu tersadar dari pangkuan Yugao yang menahan tubuhnya saat tersungkur jatuh kala Yamato menekan segel berbentuk lingkaran yang berada pada perut Naruto menggunakan elemen kayu-nya.

"Hokage-sama!" Yugao berteriak khawatir, saat menemui wajah dari Tsunade yang asli. Keriput itu semakin kentara, wajah lelah dan sekarat mulai timbul pada ekspresinya.

Mendengar teriakan dari Yugao, Naruto mulai sadarkan diri. Kelopak matanya mulai terbuka, dan pandangan buram yang pertama kali dilihatnya ialah, sosok dari tubuh raksasa dewa kematian. Ia menatapnya dengan pandangan mata yang melebar.

"Tsunade baa-san!" gantian Naruto yang berteriak histeris. Tubuhnya sudah beranjak dari sentuhan lembut pangkuan Yugao. Namun terlambat.

Wajah dari nenek-nenek itu tersenyum saat mendengar namanya dipanggil oleh Naruto. bocah itu menjatuhkan sebulir air hangat dari ujung matanya, "TSUNADE Baa-san!" dewa kematian berhasil menarik roh milik Madara. Kemudian memakan roh tersebut bersama dengan jiwa Tsunade yang ditarik paksa.

"Naruto.. terimakasih, sudah melindungi banyak penduduk," wajah keriput itu tetaplah tersenyum, dan cantik. Naruto tak kuasa membendung peristiwa yang menimpanya saat itu, "Kau tekad api Konoha… aku ingin, cita-cita dari Nawaki serta Dan diteruskan olehmu kelak,"

Kejadian ini, mirip dengan peristiwa yang menimpa Hokage-Hokage terdahulu beberapa tahun silam. Hokage ketiga, dan Hokage keempat. Bahkan sekarang, Hokage kelima, yang mengakhiri hidupnya dengan skenario yang sama.

Air mata jatuh menyapu segala debu yang berada di pipi Naruto. Madara telah selesai memporak-porandakan dunia Shinobi. Naruto mengakhiri semuanya, beserta dengan pengorbanan Tsunade yang meminjamkannya sesosok Dewa Kematian sebagai sentuhan terakhir.

"Ayo.. pulang, Naruto," Yamato bergumam pelan sembari menepuk bahu cowok berambut pirang itu. ia menghapus air matanya dan berdiri melalui Yamato dan yang lain.

"Baik," dengan ini, selesailah sudah perang dunia ninja ke-empat.

.

.

oOoFujioOo

.

.

Naruto terbangun pada sebuah kamar pasien nomor 130. Ia berada di Rumah Sakit Konoha sekarang. Walaupun limapuluh persen dari bangunan tersebut telah runtuh karena peperangan, namun sebagian dari wilayah gedung itu masih bisa di tempati, disaat para pekerja bangunan memperbaiki desa Konoha, bahu membahu bersama-sama.

Langit kali ini tidak terlihat begitu cerah. Awan kelabu masih menghiasi desa Konoha. Mungkin hari yang lalu masih menyisakan beberapa duka mendalam bagi orang-orang yang mengalami perang dunia ninja. Banyak hal yang telah terjadi, dan sebagian besar berita buruk yang menghantui.

Hokage kelima telah meninggal dengan mengorbankan nyawanya.

Nama beliau kini terukir manis, seperti para ninja legendaris yang lainnya di atas batu nisan penghormatan. Godaime Tsunade telah menyusul kehidupan Jiraiya, Nawaki serta Dan. Dalam perasaan yang campur aduk, saphire Naruto menatap langit dengan tangan yang menggenggam kuat kalung berharga pemberian nenek sekaligus sannin wanita yang paling kuat itu. senyumnya mengembang dengan tulus,

"Terimakasih," ia bergumam pelan.

Di sisi kamar lain, tubuh Kakashi berbaring lemah, menghadapi operasi mata yang baru saja akan dilakukan. Pertempuran kemarin membuat Sharingan-nya mencapai titik batas dan musnah karena terlalu dipaksakan dalam pemakaiannya. Semenjak Sharingan dimata kiri Kakashi menghilang, pria kisaran duapuluh tahun keatas itu buta sebelah. Yah, seharusnya mulai detik ini Kakashi harus membiasakan dirinya tanpa Sharingan lagi. namun, saat operasi selesai dilakukan, tiba-tiba saja mata kiri itu bisa melihat chakra lagi. Dalam batin Kakashi bertanya kenapa.

Hingga akhirnya sesosok pemuda berambut raven muncul dan duduk menghadap ranjangnya. pria yang melepas maskernya saat itu tersenyum ramah dan mengerti akan semua yang telah di dapatnya hari ini,

"Terimakasih, Sasuke," mantan muridnya itu tersenyum maklum, dan sangat tipis.

"Istirahat yang cukup, sensei," Sasuke telah kembali ke Konoha. Bocah itu akhirnya kembali, setelah tahunan waktu telah berlalu. Setelah tahunan waktu Naruto dan Sakura menunggu dengan penantian yang tidak pasti. Orang yang mereka rindukan itu akhirnya pulang kerumah, dengan perasaan damai.

Konoha sedang tidak menerima misi untuk beberapa waktu kedepan. Dikarenakan hancurnya enampuluh persen bangunan Desa dan kosongnya posisi Hokage saat ini. Tetua Homura dan yang lainnya mengadakan perkumpulan untuk merundingkan siapa yang pantas untuk menjadi Hokage selanjutnya. Mereka tak mau, desa Konoha menjadi pasif dalam jangka waktu yang cukup lama.

Dan akhirnya, pilihan jatuh ke tangan Kakashi. Naruto yang dianggap oleh mereka masih terlalu muda, namun sudah dipastikan bahwa bocah berambut pirang itu akan menduduki posisi Nanadaime.

Meskipun begitu, masih banyak kabar buruk yang belum sempat di ceritakan. Tidak sedikit para Shinobi Konoha yang meninggal akibat perang besar-besaran ini. Contohnya saja, Shikamaru, yang sudah mengorbankan dirinya saat melindungi Chouji dan Ino ketika Asuma kembali di bangkitkan. Pertarungan menyakitkan terhadap guru yang paling mereka sayangi, namun harus berakhir dengan pengorbanan Shikamaru yang menyelamatkan nyawa sahabatnya. Ino tidak bergegas pulang saat Chouji memintanya untuk pergi meninggalkan batu nisan penghormatan. Gadis itu masih duduk bersimpuh, memandang nanar batu hitam pekat didepannya,

"Sebentar lagi, Chouji," Ino memohon saat pemuda gemuk itu memintanya untuk pulang. Napas Chouji serasa sesak. Ia membuka bungkus keripiknya, dan duduk di samping Ino,

"Kalau begitu, biar aku temani," gadis pirang itu menangis sejadi-jadinya.

Nama lainnya yang terukir di atas Nisan pernghormatan adalah Kotetsu, Iruka, dan Lee. Kepedihan menjalar pada diri Guy, kala menyaksikan nama Rock Lee terukir gagah diatas batu nisan yang kokoh. Sekuntum Lily putih ia berikan sebelum akhirnya Guy pergi mengunjungi acara pemakaman Godaime, Tsunade.

'Kau.. sudah kuanggap sebagai anakku sendiri Lee.. terimakasih, untuk waktumu selama ini'

Naruto tidak pergi ke acara pemakaman Godaime ataupun mengunjungi monumen peringatan untuk menghormati kepergian Iruka-sensei hari ini. Namun, cowok itu sudah bertekad, setelah diperbolehkan untuk meninggalkan rumah sakit, ia akan mengembalikan barang milik Iruka-sensei yang tertinggal.

Sebuah Ikat kepala Konoha, yang saat ini tergeletak manis di atas meja kamar nomor 130.

Di sisi Lain, Suna juga berduka atas kepergian dari Jounin kebanggaan mereka, Kankuro, setelah insiden perang dunia ninja terjadi. Kazekage Gaara dari sejak pagi sampai sore ini, masih berada di depan tugu pahlawan dan menatap nama 'Kankuro' dengan pandangan nanar. Di sampingnya berdirilah Temari, yang sejak tadi bergeming, nyaris mengeluarkan air mata ketika mendapati realita bahwa kakak mereka harus pergi jauh, dan takkan kembali.

"Maafkan aku… Kak," suara pelan yang memecah keheningan itu sontak membuat Temari kaget. adiknya Gaara, entah sudah sepuluh tahun lamanya ia tidak melihat sosok berambut merah pekat itu menangis, di depan matanya.

"Bukan salahmu, Gaara," gadis itu hanya bisa menanggapinya demikian, "Bukan salahmu," ulangnya lagi, sambil menyeka ujung matanya. Dan Gaara jatuh berlutut, sembari memegangi ujung kepala Nisan Kankuro.

.

.

oOoFujioOo

.

.

Hari demi hari telah berlalu. Keadaan suram di Konoha perlahan-lahan kembali seperti semula. Semua peristiwa menyedihkan yang terjadi beberapa waktu silam telah tersimpan rapi di dalam kotak batin mereka masing-masing dan akan menjadi pemacu hidup bagi mereka-mereka yang masih hidup.

Di rumah sakit, Sakura dan Shizune tengah sibuk berlalu-lalang menghadapi berbagai macam pasien yang kian hari kian bertambah. Semenjak ketiadaan Tsunade-sama, Shizune di angkat sebagai ketua tim medis khusus Konoha dan dipercaya untuk menjalankan rumah sakit ini bersama dengan Sakura sebagai wakilnya.

"Kamar nomor 220 mengalami keadaan kritis!" beberapa manusia bermasker dengan seragam putih-putih memasuki ruangan UGD tersebut. Kali ini, Sakura yang melakukan operasi pengangkatan racun yang telah menyebar pada nadi seorang Chuninn.

"Yak! Selesai," dan untuk pertama kalinya, setelah sekian lama tidak bekerja di rumah sakit Konoha, Sakura bisa merasakan bahwa betapa menyenangkannya menyelamatkan sebuah jiwa, sekecil apapun tugasnya.

"Nona, ada yang menunggu anda di meja resepsionis," seorang suster relawan tiba-tiba saja masuk ke dalam ruangan dan memberitahu Sakura setelah proses operasi selesai dilakukan. Gadis berambut pink itu melepas maskernya, dan menyeka keringat.

"Phew.. siapa itu?"

"Dia… Uchiha," dan mata emerald-nya yang cantik membulat besar karena kaget, "Kemarin ia datang ke sini untuk menjenguk Kakashi-sensei. Tapi, saat itu anda sedang tidak ada jadi dia menitipkan pesan padamu untuk menemuinya hari ini," lanjutnya menjelaskan.

"S-Sungguh? Kenapa tidak kau katakan itu dari kemarin?" ungkap Sakura tidak percaya. Gadis didepannya mendadak panik saat mengetahui reaksi wajah dari Sakura tidak mengenakkan.

"Eee.. K-karena Sakura-san belum kembali dari tugas anda untuk mencari obat-obatan,".

"Oh," Sakura menggumam tidak sabar, "kalau begitu terimakasih untuk Infonya! Aku pergi dulu!" Gadis itu berlari meninggalkan ruangan setelah memanggil penggantinya untuk meminumkan penawar racun pada pasien di ruang 220. Tidak menyangka bahwa, selama ini Sasuke berkeliaran di rumah sakit rintisannya. Dan yang lebih teganya lagi, guru Kakashi tidak mengatakan apa-apa kemarin. Dasar sial!

"S-Sasuke!" Sakura berlari menuruni tangga dan menghadapkan wajahnya pada ruangan resepsionis. Dan benar saja, pemuda itu sedang mengurusi beberapa obat-obatan untuk diantarkan ke sebuah ruangan. Tertulis di kotaknya 'untuk kamar nomor 130, "Sasuke!" teriak gadis itu lagi. Yang dipanggil menoleh, kemudian tersenyum tulus. Senyuman yang seumur hidup takkan pernah dilupakan oleh Sakura.

"Kita harus menjenguk si Dobe," ujar sang bocah Uchiha singkat. Dan Sakura mengangguk sambil berkaca-kaca.

"Hehe.. kau benar," sepertinya tim tujuh kembali berkumpul, di rumah sakit ini.

.

.

oOoFujioOo

.

.

Untuk sementara waktu, latihan pagi Neji tidak dihadiri dengan suguhan teh hangat dan Dango manis dikarenakan, pembuatnya, Hinata, sedang berbaring di futon karena sakit. Gadis itu mendapatkan cidera yang cukup parah dan membutuhkan waktu yang sangat lama baginya untuk menjadi pulih. Hanabi berada di samping Hinata persis, menyiapkan segala keperluan kakaknya yang satu itu ketika Hinata sedang merasa butuh. Sesekali gadis berusia lima tahun lebih muda itu mengelus kepala kakaknya dengan perasaan rindu. Karena Hinata yang sedang berbaring saat ini mirip sekali dengan ibu mereka,

"Maafkan aku, kakak," Hanabi bergumam sedih. Wajah Hinata bergerak dengan lembut ke arahnya,

"Ada apa Hanabi-chan?" wajah itu tidak lagi terlihat cengeng dan lemah. Hinata yang sekarang telah berubah menjadi dewasa,

"Aku.." Hanabi menggigit bibir bawahnya, "Sekian lama Nee-chan teraniaya karena aku.. aku benar-benar merasa bersalah… aku berpura-pura tidak melihat Nee-chan yang dibedakan saat itu. dan aku juga tidak membela Nee-chan. aku minta maa–"

"Sst.." jemari Hinata menyentuh bibir mungil Hanabi dengan lembut, "Masa laluku bukan kesalahanmu, Hanabi. Aku memang sangat lemah saat itu.." pandangan Hinata menembus cakrawala langit yang terbentang di luar jendela kamarnya, "Tapi, itu bukanlah sesuatu yang mesti di ungkit lagi.. aku sudah tidak apa-apa Hanabi, tidak perlu cemas,"

"T-Tapi.." Hanabi terlihat gugup, "Aaa.. B-bagaimana dengan luka Nee-chan? Aku.. berterimakasih karena Nee-chan sudah melindungiku saat perang lalu. Aku akan membalas semuanya. Aku janji," Hinata tersenyum simpul mendengar ucapan adiknya.

"Aku merasa lebih baik sekarang. Terimakasih, Hanabi,"

Hiashi dan Neji tiba-tiba saja masuk kedalam kamar Hinata, "Selamat pagi," sapa ayahnya tegas, namun lembut. Wajah itu tidak lagi sedingin di masa lalu. Hiashi telah mempedulikan Hinata, selaku anak kandungnya dari Klan Souke. Tentu saja, selain karena jiwa orantuanya, Hinata telah banyak berkembang hingga kemampuannya bisa melesat diatas Hanabi.

"Otou-san," Hanabi bergumam pelan. Sementara Hinata membalas sapaan ayahnya. Neji muncul dibelakang Hiashi-sama. Membawakan sebuah nampan berisi teh hangat dan roti kacang merah.

"Ini.. aku membelinya tadi," pemuda itu menyuguhkannya tepat di samping futon Hinata, "Semoga lekas sembuh," ujarnya kemudian. Hinata hanya tersenyum.

"Terimakasih," untuk pertama kalinya, ia merasa hangat di bawah lingkaran Hanabi, Neji-nii, dan Ayahnya, Hiashi-sama. Mungkin, kali ini Hinata bisa menganggapnya sebagai Suasana keluarga.

"Narutoo!" suara perempuan yang nyaring terdengar kala pintu bernomor 130 terbuka dengan ganas. Sakura muncul disana. Ia melihat pemandangan pagi yang jujur saja tidak menyenangkan sama sekali baginya.

Konohamaru melakukan Oiroke no Jutsu atas permintaan Naruto.

"BODOH! Apa yang kau lakukan!" Sakura menjitak kepala Konohamaru lebih dahulu, kemudian disusul oleh gembongnya dengan pukulan yang lebih keras.

"Aww!" cowok pirang dan 'adik' laki-lakinya itu menjerit bersamaan. Namun, bola mata Safir Naruto dengan cepat menangkap sebuah objek dan membuatnya hening sejenak,

"H-Ha.. Mm.." cowok itu gagap mendadak, "Sa-Sasuke?"

"Ya, aku pulang,"

Tanpa tahu rasa sakit, Naruto beranjak dari ranjangnya, membuat beberapa selang infusnya putus kemudian memeluk Sasuke dengan semangat, "adaaww!" namun, Dewi fortuna berkata lain. Belum ada dua detik, tubuh Naruto mati rasa.

"Jangan tiba-tiba menjadi antusias begitu bodoh! Perhatikan juga cideramu!" Sakura mengembalikan tubuh tanned itu ke atas kasurnya. Ia tersenyum dengan manis, "Kalau sudah sembuh, kita makan ramen bersama-sama ya?"

Mata Naruto berkilat penuh bahagia, "Dengan Sasuke? setelah sekian lama?" Sakura mengangguk, menyanggupi pertanyaan Naruto. Bola mata kebiruan itu kini menuju pada Sasuke,

"Kau jangan menatapku seperti homo begitu," satu ruangan tertawa terbahak-bahak.

"Jaa, Naruto-nii. Aku masih ada urusan," Konohamaru melambaikan tangannya dan hendak keluar sebelum ia mendengar Naruto mempertanyakannya,

"Mau kemana kau?" Konohamaru memutar tubuhnya dan tersenyum lebar.

"Mengunjungi kakek, dan… berterimakasih kepada Hokage kelima," sekali lagi tangannya memberi salam perpisahan, "Dah," dan Konohamaru pergi. Dunia telah berputar dengan cepat.

.

.

oOoFujioOo

.

.

Setelah seminggu berdiam diri di rumah Sakit, Suigetsu pamit untuk berkelana mencari sisa-sisa pedang yang belum ditemukannya, atau setidaknya, mencari kehidupan disana. Ia bukan tipe manusia yang betah untuk tinggal dan menetap di sebuah desa jadi ia memutuskan untuk pergi dari Konoha sendirian.

"Jaga dirimu," Sasuke menjabat tangannya. Suigetsu nyengir seperti biasa.

"Heh.. selamat untukmu. Ketua Anbu," kakinya berbalik menuju gerbang depan Konoha dan melangkah keluar, "Sampaikan salamku kepada Karin dan Juugo. Kuusahakan akan singgah di Konoha sesering mungkin. Sampai jumpa," ia melambai tanpa menoleh lagi, kemudian melompat pergi secepat kilat. Ambisi Suigetsu untuk mengumpulkan ketujuh pedang legendaris masih kuat, namun tujuannya berbelok menjadi kebaikan.

Lepas dari mengantarkan Suigetsu pergi, Sasuke bergegas menuju Ichiraku ramen, untuk memenuhi tuntutannya kepada Naruto, Sakura, Serta Sai yang hari ini resmi menjadi Jounin dan menggantikan posisi Sasuke di tim 7.

Karin masih sibuk mondar-mandir di rumah sakit mengurusi pasien-pasien menggantikan Sakura yang sedang makan diluar. Perempuan itu resmi menjadi salah satu anggota tim medis khusus Konoha sekaligus sebagai mata-mata rahasia. Karin terduduk di sudut jendela kamar nomor 035 dengan pandangan nanar. Tangannya memegangi sebuah amplop surat sementara Juugo, tidak mengganggunya dan terlihat asik dengan apelnya sendiri.

'Untuk Karin'

Surat tulisan tangan yang super jelek, milik Suigetsu. Seketika saja airmata Karin turun perlahan, membuat Juugo yang sedang menikmati suasana pagi dengan damai tersentak kaget.

"Kau.. kenapa?" Karin hanya menggeleng pelan,

"Tidak apa-apa.. hanya saja," ia mengusap air matanya, kemudian melipat kembali suratnya, "Suigetsu telah pergi meninggalkan Konoha lebih dahulu daripada kita,"

"Lalu, kau juga akan pergi?" tanya Juugo mengangkat alisnya,

"Kurasa… tidak," Karin mengeluarkan selembar kertas putih dan menuliskan balasan untuk Suigetsu, "Aku.. sudah di tolong oleh desa ini. Satu-satunya cara bagiku untuk berterimakasih adalah dengan mengabdi di rumah sakit Konoha, di desa ini," mata itu tertuju lurus pada surat yang di tulisnya. Keadaan hening sejenak.

"Kau tahu Karin?" Juugo kembali mengupas kulit apelnya dan menggigitnya perlahan, "Kurasa… aku akan menyusul Suigetsu. Kau, tidak apa-apa?" gadis berambut harajuku itu tersenyum simpul,

"Oke, terserah padamu," ia menggulung suratnya dan mengikatkan tali berwarna hijau kusam, "Ini, serahkan padanya nanti," ucap Karin seraya pergi meninggalkan ruangan Juugo, "Aku masih ada urusan lain. Sampai jumpa," pintu itu berdebam dengan tegas. Juugo kembali pada acara makan apelnya. Wajah itu mengadah pada langit luas. Warnanya biru cerah, dan hangat.

.

.

oOoFujioOo

.

.

Kedai Ichiraku sudah ramai dengan beberapa komplotan Naruto yang berkunjung ke sana. kebetulan Chouji dan Ino lewat, mereka ikut singgah menemani Kelompok Naruto makan bersama.

"Sasukee! Lama tak jumpa!" suara nyaring Ino masih terdengar seperti dahulu. Namun reaksi Sasuke tidaklah sedingin lalu.

"Hn," setidaknya ia mendengus untuk memberi respon. Sakura tertawa kecil. Sementara Sai menawarkan sebuah bangku kosong di sampingnya,

"Silahkan, Ino," gadis itu duduk kemudian.

"Sudah dengar kabar tentang Hinata?" tiba-tiba saja Sakura nyeletuk. Semuanya menoleh dengan pandangan bertanya, "Hinata masih terbaring di ranjangnya sampai saat ini. Sepertinya kondisi Hinata parah sekali. aku sudah menyuruh Neji untuk memindahkan Hinata ke rumah sakit tapi, katanya dia menolak. Hinata tidak mau membuat rumah sakit penuh karenanya.. yang benar saja gadis itu," Sakura menghela napas.

"Hm.. kenapa tidak kita tengok saja?" Sakura menggeleng cepat ketika Ino melemparkan usul kepadanya,

"Jangan.. 'kita' itu terlalu banyak. Kenapa tidak memilih beberapa orang saja.. semisal…" Sakura memutar otaknya, "Shino, Kiba dan Naruto? berhubung Shino dan Kiba temannya.. sedangkan Naruto.." seluruh ninja yang sedang menghabiskan waktunya untuk makan bersama di kedai Ichiraku menoleh bersamaan ke arah Naruto, "Kudengar.. saat melawan Pein, Hinata menembakmu kan?" wajah Naruto semerah kepiting rebus.

"Whoa benarkah?" Chouji kelihatan antusias.

"Hah! Seriuss?" sementara Ino terkejut.

"D-Darimana kau tahu itu Sakura-chan?" disaat yang sama, Naruto panik, entah mengapa. Sasuke berjengit, menaikkan satu alisnya. Ia merasa asing jika topiknya sudah membahas masalah 'percintaan'.

"Aku duluan," selesai makan, Sasuke pamit pulang. Perhatian para ninja yang baru saja menusuk Naruto dengan tatapan 'meminta jawaban' kini beralih pada sang Uchiha,

"Eh? Mau kemana Sasuke-kun?" tanya Sakura heran. Pemuda berbadan tegap itu bergeming,

"Pulang," sedetik kemudian, bayangannya melesat hilang, meninggalkan kelompoknya yang kembali gaduh dengan permasalahan Naruto dan Hinata.

Pernyataan Sasuke yang mengatakan bahwa ia akan pulang adalah, kebohongan besar. Sasuke pergi menghadap monumen pahlawan dan mengingat banyak kenangan hangat saat bersama Itachi.

"Hai.." ia mulai berbicara sendiri, "Aku mungkin sudah gila akan mengatakan ini tapi.. aku ingin kau kembali," hembusan angin kencang menerbangkan dedaunan di musim semi. Konoha mulai berkembang perlahan-lahan, "Aku tidak membencimu, Itachi.. sungguh," cukup lama waktu yang dihabiskan untuknya, berjongkok memperingati kematian sang kakak. Dan Karenanya, seseorang mengurungkan niatnya untuk berdoa, menunggu hingga Sasuke pulang.

"Hm.." semilir angin menerbangkan rambut cokelatnya yang panjang. Dalam hati ia tersenyum.

'Ayah… tunggu sedikit lagi, hingga bocah Uchiha itu pulang,'

.

.

To Be Continue

つづく

.

.

A/N : Oke deh. Putus di sini dulu XD ahh.. beneran ngarang abis nih fanfic Canon :D haha! Ceritanya sederhana ya? Karena otak saya simpel, nggak kayak bang Kishimoto yang bener-bener jago bikin orang nangis darah baca manga-nya LOL~ Di part selanjutnya, saya pengen ngebahas lebih detail soal jawaban Naruto terhadap pernyataan cintanya Hinata.. hehe :D diterima atau tidak, itu urusan saya karena saya yang ngetik! #Ditampol kalo kalian tahu pair kesukaan saya, pasti bisa nebak ending-nya. Wakakaka!

oh iya, jangan salahkan saya jika ada personil chara yang udah mati di manganya bisa hidup lagi (?) soalnya saya udah ketinggalan jauh banget sama komik Narutooo! TwT hiks! siapapun yang udah baca, bisa kasi spoiler Naruto yang sekarang lagi ngebahas tentang apa?

Trims!

-Fuun-