Just acting or REAL?
By
Arisa Adachi YunJaeShipper
a.k.a
U-Know Boo
Pairing :: YUNJAE!
Casts :: Jung Yunho, Kim –Jung- Jaejoong, Park Yoochun, Kim Junsu and our beloved magnae Shim Changmin ^^
Disclaimer :: They're not mine...T^T
Warning :: YAOI (always), OOC, gaje, typo(s)
a/n :: Author masih dalam tahap belajar! Kritik dan saran sangat dibutuhkan... Thanks^^
xxx
"Cut!" suara lantang sang sutradara terdengar. Membuat pemain yang tadinya berakting, menghentikan akting mereka. Beberapa staff berdatangan menghampiri pemain, ada yang memberi minum, merapikan tatanan rambut maupun make-up.
"Oke, pembuatan iklannya cukup sampai disini," ujar sang sutradara berusia hampir setengah abad itu, "Jeongmal gomawo untuk kerja sama kalian semua, terutama untuk Jaejoong-sshi."
Namja bernama Jaejoong itu hanya tersenyum sambil mengangguk.
"Huuft, lelah sekali," Jaejoong menghempaskan tubuhnya ke sandaran mobil. Syuting iklan minuman yang dilakukannya tadi benar-benar menguras tenaganya, belum lagi syuting iklan yang lain sejak pagi tadi. Namja cantik itu memijit kening dengan jemarinya, berharap melepas sedikit penatnya.
"Tadi itu hebat sekali hyung," seru sang manajer yang mengambil posisi di kursi kemudi. Namja berperawakan imut itu menyerahkan sebotol air minum pada namja disampingnya, "Oh ya, tadi hyung dapat tawaran film layar lebar lagi lho!"
"Mwo? Lagi? Aish, tolak saja Junsu-ah, aku mau istirahat seminggu ini," ujar Jaejoong. Yah, tidak salah kalau dia minta libur. Belakangan ini jadwal namja cantik itu kian padat saja, mulai dari tawaran film, iklan, model video klip, MC di berbagai acara dan masih banyak lagi. Padahal tiga hari yang lalu ia baru saja merampungkan syuting film terbarunya, lalu tawaran iklan datang bertubi-tubi. Dan disaat syuting iklan yang terakhir selesai, muncul lagi tawaran bermain di film layar lebar.
Tapi mau bagaimana lagi, Kim Jaejoong memang aktor yang hebat. Kepiawaiannya dalam berakting dan memandu acara membuatnya menjadi rebutan produser iklan maupun film. Suatu hal yang membanggakan bagi namja yang baru berusia 23 tahun. Bahkan ada label rekaman yang menawarinya menjadi seorang penyanyi, tetapi Jaejoong menolaknya dengan alasan ingin fokus ke dunia akting.
"Tapi hyung, tawaran ini berasal dari rumah produksi yang elit. Lawan main hyung juga seorang penyanyi sekaligus dancer yang tengah naik daun. Kalau hyung sukses membintangi film ini, bisa dipastikan nama hyung akan kian melambung," jelas Kim Junsu, manager-nya yang berusia satu tahun dibawahnya.
"Terserahmu sajalah." Jaejoong menghela napas, yah menjadi seorang aktor memang impiannya dan kerja kerasnya juga terbayar dengan hasil yang sangat memuaskan. Tapi terkadang Jaejoong merasa sedih juga karena waktu untuk istirahatnya nyaris tidak ada.
Tidak sampai tiga puluh menit, mobil ferrari keluaran terbaru yang dikendarai Junsu telah sampai di depan apartemen mewah yang merupakan tempat tinggal aktor ternama itu.
"Ne hyung, besok pagi-pagi aku akan kemari untuk memberi tahu hyung mengenai film itu lebih lanjut."
"Ne..."
"Oke, hyung. Kalau begitu sampai besok."
Jaejoong menganggukkan kepalanya dan membiarkan matanya mengikuti mobil merah yang perlahan menghilang dari jarak pandangnya. Kemudian melangkah gontai memasuki gedung apartemen itu.
"Aigooo... syuting lagi.. huft..." Jaejoong menghempaskan tubuhnya di sofanya, "kapan istirahatnya..."
Jaejoong segera bangkit dari duduknya. Mencuci muka lalu mengganti pakaiannya dengan piyama. Jam tiga dinihari, huft, namja cantik itu memiliki waktu yang sangat sedikit untuk istirahat.
.
.
.
Matahari bersinar hangat. Bintang besar itu dengan sukarela membagi panasnya pada kota bernama Seoul. Jaejoong sedang menuangkan ramennya yang masih panas ke dalam mangkuk besar ketika seseorang menekan bel pintunya.
"Pasti Junsu-ah," bisik Jaejoong lalu berjalan menuju pintu apartemennya. Dan benar saja, ia mendapati sosok imut Junsu berdiri disana.
"Selamat pagi hyung," sapa Junsu yang dibalas anggukan kecil oleh Jaejoong. Namja imut itu menyerahkan segulung kertas kepada Jaejoong dan langsung memasuki apartemen Jaejoong tanpa ijin dari sang pemilik. Tapi Jaejoong tidak mempermasalahkan itu, toh ia sudah menganggap Junsu seperti adiknya sendiri.
"Kertas itu berisi judul film yang akan hyung mainkan, lalu pemerannya serta inti ceritanya dan lokasi syutingnya" jelas Junsu sambil berjalan menuju ruang makan diikuti Jaejoong yang membolak-balik kertas beberapa lembar itu, "Wah ramen!" seru Junsu dan sekali lagi tanpa sungkan mengambil mangkuk kemudian menuangkan ramen ke mangkuknya. Sedangkan Jaejoong duduk di kursi satunya sambil masih membolak-balik kertasnya.
'Forbidden Love?' Jaejoong mengernyit heran ketika melihat judul film itu. Namja cantik itu membalikkan kertasnya dan mendapati deretan nama artis yang akan membintangi film itu. Pada daftar itu ia menemukan namanya terletak di paling atas, lalu di bawahnya tertulis nama... "Jung Yunho?" Jaejoong mengernyitkan alisnya, "Seperti nama namja"
"Memang namja 'kan? Nanti hyung dan Yunho hyung yang menjadi pemeran utama film itu," sahut Junsu sambil meniup ramen-nya yang masih panas sebelum memasukkannya ke dalam mulutnya.
Jaejoong memandang Junsu heran, "Kukira genre film-nya romance, ternyata friendship," gumamnya.
"Memang romance kok hyung."
"Tapi pemeran utamanya aku dan namja bernama Yunho ini."
"Terus?"
"Kami 'kan sama-sama namja? Masa'... Tunggu, jangan-jangan film ini bertema soal hubungan sejenis begitu ya?" tebak Jaejoong.
"Yup, terus kenapa? Yunho hyung itu orangnya tampan dan performance-nya di panggung juga luar biasa."
"Aish, bukan itu masalahnya Junsu-ah. Film seperti ini apa bisa diterima oleh masyarakat Korea? Belum lagi image-ku bisa berubah di mata masyarakat jika membintangi film semacam ini."
Junsu meletakkan mangkuk ramennya yang sudah kosong, namja imut itu mengambil segelas air dan meminumnya, "Masalah itu hyung tidak perlu cemas. Hubungan sejenis seperti itu sudah diterima di masyarakat luas, bahkan jumlah fujoshi dan fudanshi meningkat sampai lima puluh persen setiap tahunnya. Karena itu jika hyung sukses membintangi film ini karir hyung pasti akan meningkat."
Jaejoong menatap Junsu tidak percaya. Yang benar saja! Masa ia harus membintangi film bertemakan hubungan sejenis? Jaejoong adalah tipe namja yang menyukai yeojya. Memerankan karakter gay seperti ini dia tidak yakin bisa melakukannya. Dan dia baru tahu kalau yang seperti ini sudah diterima di masyarakat luas. Ck, saking sibuk syuting namja cantik ini kekurangan berita rupanya.
"Hyung tidak boleh menolak lho, aku sudah bilang sama produser film kalau hyung menerima film ini," gumam Junsu ketika melihat raut wajah Jaejoong.
Jaejoong menghela napas, "Arraseo, arraseo. Jadi kapan syutingnya dimulai?"
"Minggu depan. Lalu kita akan bertemu dengan pemeran lainnya dan staff film sekitar jam sepuluh nanti."
"Hmm..."
"Ah, Jae hyung tidak tahu wajah Yunho hyung 'kan? Aku ada MV-nya, hyung mau lihat?"
"Ani," jawab Jaejoong singkat, "Lebih baik langsung bertemu dengan orangnya."
Junsu hanya mengangguk.
.
.
.
"Film berjudul 'Forbidden Love' ini nantinya akan disiarkan di berbagai berbagai negara. Dan jika film ini mendapat rating yang bagus maka karir kalian di bidang akting pun akan melejit," jelas sang sutradara film di hadapan seluruh aktor dan aktris film 'Forbidden Love'.
Jaejoong memutar-mutar penanya bosan di atas kertas.
"Lalu film ini mengenai seorang namja berusia tujuh belas tahun yang bernama Choi Hyunjae yang diperankan oleh Kim Jaejoong-sshi," sang sutradara menatap Jaejoong, "Dimana Choi Hyunjae ini jatuh cinta pada ayah tirinya yang bernama Han Jiwoo yang diperankan oleh Jung Yunho-sshi," sutradara itu mengangkat kepalanya mencari sosok Yunho, "Ah, seperti Yunho-sshi belum datang," gumamnya.
'Ck, sudah mencintai namja, malah namja yang dicintainya itu appa-nya sendiri,' batin Jaejoong, 'Apa yang seperti ini akan disukai?'
"Ah, maaf aku terlambat." Terdengar sebuah suara dari arah pintu yang dibuka. Semua mata sontak menoleh ke arah pintu dan mendapati seorang namja tampan dengan lensa berbingkai hitam bertengger di hidung mancungnya.
"Gwaenchana, Yunho-sshi. Rapat juga baru dimulai," ujar sang sutradara, "Sekarang ambillah posisi dudukmu."
"Ne..."
Jaejoong menatapnya serius, 'Jadi itu yang namanya Yunho ya?'
"Sebelah sini oppa," Yunho menolehkan kepalanya dan melihat seorang yeojya berambut panjang bergelombang menepuk kursi sebelahnya, mempersilahkan Yunho duduk untuk di sampingnya.
"Gomawo Ara-sshi."
Yeojya bernama Go Ara itu tersenyum, "Cheon oppa..."
"Oke kita lanjutkan, lalu umma dari Choi Hyunjae bernama Choi Yoorim yang diperankan oleh Go Ara," ujar sang sutradara.
"Oppa, kita jadi sepasang suami istri," bisik Ara. Yunho hanya tersenyum tipis menanggapinya, tidak sengaja mata kecilnya menangkap sosok Jaejoong yang tengah serius mendengarkan penjelasan pak sutradara. Yunho tersenyum tipis, sebenarnya di sela-sela kegiatannya terkadang dia menyempatkan diri menonton drama yang dibintangi oleh Kim Jaejoong. Menurutnya Jaejoong adalah aktor muda yang sangat berbakat dan berada dalam proyek film yang sama dengan Jaejoong tentu sangat membanggakan untuknya.
.
.
.
"Ini naskah dialog hyung," Junsu menyerahkan kertas kepada Jaejoong, "Jangan lupa dipelajari dan dihapal."
"Ya Junsu-ah, aku sudah sering membintangi film. Tanpa disuruh pun aku pasti menghapalnya."
"Cuma mengingatkan saja hyung, 'kan aku manager yang baik... eu kyang kyang," ujarnya sambil tertawa lalu berbalik pergi untuk mengurus hal-hal lainnya.
"Jaejoong-ah," Jaejoong membalikkan badannya ketika mendengar ada yang memanggilnya dan namja cantik itu mendapati sosok Jung Yunho berjalan ke arahnya, "Umm... aku Jung Yunho."
"Ne, aku tahu. Aku melihatmu di ruang rapat tadi."
Yunho tersenyum canggung, "Err... kalau kau tidak keberatan bagaimana kalau kita berbincang?"
Jaejoong mengangkat sebelah alisnya.
"Ah, karena ini pertama kalinya kita bertemu, kupikir aku ingin mengenalmu lebih jauh. Apalagi kita akan menjadi pemeran utama di film ini."
Jaejoong memutar badannya. Mata besarnya melirik Junsu yang tengah sibuk membicarakan sesuatu.
"Tapi kalau kau tidak sempat-"
"Gwaenchana, toh aku juga ingin bersantai sebentar."
Yunho tersenyum. Kedua namja itu kemudian mendatangi sebuah cafe yang terletak tidak terlalu jauh dari lokasi mereka tadi. Dan karena sekarang sudah lewat jam makan siang, tidak heran kalau suasana cafe lumayan sepi.
"Pesanan anda, Tuan?" tanya seorang pelayan.
"Cappucino dan..." Yunho menatap Jaejoong, "Kau pesan apa Jaejoong-ah?"
"Jus strawberry," jawab Jaejoong yang tengah memainkan ponselnya.
"Ne, harap tunggu sebentar," pelayan itu mengangguk sopan lalu beranjak pergi untuk membuatkan pesanan dua namja tampan ini.
Suasana hening sejenak. Jaejoong masih asyik dengan ponselnya sedangkan Yunho memandang kejauhan. Tidak perlu menunggu lama hingga sang pelayan kembali dengan cappucino dan jus strawberry di atas nampannya.
"Jadi... apakah aku menganggu waktumu?"
"Tidak," Jaejoong menyeruput jusnya, "Err... ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu, Yunho-ah."
"Oh ya? Apa?"
Jaejoong menggoyangkan sedotan pada jusnya, mata besarnya melirik-lirik gelisah. Tingkahnya itu membuat Yunho merasa gemas sendiri, "Sebelumnya aku minta maaf jika pertanyaanku menyinggungmu," gumam Jaejoong.
"Ne, gwaenchana. Tanyakan saja."
"Umm... itu... apa, apa kau seorang gay?"
Yunho tertawa kecil, namja tampan itu menyeruput jusnya sebelum menjawab, "Aniyo, apa kau seorang gay Jaejoong-ah?" Yunho balik tanya.
"Sama, aku juga tidak. Kalau begitu apa yang membuatmu menerima tawaran film ini?"
"Yah, selama ini aku dikenal sebagai penyanyi sekaligus penari, aku ingin mengubah image-ku di mata masyarakat," jelas Yunho.
"Hahaha... pilihanmu bagus sekali. Jika film ini sukses image sebagai aktor akan melekat padamu."
"Yah, selain itu juga karena pasanganku di film ini adalah Jaejoong-ah," Yunho menatap Jaejoong yang balik menatapnya dengan tatapan bingung, "Aku sudah lama menyukaimu, Jaejoong-ah."
Mata Jaejoong membulat seketika, "A-apa!" serunya tidak percaya. Nyaris saja dia tersedak oleh jus yang berada dalam mulutnya.
"B-bukan suka dalam arti seperti itu. Sudah kubilangkan kalau aku ini bukan gay. Aiish, bagaimana mengatakannya ya? Err, mungkin bisa dibilang pengagum atau fanboy-mu," jelas Yunho ketika merasa kalimatnya barusan disalah artikan oleh Jaejoong, "Kau sendiri kenapa menerima peran ini?"
"Yah, aku berusaha menjadi aktor profesional. Itu saja..."
Yunho tersenyum tipis lagi sambil mengaduk jusnya yang tinggal separuh, "Semoga kita bisa menjadi partner yang baik." Jaejoong menjawabnya dengan anggukan pelan.
Hening lagi. Well, mereka adalah dua namja yang baru pertama kali bertemu. Tidak terlalu banyak hal yang bisa mereka bicarakan. Namun kesunyian itu runtuh ketika ponsel biru milik Jaejoong berdering. Namja cantik itu menerima panggilan rupanya.
"Yeobosseyo?" Jaejoong mengangkat panggilannya, "Ne, aku mengerti. Humm, aku akan kesana."
"Ada urusan ya?" tanya Yunho ketika Jaejoong mengakhiri pembicaraannya.
Namja cantik itu mengangguk, "Ada syuting iklan lagi. Mianhaeyo, Yunho-ah. Aku harus pergi sekarang," ujar Jaejoong sambil membuka dompetnya, namja itu baru akan mengeluarkan uangnya ketika suara Yunho menginterupsi.
"Biar aku yang bayar jusmu."
"T-tidak perlu repot-repot, Yunho-ah."
"Gwaenchanayo, anggap saja sebagai tanda perkenalan."
Jaejoong memandang Yunho ragu. Namja cantik itu bukan tipe yang suka ditraktir, namun tampaknya dia tidak punya waktu untuk berdebat. Kim Junsu sedang menunggunya. Walau luarnya keliatan imut, namun kalau marah tetap saja menyeramkan.
"Arraseo, ne sampai nanti Yunho-ah. Anneyong," Yunho tersenyum tipis. Mata kecilnya yang seperti rubah terus memandang punggung Jaejoong hingga menghilang dari balik pintu cafe.
.
.
.
"Lelahnyaaaa..." Jaejoong menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Satu lagi hari yang melelahkan untuk aktor tampan kita. Bagaimana tidak, setelah syuting iklan tadi siang, Jaejoong masih harus menghadiri acara dengan dia sebagai bintang tamunya dan beberapa jadwal lainnya yang sukses menguras tenaganya.
Mata bulatnya memandang tas ransel berwarna hitam yang tergeletak begitu saja di lantai. Dalam tas itu berisi beberapa barangnya dan kertas naskah dari film yang akan ia bintangi. Teringat olehnya perintah Junsu untuk menghapal naskah itu.
"Besok sajalah..." ujarnya sambil memeluk guling dan menjemput mimpinya malam itu.
.
.
.
Hari demi hari berlalu. Kim Jaejoong berusaha menghapal dan memahami karakter yang akan dibawanya dalam filmnya. Beruntung Junsu bersedia membatasi tawaran iklan maupun acara talkshow sehingga namja cantik bermata bulat besar ini memiliki cukup waktu untuk menghapal naskahnya.
Jaejoong duduk manis di depan sebuah cermin besar dan membiarkan staff film bagian make-up merias wajahnya. Hari ini adalah hari pertama syuting film. Terlihat beberapa staff film hilir mudik mempersiapkan berbagai hal demi kelancaran syuting. Tidak sengaja mata bening Jaejoong menangkap bayangan Yunho yang terpantul oleh cermin di hadapannya. Namja bermarga Jung itu sudah selesai dirias dan kini sedang membaca ulang naskahnya.
Sejak terakhir kali di cafe, kedua namja ini belum pernah bertemu sampai saat ini. Jaejoong tidak mengerti, ada perasaan aneh yang menyeruak dalam dadanya ketika melihat namja itu lagi. Perasaan yang seolah berkata 'senang-bertemu-denganmu-lagi'. Sesuatu yang aneh, mengingat Kim Jaejoong tidak pernah merasakan hal yang serupa dari partner film sebelumnya.
"Lima menit lagi para pemeran harap stand by di lokasi syuting," seru seorang staff film.
Selesai dirias, Jaejoong dan pemeran lainnya segera menuju lokasi syuting. Lokasi pertama ialah sebuah rumah dimana rumah ini sebagai tempat tinggal Choi Hyunjae dan umma-nya, Choi Yoorim. Dengan pembukaan berupa adegan antara Choi Hyunjae alias Kim Jaejoong dengan sang umma Cho Yoorim alias Go Ara. Tidak perlu banyak pengulangan, karena keduanya merupakan aktor dan aktris berbakat, sang sutradara sudah cukup puas dengan beberapa kali pengambilan gambar.
Lokasi berikutnya adalah halaman sebuah sekolah, "Nah, nanti Jaejoong-sshi berjalan dari sana sambil memainkan ponsel," jelas sang sutradara menjelaskan kepada Jaejoong, "Lalu Yunho-sshi dari arah satunya. Nanti kalian akan bertabrakan dan membuat ponsel yang dipegang oleh Jaejoong-sshi terjatuh. Lalu keduanya bermaksud mengambil ponsel yang terjatuh dan tanpa sengaja tangan kalian bersentuhan. Kemudian saling berpandangan. Itu adalah awal pertemuan Choi Hyunjae dengan Han Jiwoo yang merupakan calon appa tirinya," jelas sutradara bernama Changmin itu panjang lebar, "Mengerti?"
"Ne..." jawab Yunho dan Jaejoong bersamaan. Kedua namja itu kemudian berpindah ke posisi yang telah diberitahu oleh sutradara.
"Tiga... dua... satu... action!"
Jaejoong melangkahkan kakinya. Matanya tertuju pada ponsel, dari ekspresinya terlihat jelas kalau ia sangat konsentrasi dengan layar ponselnya.
'braak'
Satu tabrakan dan ponsel yang dipegangnya terhempas ke tanah. Sontak Jaejoong membungkuk mengambil ponselnya diikuti seorang namja yang tadi menabrak Jaejoong. Ketika hendak mengambil ponselnya tanpa sengaja tangannya bersentuhan dengan tangan namja itu.
Sentuhan itu membuat Jaejoong terkejut dan mengangkat kepalanya. Tanpa diinginkan oleh Jaejoong matanya yang besar itu membelalak lebih lebar. Wajah Yunho dekat sekali dengan wajahnya. Terlebih mata kecil Yunho yang menatapnya tajam. Jaejoong baru sadar kalau ternyata Yunho itu benar-benar tampan. Mendadak jantung namja cantik itu berdetak lebih kencang, mengakibatkan darahnya mengalir lebih cepat dan hasilnya berupa semburat kemerahan yang memenuhi pipi putihnya.
Jaejoong tahu ini tidak ada dalam naskah film. Tapi ia sungguh tidak bisa menahan reaksi aneh pada organ sekepalan tangannya yang terletak pada rongga dadanya itu.
"Cut!" seru Changmin lantang, "Kita ulangi sekali lagi. Jaejoong-sshi, kau kelihatan gugup."
Jaejoong hanya mengangguk canggung. Ini pertama kalinya ia merasa segugup ini sejak debutnya di dunia perfilman.
"Oke, semua pada tempatnya. Kita ulangi lagi," Changmin memberi aba-aba, "Tiga... dua... satu... action!"
Kembali adegan serupa diulang. Dan kali ini Jaejoong mampu mengendalikan detak jantungnya.
.
"Cut!" seru Changmin menghentikan akting antara Ara dengan Yunho. Barusan adalah adegan dimana Han Jiwoo melamar Choi Yoorim, "Istirahat lima belas menit," tambah sang sutradara.
"Tadi itu sempurna sekali," Park Yoochun manager Yunho melemparkan sebotol air dingin pada namja berambut coklat itu, "Changmin-sshi bahkan tidak percaya ini pertama kalinya kau akting."
"Jinjja? Aku merasa gugup sekali," Yunho menenggak air di dalam botolnya. Tidak sengaja mata kecilnya menatap Jaejoong yang tengah bersandar sambil memejamkan matanya. Seulas lengkungan bermain di bibir berbentuk hati itu.
"Kau tertarik padanya?" bisik Yoochun.
"Apa? Pada siapa?"
"Jaejoong-ah, tentu saja."
"Ne, dia orang yang menarik."
Yoochun tersenyum penuh arti, "Kebetulan sekali setahuku Jaejoong-ah sedang single, kupikir namja setampan dirimu tidak akan sulit untuk mendapatkannya."
Yunho manggut-manggut sambil otaknya mencerna perkataan Yoochun dan reaksi yang terjadi berikutnya adalah mata kecil Yunho yang melebar, "Ya Yoochun-ah! Maksudku 'menarik' bukan yang seperti itu! Aish, kau 'kan tahu aku memang mengagumi kemampuan akting Jaejoong-ah!"
"Ne, ne... tapi carilah pasanganmu Yunho-ah. Aku muak pada setiap yeojya yang mendatangiku dan terus bertanya 'apa Yunho oppa sudah punya kekasih?'"
Yunho tertawa kecil, "Belum ada yang cocok Yoochun-ah."
"Aish, gaya bicaramu seperti orang tua."
Yunho hanya mengangkat bahu sambil mengulum senyum. Namja tampan itu kemudian berjalan mendekati Jaejoong, "Hai..." sapanya.
Jaejoong membuka matanya, "Eumm... ya, hai..."
"Aktingmu bagus sekali."
Jaejoong yang tadi bersandar pada sandaran kursi kini menegakkan tubuhnya, "Biasa saja, kupikir yang harus diberi pujian itu kau. Aktingmu luar biasa, ini film pertamamu 'kan?"
"Yah, pada dasarnya berakting dalam film sama saja seperti berakting dalam pembuatan MV untuk laguku. Mungkin aku terbiasa dari sana."
"Ah, ngomong-ngomong aku belum pernah mendengar lagumu." gumam Jaejoong agak canggung.
"Gwaenchana, aku mengerti kau itu aktor yang sibuk."
Jaejoong tersenyum tipis, "Itu sindiran?"
"Aniyo. Ah ya Jaejoong-ah, aku tidak tahu kau punya mata yang begitu indah."
Sontak sepasang mata yang baru saja dipuji itu membelalak lebar, "Oh ya? Kau pintar merayu," celetuk Jaejoong menutupi kegugupan. Dia sudah biasa ketika kedua matanya yang memang indah itu dipuji orang lain, tapi rasanya berbeda jika namja ini yang mengatakannya.
"Itu bukan rayuan."
"Masa?"
"Kenapa? Kau ingin kurayu, hm?"
Jaejoong tertawa kecil. Tanpa sungkan tangan putihnya mengambil botol dari genggaman Yunho dan meminumnya, "Seharusnya kau tidak katakan itu pada namja," ujarnya lalu mengembalikan botol itu pada empunya.
"Istirahat selesai!" seru Changmin lantang, menyebabkan beberapa artis dan staff film buru-buru ke posisi mereka.
.
.
.
Minggu kedua sejak syuting dimulai. Merampungkan setidaknya tiga puluh persen dari keseluruhan film. Sang sutradara terlihat puas dengan hasil kerja aktor dan aktris-nya. Bisa dipastikan kalau film ini nantinya akan menerima banyak pujian.
Jaejoong memajukan bibir bawahnya, alisnya bertautan, kesimpulannya Kim Jaejoong tengah kesal. Dan penyebabnya adalah sepasang anak manusia yang berada sekitar lima meter dari tempatnya duduk. Kenapa? Karena kesanalah mata bulat besar itu memandang tajam.
Jung Yunho dan Go Ara. Terlihat kertas berisikan naskah ditangan mereka. Tampaknya mereka sedang latihan untuk adegan syuting selanjutnya. Dan hal itulah yang membuat Jaejoong kesal. Karena seharusnya dia yang berlatih dengan Yunho sekarang, bukan yeojya itu.
Setelah istirahat-lima-belas-menit ini selesai akan ada adegan antara Yunho dan Jaejoong. Pantas 'kan kalau yang berlatih itu adalah Yunho dan Jaejoong? Tadi juga Yunho sempat menghampirinya dan menawarkan untuk latihan dialog, tapi mendadak muncul Ara dan dengan manjanya berkata, 'Jaejoong oppa sudah mahir di dunia akting, lebih baik aku saja yang latihan dengan Yunho oppa,' dan dengan santainya membawa namja berkacamata itu tanpa persetujuan dari Jaejoong.
"Menyebalkan," dengus Jaejoong kesal. Sambil membiarkan rambutnya dirapikan oleh staff bagian make-up, mata besar Jaejoong terus menatap ke objek yang sama. Dia kesal. Dia kesal melihat Ara begitu akrab dengan Yunho. Hei, bukankah pemeran utamanya itu dia dengan Yunho? Ara 'kan hanya peran pendukung, yah walau lumayan penting juga sih.
"Kau kenapa hyung?" Junsu yang sejak tadi menatap Jaejoong bertanya.
Jaejoong tidak menjawab. Ia hanya menggerakkan dagunya ke arah dua orang menyebalkan. Tepatnya yang menyebalkan hanya satu orang.
"Yunho hyung dan Ara noona?" tebak Junsu yang dijawab dengan anggukan Jaejoong, "Hyung cemburu?"
"What?" Jaejoong menolehkan kepalanya ke arah Junsu. Membuat staff film yang merapikan rambutnya sedikit terganggu.
"Kenapa terkejut?" Junsu mengerjapkan matanya bingung, "Ah, atau hyung memang cemburu dengan Ara noona ya? Hyung suka sama Yunho hyung yaa?"
"Jinjja?" yeojya yang tadi merapikan rambut Jaejoong ikut nimbrung dalam percakapan, "Benarkah oppa menyukai Yunho oppa? Kyaaaa~ senangnya... aku memang sudah berpikir kalau oppa berdua sangat cocok. Yunho oppa 'kan tampan lalu manly, sedangkan Jaejoong oppa cantik dan manis. Ah, aku tidak sangka kalau Jaejoong oppa sungguhan menyukai Yunho oppa," yeojya itu terus berceloteh panjang lebar mengacuhkan tatapan kau-tidak-apa-apa-? yang dilayangkan oleh Jaejoong dan Junsu.
.
"Aku tidak menyangka syuting selesai secepat ini," Jaejoong memandang jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangannya. Pukul sepuluh lewat lima belas menit, begitulah informasi yang Jaejoong dapatkan dari jam tangan mahal itu.
"Yah, soalnya Changmin-sshi ada acara, jadi syutingnya sampai disini saja," gumam Junsu, "Hyung mau langsung pulang?"
Jaejoong mengangguk, "Aku ingin sampai di apartemen secepatnya lalu tidur."
"Jaejoong-ah!" namja cantik itu baru akan memasuki mobil ketika suara yang sudah cukup dihapalnya memanggilnya dari belakang. Jaejoong membalikkan badannya. Yunho ternyata.
"Ada apa?"
"Err... apa setelah ini kau ada jadwal?"
Jaejoong menggeleng, "Tidak, kenapa?"
"Ah, begini... kau tahu kalau kita perlu melatih dialog kita berdua."
"Lalu?"
"Yah, kita tidak bisa melakukannya disini karena... kau tahu, Ara-ah selalu berada di sampingku. Jadi kalau kau tak keberatan, aku ingin kita berlatih dialog di apartemenku, atau di apartemenmu, terserah..."
Jaejoong menimbang-nimbang. Selama ini ia merasa perlu latihan dengan lawan mainnya dan sekarang waktu yang tepat. Syuting selesai lebih cepat lalu setelah ini dia juga tidak ada jadwal. Yah, ini waktu yang tepat untuk latihan dialog berdua dengan Yunho, atau... waktu yang tepat untuk berdua dengan Yunho? Untuk yang terakhir itu Jaejoong merasa malu dengan pikirannya sendiri. Masalah istirahat bisa kapan-kapan.
"Oke tidak masalah, kita latihan di apartemenku" ujar Jaejoong akhirnya. Namja cantik itu kemudian mengambil tas yang ia simpan di mobil Junsu, "Aku pulang dengan Yunho-ah, kau pulang saja duluan," ujarnya pada Junsu.
Namja imut itu mengangguk, "Ne, sampai nanti Jaejoong hyung, Yunho hyung," ujarnya sebelum kemudian melesat pergi dengan mobilnya meninggalkan Yunho dan Jaejoong berdua.
Jaejoong berbalik menatap Yunho, "So... aku milikmu sekarang."
Yunho tertawa kecil, "Kau tidak membawa mobil?"
"Aniyo, setiap hari aku pulang syuting dalam keadaan lelah, aku tidak mau memaksa diri menyetir dengan kondisi seperti itu."
"Ne, kau benar. Kita pergi sekarang?"
Jaejoong mengangguk. Melihat itu Yunho langsung membuka pintu mobilnya untuk Jaejoong. Namja cantik ini merasa ia diperlakukan seperti seorang yeojya, but it's okay. Jaejoong senang jika seseorang memanjakannya.
Tidak sampai lima belas menit mobil mahal keluaran terbaru itu sudah sampai di apartemen Jaejoong. Setelah memarkirkan mobil, Jaejoong menuntun Yunho menuju apartemennya.
"Kau tinggal sendiri?" Yunho mengamati apartemen Jaejoong. Tidak terlalu besar, namun sepertinya nyaman untuk ditinggali. Di ruang depan terlihat empat buah sofa yang tersusun rapi plus sebuah meja yang terletak di tengah. Lalu berjalan lagi ke dalam maka kau akan menemukan ruangan dengan sofa besar dan sebuah televisi yang juga berukuran besar di depannya. Di sekitar televisi itu sendiri terlihat DVD player, sound system dan perangkat elektronik lainnya. Di sampingnya terlihat ruang makan dengan kursi dan mejanya yang menjadi satu dengan dapur. Lalu kulkas dan peralatan dapur lainnya. Di dekat dapur terdapat pintu kecil yang merupakan kamar mandi. Sedangkan kamar Jaejoong sendiri terletak tidak jauh dari ruang menonton tadi.
"Begitulah, tetapi ada pembantu yang membersihkan setiap hari sabtu," jawab Jaejoong cuek sambil meletakkan tasnya dekat televisi, "Err... Yunho-ah, jika kau tidak keberatan aku ingin mandi dulu."
"Eh, oh ya tentu silakan. Aku akan menunggu disini," jawab Yunho canggung sambil mendudukkan dirinya di sofa depan televisi.
Jaejoong tersenyum tipis, "Aku tidak akan lama," bersamaan dengan itu namja cantik itu memasuki kamarnya. Sepertinya Jaejoong lebih memilih mandi di kamar mandi yang jadi satu dengan kamarnya daripada di kamar mandi yang terletak dekat dapur. Sementara itu Yunho menyapukan pandangannya ke seluruh apartemen Jaejoong. Perabotan di apartemen Jaejoong terlihat sederhana.
Tidak lama Jaejoong sudah keluar dari kamarnya. Jujur, Yunho agak tertegun ketika melihat penampilan Jaejoong. Sebuah kaus singlet berwarna abu-abu dan celana pendek berwarna hitam yang dengan suksesnya mengeksploitasi kemulusan kulit namja cantik itu.
"Kita latihan sekarang." Jaejoong menghempaskan tubuhnya ke samping Yunho, membuat lamunan Yunho buyar, "Kau melamun?" tanya namja cantik itu.
Yunho menggeleng sambil tersenyum tipis. Tangannya meraih naskah dialognya dan membukanya, "Kau dulu," ujarnya.
Jaejoong mengangguk. Saat ini syuting film mereka sudah sampai pada bagian yang menjadi inti cerita. Yaitu bagian dimana Choi Hyunjae menyatakan perasaannya pada sang ayah tiri, Han Jiwoo.
"Kau benar-benar mencintai umma-ku atau hanya sekedar ingin membalas budinya karena umma pernah menolongmu?" Jaejoong mulai membacakan dialognya.
"Aku mencintainya, tentu saja." Yunho membacakan dialognya. Namja tampan itu memberi jeda sejenak, kepalanya terangkat menatap Jaejoong dalam, "Kenapa bertanya begitu?"
"Karena... karena aku mencintaimu," gumam Jaejoong sesuai dengan naskah dialognya. Merasa aneh dengan Yunho yang menatapnya, Jaejoong mengangkat kepalanya dan balik menatap Yunho. Untuk sesaat waktu terasa terhenti. Jaejoong merasakan tubuhnya seolah kaku ketika mata tajam bak musang liar itu seolah memenjarakannya dalam dimensi yang membingungkan. Logikanya mengatakan ia harus memalingkan wajahnya sekarang, tetapi tubuh dan hatinya seolah menolak. Ada yang berbeda ketika namja ini menatapnya, tatapan tajam Yunho bagaikan tombak kayu yang menghujam langsung ke dasar hatinya. Membuatnya merasakan nyeri yang menyenangkan pada dadanya.
"Tidak seharusnya kau mencintaiku, Hyunjae-ah," Yunho berujar tenang masih sambil menatap Jaejoong.
Jaejoong menarik napasnya gugup, meski begitu ia tidak menghindari kontak matanya dengan Yunho. Logika Jaejoong berkata ini adalah syuting, syuting dimana Jaejoong harus mengerahkan kemampuan aktingnya. Anggaplah ini di lokasi syuting, dengan kameramen, sutradara dan kru film-nya, kau hanya berakting, demikian logikanya berujar. Meski begitu hati kecil Jaejoong berusaha membantah kalau ini adalah akting. Dia tidak mau, ini bukan reyasa. Ini sungguhan. Ini nyata. Nyata dimana ia kini tengah berhadapan dengan Yunho, saling memandang jauh ke dalam hati masing-masing, seolah berbicara melalui kontak mata. "Aku tidak tahu..." Jaejoong berujar lirih, "Aku... aku mencintaimu, Yunho-ah." Jaejoong sadar dialognya barusan salah, sangat salah. Ia seharusnya mengatakan 'appa' bukannya menyebut nama namja di depannya.
Yunho tertawa kecil, namja itu mengibaskan tangannya di depan wajah Jaejoong, membuat Jaejoong sontak mengerjapkan matanya, "Bukan 'Yunho-ah' tapi 'appa'," koreksi Yunho, "Kau melamun heh?"
Jaejoong mengalihkan wajahnya, memutus kontak mata yang tadi sempat dinikmatinya, "K-kurasa aku lelah." Ia bergumam canggung.
"Ah benar juga, kau pasti lelah karena syuting seharian ini. Tapi aku malah memaksamu latihan dialog. Mianhae, aku akan pulang sekarang." Yunho bangkit dari duduknya. Tangannya dengan cepat memasukkan kertas-kertas dialognya ke dalan tas.
"T-tunggu," mendadak Jaejoong menahan tangan Yunho, tidak tahu kenapa, tetapi namja cantik itu tidak ingin Yunho pergi secepat ini, "B-bukan begitu, kurasa aku... err, lapar?"
Yunho menaikkan sebelah alisnya, "Ah, benar juga. Kita belum makan malam, kau ingin memesan sesuatu? Biar aku yang bayar, hitung-hitung sebagai permintaan maafku karena menganggu waktu istirahatmu."
"Tidak usah, di kulkas masih ada beberapa bahan makanan. Lebih baik aku memasak sesuatu." Jaejoong berjalan ke dapur diikuti oleh Yunho. Namja cantik itu membuka kulkasnya dan mendapati lima butir telur, bawang, daun bawang dan sedikit cabai.
"Kita makan telur dadar saja tidak apa-apa ya?"
Yunho mengangkat bahunya, "Tidak masalah."
Jaejoong mengambil beberapa bawang dan daun bawang. Namja cantik itu mempersiapkan telenan (tempat mengiris bawang) dan pisau di atas meja dapur. Dengan cekatan Jaejoong mengiris bahan-bahan itu menjadi lembaran tipis. Yunho sendiri sampai tertegun melihat cara Jaejoong mengiris bawang yang terlihat cukup pofesional, "Aku tidak tahu kau bisa masak," gumam Yunho.
Jaejoong tertawa kecil, "Aku besar dengan delapan kakak perempuan dan aku anak paling kecil, bukan hal yang aneh kalau aku bisa memasak 'kan?"
Yunho mengangguk. Daripada berdiam namja manly itu kemudian mengambil dua butir telur. Yunho juga mengambil mangkuk, namja itu berniat memecahkan telur pada pinggiran mangkuk. Namun tampaknya Yunho tidak seahli Jaejoong, telurnya memang pecah, tetapi isinya berhamburan keluar. Membuatnya mengotori lantai dapur Jaejoong.
Jaejoong hanya menatap ceceran telur itu dengan pandangan terkejut, kemudian ganti menatap Yunho, "Apa?" tanya Yunho datar, "Aku tidak besar dengan delapan kakak perempuan, jadi aku tidak begitu akrab dengan yang namanya dapur."
Sekali lagi Jaejoong tertawa kecil, namja itu kemudian mengambil kain pel yang dibasahi dengan pembersih lantai dan membersihkan telur yang pecah. Tetapi Yunho tidak mudah menyerah, kembali namja itu mengambil telur dan mencoba memecahkannya.
"Lebih baik tidak usah, aku tidak mau kau memecahkan semua telurku," cegah Jaejoong. Yunho merengut kesal, "Aku tidak mau diam saja," gerutunya.
"Arra, arra, kau bisa memanaskan minyak kalau begitu."
Yunho mengangguk. Tangannya kemudian mengambil penggorengan dan meletakkannya di atas kompor yang menyala. Yunho menuangkan minyak secukupnya dan kini tugasnya hanya menunggu hingga minyak itu panas. Sambil menunggu kini perhatiannya tertuju pada teman baru disebelahnya. Dengan cekatan Jaejoong mengocok telur dalam mangkuk kecil yang kemudian ditambah dengan beberapa bahan yang tadi dia iris.
Cantik, bisa memasak, "Kau seperti yeojya," celetuk Yunho.
Jaejoong menghentikan kegiatannya, matanya mendelik menatap Yunho, "Apa?"
"Kau cantik, bisa memasak, itu ciri-ciri yeojya 'kan?"
Namja cantik itu tersenyum tipis, tubuhnya bergeser ke hadapan kompor dan menuangkan telur yang dikocoknya kedalam penggorengan yang sudah panas, "Itu ejekan atau pujian?"
"Tergantung kau menganggapnya apa, tapi aku memujimu kok," gumam Yunho singkat.
Sekali lagi Jaejoong tersenyum tipis. Sambil menunggu telur dadarnya matang, Jaejoong mengambil dua mangkuk dan mengisinya dengan nasi. Tidak lupa ia juga meletakkan dua gelas berisi air. Tanpa diketahui oleh Jaejoong, semua tindakannya itu tidak lepas dari pengawasan mata kecil Yunho.
Jaejoong cantik dan jago memasak. Orangnya juga telaten dan cekatan, serta memiliki bakat akting yang luar biasa. Fakta-fakta di atas memancing senyum menyeruak dari wajah tampan itu. Di mata seorang Jung Yunho, Kim Jaejoong adalah seseorang yang benar-benar perfect.
Merasa telur yang dimasaknya telah matang, Jaejoong lalu memindahkannya ke piring datar. Namja bermata bening itu duduk di salah satu kursi diikuti Yunho yang duduk di depannya.
Jaejoong menyumpit telurnya lalu memasukkannya ke mulutnya, namun belum sampai telur dadarnya masuk ke mulutnya, Jaejoong menghentikan gerakannya. Aktor tampan dan berbakat itu menatap namja di depannya yang baru saja memasukkan telur dadar ke mulutnya dan kini mengunyahnya pelan.
Yunho yang merasa diperhatikan mengangkat wajahnya, "Ada yang aneh dengan wajahku?"
"Enak tidak?"
Yunho menaikkan sebelah alisnya, "Well, lumayan..." jawabnya singkat.
Jaejoong tersenyum tipis lalu melanjutkan suapannya yang tertunda. Hatinya merasa lebih tenang karena ternyata namja di depannya menyukai masakannya. Huh? Kenapa begitu ya? Padahal kalau pada Junsu, Jaejoong tidak peduli apakah Junsu menyukai masakannya. Namja cantik itu menggelengkan kepalanya. Pemikirannya barusan membuatnya benar-benar bingung akan perasaannya. Yah, harus Jaejoong akui, ada sesuatu pada diri seorang Jung Yunho yang membuatnya merasa tidak biasa.
"Apa pendapatmu tentang film kita ini?" Suara bass Yunho memecah keheningan di ruang makan itu.
"Eumm... kurasa akan banyak yang menyukainya karena pemeran-pemerannya adalah orang-orang terbaik se-Seoul."
Yunho tertawa kecil, "Kau menyombongkan dirimu, huh?"
"Aniyo, yang kumaksud itu kau Yunho-ah."
"Aku?"
Jaejoong mengangguk, "Jung Yunho penyanyi tampan dan bersuara indah bermain dalam sebuah film, siapa yang akan melewatkan itu?"
"Tapi sejujurnya aku merasa kurang puas dengan aktingku."
"Ani, aktingmu sudah cukup bagus untuk ukuran pemula. Waktu aku debut malah tidak lebih baik darimu."
Yunho tertawa kecil sambil kembali menyuap nasinya. "Tapi yah... sebenarnya aku merasa khawatir cerita film ini tidak akan diterima," celetuk Jaejoong yang membuat Yunho menatapnya. "Waeyo?"
"Well, seorang namja menyukai namja lain. Dan terlebih namja yang dicintainya adalah appa tirinya sendiri. Bukankah itu terkesan keterlaluan dan tidak beradab huh? Meskipun banyak yang menyukai film ini tapi tetap saja kesannya keterlaluan."
"Entahlah, aku tidak merasa begitu," sahut Yunho santai.
"Haaahh... aku merasa ceritanya terlalu dibuat-buat, kenapa mesti mencintai namja sementara yeojya berada disekililingnya."
"Kau bisa bilang begitu karena kau tidak mengalaminya dalam kehidupanmu," gumam Yunho lembut. Namja tampan itu tersenyum ketika melihat Jaejoong menatapnya dengan tatapan bingung. "Cinta bukan film yang dari awal hingga akhirnya diatur dalam skenario. Cinta datang sendiri dan pergi sendiri. Jika cinta menghampiri, kau tidak bisa menolak. Tidak peduli apakah yang kau cintai itu lawan jenis atau sejenis denganmu. Karena pada dasarnya cinta memang tidak bisa dibohongi." Jaejoong tertegun sejenak. Perkataan Yunho begitu tenang dan halus namun sukses membuatnya terdiam. Namja cantik itu tersenyum kecil, Jung Yunho benar-benar orang yang menarik.
"Jaejoong-ah, apa pendapatmu mengenai adegan ciuman dalam film itu?"
Jaejoong mengangkat kepalanya, "Apa? Siapa dengan siapa?"
"Huh? Tentu saja antara kau dan aku. Ah, jangan bilang kau belum tahu soal adegan ciuman." Ucapan santai Yunho membuat Jaejoong mengangkat kepalanya. Mata besarnya yang cantik itu memandang horror pada Yunho. "Ah, sepertinya kau memang belum tahu," tebak Yunho.
"Tapi tidak ada adegan ciuman dalam naskah," gumam Jaejoong.
"Memang tidak ditulis dalam naskah, tapi beberapa hari yang lalu sutradara memberi tahu. Yah, mungkin waktu itu kau sedang tidak di lokasi syuting. Aku sendiri diberitahu oleh manajerku, apa manajermu tidak memberi tahu?"
Jaejoong menggeleng pelan. Seingatnya Junsu memang belum memberi tahunya. "Aish..." Jaejoong hanya bisa menghela napas. Ciuman dengan sesama namja? Yang benar saja...
Selesai makan Yunho membantu Jaejoong mencuci piring. Keduanya sedang sibuk mencuci piring ketika mendengar suara gemuruh menghantam atap apartemen. Sontak dua namja tampan ini saling berpandangan.
"Itu..." Yunho menggantung kalimatnya.
"Hujan, kurasa." Jaejoong melongokkan ke jendela terdekat, dan benar saja. Di luar memang terjadi hujan lebat yang diiringi oleh angin kencang.
"Aish, bagaimana aku pulang," gumam Yunho yang melihat sendiri betapa lebatnya hujan malam itu. Membawa mobil dalam cuaca seperti ini jelas sangat tidak dianjurkan.
"Eumm... k-kalau kau tidak keberatan kau bisa menginap disini." Yunho membalikkan badannya. Namja tampan itu mengerutkan alisnya melihat Jaejoong yang menatapnya malu-malu.
"Kau yakin?"
Jaejoong mengangguk cepat, "k-kan tidak baik kalau kau pulang dengan cuaca seperti ini." Dalam hati Jaejoong merutuk nada bicaranya yang terdengar gagap. Huh, kenapa dia jadi seperti yeojya begini?
.
.
.
Mata kecil bak musang itu masih membuka kendati jam sudah menunjukkan pukul tiga dinihari. Melalui jendela besar yang tertutup gorden di depannya, Yunho bisa lihat kalau hujan masih mengguyur kota Seoul.
Sesuai dengan penawaran Jaejoong tadi, malam ini Yunho memutuskan untuk menginap di apartemen Jaejoong. Seharusnya Yunho sudah tidur karena ia memang merasa mengantuk, namun mengantuknya seolah lenyap jika mengingat ia tidur di kasur yang sama dengan Jaejoong.
Awalnya ia menolak ketika Jaejoong menawarkan Yunho tidur di kamarnya, karena Yunho merasa tidak enak dan merepotkan Jaejoong. Yunho sendiri mulanya memilih tidur di sofa. Namun Jaejoong memaksanya tidur di kamar karena Jaejoong merasa tidak enak jika Yunho tidur di sofa sementara dirinya tidur di kasur yang luas. Dan daripada berdebat dengan namja cantik itu, maka Yunho memutuskan untuk tidur di kamar Jaejoong.
'Pluk'
Yunho yang tidurnya menyamping terkejut ketika sebuah tangan menempel di pinggangnya. Perlahan namja tampan itu menolehkan kepalanya ke belakang. Sempat ia rasakan napasnya seolah tercekat ketika melihat wajah cantik Kim Jaejoong yang dekat sekali dengannya.
Lama Yunho memperhatikan wajah sempurna itu. Poni halusnya yang berwarna hitam menjuntai menutupi sebagian dahinya. Kelopak matanya yang terpejam dengan bulu-bulu mata lentiknya yang saling bertautan. Kulit yang putih bersih dan hidung yang terpahat begitu sempurna. Dan bibir mungil semerah cherry yang menyempurnakan rupa sang putri tidur.
Yunho yang merasakan wajahnya memanas mengalihkan wajahnya dari raut sempurna Kim Jaejoong. Entahlah, Yunho merasa kalau kini ia tidak bisa memandang Jaejoong sebagai temannya. Ada banyak hal yang Yunho anggap sangat menarik dari diri Kim Jaejoong. Salah satunya adalah kepribadian namja cantik itu. Di lokasi syuting, Yunho menilai Jaejoong sebagai namja yang dingin. Terlihat dari caranya berbicara yang langsung pada intinya. Namun ketika ia mengenal Jaejoong lebih jauh, Yunho mendapati sisi hangat darinya. Selain itu Yunho juga menyukai cara Jaejoong tertawa, caranya berbicara dengan tangannya yang ikut bergerak, ketelatenannya, kepandaiannya memasak dan... Ah, jika Kim Jaejoong seorang yeojya, bisa dipastikan Yunho sudah jatuh cinta padanya.
Atau memang ia sudah jatuh cinta pada Jaejoong? Pada Jaejoong yang notabenenya seorang namja. 'Huh, mana mungkin aku jatuh cinta pada namja.' Yunho menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran gila yang sempat memenuhi otaknya.
'Cinta bukan film yang dari awal hingga akhirnya diatur dalam skenario. Cinta datang sendiri dan pergi sendiri. Jika cinta menghampiri, kau tidak bisa menolak. Tidak peduli apakah yang kau cintai itu lawan jenis atau sejenis denganmu. Karena pada dasarnya cinta memang tidak bisa dibohongi'
Sekilas kata-kata yang tadi ia ucapkan berkelabat dalam benak namja bermarga Jung itu. Membuat Yunho merasa bingung dengan perasaannya. Apa mungkin ia jatuh cin-
"Uuungh~" Pikiran Yunho buyar ketika tangan putih di pinggangnya kini melingkar lebih erat. Bisa Yunho rasakan Jaejoong membenamkan wajahnya di punggung namja itu. Yunho tersenyum tipis. Tangannya mengusap tangan Jaejoong yang melingkar di pinggangnya. Masalah apakah ia jatuh cinta pada namja cantik itu bisa dipikirkan nanti, yang penting Yunho menikmati kebersamaan mereka saat ini. Well, just let it roll...
==tbc==
a/n :: kekekekekee~ akhirnya salah satu project ff YunJae saia selesai juga, yah belum selesai sih, setidaknya chapter satu sudah selesai ^^
ah, untuk My Teacher My Husband, mulai chapter sembilan rated-nya akan saia naikkan ke M. Bukan karena ada unsur lemon, just for safe~
well, review pliss?