Konoha City, tahun 20XX, adalah sebuah kota yang sudah sangat berkembang dengan pesat. Gedung-gedung tinggi memenuhi kota ini. Lalu lintas selalu dipenuhi kendaraan namun tidak ada kemacetan berkat jalan layang ataupun jalan bawah tanah. Struktur kota dibangun sedemikian rupa hingga taman yang berisi tanaman hijau tidak berkurang jumlahnya. Polusi udara berhasil diminimalisir dengan berhasilnya pengembangan mobil energi listrik yang tidak menghasilkan gas karbondioksida secara berlebihan. Sebuah kota yang nyaman untuk ditinggali.

Kemajuan teknologi di Konoha City tidak terlepas dari kemajuan pendidikannya. Educational Majestic – begitulah sebutan lain dari kota ini. Dan sebutan itu tentunya tidak lepas dari citra kota yang sangat menekankan pendidikan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa penelitian selalu berjalan di kota yang seolah tidak pernah mati ini. Pengusahaan sumber daya alam yang terbatas menjadi tidak terbatas selalu menjadi topik hangat bagi para peneliti. Bahkan ada rumor bahwa terdapat penelitian ilegal yang tengah mendalami mengenai makhluk-makhluk yang belum teridentifikasi sebagai salah satu usaha untuk mendapatkan sumber energi baru. Yah, sejauh mana kebenaran rumor ini, tidak ada yang tahu.

Demikian pula dengan tokoh utama kita. Pemuda yang cuek ini bahkan mengabaikan rumor yang dirasanya tidak ada urusannya dengannya. Betul, tidak ada urusan.

Ia datang ke kota ini, dari kota kecil di sebelah Konoha City – lebih dikenal sebagai Little Konoha – untuk menempuh program sarjana di bidang major astronomi, bukan untuk mengusut rumor tidak jelas mengenai penelitian ilegal yang sempat menjadi sorotan media massa. Tidak, tidak. Rumor itu sama sekali tidak menarik perhatian sang tokoh utama.

Ya…

Tokoh utama dalam cerita ini…

Nara Shikamaru, 19 tahun, kini telah tercatat sebagai mahasiswa tingkat awal dari Konoha Eminent University.


EXTRATERRESTRIAL

Disclaimer : I do not own Naruto. Naruto © Masashi Kishimoto

Pairing : ShikaIno and may be some slights or hints

CHAPTER 1. ENCOUNTER


"Jadi, sebetulnya yang dimaksud dengan 'alien' itu adalah…" Dosen bertampang galak itu mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas. Seketika itu juga, matanya menangkap sosok seorang pemuda dengan rambut hitam yang diikat menyerupai nanas, tertidur pulas dengan kedua tangan yang menjadi bantalan bagi wajahnya. "Ehem! Kau yang tidur di situ!" bentaknya sambil menunjuk ke arah si pemuda.

"Hei? Bangun! Kau dipanggil tuh!" Seseorang yang duduk di sebelah pemuda yang ditunjuk dengan sukarela mengguncang tubuh sang pemuda, berusaha membangunkannya. "Hei?"

"Hn?" Pemuda berambut model nanas itu pun akhirnya mengangkat kepalanya. Dengan seenaknya ia kemudian menguap sebelum tatapan matanya beradu pandang dengan sang dosen galak yang seakan siap menerkamnya.

"Berani juga kau tidur di kelasku! Coba kau jelaskan, apa yang dimaksud dengan 'alien' itu sebenarnya!"

Pemuda itu menyipitkan matanya sejenak sebelum ia menggaruk bagian belakang kepalanya. Sang dosen galak sudah menyeringai sinis sebelum mendadak pemuda itu membuka mulutnya untuk menjawab.

"'Alien' itu, gampangnya, merupakan makhluk yang digambarkan berasal dari luar planet bumi. Secara science, tergolong dalam extraterrestrial life. Keberadaannya hanya bisa dinyatakan secara hipotesis karena belum ditemukannya bukti nyata yang dapat diterima oleh komunitas ilmiah mengenai makhluk yang satu ini.

"Hipotesis awal mengenai makhluk dari golongan extraterrestrial life ini, jika memang keberadaannya nyata, adalah sebagai berikut : makhluk tersebut mungkin muncul secara bebas dari suatu tempat yang berbeda di jagad raya ini. Hipotesis alternatif disebut panspermia, dimana menurut hipotesis ini, kehidupan berasal dari suatu tempat yang sama dan kemudian tersebar ke planet-planet yang memungkinkan untuk ditinggali…"

"Cu-cukup!" ujar si dosen itu sebelum si pemuda sempat menyelesaikan kalimatnya. Sementara teman sekelas pemuda itu hanya bisa menatap sang pemuda dengan tatapan bingung sekaligus takjub.

"Apa? Sudah cukup?" tanya pemuda itu dengan tatapan malas.

"Ya, ya! Cukup! Kau boleh tidur kembali!" ujar dosen itu sambil berdeham-deham.

"Haa… mendokuse," gumam pemuda itu sebelum ia kembali merebahkan kepalanya ke atas tangan, melanjutkan kembali tidurnya yang sempat terpotong.

Nara Shikamaru, 19 tahun. Bagi mereka yang belum mengetahuinya, tokoh utama cerita ini memiliki IQ di atas 200!

o-o-o-o-o

Shikamaru sampai di apartemen kecil yang menjadi tempat tinggalnya pada sore hari, sekitar pukul 4. Hari itu, Senin, memang hari dengan jadwal terpadat. Meskipun demikian, sama seperti di kelas pertamanya, di kelas-kelas selanjutnya pun Shikamaru lebih banyak tidur dibanding mendengarkan penjelasan dosen. Hal yang mubazir bukan? Seharusnya dengan kejeniusan semacam itu, mungkin dia sudah tidak perlu kuliah.

Tapi…

Shikamaru mempunyai alasannya sendiri.

Janji.

Ya, sebuah janji. Janji yang dia diucapkan pada seseorang, entah siapa, dia sudah tidak bisa mengingatnya. Setiap kali berusaha mengingatnya, yang ia dapat hanyalah sosok kabur yang tidak jelas wujudnya.

Bahkan janji itu pun terasa samar, bagaikan mimpi yang tidak jelas alurnya. Dan janji samar itulah yang seolah menuntutnya untuk menekuni bidang astronomi hingga suatu saat nanti bisa menjelajah antariksa yang luas ini, menemukan berbagai macam hal yang belum pernah ditemukan sebelumnya, membuktikan keberadaan makhluk selain manusia yang mungkin saja tinggal di suatu tempat di jagad raya ini.

Tentu saja segala hal tentang janji tersebut membuat Shikamaru bingung. Seumur hidupnya, persoalan tentang janji inilah yang dirasanya paling membuatnya kerepotan. Apalagi, setelah dipikirkan masak-masak, untuk dapat menelusuri jejak sang pembuat janji, Shikamaru hanya punya pilihan untuk memenuhi janji tersebut.

Jadi, di sinilah ia sekarang – mengenyam pendidikan di bangku universitas guna memenuhi janji tersebut sekaligus mencari sang pembuat janji.

Dan walaupun ia jenius, tetap saja ia masih butuh banyak belajar dari para ahli-nya. Untuk tujuan itulah, dia masuk ke universitas elit di Konoha City. Hanya saja, karena ini masih semester awal, belum ada satu pun pelajaran yang menarik minat dan sesuai dengan yang dicari Shikamaru. Baginya, semua masih terasa mudah, apa yang diajarkan oleh dosen pun semua tertulis di buku. Ia tinggal membaca buku dan menghafal isinya. Mudah kan?

Tapi bukan itu-lah yang dicari Shikamaru di universitas elit ini.

Ia butuh seorang ahli yang bisa memberitahunya lebih banyak soal antariksa, bukan dosen yang hanya bisa mengajarkan apa yang sudah tertulis di buku-buku.

Shikamaru menggelengkan kepalanya saat teringat janji konyol yang membuatnya menempuh studi di jurusan astronomi ini. Ia yang mencoba menepati janji pun jadi merasa konyol, padahal belum tentu orang yang satunya masih mengingat janji tersebut.

Saat sedang sibuk dengan kunci apartemennya, mendadak, sebuah suara menyapanya.

"Hai, kau penghuni baru kan?"

Spontan, Shikamaru menoleh ke arah orang yang menyapanya tersebut. Dikerutkannya alisnya saat ia melihat sosok seorang gadis, kira-kira seumuran dirinya, tengah berdiri di hadapannya sambil tersenyum manis.

Gadis itu berambut pirang panjang dengan sedikit poni menutupi mata kanannya. Rambut panjangnya itu diikat pony-tail. Mata-nya yang berwarna aquamarine tampak berbinar-binar saat menyapanya. Bibirnya yang kecil seperti disapu oleh lip-gloss berwarna lembut. Lalu penampilannya…

Shikamaru memandang dari atas sampai ke bawah.

Baju tanpa lengan berwarna putih dengan model T-shirt yang dilapisi rompi semi-jeans berwarna kehitaman dengan hoodie di bagian belakangnya. Gadis itu juga mengenakan rok pendek berwarna ungu di atas lutut dengan model rimpel di bagian bawahnya. Kaos kakinya tertarik panjang sampai tepat di bawah lutut dan sepatunya berjenis sneakers.

Penampilan yang sporty dan feminin sekaligus.

"Halo?" ujar gadis itu lagi sambil berkacak pinggang. "Aku sedang berbicara padamu lho?"

"Ng," jawab Shikamaru sambil mengangguk.

"Apanya yang 'ng'?" tanya gadis itu sambil mengangkat alisnya sedikit.

"Kau bertanya apa aku penghuni baru? Dan aku menjawabnya," jawab Shikamaru sambil mengangkat bahunya dan kemudian mendorong pintu kamarnya sendiri hingga terbuka.

"Astaga!" seru gadis itu. "Kau itu benar-benar tidak tahu cara berteman ya? Setidaknya, kau kan bisa memperkenalkan dirimu?"

"… Nara Shikamaru, 19 tahun. Sudah ya!"

Dan setelah itu…

Blam!

Pintu pun tertutup di depan gadis yang langsung melotot itu. Si gadis sempat mengumpat kecil karena ketidakramahan sang penghuni baru. Tapi selanjutnya, gadis itu tampak tersenyum kecil.

"Kau tetap cuek seperti dulu, eh?" gumam si gadis. "Tapi memang seperti itulah Shikamaru yang kukenal."

Selanjutnya, gadis itu menghilang di balik pintu yang tepat bersebelahan dengan kamar Shikamaru.

o-o-o-o-o

Shikamaru baru saja selesai membasuh seluruh tubuhnya. Rambut yang biasa diikat model nanas itu kini tergerai hingga nyaris mencapai pundaknya dalam keadaan basah. Handuk kecil disampirkannya melintang di atas pundaknya yang belum tertutup baju apapun. Ia kemudian beranjak ke arah lemarinya dan mengambil sebuah kaos setengah lengan berwarna putih dengan gambar makhluk tidak jelas dan bordiran bertuliskan 'E.T' serta 'Let's be Friends'.

Setelah mengenakan bajunya, Shikamaru kemudian mengelap rambutnya yang masih basah dengan handuk.

Memang, kamar apartemen ini tidak terlalu besar. Hanya ada ruang tidur dan kamar mandi dengan furniture berupa satu tempat tidur, lemari untuk baju, kabinet kecil tempat menyimpan buku, serta meja pendek berbentuk bundar yang diletakkan di tengah-tengah ruangan. Di dekat pintu masuk, ada dapur sederhana yang terdiri dari satu kompor dan rak gantung yang menempel di dinding untuk meletakkan perkakas makan. Shikamaru sendiri sih hanya meletakkan 1 piring, 1 mangkuk, 1 gelas, 1 sendok, serta sepasang sumpit di dalam rak tersebut. Tipe yang tidak mau repot-repot memikirkan tamu yang mungkin akan bertandang ke kamarnya.

Kembali pada Shikamaru, sambil berkutat dengan rambutnya yang basah, ia pun membuka pintu menuju beranda yang ada di samping tempat tidurnya. Ia membiarkan angin sore membelai tubuh dan wajahnya dengan lembut, sementara matanya tampak asik memandangi langit yang mulai berubah warna menjadi ungu-kemerahan. Mentari senja yang membuatnya demikian.

Selama beberapa saat, Shikamaru hanya memandang langit dengan tubuh yang setengah membungkuk hingga menempel di tembok beranda sementara, kedua tangannya terlipat di atas tembok yang tingginya kurang lebih seperut. Matanya terus mengamati perubahan warna yang ditunjukkan oleh langit. Ia bahkan sampai tidak menyadari kalau keasyikannya itu mengundang perhatian orang lain yang sudah berdiri di beranda sebelah kamarnya.

"Sepertinya asyik sekali?" sapa orang itu.

Shikamaru pun akhirnya menengok dengan malas ke arah suara yang sudah menggangu kegiatan 'observasi'-nya itu.

"Ada apa sih di langit?"

"Apa guru-mu waktu di SD tidak pernah memberitahukan apa saja yang ada di langit?" tanya Shikamaru sambil menarik handuk dari atas kepalanya.

"Bukan itu," ujar orang itu lagi, yang merupakan gadis berambut pirang tadi, "maksudku, ada apa di langit yang membuatmu sampai terlihat begitu menikmati pemandangan langit?" tanya gadis itu sambil mengarahkan matanya ke langit luas yang mulai berwarna kehitaman.

"Banyak…" jawab Shikamaru acuh tak acuh. Ia kemudian menggerakkan tangannya, mengambil ikat rambut yang ada di saku celananya dan kemudian mengikat rambut panjangnya hingga menyerupai nanas kembali.

"Contohnya?"

"… bintang."

"Hm?"

"Bintang dalam jumlah tidak terhingga, membentuk rasi dan juga gugusan, tidak terhitung dan mungkin tidak akan pernah bisa terhitung."

Gadis itu terdiam.

"Dan di antara bintang itu… mungkin…" Shikamaru tidak melanjutkan kata-katanya. Mendadak, ia malah menoleh ke arah gadis yang sekarang malah memaku matanya pada langit yang belum sepenuhnya gelap. "Hei," panggilnya.

"Apa?" tanya gadis itu sambil melihat ke arah Shikamaru.

"Kau percaya dengan keberadaan makhluk luar angkasa?"

Gadis itu memiringkan kepalanya sedikit hingga rambutnya yang panjang ikut bergerak. Melihat reaksi gadis itu, Shikamaru jadi merasa salah telah mengajukan pertanyaan tersebut. Mana mungkin gadis-gadis seusianya masih percaya pada keberadaan makhluk luar angkasa yang bagaikan cerita film itu. Baru saja Shikamaru mau meralat pertanyaannya, mendadak gadis itu berkata.

"Kenapa tidak percaya?" ujarnya sambil tertawa. "Seperti katamu, bintang itu ada banyak. Mungkin saja di antara bintang-bintang itu juga ada makhluk hidup lainnya."

Shikamaru membesarkan matanya dengan tidak percaya.

"Kadang…" ujar gadis itu lagi sambil memejamkan matanya, membiarkan angin semilir yang lewat memainkan rambutnya, "kita tidak tahu misteri apa saja yang masih tersimpan di jagad raya ini. Tidak ada yang pasti. Semua hanyalah kemungkinan…"

"Ah… Einstein ya?" tukas Shikamaru yang langsung membuat gadis itu menatapnya heran. "As far as the laws of mathematics refer to reality, they are not certain, and as far as they are certain, they do not refer to reality."

"Ng?"

"Singkat kata… dalam realita itu, tidak ada satu hal pun yang pasti. Yang pasti hanyalah ketidakpastian itu sendiri," ujar Shikamaru.

"Yah… mungkin seperti itu?" jawab sang gadis sambil mengangkat bahunya sedikit. Kemudian, sambil tersenyum, gadis itu kembali berkata, "Intinya, aku percaya segalanya mungkin terjadi di dunia ini."

Shikamaru mengangguk.

"Termasuk makhluk luar angkasa, yah... alien atau apapun sebutannya," imbuh si gadis yang kemudian menyelipkan sebagian rambutnya ke belakang telinga. Saat itu, Shikamaru tidak memberikan respon apapun pada kata-kata si gadis hingga si gadis itu kemudian bertanya, "Kau sendiri? Kau percaya dengan keberadaan makhluk luar angkasa?"

"Sama denganmu," jawab Shikamaru singkat. Kali ini matanya kembali menjelajah ke langit yang mulai menunjukkan satu-dua bintang. Sebelum gadis itu sempat berkata-kata lagi, Shikamaru memotongnya dengan berkata, "Ngomong-ngomong… siapa namamu?"

Si gadis awalnya mengerjabkan mata sebelum ia mendecak pelan. "Tadi kau kuajak kenalan malah langsung masuk ke kamarmu begitu saja. Sekarang baru kau menanyakan namaku?"

Shikamaru tersenyum sinis. "Awalnya kukira kau gadis yang merepotkan! Ternyata gadis yang cukup berotak…"

"Hah?"

"Ah, tidak," ujar Shikamaru lagi sambil menyangga wajahnya dengan sebelah tangan. "Jadi? Namamu?"

Gadis itu menggelengkan kepalanya. Ia kemudian berjalan sedikit ke ujung berandanya yang bersinggungan dengan beranda Shikamaru sebelum ia meloncat. Shikamaru pun terlonjak kaget saat melihat gadis itu tahu-tahu sudah berdiri di beranda yang sama dengannya.

Lalu, gadis itu mengulurkan tangannya. "Kita ulang saja ya perkenalan kita? Namaku Yamanaka Ino, 19 tahun! Aku mahasiswi jurusan botani dan sekaligus part-timer di toko bunga yang ada di blok 1. Yoroshiku ne!"

Shikamaru menilai ekspresi tersenyum gadis itu sebelum akhirnya ia memutuskan menyambut tangan itu.

"Nara Shikamaru, 19 tahun. Mahasiswa jurusan astronomi," jawab Shikamaru sambil menjabat tangan Ino. "Yoroshiku."

***to be continued***


A/N :

- Albert Eintein : As far as the laws of mathematics refer to reality, they are not certain, and as far as they are certain, they do not refer to reality (sejauh hukum matematika mengacu pada realita, tetap saja mereka tidak pasti dan sejauh mereka pasti, mereka tidak mengacu pada realita)

WOKEHH! Saya potong dulu sampai di sini! HAHAHAHA!

Ini fic dengan unsur sci-fi pertama saya. Walaupun mungkin banyakan supernatural-nya sih. Hahahay! Yah, topik tentang alien emang nggak bisa lepas dari unsur supernatural sekaligus sci-fi kan? Wkwkwk.

Dan, yep! This is ShikaIno-multichap as you could see. Saya harap sih, saya nggak membuat ShikaIno-nya terlalu OOC di sini. Dan soal pendeknya chapter ini, karena ini masih semacam prologue, harap dimaklumi ya? ^^v

Yak! Ino sepertinya kenal Shikamaru, tapi Shikamaru nggak kenal Ino. Jadi, apa hubungan mereka? Ayah-anak? Buu! Nggak mungkin dong! Mereka kan seumuran. Kakak-adik? Kembar kali? Tapi kan nggak mirip. Jadi… mereka adalah…

Kalau mau tahu, tunggu aja chapter-chapter selanjutnya. Emang nggak bakal langsung dijelasin, tapi pasti bakal diungkapin kok pelan-pelan. Tapi, kapan update-nya itu yang saya juga gak tau. haha...

Oh iya, jujur, sebenernya saya agak ragu-ragu buat publish fic ini. Tapi berkat dukungan selalu dari nee-chan-ku, el Cierto, saya beranikan diri juga deh buat publish fic ini. Juga buat Cendy Hoseki-chan, neh ShikaIno yang saya janjiin, maaf kalau aneh yaa?DX

So, sekarang, I beg for your kindness to give me review to this fic.

I'll be waiting.

Regards,

Sukie 'Suu' Foxie

~Thanks for reading~