Sumarry :

Sasuke menjadikan Sakura sebagai kekasihnya, hanya karena gadis itu memiliki kesamaan dengan mantan kekasihnya yang dulu. Seorang gadis yang amat dicintainya dan juga dengan tega menghianatinya.

"Aku akan menjadi dia, jika itu mampu merubah sikapmu padaku!"

XXxxXXxxXX

in CHAPTER 5

Di mata Sasuke, gadis itu tampak begitu jauh darinya, dan sekelebat rasa ragu Ia temukan di sana, di mata gadis yang sekarang begitu dicintainya itu.

"Santailah, kami hanya sekedar berbincang saja tadi."

Menyingkirkan sang infuse berserta tiang penyangganya, dengan langkah kecil sedikit tergopoh Ia menghampiri Sakura.

"Aku yang antar."

Entah, itu pertanyaan yang ditunjukkan untuk siapa.

"Ia cemburu?"

Dalam hal apapun Sasuke memang tak bisa dicegah, apalagi dalam hal yang berkaitan dengan 'miliknya'

"Lagian ku lihat, Ia kali ini benar-benar serius dengan Sakura."

Sakura hanya memperhatikan ketika pemuda itu malah melepas jaket yang tadi Ia gunakan.

"Pakailah,"

Meski begitu, Ia ingin semua ini terus berlanjut, entah sampai kapan.

"Pegangan yang erat, aku akan mengebut agar cepat sampai."

Namun jika Ia suka, sebagai Uchiha, Sasuke akan mendapatkan apa saja yang Ia inginkan walau dengan cara apapun itu.

"Dari awal, mungkin semuanya terkesan memaksa."

Meski tanpa balasan, sungguh tak apa.

"Tapi aku bersungguh-sungguh saat memilihmu."

Gadis itu tak pernah tahu, atas dasar apa pemuda itu sampai menjatuhkan pilihannya pada Sakura.

"Kenapa harus aku?"

Atau memang pemuda itu terlalu menyayangi Tayuya, sampai memandang semua yang ada pada diri Sakura adalah sosok itu?

"Kau takkan pernah menilaiku sebagai aku. Karena di matamu hanya ada Tayuya, dan Tayuya. Aku tahu itu."

Ketika kata-kata lirih pemuda itu saat perbincangan tadi kembali mengawangi daya ingatnya.

"Aku memang belum bisa menggantikannya."

Padahalkan wajar sepasang kekasih itu saling telepon-teleponan.

'Tidak ada, apa aku mengganggumu?'

Pemuda itu baru akan merespon teleponnya jika itu sudah menyangkut masalah pemuda lain.

'Itu kau, beda dengan perasaan Gaara padamu. Ku harap kau mengerti sikonnya, Sakura.'

Entah hal apa yang bisa Ia lakukan jika sampai Ia tak mendengarnya lagi, mungkin Sasuke bisa jauh lebih terpuruk dibanding dengan luka yang ditinggalkan Tayuya padanya dulu.

"Sangat mencintaimu."

Seharusnya kau dengar itu, Sakura.

XXxxXXxxXX

Yusha Daesung ™

with pairing

Sasuke Uchiha and Sakura Haruno

AU, School Theme.

Pengganti? © My imagination

Naruto © Masashi Kishimoto

Romance, Hurt & comfort

Dedicated for

Akari Nami Amane

Hime uchiharuno

and

Aiko Uchiha-chan

CHAPTER 6

When Finding The End

Enjoyed!

XXxxXXxxXX

Ino tak bisa berkata apapun, Ia hanya bisa diam dan memperhatikan penampilan Sakura yang kali ini benar-benar jauh berbeda dari biasanya dengan seksama. Ia jadi semakin mirip Tayuya jika begini adanya.

Mata itu terus mengamati gerak demi gerak sekecil apapun yang dilakukan oleh Sakura yang kini masih asik mematut dirinya di hadapan sebuah cermin sebadan yang menggantung di dinding kamar kostnya. Ino memilih diam, mulutnya seolah rapat, bingung ingin memberi komentar apa.

Baju seragam Sakura yang tadinya longgar, entah kenapa bagian pinggangnya kini menjadi seketika menyempit. Lekukan pinggulnya jadi begitu nampak dan terbentuk karena saking ketatnya bagian itu. Tak lupa baju itu tak lagi terlipat kedalam, namun ada sebuah peniti yang menghubungkan dua jalur berbeda dari dua sisi seragamnya yang berwarna putih. Dengan begitu, Sakura tak perlu lagi memasukkan seragam Konoha High Schoolnya ke dalam. Cukup melipatnya dengan sanggahan si peniti tadi.

Dua kancing atasnya Ia biarkan terbuka, membuat lekukan dadanya terlihat dari jarak jauh maupun dekat. Satu buah dasi yang diikat longgar, menyampir di lipatan kerahnya dengan asal-asalan.

Roknya yang sebatas lutut pun kini semakin naik ke pahanya. Membuat mata apapun itu pasti tertarik untuk menyelisik bagian putih mulus yang selalu Sakura sembunyikan di balik rok panjangnya yang dulu. Kaki jenjang itu semakin seksi dengan di tambah sepasang kaos kaki tipis yang melekat di kaki-kaki jenjangnya. Sepatunya yang berwarna biru muda tampak cerah, sewarna dengan tas lengannya yang baru Ia beli kemarin.

Paduan pakaian itu berbanding terbalik dengan raut wajah polos milik Sakura yang bahkan tampak terlihat 'tak mengerti apapun' dan, well tahukan apa resiko dari 'manusaia polos dengan baju vulgar' itu? Ha~ para pria pastilah banyak beryukur bisa meihat dengan cuma-cuma pemandangan bidadari berwajah polos dengan pakaian kekurangan bahan ini.

"Bagaimana Ino?" Sakura meringis kecil, sungguh Ia tak menyangka jikalau Ia bisa senekat ini hanya untuk menarik perhatian seorang lelaki yang padahal, sudah menjadi kekasihnya. Hati kecilnya seolah menjerit nyaring, sakit. Ia hampir tak ada bedanya dengan Tayuya sekarang, mungkin dalam segi penampilan iya, namun dalam segi fisik, sungguh, Sakura tak mau untuk merubah warna rambutnya serta melakukan suntik silicon pada kedua lingkar buah dadanya seperti halnya yang di lakukan oleh Tayuya, mantan kekasih Uchiha Sasuke itu. Yah, tentu saja Sakura tahu informasi itu dari Ino.

Ino mengerjap, seolah tersentak kembali ke alamnya, khayalannya mengawang-ngawang di udara setelah melihat 'perubahan dadakan' Sakura pagi ini. Gadis itu menyunggingkan senyum miris, sembari berjalan mendekat pada Sakura yang masih sedia mematut dirinya di depan cermin. Ino yakin seratus persen, keputusan Sakura kali ini benar-benar bisa terhitung nekat, bahkan gila!

Ya, tapi, ayolah. Siapa yang akan menjadi waras jika mereka sedang mengalami hal yang dinamakan 'jatuh cinta' heh?

"Apa kau yakin mau begini?" Ino berbisik, tangannya meremas lembut kedua sisi pundak Sakura. Merangkulnya dari belakang. Ino memperhatikan Sakura dari kaca, sahabat dekatnya itu hanya memberikan tatapan kosong sembari memandangi bayangan dirinya sendiri di cermin. Pandangan Sakura sekilas tampak sendu, dan takut. Ino tahu itu. Tapi, entah kenapa, di balik semuanya itu, gadis yang ada di depannya ini jauh lebih tepat bisa dibilang bodoh di mata Ino. Keputusan nekat yang Ino yakin, sebenarnya Sakura sendiri pun tak pernah yakin akan hasilnya.

Semua ini, pastilah amat beresiko. Sebab selama ini, Sakura dikenal sebagai murid biasa dengan penampilan sederhana dan tak terlalu mencolok. Haruno Sakura, pastilah akan mengundang banyak mata untuk melihat penampilannya yang super 'Wow' pagi ini.

Senyum halus Ino mengembang. "Apa kau begitu mencintai si brengsek Uchiha itu, heh?" Ia menyenggol pundak Sakura, sedikit memberikan gurauan di antara kondisi yang entah mengapa Ino rasakan begitu tegang sekaligus mendebarkan.

Sakura memilih diam. Matanya kali ini beralih memandang ke arah Ino yang penampilannya biasa-biasa saja seperti biasa. Betapa Sakura ingin mengenakan baju Ino sekarang.

"Aku tak bisa menahanmu, Sakura. Ini, pilihanmu. Aku yakin kau tahu mana yang baik dan mana yang buruk."

Ino benar, Sakura sudah dewasa. Ia bukan lagi Sakura yang berumur sembilan tahun atau sepuluh tahun yang masih bisa dikatakan tak mengerti apa-apa. Ia punya akal untuk memilah mana hal yang akan berakibat buruk untuk dirinya.

Tapi, kembali lagi. Ia hanya ingin membuat Sasuke menyukainya. Ia hanya ingin agar Sasuke dapat membalas semua perasaannya, sekalipun Ia harus merubah dirinya menjadi Tayuya.

Dengan menggenggam tangan Ino yang berada di pundaknya, Sakura tertunduk dan mulai terisak. Ia takut, amat sangat takut sebenarnya. Khayalan-khayalan liar menakutkan itu berkelebat di otaknya. Ia tahu, langkah yang Ia ambil ini salah, karena dengan begini, Haruno Sakura takkan dikenal lagi dengan Haruno Sakura yang sederhana dan biasa saja. Ia akan dianggap sebagai gadis dengan penampilan 'menggiurkan' yang pasti dibenci dan dilecehkan.

Dan Ino tahu, tak ada hal lain yang bisa Ia lakukan selain mendekap erat sahabatnya itu dari belakang. Merangkul pundak dan menangis bersama. Karena kata-kata mungkin takkan menyelesaikan semuanya. Sebab mereka sama-sama sesak. Sama-sama kehabisan kata dan akhirnya memilih untuk meluapkan segalanya lewat isakan tangis.

XXxxXXxxXX

Sasuke mendengus keras, ketika Itachi, kakaknya yang tampan itu melarangnya untuk langsung ke sekolah pagi ini. Sasuke yakin, badannya sudah sehat benar, yakin seyakin yakinnya malah. Apa yang ada di otak Itachi itu sih? Dia pikir Sasuke pemuda lemah yang penyakitan dan memerlukan perawatan intensif layaknya orang sakit parah?

"Sial!"

Dilemparnya asal bantal yang tadi berada di dekapannya. Bahkan sepulang dari rumah sakit, sampai detik inipun, Sasuke masih terjaga. Ia tak mengantuk sedikitpun. Entahlah, rasa kesal yang menyelip di dadanya seolah menyita semua rasa kantuknya.

Terima kasih, Itachi Uchiha.

Dengan gerakan mendadak, Sasuke memilih posisi duduk. Ia diam, dengan pandangan kosong menatap biru sprei kasurnya.

Ingatannya meluncur ke kejadian tadi malam. Saat pertama kalinya Ia menelepon Sakura duluan. Sasuke tak pernah bisa senekat itu sebelumnya. Ia punya harga diri yang tinggi, bahkan jika Ia mengirimi pesan pada sahabat-sahabatnya pun, itu dikarenakan ada hal yang benar-benar penting yang harus Ia sampaikan atau hal yang ingin benar-benar Ia tanyakan.

Tapi, malam itu. Sasuke benar-benar tak bisa jauh dari Sakura. Ia bahkan masih merindukan dekapan hangat gadis itu ketika mendekapnya di saat pemuda itu di ambang kesadaran sebelum pingsan. Ia merindukan suara gadis itu yang selalu dipenuhi nada lirih acap kali Ia mengeluarkan semua perasaannya pada Sasuke. Ia, candu akan Sakura yang kemarin malam memberinya sebuah pelukan hangat, menyapu semua rasa ragunya, membuat pemuda itu yakin, bahwa Sakura adalah hal yang tak pernah mau Sasuke sia-siakan kehadirannya. Lagi.

Memijat pelipisnya, Sasuke meringis kecil. Ia sadar bahwa selama ini Ia sudah tertidur panjang. Dan terlambat untuk bangun. Ia, Sasuke Uchiha mengakui kebodohannya.

Kebodohannya ketika pertama kali mengajak Sakura untuk berpacaran dengannya dengan alasan yang sungguh kekanak-kanakkan. Menjadikan Sakura pelarian semata, guna melupakan Tayuya mantan kekasihnya yang berkhianat.

Sasuke ingat, ketika Ia tak berada di samping gadis itu untuk melindungi Sakura dari para fans girlnya yang mengerecoki Sakura pada tahap awal gadis itu menyandang gelar sebagai seorang kekasih pangeran sekolah. Ia tak ada di sana, guna melindungi Sakura dan malah memilih bermain basket bersama sahabat-sahabatnya.

Mengacuhkan Sakura yang datang dengan berlari riang serta senyum hangatnya di sela waktu istirahat latihan basketnya. Menawarinya minum dan selalu memberikannya burger dengan jumlah tomat yang banyak.

Memberinya pengertian dan perhatian yang selama ini Sasuke tak pernah sadari akan jadi begitu candu baginya. Perhatian yang sekarang, Sasuke rasakan kian memudar dan―terasa jauh.

Dengan mata yang tertutup Sasuke menggigit bibir bawahnya. Terlalu banyak dosa, terlalu banyak hal yang menyakitkan yang telah Sasuke ukir untuk Sakura yang mencintainya.

Bahkan baru tadi malam, Sasuke baru bisa mengatakan hal yang beribu kali Sakura katakan untuk dirinya. Kalimat yang mengungkapkan segalanya, susunan kata yang membuat lawan jenis kita mengerti, dan tahu, bahwa kita ada di perasaan yang sama.

Dalam diam, Sasuke menangisi dirinya sendiri.

Sakura, bisakah kau memaafkan kebodohan pemuda yang tengah terpuruk ini?

XXxxXXxxXX

Sakura tak berani mengangkat pandang. Ia merunduk sepanjang jalan, seolah ubin demi ubin sekolah yang dipijaknya jauh lebih menarik dari apapun. Bagaimana tidak? Jika semua mata benar-benar tampak menuju tepat ke arahnya. Tajam, membuat tengkuknya mendingin dan juga melemaskan sepasang kakinya yang malah jadi begitu susah untuk digerakkan.

Bahkan siulan-siulan dari pemuda lain pun dapat membuat jantung Sakura serasa melorot pindah ke perut. Membuat pori-porinya tanpa di komando mengeluarkan keringat dingin.

Sakura bisa saja jatuh pingsan jika tak ada Hinata yang cepat-cepat menyambar lengannya. Menarik dan membawanya lari dari koridor ke koridor lain menuju kamar kecil khusus perempuan yang ada di sekolah mereka.

Hinata tak mampu berkata banyak yang Ia lakukan hanya menggenggam tangan Sakura yang begitu dingin dan gemetar seperti orang yang ketakutan. Mata Hinata memandang lekat wajah sahabatnya yang pucat pasi.

Di sinilah mereka berdua. Di sebuah petak di dalam kamar mandi yang sengaja di kunci Hinata.

"Aku di sini Sakura, menangislah." Hinata memegang pipi sahabatnya itu dengan lembut. Dingin, bahkan sampai ke pipinya pun terasa begitu dingin. Hinata tahu betul apa yang dirasakan Sakura, sungguh, Ia tak tega melihat Sakura yang begitu tampak hancur seperti ini. Sakura sahabatnya, jika Ia sakit, hal itu juga lah yang akan Hinata rasakan sebagai sahabatnya.

Sakura memandangi Hinata, mata mereka bertemu dalam masing-masing pandangan yang berbeda. Bibir gadis itu terbuka, kemudian bergetar. Seolah ingin mengatakan sesuatu tapi tersangkut di kerongkongannya yang tersa begitu pahit.

Hening, dan tak lama Ia menjerit tertahan dengan tangis histeris memeluk Hinata dengan ketakutan. "Aku tak bisa Hinata, sungguh." Rancauan Sakura berseling dengan irama isak tangisnya yang tak beraturan. "Aku tak bisa menjadi sosok yang Sasuke inginkan, aku tak bisa."

Hinata mengeratkan pelukannya. Ketika berkedip, butiran air mata itu jatuh dari mata teduhnya. Dengan terpejam. Hinata hanya bisa berkata. "Ssst, aku tahu, kau sudah berusaha Sakura. ini sudah cukup."

Dan seterusnya, Sakura hanya bisa kembali menangis kuat dengan rengkuhan Hinata yang ikut terluka mendengarnya.

XXxxXXxxXX

Naruto hampir tersedak susu coklat kotaknya, Ia tak salah lihat kan tadi? Yang berlari itu adalah kekasihnya Hinata dan juga Sakura Haruno kan?

Di sampingnya, Neji berkedip sesekali. Tampak meloading ulang dua sosok yang berlari berlawan arah dengan mereka tadi. Itu? Sakura dan Hinatanya si bodoh Naruto kan?

"Neji, itu? Itu, Sakura kan tadi?" Naruto menggosok-gosok tak jelas belakang kepalanya. Matanya memandangi koridor tempat dua sosok itu barusan menghilang, di belokkan arah WC.

Di sampingnya Neji tak berkomentar apapun, Ia mambatu dan hanya satu hal yang Ia tangkap di sini. Ada yang berbeda dari Sakura, dan itu ada kaitannya dengan mantan Uchiha Sasuke, Tayuya.

XXxxXXxxXX

Shikamaru di lain tempat tak dapat berkomentar apapun lagi, di sampingnya Sai hanya bisa membelalakkan matanya mendengar penuturan yang Ino sampaikan padanya barusan.

Ino begitu menyesal karena tak mampu mencegah Sakura untuk tak melakukan hal senekat ini, Ia harus merelakan telinganya mendengar cacian dari Temari yang di layangkan padanya. Temari bahkan hampir menamparnya jika tak ada Sai dan Shikamaru yang kebetulan datang dan langsung menahan Temari yang akan menyerang Ino. Sebab yang lain, takkan berani maju jika Temari sudah mengamuk.

Setelah berhasil meredam emosi Temari, Shikamaru memilih bertanya apa duduk permasalahan sebenarnya di antara mereka berdua. Sedang Sai, memilih menenangkan Ino yang mengisak hebat karena ketakutan dan juga rasa bersalahnya.

Temari dibantu Ino yang mengisak menjelaskan semuanya. Dan jujur, Shikamaru hampir tak percaya bahwa Sakura berani mengambil keputusan bodoh hanya untuk Sasuke Uchiha sahabatnya.

Satu demi satu siswa dan siswi pun mempererat kenyataan yang ada. Mereka mengata-ngatai Sakura dengan sedemikian rupa, dan berakhir dengan amukan Temari yang menggebrak meja menyuruh para penggosip itu untuk menutup mulutnya yang menghakimi Sakura. sahabatnya.

Sai masih mengelus kecil punggung Ino, Ia memandangi Shikamaru yang tengah menahan Temari yang mengamuk-ngamuk berteriak dengan penuh cacian pada enam orang gadis yang barusan masuk kelas. Tangan gadis itu mengambil tas selempangnya dan melemparkannya dengan penuh emosi ke arah enam orang yang Temari anggap 'brengsek dan suka menghakimi' orang itu. Alhasil para gadis itu menjerit dan buru-buru keluar kelas karena mendapati amukkan dari Temari.

Siswa dan siswi lain yang ada di kelas hanya bisa menelan ludah dengan getir. Sungguh gadis yang ganas, pikir mereka.

"Sai, sekarang Sakura ada di mana?" Ino memandangi Sai dengan matanya yang masih basah karena tangis. Dan Sai hanya bisa bungkam. Pertanyaan Ino barusan membuat Temari mencelos begitupun Shikamaru. Ya, di mana Sakura sekarang?

XXxxXXxxXX

Naruto dan juga Neji tampak seperti orang balapan jalan cepat. Mereka dengan langkah terburu-buru menuju ke kelas untuk menanyakan kebenaran apa yang mereka lihat dan apa yang mereka dengar di sepanjang koridor sekolah ini.

Keduanya sama-sama mengatupkan rahang dengan erat ketika kalimat-kalimat tak senonoh ditujukan untuk Haruno Sakura. Rasanya ingin mengamuk dan menyuruh mereka untuk tutup mulut. Tapi, ketika di belokan dekat kelas, kepalan tinju Naruto akhirnya melesat juga ke arah wajah anak kelas satu yang berkata akan memboking Sakura untuk memuaskannya selama seminggu. Keparat! Jika Neji tak ada, mungkin Naruto akan membunuh sosok rendahan itu di tempat.

Sesampainya di kelas, Naruto dan Neji terpekur ketika mata mereka mendapati Ino yang menangis sampai matanya bengkak dan juga Temari yang tampak acak-acakkan serta tas Temari yang tak lupa dipungut Neji dengan isinya yang berhamburan. Tak perlu bertanya lagi, semuanya sudah jelas.

XXxxXXxxXX

"Kau sudah sarapan, Sasuke?" Kepala milik sulung Uchiha itu menyembul dari balik pintu yang setengah terbuka. Itachi hadir dengan pakaian santai rumahan. Celana levis belel selutut dengan sebuah kaos berlengan pendek berwarna hitam dengan corak tak jelas. Dari rambut Itachi yang basah, bisa dipastikan pemuda itu baru selesai dari ritual mandi paginya. Dan tak lupa wangi sabun maskulin yang menguar dari suhu tubuhnya.

Sasuke yang masih kusut dengan jaket tebalnya, menoleh dan mendelik seketika mendapati kakaknya yang berpikiran sempit itu muncul di depan pintu kamarnya. Dasar kakak sialan!

Itachi jadi bingung sendiri ketika Sasuke malah jutek padanya, padahal Itachi sudah memberikan perhatian dengan tulus dan ikhlas. Ah, adiknya ini, memang jenis manusia berhati es.

Di bukanya pintu berwarna putih itu, dan mulai memasuki wilayah kamar Sasuke yang amat sangat berantakkan dengan bantal yang berserakkan di lantai. Apa-apaan ini? Apa tadi ada gempa khusus di bagian kamar Sasuke ya?

"Ada apa ini? Kamarmu berantakkan sekali, Sasuke." Satu-persatu Itachi memungutinya. Pemuda itu sedikitnya pastilah mengomel melihat kelakuan Sasuke yang kekanakan ini, namun tetap saja Itachi memunguti satu-persatu bantal milik adiknya itu. Lihat, kurang cinta apa dia pada Sasuke?

Masih mendelik, Sasuke menyipitkan matanya berujar dengan ketus. "Bukan urusanmu." Kemudian pemuda itu berdalih, Ia malah beranjak ke kamar mandi meninggalkan Itachi yang melongo memeluk bantal dengan motif bendera Jepang itu.

Itachi mengerucutkan bibirnya, lalu melet sebentar ke arah punggung Sasuke yang kemudian hilang di balik pintu kamar mandi. Memang tak tahu terimakasih makhluk bernama Sasuke Uchiha itu. Di taruhnya bantal itu dengan rapi di ranjang Sasuke. Dilipatnya selimut adiknya itu dengan rapi dan meletakkanya di atas si bantal.

Itachi tahu betul apa mau Uchiha kecilnya itu. Ia pasti ingin sekolah dan menemui Sakuranya. Ah dasar anak muda~

"Hoy Sasuke," Itachi mengetuk pintu kamar mandi Sasuke dengan telunjuk kanannya. Sisi wajah kanannya menempel pada permukaan pintu. Di balik pintu, tepatnya di dalam kamar mandi, Sasuke memilih tak menyahut, namun suara kran air yang tadinya menyala tampaknya dimatikan oleh Sasuke. Dan itu tandanya Sasuke mendengarkan.

Itachi memutar matanya jenaka. Dasar.

"Ok, ok. Kau boleh ke sekolah, sekarang. Tapi, apa masih sempat sebentar lagi bel dan―"

Itachi membatu, kalimatnya terpotong sebab pintu kamar mandi tiba-tiba saja terjeblak dan terbuka, dari dalam Sasuke Uchiha sudah menerobos keluar bahkan hampir menabraknya. Untung saja Itachi tak kehilangan kontrol atas badannya, kalau tidak, bisa dipastikan wajah tampannya itu mendarat tepat di atas lantai.

"Tidak, sekalipun lambat tak masalah bagiku."

Dan detik berikutnya, Itachi hanya bisa kembali memasang wajah begonya memperhatikan Sasuke yang secepat kilat mengganti baju dan menyambar tas sekolahnya.

Ah, orang tampan itu tak mandi juga tak jadi masalah bukan saudara-saudari?

XXxxXXxxXX

Sasuke melempar pelan tasnya di jok sebelah, dan mulai menjalankan Karimunnya. Jantungnya berkebat-kebit tak karuan, Ia seolah merasakan hal buruk akan terjadi padanya setelah ini.

Sasuke merogoh kantong yang ada di dadanya, mengambil handphonenya dari sana, dan sial.

"Shit, lowbat pula."

Dengan menekan gas, mobil Sasuke melaju kencang membelah jalanan pintas yang sunyi setelah melempar handphone sialannya ke dashboard.

XXxxXXxxXX

Sakura masih tak percaya, tempatnya untuk menangis duet dengan Hinata benar-benar tak elit sama sekali. Di dalam WC. Jika ini normal, dipastikan mereka akan tertawa geli setelahnya. Namun, untuk sekarang sepertinya mood untuk melakukan hal itu sama sekali tak terlintas.

"Kita keluar dari sini setelah bel bunyi saja ya, Sakura." Hinata menyelipkan anak rambut Sakura. dan menghapus air mata sahabatnya itu. "Sudah, jangan menangis lagi." Sakura mengangguk kecil dan menyunggingkan senyum kecil pada Hinata, namun entah kenapa, air matanya tetap tak mau berhenti keluar.

Rasanya ada yang mengiris-ngiris jantungnya kecil-kecil, dan itu sangat sakit.

"Aku tak mau kembali ke kelas, Hinata. Aku malu." Sakura menggeleng-geleng. Lalu kembali menangis sembari membungkam mulutnya sendiri. Hinata meraih tangan gadis itu dan menggenggamnya erat.

"Kau mau bagaimana?"

"Aku akan sembunyi saja di gudang sampai sekolah bubar." Isakan Sakura masih terdengar kecil dan terputus-putus.

Hinata melotot. "Apa! Di gudang?" Gila, tempat itu kan gelap, sunyi dan berdebu. Apa Sakura yakin? "Apa kau gila?"

Sakura tak menjawab, dan itu mau tak mau membuat Hinata menarik nafasnya dengan gusar. "Baiklah, oke, aku akan menemanimu di sana." Dan gadis cantik itu mencoba tersenyum lembut penuh pengertian pada Sakura. Setidaknya kalau mereka berdua di sana, rasa takut kan bisa dibagi-bagi sama rata.

Sakura menggeleng cepat, menghapus air matanya dan memandang Hinata dengan pandangan tak setuju. "Tak usah, kau tak bisa bolos gara-gara aku Hinata." Nada gadis itu melemah, "maafkan aku, aku membuat kalian semua khawatir sampai sejauh ini."

"Tak ada yang merasa direpotkan Sakura, kau sahabatku, sahabat Ino, dan yang lainnya. Aku dan yang lainnya akan melindungimu sebisa kami." Kalimat panjang itu diselesaikan Hinata dalam satu nafas. dan kata-kata itu meluncur dengan tulus, Sakura percaya itu.

"Terimakasih."

Krietttt

"Haruno Sakura yang katanya pacar Sasuke itu kan?"

Hinata dan Sakura saling pandang. Suara beberapa langkah kaki tampak memasukki WC, kran air menyala, dan kemudian mati. Ada beberapa orang gadis di sana.

"Kenapa Ia berdandan seperti itu ya?" Suara lain menyahut, membuat Sakura beku di tempat. Sakura sekarang menjadi trending topic untuk pagi ini dan untuk beberapa hari ke depan. Hinata akan melangkah keluar, jika Sakura tak menariknya mundur dan memberikan isyarat dengan gelengan kecil bertanda jangan.

"Yah, mungkin cari sensasi?" Suara itu terdengar menyindir, dan kemudian kalimat itu kembali bersambung, membuat Sakura serasa dirajam kecil-kecil dengan pisau yang tumpul. "Dia kan ingin terlihat sama dengan mantannya Sasuke, Tayuya."

"Tayuya?" Gadis yang lain tertawa dibuat-buat. "Dandanan tadi mau menyaingi Tayuya? Oh my~"

Dan Sakura kembali meremas dadanya sesak. Sedang Hinata mengepalkan kedua tangannya dengan begitu erat.

XXxxXXxxXX

"Handphone si bodoh itu tidak aktif." Naruto menghempaskan kembali bokongnya dengan gelisah di samping Neji.

Yang lain hanya bisa diam, pikiran masing-masing masih bertanya-tanya. Sakura ke mana? Hinata ke mana? Tenten ke mana? Dan sekarang si bodoh Sasuke itu juga ke mana?

"Brengsek!"

Semua pasang mata memandang Tenten yang panjang umur langsung datang ke tempat mereka berunding. Gadis dengan cempol itu tampak berantakkan.

"Berani sekali mereka mengatai Sakura macam-macam." Ino menggeser tempatnya untuk berbagi satu bangku berdua dengan Tenten. Ini kebiasaan Tenten, kalau sedang emosi Ia pasti ingin duduk berdesakkan satu bangku dengan salah satu dari sahabatnya. Dan seperti sekarang, lengan Ino sudah mengelus pundak Tenten penuh sayang.

Mata gadis bercempol itu merah dan kemudian berair, "sialan, dasar keparat mereka, berani-beraninya." Yang lain hanya bisa bungkam melihat Tenten yang mulai mencaci maki tapi sambil menangis dan menghapus kasar air matanya sendiri dengan berulang kali.

Tak lama, Ino kembali menangis sembari memeluk Tenten dengan erat. Temari memilih diam, dia paling tak bisa menangis di sini, Ia harus kuat sehingga Ino, Tenten, Sakura dan juga Hinata bisa bersandar padanya. Karena Temari adalah pelindung bagi adik-adik kecilnya.

Lawan gender mereka hanya bisa menelan kenyataan. Sasuke Uchiha telah membuat banyak orang menangis hari ini.

XXxxXXxxXX

Bel telah berdentang, Hinata serta Sakura mengendap masuk ke dalam gudang penyimpanan olah raga yang terletak di belakang sekolah.

"Apa kau yakin? Kau berani sendiri Sakura?" Hinata melepas ragu gadis itu. Matanya seolah meminta kepastian. "Di sini sepi, setidaknya―"

"Aku tak apa, Hinata." Dalih Sakura, mencoba menyakinkan sahabatnya yang satu ini. "Kembalilah ke kelas, dan bilang pada yang lainnya, jangan khawatirkan aku." Gadis itu tersenyum kecil saat Hinata masih tak berkutik. Sakura melangkah maju, memeluk Hinata erat sekilas lalu melepasnya. "Aku tak apa, sungguh."

Mata Sakura berpendar menyakinkan Hinata. Dan akhirnya, gadis itu mengangguk kecil juga, menyetujui Sakura. Ia tersenyum lembut mengusap lengan Sakura. "Aku dan yang lain pasti akan ke sini, istirahat nanti. Aku janji."

Dan Sakura tersenyum hangat sembari mengangguk. "Humm."

XXxxXXxxXX

Ke delapan orang itu berjengit ketika Hinata masuk kelas tanpa Sakura bersamanya. Wajah gadis itu sembab, tampaknya habis menangis hebat.

Ke mana Sakura?

"Ke mana Sakura?" Akhirnya Temari lah yang bertanya dengan nada setengah berbisik pada Hinata karena saat ini pelajaran sejarah tengah berlangsung.

Hinata memandangi temannya satu-persatu. "Dia baik-baik saja, nanti waktu istirahat kita temui dia ya?" Hinata menjawab dengan nada pelan, senyumnya tak mencapai mata.

Ino menutup mukanya, menahan tangis lagi. Sebab Ia tahu, tidak, bukan hanya dia yang paham, tapi Tenten dan juga Temari menangkap sinyal itu. Kata-kata Hinata adalah simbolis keterbalikkan dari makna sesungguhnya. Sebab selama ini, setiap kali terpuruk dan tertekan mereka selalu bersama, hadir dan saling melindungi dengan pelukan.

"Pak!" Shikamaru mengangkat tangan. Membuat murid yang lain dan seorang guru muda yang tengah menggarisi buku paket dengan seorang siswi yang tengah berdiri di sampingnya menoleh dan memperhatikan Shikamaru. "Haruno Sakura, ijin sakit."

XXxxXXxxXX

Sakura kini hanya seorang diri, di sebuah tempat pengap dengan pencahayaan yang redup. Bagus Sakura, kau sekarang jauh terlihat lebih menyedihkan di tempat ini.

Sakura memandangi sebuah meja yang di atasnya tersusun rapi dua kardus berisikan bola ping-pong dan juga bola kasti. Di angkatnya kardus itu ke bawah, kemudian gadis itu mengambil tempat menggantikan kardus tadi, menyamankan posisi duduknya di atas meja yang tak begitu tinggi itu.

Hah~ Ia menghela nafasnya yang terasa berat. Hancur sudah semuanya, hatinya, reputasinya, harga dirinya. Sakura tahu jika ini semua akan berakibat fatal, ya fatal hanya untuk menyukai seseorang. Apa ini salah? Apa perasaan yang Sakura punya untuk Sasuke ini salah?

Betapa bodohnya Sakura. bahkan untuk menjadi Tayuya pun Ia tak sanggup sama sekali. Ia tak becus dan kampungan. Ia tak bisa berdandan secantik Tayuya, Ia tak bisa berlagak seksi seperti Tayuya. Ya, Tayuya yang dicintai Sasuke. Dan kemarin dengan sombongnya Ia berkata akan menjadi seperti Tayuya dengan lantang di hadapan Sasuke. Sungguh menyedihkan.

Kandas. Kandas semuanya. Seharusnya dulu saat pertama kali Sasuke mengajaknya berpacaran Sakura tanpa ragu menolaknya. Seharusnya dari dulu Ia tak usah berharap bisa bersama Sasuke dan menjalin cinta dengan pangeran itu.

Sungguh impian yang menyedihkan. Saking cintanya Ia pada Sasuke, tanpa ragu Ia menerima pemuda itu, dengan yakin Ia mengukuhkan hatinya bahwa Sasuke juga memiliki perasaan yang sama dengannya. Bahwa Sasuke memang tulus mencintainya. Bahwa pemuda itu sama membutuhkan dirinya seperti layaknya Ia membutuhkan kehadiran pemuda itu untuk menguatkannya.

Namun setelah tahu semuanya, dalang dari ketidakpekaan Sasuke padanya. Dari sifat cuek bebeknya atas semua perhatiannya. Semuanya, semuanya berdasar pada satu sosok dari masa lalu Sasuke sendiri Tayuya. Sosok yang Sasuke anggap sama dengan Sakura sehingga memilihnya untuk menggantikan posisi gadis yang Sakura tahu telah mengkhianati Sasuke itu.

Gadis yang mengkhianati Sasuke dengan pengkhianatan terbesar dengan mengandung benih cinta lain di rahimnya.

Tapi kenapa? Kenapa Sasuke masih tak bisa melupakannya? Tak bisa membenci Tayuya dan balik membalas cinta Sakura?

Sakura menggigit bibir bawahnya.

Sesak, sungguh sesak.

Dan air mata kembali mengalir dari emeraldnya yang mulai lelah untuk menangis.

XXxxXXxxXX

"Maaf, Saya terlambat." Dari pintu, Uchiha Sasuke berjalan pelan memasuki ruang kelas. Matanya langsung menyeleksi satu-persatu siswa dan siswi yang hadir di kelas, namun, matanya tak menangkap keberadaan Sakura.

Pemuda itu mengambil tempat kosong di sebelah Shikamaru setelah guru menyuruhnya untuk segera duduk di tempatnya. Ya, di sekolah ini, asalkan muridnya berkeinginan untuk belajar sekalipun lambat tetaplah diterima. Tak ada yang salah bukan dengan peraturan semacam itu? Yang penting keinginan itu ada, iya kan?

"Brengsek! Kau harus lihat apa yang telah kau lakukan pada Sakura." Gaara berbisik namun penuh penekanan, menarik kerah baju Sasuke dari belakang. Tempat duduk Gaara kebetulan di belakang hari ini, Ia duduk bersama Neji.

Hyuuga Neji melirik Gaara sekilas, tampak mengacuhkan kelakuan dua sobatnya itu lalu kembali mencatat. Sama halnya dengan Shikamaru yang sama sekali tak peduli Sasuke datang dan menaruh bokongnya di bangku kosong di sebelahnya. Baginya, ikut campurnya cukuplah sampai di sini. Sasuke pastilah bisa menyelesaikan segala permasalahannya sendiri.

Lain halnya dengan Naruto dan juga Sai yang sekarang sama-sama memperhatikan Sasuke dan juga Gaara yang saling mendelik satu sama lain dari tempat duduk mereka yang terletak di seberang meja Sasuke dan juga Shikamaru.

Murid lain sadar, namun tak mau ambil resiko dengan dikeluarkan dari ruang kelas. Untuk sekarang, mencatat adalah hal utama yang lebih penting.

Sasuke melepaskan tangan Gaara dengan kasar tanpa menoleh, matanya mendelik dari balik bahunya memandang tajam Gaara yang sama memasang tatapan dingin tak bersahabat pada Sasuke. Ia merasa ada yang aneh dengan teman sepermainannya dan juga para sahabat Sakura yang tampak begitu sinis melihatnya. Sebenarnya ada apa?

"Apa maksudmu?" Pemuda itu berujar ketus sembari menahan marah.

Gaara merapatkan duduknya ke depan. "Aku berjanji akan merebut Sakura darimu, brengsek!" Gaara menekankan kalimatnya barusan. Membuat Sasuke seketika berubah merah mendengarnya.

"Berhenti mengerecoki kami, setan merah!"Balas Sasuke. "Sakura tak akan pernah lepas dariku, asal kau tahu." Lanjutnya dingin.

Gaara mendengus tertahan dengan geli, muak melihat Sasuke yang hanya pintar berkata-kata namun nol dalam bertindak.

Mata Sasuke menyelusuri kelas. Dan akhirnya Ia bertemu pandang dengan Hinata. Sasuke menggerakkan mulutnya, mencoba bertanya pada Hinata di mana gadisnya berada. Gadis itu membalas mengucapkan sesuatu dengan menggerakkan mulutnya tanpa suara.

Dan Sasuke mengejanya dengan suara rendah. Gu―dang, Sa―ku―ra―di―gu―dang―o―lah―ra―ga. Gudang? Gudang olah raga?

Kenapa?

Tek

Sasuke langsung bangkit dari duduknya dan melesat pergi dengan ijin untuk ke WC pada guru di depannya. Bahkan pemuda itu terlalu cepat mengucapkan ijinnya kepada si guru yang hanya bisa melongo aneh memandang Sasuke.

Kesembilan temannya hanya bisa menatap cemas, sembari membayangkan hal apa yang akan terjadi selanjutnya pada Sakura Haruno.

Naruto memandang Hinata, mulutnya bergerak membentuk isyarat dengan kalimat yang menanyakan ke mana Sasuke akan pergi sebenarnya. Dan di jawab Hinata dengan isyarat bibir yang sama, Ia berkata bahwa Sasuke akan menyusul Sakura ke tempat di mana gadis itu tengah bersembunyi sekarang.

"Dasar anak itu, baru saja menaruh bokongnya di tempat duduk, sudah ingin ke WC saja. Dasar payah." Guru dengan masker itu mengomel tak jelas, sembari meneruskan membaca bukunya yang bercover tak jelas. Yang lain hanya bisa diam, dan kembali mencatat apa yang tengah Haku catat di papan tulis.

XXxxXXxxXX

Sasuke berlari sekuat tenaga ke sana. Suara sepatunya yang bertabrakkan dengan ubin membahana di koridor yang lenggang. Jantung pemuda itu berkebit, seakan berdegub kencang seperti saling berlomba dengan nafasnya.

Ia tak perduli lagi akan dandanannya yang semeraut dan membuat beberapa siswi yang masih keliaran menjerit kecil melihat dua buah kacing atasnya yang terbuka dan juga dasinya yang asal pasang.

Sesampainya di depan gudang, Sasuke berdiri terpaku. Kemudian mendongak, membaca petunjuk yang ada di papan yang menggantung pada bagian atas pintu, tulisan yang menunjukkan bahwa ini 'Gudang Olah Raga' yang dimaksud Hinata tadi. Nafas pemuda itu tersenggal berkali-kali.

Dengan menelan salivanya, tangan pemuda itu terulur sedikit gemetar menyentuh knop pintu, menggerakkannya ke bawah dan membuka pintu itu dengan mendorongnya pelan. Bunyi pintu terbuka membuat sesosok di balik sana yang tadinya sedang menutupi wajahnya mendongak kaget.

"Sakura." Sasuke tak yakin suaranya tak bergetar sesaat memanggil nama Sakura. Pemuda itu mencelos ketika Sakura yang ada di hadapannya begitu hancur, dengan dandanan yang bisa dibilang paling tak ingin Sasuke lihat dan dengan keadaan yang tak pernah ingin Sasuke temui. Gadis itu memandanginya sembari mengisak. Satu, dua, tiga, dan berkali-kali.

Pelan, Sasuke melangkah ke arah gadisnya. Ia takut, takut ini semua karenanya, takut semua ini salahnya. Walau Ia tahu, tanpa perlu berpikir pun Sakura begini adalah hasil karya kejahatan tak kasat mata yang dilakukan olehnya. Rasa bersalah yang menyesakan menghimpitnya, seakan pelan mengambil sebuah sisi nafasnya yang tertahan.

"Saku?"

"Berhenti," Sakura melonjak bangun dari duduknya, seketika Ia berdiri dari posisinya. Mata gadis itu kosong menatap Sasuke. "Berhenti di situ Sasuke."

"Saku, aku―" Sasuke maju beberapa langkah, namun kebalikkannya. Sakura mundur, malah menjauhinya. Kemudian Ia tersenyum miris pada Sasuke.

"Selesai Sasuke, semuanya sudah selesai." Air mata Sakura meluncur lagi, Ia membungkam mulutnya meredam tangisnya yang mengundang isakkan. Tidak Ia tak boleh lemah. Ini semua final, jika Ia gagal, maka Ia akan mundur. Begitu tekadnya.

Sasuke terpaku, apanya yang selesai? Kenapa? Ada apa dengan Sakura?

Sakura menggeleng, lalu jatuh ke lantai dengan posisi bersimpuh dengan kedua kakinya yang lemas. "Aku tak bisa menjadi Tayuya, Sasuke. Aku gagal." Gadis itu menunduk, bahunya sesenggukkan.

Seakan ditusuk, Sasuke paham betul apa maksud Sakura barusan. Gadis itu merubah penampilannya menjadi seliar Tayuya. Dan penampilannya ini pastilah menuai kontropensi di pihak teman-teman yang lain, mereka menekan Sakura hingga sedemikian rupa.

Tanpa sadar tangan pemuda itu terkepal dengan erat.

Dengan setengah mengisak, Sakura melanjutkan. "Seharusnya aku sadar, bahwa aku ini memang tak pantas untuk bersaing dengan Tayuya. Dan seharusnya aku tahu, kalau tempatku bukan di sisimu, Sasuke."

Siapa yang mengatakan hal itu Sakura?

Sasuke menahan kalimat tanya itu di benakknya. Ia akan hancurkan mulut orang itu dengan tangannya. Yang menjalani ini semua Sasuke, bukan orang yang tak tahu sama sekali tentang ini semua.

Pemuda itu masih membisu. Sakit, tidakkah Sakura tahu, bahwa Sasuke sama sekali tak pernah mementingkan Tayuya sekarang ini. Sekarang ini hanya ada Sakura, Sakura dan Sakura yang menari-nari di dalam otak Sasuke.

Mata mereka bertemu. "Benar kata mereka, aku tak tahu diri. Aku, tak apa kalau kau masih mencintai Tayuya, Sasuke. Sungguh." Gadis itu menghapus air matanya. "Sebisa mungkin aku akan melepaskanmu, aku akan membiarkanmu."

"Kau akan membiarkanku, Sakura?!" Sasuke menahan agar tak berteriak pada Sakura, namun gagal. Ia melangkah maju, dan duduk di hadapan gadis itu. Dicengkramnya erat kedua sisi bahu Sakura, "Kenapa kau membiarkanku? Kenapa kau menyuruhku untuk pergi!" suara pemuda itu lantang terdengar, membuat ruangan itu riuh seketika, lalu kembali senyap.

Sakura tak bisa berkata apapun. Ketika pemuda itu berkata dengan nada yang jauh dari nadanya yang pertama. Terdengar tawa kecilnya yang mengalun miris dan penuh luka. "Kau pikir aku bisa bahagia setelahnya?"

Pemuda itu mengancingkan dua kancing seragam Sakura yang terbuka. Membenarkan dasi gadis itu, dan kemudian menyisiri rambut Sakura dengan jemarinya penuh sayang. "Jangan biarkan aku pergi Sakura, aku tak ingin kau melepaskanku." Lanjutnya.

Dalam lengan hangat Sasuke, wajah Sakura tampak begitu mungil. Kedua ibu jari Sasuke menghapus jejak air mata yang menapaki kedua belah pipi gadisnya. Sakura memandangi mata Sasuke yang mulai merebak merah menahan tangis. Dengan pelan, Sasuke mencondongkan badannya. Mengecup lama kening Sakura dengan mata terpejam panas. Pemuda itu menghela nafas dalam-dalam membuang niatnya untuk menangis.

Sungguh, Sasuke tak ingin sosok ini menghilang dari kehidupannya, semuanya sudah cukup. Yang lalu itu biarlah berlalu. Ia tak mau menjalani semuanya jika itu tanpa Sakura. Haruno Sakura. bukan Tayuya, atau gadis yang lain.

Sasuke menarik Sakura pelan ke dalam rengkuhannya, dan memeluknya dengan begitu erat. Meredam wajahnya pada pundak gadis itu. "Jangan begini Sakura, kita perbaiki semuanya dari awal."

Sakura masih tak mengerti sampai Sasuke melepaskan kata-katanya. Pemuda itu semakin mengetatkan rengkuhannya, dan berkata tanpa ragu sedikitpun. "Aku mencintaimu, sangat mencintaimu, Sakura."

Dan detik berikutnya, Sakura merasakan dingin pada sekitaran tengkuknya dan semuanya malah menjadi gelap. Berikutnya hanya suara dengungan sekilas Sasuke memanggilnya dan suara-suara lain yang terdengar terburu-buru yang berdengung silih berganti menemani pandangannya yang menghitam.

XXxxXXxxXX

Sakura tak begitu mengerti dengan jelas, bagaimana awalnya Ia bisa berada di sini. Di kamar seseorang yang Sakura yakin adalah Sasuke Uchiha. Ya, kamar Sasuke Uchiha.

Bagaimana tidak tahu, di samping tempat tidurnya terletak sebuah pigura dengan potret di mana keluarga Uchiha lengkap berkumpul. Ada Kak Itachi dan juga sepasang suami-istri yang Sakura yakin adalah ayah dan Ibu dari kedua Uchiha itu.

Dan di sinilah Sakura, berada di atas kasur lembut nan hangat dengan selimut tebal yang membungkus bagian bawah pinggang dan kakinya.

Mata Sakura mengerjap-ngerjap kecil. Jemari telunjuk dan jari tengah kanannya tak berhenti memijat-mijat kecil pelipisnya yang masih berdenyut sakit. Ia masih menggunakan seragam lengkap, wangi minyak kayu putih menguar dari balik seragamnya, setiap kali gadis itu menarik nafas, aroma itu masuk ke indra penciumannya, dan membawa rasa hangat pada bagian perut dan dadanya.

Sakura mengangkat pandangnya yang tadinya terpekur sembari meremas selimut yang Ia gunakan. Kehadiran Ino di sana, berdiri di sela pintu yang sedikit terbuka, membuat ingatan gadis itu buyar seketika. Ingatan ketika Sasuke memeluk dan menatapnya dengan luka dan juga tentang pernyataannya.

Gadis itu mengintip Sakura yang sekarang ikut menatap ke arah asal Ino menyembulkan kepalanya yang berambut kuning. Sakura memilih diam, ketika Ino malah menutup pintu dengan keras.

Gadis itu berlari, Sakura tahu betul itu, kemudian suaranya lantang meneriakan 'kalau Sakura sudah bangun' dan detik berikutnya suara beberapa langkah kaki yang terdengar terburu-buru tampak menghampiri kamar ini, Naruto lah yang mendobrak pintu pertama kali disusul Hinata yang digandengnya. Sedang yang lain menyusul di belakang sepasang kekasih itu.

"Syukurlah kau sudah bangun Sakura." Naruto menghempaskan bokongnya di pinggir tempat tidur, dengan posisi menghadap Sakura. pemuda itu tersenyum lembut. Hinata berdiri di samping posisi mereka dengan senyuman tak kalah lembut dari Naruto dan juga genangan air mata yang tampak membuat matanya sedikit memburam.

Ino lain lagi, Ia langsung melompat ke tempat tidur Sasuke disusul dengan Tenten dan juga Temari yang langsung memberikan pelukan hangat untuk Sakura. otomastis, membuat Naruto mau tak mau harus menyingkir dari sana. Dengan isyarat tangan, Naruto mempersilahkan Hinata untuk berbaur di tengah mereka, dan dengan senang hati, Hinata memperlengkap kombinasi pelukan hangat kelima sahabat dekat itu.

Naruto, Neji, Shikamaru, Sai dan juga Sasuke yang barusan saja datang hanya bisa berdiri dengan ekspressi wajah masing-masing.

XXxxXXxxXX

"Kenapa kau bisa nekat begini sih Sakura!" Temari menggetok kecil sisi jidat Sakura dengan jari telunjuk dan juga jari tengahnya.

Namun dengan cepat, Ino yang berada di sebelah Sakura mengelusnya dengan lembut. Yamanaka Ino mendelik sembari berujar dengan nada ketus yang dibuat-buat. "Kau ini Temari, si Jidat ini baru saja sadar. Bersabar sedikit, kenapa?" Matanya mendelik pada Temari, sedang gadis dengan wajah galak itu hanya menjulurkan lidahnya kepada Ino. Tentu saja Ino tak terima, dengan kedua tangannya, dicubitnya gemas kedua belah pipi kenyal milik Temari.

Sakura hanya memandangi mereka dengan wajah geli. Temari dan juga Ino kembali adu mulut jika tidak gadis bersurai merah jambu itu melempar tanya.

"Kenapa aku bisa ada di sini?" Emerald itu berpendar bergantian pada Ino dan juga Temari. "Apa Sasuke yang membawaku? Umh itu, maksudku aku, apa aku―"

"Kalau bukan Sasuke siapa lagi?" Ino mendelik bosan, memotong kalimat Sakura yang bernada gugup, malu dan juga terdengar agak meragu. "Hahh~ coba saja kau tahu tadi bagaimana aksinya." Gadis itu menghembuskan nafasnya dengan keras, kemudian berkata. "Aku yakin seratus persen kalau itu, adalah hal teromantis abad ini yang pernah di lakukan oleh keturunan Uchiha."

Dan Sakura hanya bisa mengerjap-ngerjap beberapa kali sembari memperhatikan senyum penuh arti di wajah Ino yang menyeringai nakal padanya.

Temari mengangguk, mendukung Ino. "Kau benar, si rambut aneh itu luar biasa panik." Sakura memandang Temari dengan ragu. "Iya, panik."

"Tak ku sangka orang yang tak memiliki perasaan dan berhati dingin itu bisa panikan juga." Lanjut Temari, Ia pura-pura terkeut dengan raut muka serius yang dibuat-buat.

Pipi Haruno Sakura menghangat seketika.

"Hum, kau tahu Jidat." Kali ini Ino kembali yang berkoar. Ia bangkit dari posisinya yang tadinya duduk di samping Sakura. gadis itu berdiri di samping kanan dari posisi tempat tidur, sembari berkacak pinggang, menghadap Sakura yang melongo menunggu cerita Ino, dan juga Temari yang agak geli melihat kelakuan Ino.

"Sasuke bahkan berteriak-teriak tak jelas ketika pusarmu itu kelihatan." Ino memperagakan gerakan yang dilakukan Sasuke tadi pagi saat membawa Sakura masuk ke dalam mobilnya dibantu oleh beberapa siswa. Dan tak lupa, gerakan memalukan itu akan menjadi berlebihan jika Ino lah yang memperagakannya. "Apa yang kau liat hah! Dasar baju sialan!" Bahkan Ino ingat betul kata-kata aneh yang dikeluarkan Sasuke ketika sedang panik.

Masa baju disalahkan? Kan lucu.

Temari tergelak ngakak, sedang Sakura hanya bisa memerah, membayangkan jika yang di depannya ini adalah Uchiha Sasuke langsung.

"Ah ramai sekali di sini." Suara Naruto, di belakangnya, Hinata dan juga Tenten menyeruak masuk, membuat Temari dan juga Ino yang masih asik mengakak tadinya, menjadi bungkam sembari menahan tawa dengan wajah memerah.

Hinata tersenyum kecil melihat Sakura yang tersenyum manis memandangi mereka. "Sudah agak enakkan?" tanyanya. Gadis itu menyodorkan cangkir keramik berisikan teh hijau hangat pada Sakura.

Sakura mengangguk, "sudah, trims Hinata."

Gadis itu mengangguk singkat sembari melempar senyum khasnya pada Sakura.

"Ah, Iya. Aku dan yang lain mau pamit pulang Sakura." Naruto tersenyum, "nanti sore kami kemari lagi, ok?" Sakura mengangguk, dan tersenyum kecil ketika tangan pemuda itu mengusap lembut kepala Sakura.

"Iya, kami pamit ya." Ucap Tenten kemudian. Gadis itu menghampiri Sakura, memberikan sekilas dua kecupan sayang pada kedua belah pipi Sakura. "Kau harus istirahat, mengerti?"

Sakura mengangguk sembari tersenyum.

"Aku pulang dulu ya, Jidat." Ino melakukan hal sama, begitupun Temari dan juga Hinata.

Setelah berpamitan, di depan pintu, ada Sai, Neji dan juga Shikamaru yang tersenyum tipis pada Sakura. mengangguk pamit dan dibalas dengan senyuman ramah dari gadis itu. Beberapa detik kemudian pintu ditutup oleh Sasuke yang memberikan tatapan hangat pada Sakura.

Di sana, Sakura meraba dadanya sendiri. Tempat di mana jantungnya berdebar kencang menunggu kelanjutan dari peristiwa mengejutkan yang akan terjadi lagi setelah ini. Jujur. Ia belum siap untuk mengahadapi Sasuke.

XXxxXXxxXX

Sasuke membuka pintu di depannya itu dengan pelan. Ini sudah tepat pukul dua siang.

Pemuda itu pelan berjalan mendekati tempat tidurnya. Di mana di atas sana terdapat gadisnya yang tengah terlelap dengan wajah damai yang tak pernah terlihat oleh Sasuke selama ini. Gadis itu tidur menyamping, dengan nafas yang terdengar mengalun lambat dan teratur tenang.

Diletakkannya bungkusan obat yang barusan saja Ia tebus di Apotik ke atas meja di samping tempat tidur. Pemuda itu beranjak ikut naik ke atas tempat tidur dengan perlahan, menyibak selimut dan merapatkan Sakura ke dalam pelukannya.

Helaan nafas mereka berdua berbaur dalam keheningan kamar. Merunduk, Sasuke memandangi wajah Sakura. Jemarinya membelai lembut sisi wajah gadisnya dengan sayang, menyingkirkan anak rambut nakal itu dari manisnya wajah Sakura saat tertidur. Pemuda itu menariknya semakin dekat pada dadanya dan mengahadiahkan sebuah kecupan manis pada pucuk kepala Sakura yang beraroma lembut.

Akhirnya, Ia bisa juga merengkuh Sakura sedekat ini. Berapa hari ini, hal inilah yang paling ingin Ia lakukan. Berpelukan erat dengan suasana damai yang tenang. Bukan berpelukan ketika tengah berselisih paham, dengan keadaan Sakura yang kacau dan menangis karenanya.

Gadis itu menggeliat dalam posisinya. Membuat Sasuke harus menariknya lebih dekat lagi. "Hushh." Suara menenangkan Sasuke terdengar, tangannya menyisiri rambut Sakura. menyelip kecil di sana dengan tarikan lembut, kemudian berubah menjadi usapan penuh sayang berkali-kali. Mata pemuda itu menyorot tenang dalam keheningan.

Sedang Sakura, dalam tidurnya merasa benar-benar sesak. Gadis itu akhirnya mengerjap kecil, dan membuka matanya.

Ia membelalak ketika Ia sadar di mana posisinya sekarang. Berhadapan dengan dada Sasuke yang berkaos hitam. Harum pemuda itu tercium jelas dari sini, dari pucuk hidungnya yang mendarat tepat pada dasar dada bidang pemuda itu.

Tak hanya hal itu yang membuat Sakura merasakan dingin di tengkuknya dan panas di daerah lain badannya. Ia sadar betul, mereka begitu rapat, tanpa cela. Tangan kanan Sasuke yang memeluk, memagari lingkar pinggangnya, sedang tangan kirinya yang lain mengelus-elus kepalanya dengan lembut. Pemuda itu bahkan meredam ciumnya pada pucuk kepala Sakura.

Sasuke begitu lembut merengkuhnya, seakan Sakura adalah benda antik yang akan hancur jika terlalu dicekal. Dan perlakuan lembut inilah yang membuat Sakura merasakan telinganya penuh dengan debaran jantungnya sendiri.

Sakura yakin, Ia akan mati, jika dalam sejam posisi ini masih terus bertahan.

Pemuda itu tersenyum tipis, Ia tahu gadis dalam dekapannya ini sudah bangun. Ia bisa merasakan kekagetan pada sekali kejutan di pundak Sakura. "Sudah bangun, hem?" Pemuda itu merunduk, memberikan kecupan pada pucuk kepala Sakura. "Dasar Pemalas." Godanya kemudian.

Kaget, Sakura hanya bisa mengangguk cepat. Wajahnya kini lebih memerah lagi. Bahkan bekas ciuman Sasuke menyisakan hawa dingin di sekitar kecupan itu mendarat, dan juga rasa panas yang membakar dalam dada Sakura. Oh Tuhan, ini gila!

Sasuke mengurai pelukannya, di pandangnya wajah Sakura dalam jarak dekat. "Kenapa? Kau takut padaku?" Pemuda itu menangkap Sakura menggeleng kecil, sembari mengulum bibir bawahnya yang berwarna peach. Alis pemuda itu naik sebelah.

"Ini jam berapa?" Suara Sakura terdengar serak dan pelan, Ia ragu membalas tatap Sasuke.

"Setengah tiga, kenapa?" Sasuke sedikit heran melihat tingkah Sakura yang sepertinya enggan sekedar bercengkrama dengan Sasuke. Hey, mereka belum putus kan?

Gadis itu menggeleng. Sungguh Ia ingin pulang.

"Kau mau pulang?" Seolah bisa membaca pikiran Sakura, Sasuke bertanya. Sebenarnya, Sasuke hanya menebak-nebak, dan berharap tebakannya adalah salah, namun. Ketika melihat Sakura meresponnya, rasanya ada rasa sakit tersendiri di dada Sasuke.

Apa Sakura tak ingin bersamanya?

Sakura mengangguk kecil, lalu menunduk. Ia gugup, sungguh. Bahkan sekarang Ia berharap bumi bisa terbelah dua dan seketika menelannya hilang dari sini. Membawanya ke dimensi lain, di mana Ia bisa bernafas lega dan memiliki irama jantung yang teratur.

Tercenung, Sasuke merasa ada yang berubah pada Sakuranya. Kenapa gadis in masih saja dingin? Kenapa tak menunjukkan apa yang Ia rasakan pada Sasuke seperti dulu? Di mana gadis itu tersenyum, dan juga begitu perhatian padanya.

Pemuda Uchiha itu, kembali menarik Sakura mendekat pada dadanya. Dengan nada lirih yang tak sadar keluar dengan sendirinya, Sasuke berucap. "Jangan membenciku, Sakura. Ku mohon."

Gadis dalam pelukan Sasuke itu menggeleng, lalu tersenyum lembut. "Aku tak pernah mencoba membencimu, Sasuke." Sakura tahu, Sasuke yang sekarang adalah Sasuke yang hangat dan mau membuka hatinya pada Sakura. "Kau tahu aku menyayangimu, kan?"

Sakura bukan gadis buta yang dengan bodohnya tak melihat niat tulus Sasuke untuk berubah lembut padanya. Ia bukan gadis tuli yang menutup kedua belah sisi telinganya untuk tak mendengar pengakuan syarat luka yang di katakan Sasuke padanya di Gudang waktu itu. Sekarang, Ia tahu benar, semuanya sudah berjalan seperti sebagaimana mestinya, dan Sakura tak mau membuat semuanya hancur lagi sekarang.

Pemuda itu menyahut dengan 'Hem'. Lalu melepas pelukannya. "Aku tahu, dan kau juga tahu kan kalau aku takut, kalau kau begini mengacuhkan ku?" Tanyanya.

Ragu, tangan Sakura terulur, membelai sisi wajah Sasuke dengan lembut. Pemuda itu memejamkan matanya, tangan kanannya menangkap lengan Sakura yang terulur itu dan membawanya menuju ke bibirnya. Mengecupnya beberapa kali lalu memandang Sakura.

"Aku tak pernah mengacuhkanmu,Sasuke." Gadis itu berucap, "aku hanya menjauh ketika kau merasa kau tak ingin diganggu olehku." Tuturnya kemudian. Wajah gadis itu begitu tenang, namun dapat merobek hati Sasuke yang mendengarnya.

Pemuda itu, mengecup lengan Sakura sekali lagi. "Maafkan aku," matanya berpendar, seolah teringat masa lalu yang buruk yang telah Ia ukir untuk Sakura. "Aku banyak menyakitimu."

Gadis itu kembali tersenyum, "sudahlah, tak apa, Sasuke." Sakura bisa merasakan rengkuhan lengan kiri Sasuke pada belakang kepalanya. Membawa gadis itu mendekat. Merasakan debar jantung milik pemuda itu.

"Aku tak tahu bagaimana cara menebus semuanya, aku menghancurkanmu berkali-kali." Gumam pemuda itu, dagunya bertumpu pada pucuk kepala Sakura. Di bawah sana, genggaman pemuda itu mengerat. "Tapi aku sungguh-sungguh mencintaimu, Sakura. Mengertilah."

Rasa hangat merebak di dada, gadis itu tersenyum lembut mendengarnya. Kalimat yang begitu lama ingin Ia dengar dengan pasti dari Sasuke. Kalimat yang membuatnya benar-benar merasa memiliki dan dimiliki. Serta diinginkan.

"Aku tak suka, kau dekat dengan Gaara. Aku merasa hampa, saat kau tak mau memandangku saat di rumah sakit, aku seperti bukan aku ketika aku melihatmu yang terluka dan menangis. Aku merasa bodoh." Pemuda itu mengecup kepala Sakura. "Maafkan aku, Sayang."

Sakura mengangguk, mengeratkan genggamannya. "Aku memaafkanmu, Sasuke. Selalu."

Dan dalam rengkuhan, hangat. Pemuda itu membisikan kata terima kasih pada Sakura sembari kembali mengecup kecil pucuk kepala Sakura.

Di sana gadis itu tersenyum, matanya terpejam dengan tangis senang. Balas memeluk erat Sasuke.

Tuhan, somoga ini bukan mimpi.

XXxxXXxxXX

"Bolehkah aku pulang Sasuke?"

Sasuke menoleh, tangannya yang tadinya asik menekan tombol remote TV berhenti sejenak. Tanpa berkata apapun, pemuda itu menggeleng, lalu menarik Sakura semakin erat ke samping sisi dari kiri badannya. Tangannya melingkari perut Sakura dengan erat.

Gadis itu hanya bisa menghela nafas. Sasuke sudah menahannya kurang lebih dua belas jam. Bagaimana pun Sakura harus pulang, kasihan Ino dan yang lainnya. Mereka pasti khawatir saat menemukan kost-kostan Sakura masih kosong melompong tanpa penghuni.

Lagian, Sakura kan juga ingin berbagi cerita pada yang lainnya juga. Betapa bahagianya Sakura hari ini atas semua perlakuan Sasuke padanya.

"Aku harus pulang, Sasu." Pintanya dengan nada manja. Gadis itu menyenderkan kepalanya di pundak Sasuke dengan nyaman. "Ayolah~"

Mata Sasuke meliriknya sekilas, kemudian pemuda itu mendengus. Malah mematikan TV dan melepaskan pelukannya pada Sakura. "Pulanglah,"

Sakura terpaku, ketika pemuda itu tiba-tiba beranjak dari sana. Mata gadis itu berbinar bingung sekaligus mencelos. Apa sikap manjanya tadi salah? Apa Sasuke kembali lagi ke sifat awalnya?

Sasuke berbalik menghadap Sakura. Pemuda itu terpekur ketika Sakura memasang wajah sedih. O'ow, sepertinya barusan Ia jadi ketus lagi pada Sakura.

Pemuda itu berjalan cepat, menarik lengan Sakura dan memeluknya. "Bukan begitu maksudku, Sakura." Bisiknya gugup. "Aku hanya tak mau kau pulang ke kost-an mu. Bermalamlah di sini bersamaku."

Sakura tak bisa berkata apapun, ketika Sasuke melepaskan pelukannya. Dan menangkup wajahnya, "temani aku, malam ini Sakura."

Berikutnya, pagutan berupa tarikan lembut bibir Sasuke pada bibir bawahnya, dan hisapan lembut pemuda itu di sana, dapat membuat tubuhnya melayang tak di tempat. Begitu hangat, lembut dan memabukkan.

Biarlah urusan yang menanti mereka hadapi bersama. Malam ini, Ia hanya ingin dimiliki oleh Sasuke, sebagaimana Sasuke menginginkannya.

THE END

XXxxXXxxX

Yusha datang yo~ yang mau ngelempar Yusha, mana sendalnyahhhh?~#tipukkinsendal

Lama banget ya, berapa bulan sih? Atau berapa tahun? Nyahaha, maaf ya semua. Yusha sekarang bukannya sibuk atau apa, tapi emang kadang-kadang males ngadepin netbook. Dan sekali muncul, Yusha ngadoin kalian dengan ending gaje kayak di atas. Please jangan cium Sayah~#siapawoy!

Gimanah? Gimanah? Suka nggak suka, ya beginilah stok yang ada di otak Yusha. Ini juga udah stok ide terakhir yang bener-bener Yusha dapatkan setelah lama bertapa. Fufufufu.

Thanks a lot dan I love u so much guys, buat kalian yang udah mantengin lama, dan nggak bosen ngePM, review, mention, serta nagih secara paksa buat updet Fic ini, udah ngefav DLL lah pokoknya, how much I love u guys, so much

Ya, ini juga sebenernya factor kebanyakan baca komik. Kalo udah ngadepin komik, ngadepin fanfic jadi males, , Yusha yang hebat ini bisa menghilangkan WB itu, dalam 1 hari penuh berkubang dilumpur dengan memangku netbook, muahahahah xD

Dan maaf kalo nggak ada sesi bales ripiunyah¸tapi sumpah MAKASIH BANYAK buat kalian semua, yang ripiu login atau nggak, yang silent readers juga makasih banyak ya #pelukerat

Akhirnya¸ ketemu di kotak ripiu ya!

Warm regards

Yusha