Chapter 1 : Orange in Black


Dynasty Warriors by

KOEI


Chara : Ling Tong (main chara), Gan Ning, Lu Xun, Lu Meng

Fanfic Story :Morning Eagle

Cerita ke-4 ku untk DW! Dan ini cerita multi-chap pertamaku. Hope u all like it ^^;

Maaf klo ceritanya tdk bagus T_T;

Happy Reading~ and don't forget to review~


Hujan turun tidak begitu deras, hanya sekedar meramaikan suasana di musim panas yang sudah tergolong dalam kategori di atas ramai. Udara lembab membuatku gerah, tidak ada sedikitpun angin dingin yang berhembus. Memperhatikan air hujan yang jatuh dari langit bisa dibilang membosankan, tapi aku menikmatinya. Wangi rumput basah tercium tajam, lebih baik daripada mencium bau kertas yang berjamur di perpustakaan. Aku menghela napas panjang yang sedikit melepaskan bebanku, 'Seandainya saja waktu berhenti sekarang...'

Aku menengadahkan kepala ke langit— awan masih gelap— tidak ada tanda-tanda akan berubah terang. Hujan masih akan turun dalam waktu yang lama. Suara orang berjalan terdengar jelas, perlahan semakin mendekat. Lorong tergolong sepi, sama sekali tidak ada orang yang lewat sejak tadi, karena itu aku bisa menebak siapa yang mendekat. Langkahnya pelan, tidak tergesa-gesa, juga tidak dihentakkan. Kau tidak bisa mengendap-ngendap tanpa bersuara di malam hari—lantai kayu yang berdenyit sama sekali tidak bisa diajak bekerjasama.

Lu Xun berdiri tepat di belakangku. Aku menengok untuk melihatnya, sambil tetap menopang daguku. Dia mendesah dan kemudian duduk di sampingku.

"Sepertinya kau terlihat sedikit frustasi?" tanyaku. Wajahnya menunjukkan dengan jelas emosi yang tidak bisa dikontrolnya.

"Kau tiba-tiba pergi dari perpustakaan, membuatku dan Tuan Lu Meng bekerja seharian. Ditambah lagi Gan Ning datang sebagai bencana. Dia sama sekali tidak bisa diandalkan." Lu Xun menggeleng-gelengkan kepala, lalu mengerutkan dahinya.

"Jadi, karena itu kau kabur?" tebakku. Sebenarnya aku merasa sedikit bersalah, menghilang tiba-tiba dari perpustakaan. Meninggalkan pekerjaan di tengah jalan memang bukan sifatku, tapi mau bagaimana lagi. Si jabrik membuat moodku bertambah buruk hari ini.

"Aku tidak kabur. Pekerjaannya memang tinggal sedikit lagi, aku yakin Tuan Lu Meng bisa mengerjakannya."

"Jadi, kau meninggalkan Lu Meng yang bekerja sendirian di sisi Gan Ning yang beringas itu?" Lu Xun tergolong orang yang rajin daripada aku, tidak akan meninggalkan pekerjaannya sesenti pun sebelum selesai 100%. Dan sekarang, dia mengendap-ngendap keluar, meninggalkan tanggung jawabnya.

"Kepalaku pusing. Rasanya aku mau pingsan kalau masih berkeliaran di perpustakaan." Dia memegangi kepalanya, matanya terpejam.

"Hei, jangan pingsan disini. Aku tidak mau menggotongmu dan menjelaskan bahwa si calon ahli strategi telah membangkang." Aku mengangkat kedua tanganku, sebagai tanda tidak mau ikut campur.

Lu Xun menyunggingkan setengah senyumnya dan kemudian menatapku—mengerutkan kedua alisnya, "Tidak akan, bodoh. Aku tidak selemah itu."

~0000000~

"Oke, kau yang masuk duluan." Kami berdua berdiri tak bergerak di depan pintu yang entah apa yang ada di baliknya, apa yang akan menyambut kami setelah kami melangkah masuk . Lu Xun juga masih terpaku diam, menahan napas. Suara teriakan—kemarahan seseorang—menggema di dalam ruangan. Sejak kami meninggalkan perpustakaan, keadaan tidak bertambah lebih baik.

"Bagaimana aku harus menjelaskan? Tampaknya Tuan Lu Meng benar-benar marah besar." Tampak keraguan di wajahnya. Benturan sesuatu yang tiba-tiba, berhasil menghentakkan kami. Ini lebih dari marah besar, Gan Ning pasti berbuat sesuatu yang bodoh lagi.

Aku menghela napas dalam, "Baiklah, aku yang masuk duluan."

Aku berjalan perlahan dan membuka pintu yang berdecit. Dan pemandangan di dalam jauh sekali berbeda sejak aku meninggalkan ruangan ini tadi. Kertas-kertas dokumen berhamburan di lantai—berantakan. Wajah Lu Xun berubah pucat, tugasnya benar-benar berakhir tragis. Dan anehnya, aku tidak bisa menemukan Lu Meng dan Gan Ning. Kemana mereka pergi?

Benturan terdengar lagi di dalam ruangan, jauh di bagian rak-rak dokumen yang tersusun rapi pada bagian kiri ruangan. Aku dan Lu Xun langsung bergegas menuju ke arah sumber keributan. Yang terlintas di pikiranku adalah muka babak belur Gan Ning dan Lu Meng, belum lagi ditambah darah yang mengotori gulungan dokumen berharga. Entah kenapa aku lebih mengkhawatirkan dokumennya daripada Lu Meng. Gan Ning sudah tentu berada di urutan paling akhir.

Kami tiba setelah berbelok ke kiri dan ke kanan di dalam labirin rak. Dan tidak seperti yang kubayangkan, wajah mereka berdua sama sekali tidak babak belur. Tidak ada darah yang mengotori lantai maupun dokumen. Yang terlihat hanyalah kelelahan di wajah mereka berdua.

Lu Meng menyadari kedatangan kami dan mengerutkan alisnya, kesal. "Kemana saja kalian dari tadi? Di saat aku membutuhkan bantuan, kalian malah menghilang begitu saja!" bentaknya.

Lu Xun membuka mulut, berniat menjelaskan, tapi sesosok bayangan hitam melintas di ujung ruangan—sangat cepat. Gan Ning dan Lu Meng langsung mengejar sosok aneh itu.

"Cepat bantu aku! Tangkap si biang onar itu!" teriaknya sambil berlari. Napasnya tersengal-sengal kelelahan.

Aku dan Lu Xun sempat mematung sesaat—bingung. Sebenarnya apa yang sedang mereka kejar itu? Tanpa pikir panjang, kami pergi ke arah yang berlawanan dari arah yang Lu Meng dan Gan Ning tuju—menyergap musuh kami dari arah yang lain. Aku berjalan cepat sambil berpikir, seperti apakah wujud asli bayangan itu. Tupai terbang? Tikus? Kucing? Serangga besar? Manusia? Pilihan terakhir sepertinya tidak mungkin. Ukurannya kecil dan panjang—tidak seperti manusia.

Tiba-tiba dia lewat di depan kami, sangat cepat. Aku sempat melihat warna bulunya yang oranye terang dengan loreng-loreng hitam. Itu anak harimau. Lu Xun nyegir dan menggelengkan kepalanya.

"Jadi dari tadi itu, mereka mengejar anak harimau?" tanyanya tidak percaya.

"Dan makhluk kecil itu berhasil membuat perpustakaan menjadi lebih berseni," tambahku.

Kami mengikuti Lu Meng dan Gan Ning ke pojok ruangan, mereka berhasil memojokkan si makhluk kecil itu. Dia menatap kami sangar dan mengaum kecil—merasa terpojok. Lu Meng dan Gan Ning menarik napas dan mengeluarkannya dengan cepat—kelelahan. Mereka menatap harimau kecil itu sebagai suatu ancaman, bencana.

Aku berjongkok dan mengulurkan tanganku ke arah makhluk kecil itu, "Pus,pus, kemarilah. Aku tidak akan menyakitimu."

Sebagai balasannya, si anak harimau bergidik dan memamerkan taringnya padaku.

"Dia itu bukan kucing, tapi monster!" kata Gan Ning tidak sabaran. Dia mengambil satu belatinya yang diletakkan di pinggangnya. Aku menatapnya sangar.

"Hei, tidak perlu kekerasan. Dia masih anak harimau," kata Lu Xun, menghalangi Gan Ning.

"Lu Xun benar, mungkin kita bisa membujuknya dengan makanan," kata Lu Meng, mendukung Lu Xun.

Aku menganggukan kepalaku dan tersenyum mengejek pada Gan Ning. Tapi, sepertinya Gan Ning tidak terima. "Dia sudah membuat ruangan ini jadi tidak berbentuk! Dan karena dia, aku harus bekerja seharian lagi untuk membereskannya!" teriak Gan Ning kesal sambil mengayun-ayunkan belatinya ke arah si anak harimau. Aku memahami perasaannya, membereskan perpustakaan bukanlah pilihan kami saat mendaftar menjadi calon jendral.

"Kau terlalu memelodramatiskan situasi," kata Lu Meng, mengerutkan dahinya sambil berkacak pinggang.

"Itu memang yang sebenarnya, Pak Tua! Monster kecil itu—"

Tiba-tiba suara auman yang keras menarik perhatian kami. Suaranya terdengar dari luar ruangan, tapi sepertinya tidak jauh. Dan benar saja, seekor harimau besar masuk ke dalam perpustakaan, menatap kami satu per satu dengan sangar. Setiap orang di ruangan ini menegang, bersiaga menghadapi serangan si harimau besar.

"Itu Feng Hu," bisik Lu Xun, terlihat tegang melihat kedatangan Feng Hu yang tergolong harimau besar dibandingkan harimau-harimau lainnya di sini.

"Jadi, itu anaknya Feng Hu?" tanya Lu Meng tidak percaya.

Feng Hu tidak bisa dikatakan sebagai harimau yang ramah. Dan parahnya, para pejinak harimau tetap mengeluarkan Feng Hu di siang hari, sebagai tugas berjaga. Aku tidak mengerti, bagaimana anaknya Feng Hu bisa bebas berkeliaran dan masuk ke dalam perpustakaan. Si harimau kecil mengaum, memanggil ibunya. Feng Hu menatap tajam ke arah Gan Ning yang sedang memegang belati. Harimau termasuk makhluk yang sensitif, dia merasa terancam bila seseorang menodongkan senjata padanya, apalagi anaknya.

Feng Hu bersiap menerkam Gan Ning dan tepat sebelum dia meloncat, aku bersiul memanggilnya. Itu berhasil membuat perhatian Feng Hu teralih. Dia menatapku, mengenaliku. Aku sempat melatih Feng Hu beberapa kali, mengisi kekosongan hariku yang membosankan. Dia menghiraukan Gan Ning dan berjalan ke arahku. Aku mengelus bulunya yang lembut dan Feng Hu mengerang senang.

"Kenapa kau tidak bilang dari tadi kalau kau bisa menjinakkan monster itu? Kau membuatku takut setengah mati!" Gan Ning mengomeliku. Aku nyegir membalasnya.

"Kau bisa menjinakkan Feng Hu?" tanya Lu Xun tidak percaya. Lu Meng juga tersenyum, memandangku kagum.

"Tidak seburuk yang kaukira." Ya, memang ada rasa bangga bisa menjinakkan harimau liar yang keras kepala.

Feng Hu kecil mendekati ibunya dan mengaum lemah. Feng Hu menatapku dan aku menangkap kesan bahwa dia merasa bersalah. Sungguh lucu.

"Sudah, kalian pergilah," kataku memberi perintah, menunjuk pintu sebagai tanda. Feng Hu mengerti dan berjalan keluar, begitu juga si harimau kecil.

Lu Meng mendesah lega dan mulai menyadari keadaan perpustakaan yang memang parah. "Baiklah, ayo kita mulai bekerja!" katanya memberi semangat.

Gan Ning memelototi Lu Meng. Di sisi lain, Lu Xun menutup matanya dengan sebelah tangan.

"Bisakah kita meminta bantuan lebih?" saran Lu Xun.

"Sepertinya itu ide yang bagus." Aku setuju.

Lu Meng diam, mempertimbangkan. "Sepertinya empat orang sudah lebih dari cukup."

Lu Meng tersenyum sekilas dan berjalan menjauh, memunguti kertas-kertas yang bertebaran. Lu Xun menghela napas dan berjalan lemas di belakangnya. Gan Ning berniat keluar dari ruangan, mengendap-ngendap.

"Yang berani keluar dari ruangan ini akan membereskan perpustakaan sendirian di giliran berikutnya," perintah Lu Meng tegas.

Gan Ning tersentak dan mengerang kesal. Dia membalikkan badannya dan berjalan menghentak-hentakkan kakinya. Aku berjalan mendahului Gan Ning, mengatupkan kedua tanganku di belakang kepala sambil bersiul ringan.

"Kau berhutang satu padaku," kataku dan mulai memunguti kertas di lantai yang tidak terhitung banyaknya. Aku sedikit terhibur dengan melihat wajah kesalnya. Aku unggul satu point saat ini.


Thx for reading~