Holla! xita kembali..
sebelumnya buat fict aku yang 'Why Sakura Crying' bnyk yang belum mengerti. tapi aku bkal bkin sequelnya kok,
Xita membawa fict baru.. semoga saja para readers dan senpai suka.. Dn ini fict idenya muncul pas aku lagi ngerjain soal ulum kemarin.. dasar aneh #plakk
Baiklah selamat membaca :)
Disclaimer © Masashi Kishimoto
.
Sakura's life story © Onyxita Haruno
.
Genre : Drama, Family, Romance, Angst
.
Pairing : Sakura H & Sasuke U
.
Rated : T
.
Summary :
Kalian pernah merasakan kasih sayang orang tua secara utuh? Ku rasa kalian pernah atau bahkan merasakannya. Tapi tidak denganku. Kaa-sanku meninggal sejak aku masih kecil. Dan sejak itu pula aku kerap disiksa Tou-sanku sendiri. Aku Haruno Sakura. Inilah kisah hidupku.
.
Warning :
Gaje, ide pasaran, typo bertebaran dimana mana, Alur aneh, terlalu dramatis, Bagi yang tidak suka, jangan baca. Yang terlanjur baca, mohon RnR? Please? XD
Sakura's life story
" H-Hakumo, kau mau kemana?"
"Bukan urusanmu!"
"Tapi, bagaimana dengan anak kita? Dia-"
"Sudah ku bilang… aku tidak peduli!"
"K-Kaa-san~"
"Sayang.. jangan menangis ya,"
"Diamkan anakmu itu, Sakuri.. aku muak mendengar tangisannya!"
"Hakumo! Kumohon.. jangan pergi, kau tidak lihat Sakura ingin bersama Tou-sannya?
"HARUS BERAPA KALI KU BILANG! AKU TIDAK PE-DU-LI!"
"K-Kaa-san~ Sakura takut~"
"Hakumo! Dia juga anakmu! Kau dulu yang menghamiliku dan akhirnya aku melahirkannya! Sebagai Tou-sannya, seharusnya kau peduli!"
PLAK
"K-Kaa-san!"
"Sudah ku bilang jangan mengungkit masalah itu lagi! Aku muak mendengarnya!"
"Bodoh!"
PLAKK
BUAGH
"Akh!"
"KAA-SAN! BERHENTI TOU-SAN!
"Sakuri, siapa yang kau sebut bodoh, heh? Siapa?"
"Kau! Kau yang bodoh! Tidak bisa menjadi seorang Tou-san dengan baik! Tidak bisa mengerti keinginan anaknya untuk bersama Tou-sannya. Yang kau fikirkan hanya 'wanita-wanita'mu saja!"
PLAK
DUAGH
BUAGH
"K-Kaa-san! Hidung dan bibir Kaa-san berdarah~"
"K-Kaa-san.. akh! B-baik baik s-sa-ja.."
"Kau! Kaulah yang jalang!"
"A-Aku.. akh.. jalang k-karenamu, Hakumo! K-Karena kau, brengsek!"
"T-Tou-san! M-Mau apa dengan pisau i-itu?"
"Beraninya kau mengataiku brengsek! Aku muak denganmu. Aku tidak akan begini kalau keluargamu tidak memaksaku untuk menikahimu, dasar jalang!"
"L-Lalu? Siapa.. yang m-menghamiliku? Siapa, Hakumo? B-bukankan.. i-itu, d-dirimu sendiri?"
"Kaa-san~"
"Aku muak denganmu! Mati saja kau!"
JLEB
"AAKKHHH!"
"KAA-SAAAAANNNN!"
Hakumo Sayako, pemuda yang menghamili Sakuri Haruno di bawah pengaruh sake. Hakumo terpaksa menikahi Sakuri karena keluarganya malu akan sikapnya yang liar. Hingga akhirnya lahirlah sang kecil Haruno yang pastinya tidak pernah diinginkan oleh Hakumo. Menurutnya, Sakuri dan anaknya adalah pengganggu bagi kehidupannya. Ia tidak pernah peduli dengan mereka.
Sampai suatu saat, Hakumo sedang kalap dan menusuk Sakuri dengan pisau dapur tepat di hadapan Haruno kecil.
Perlahan sang gadis membuka matanya. Sekelebat ingatan masa lalunya kembali datang. Ingatan yang masih sangat kental di memory otaknya. Cairan bening mulai menggenangi mata indanya yang meredup dan kemudian merembes melewati pipi cubbynya. Trauma akan masa lalu masih melekat pada batinnya. 10 tahun sudah semua itu berlalu. Namun hingga sekarang pun ia kerap di siksa oleh Ayah kandungnya sendiri.
Angin malam melewati balkon kamarnya. Menerbangkan helaian rambut merah muda sepinggangnya. Tatapannya tertuju pada hamparan bintang di langit.
"Kaa-san, Sakura rindu Kaa-san,"
Haruno Sakura. Itulah nama sang gadis. Menitikan air matanya dalam diam. Kesepian. Sakura sangat kesepian. Di sekolah, ia sering diolok-olok dan dicaci maki dengan sebutan 'anak haram'. Sesampainya dirumah, mendapat perlakuan kasar dari Ibu dan saudara tirinya juga dari sang Ayah kandungnya. Hampir 10 tahun ia tidak pernah mempunyai sandaran untuk batinnya. Sahabat satupun tidak punya. Ia hanya bisa menjadi sahabat bagi dirinya sendiri. Miris. Tapi.. inilah hidupnya.
Sakura segera menghapus air matanya dan menutup jendela kamarnya. Ia berjalan menghampiri kasurnya dan mendudukan diri di tepian ranjang. Ia mengangkat kedua tangannya dan memejamkan kedua matanya lalu bergumam…
"Kami-sama, semoga besok adalah hari yang baik untukku," seusainya ia berdoa, ia segera tidur. Menanti hari esok yang entah apa yang akan terjadi.
.
.
.
.
Mentari yang cerah menyambut pagi hari yang baru. Seorang gadis manis tengah merapikan peralatan sekolahnya kedalam tas. Setelah ia rasa tidak ada yang tertinggal ia segera menyelempangkan tasnya dan beranjak pergi. Namun, saat di ambang pintu ia memutar tubuhnya. Menatap figura foto yang terpampang di mejanya. "Kaa-san, aku berangkat, ya… do'akan Sakura," ujarnya sambil tersenyum miris dan langsung melenggang pergi.
Di meja makan, Sakura mendapati tiga orang yang sudah menempati kursinya masing-masing. Mereka adalah Hakumo Sayako, yang tak lain adalah ayah kandungnya. Mikawa Sayako, yang kini telah menjadi ibu tirinya. Dan Karin Sayako, saudara tirinya.
"O-Ohayou, minna" sapa Sakura sopan namun terdengar hati-hati. Tidak ada respon dari mereka yang masih asik dengan sarapan mereka. Sakura hanya tersenyum canggung. Ia mengambil tempat tepat di samping Karin. Baru saja ia ingin meraih makanan lezat yang tersedia, gerakannya langsung terhenti saat..
"Heh! Haruno! Siapa yang mengizinkanmu mengambil makanan disini?" ujar Karin ketus seraya menyingkirkan tangan Sakura yang hendak mengambil satu sendok nasi goreng. "T-Tapi.. aku harus sarapan," tukas Sakura. "Kau ingin sarapan?" tanya Karin dengan nada meremehkan. Sakura mengangguk pelan. "Kalau begitu.." Karin mengambil sesuatu dari bawah meja. "..Ini sarapanmu," Karin menyodorkan satu piring nasi goreng yang sudah mengering. Mata Sakura membulat. "T-Tapi.. ini sudah lama. Aku tidak mung- AKH!" perkataan Sakura terpotong saat tangan milik ayahnya menjambak rambutnya. "Sudah bagus kau diberi sarapan pagi ini! Ingin membantah ya, heh?" Geram Hakumo sambil terus menjambak rambut Sakura dengan keras. Sakit. Itulah yang Sakura rasakan. Cairan bening kembali mengalir dari kedua mata emeraldnya. "Sekarang kau ingin sarapan atau tidak?" tanya Hakumo secara kasar. Sakura hanya bisa mengangguk dan terkadang terisak. "Heh, bagus!" Hakumo melepaskan jambakannya pada rambut Sakura secara kasar. Sakura merasakan kepalanya berdenyut. "Nih!" dengan terpaksa, Sakura menerima piring yang berisi nasi goreng yang telah mengering. "Cih! Dasar cengeng," gumam Mikawa.
Sakura memakan sarapannya dengan air mata yang masih mengalir. Bagaimana tidak? Ia harus memakan nasi yang hampir basi dengan terpaksa dan jika tidak dihabiskan, tidak segan-segan ayahnya kembali menjambak rambutnya. "Aku sudah selesai. Tou-san, ayo berangkat.. nanti aku telat," ujar Karin sambil meneguk air minumnya dan sesekali melirik Sakura. Ia hanya memutar bola mata rubynya bosan. "Mikawa, aku berangkat dulu ya.. Karin, ayo," Ujar Hakumo setelah Mikawa memakaikan jas padanya. "Kaa-san, aku berangkat ya.." seru Karin. "Hati-hati dijalan ya.." Mereka hanya tersenyum. "Eiitt, tunggu dulu," Karin yang baru membuka pintu mobil langsung menoleh ke arah Sakura. "Haruno!" panggilnya pada Sakura yang sedang menggunakan sepatunya. "Kau jalan kaki seperti biasa kan? Salam untuk rumput dan lumpur yang kau pijak, yaaa.. hahaha" Sakura hanya menarik nafas dan segera pergi.
Berjalan di bawah terik matahari adalah hal yang paling di hindari oleh setiap orang. Mereka lebih memilih menaiki mobil atau menaiki motor mereka agar cepat sampai tujuan sebelum panas memanggang mereka.
Itulah yang dialami Sakura sekarang. Berjalan menuju sekolahnya yang cukup jauh di bawah teriknya matahari. Tapi.. ini sudah menjadi kebiasaannya sejak umur 6 tahun sementara ayah dan kakak tirinya menaiki mobil dengan AC yang menyejukan.
KONOHA HIGH SCHOOL
Itulah nama yang terpampang jelas pada papan nama sekolahnya. Ia bersyukur saat sampai di sekolahnya bel masuk belum berbunyi. Langkahnya terhenti di depan gerbang. 'Kami-sama, kuatkanlah aku,' batinnya. Itulah yang kerap ia ucapkan sebelum ia benar-benar masuk kedalam wilayah sekolahnya. Kalian ingin tahu kenapa? itu karena..
"Oh, si 'anak haram' baru datang?"
"Kepanasan ya? kasihan~"
"Ohayou, 'anak haram'"
"Dasar 'anak haram'! kenapa harus masuk sih? Muak aku melihatmu"
"Hei, jangan dekat-dekat dengannya. Nanti kau ketularan 'haramnya' lho~"
Berbagai caci maki selalu ia dengar setiap paginya juga sampai di sekolah. Tidak ada satu orangpun yang tidak memanggilnya dengan sebutan 'anak haram'. Ia hanya bisa tertunduk. Tidak ada yang bisa ia lakukan. Ingin mengelak? Itu berarti ia siap menjadi bulan-bulanan ayahnya. Karena setiap ia melakukan kesalahan sedikitpun di sekolah, Karin selalu melaporkannya pada sang ayah.
"Karin?" panggil Tayuya.
"Hm?"
"Dia lemah sekali sih?"
"Biarkan saja, Tayuya. Berkutik sedikit aku akan langsung melaporkannya, hahaha"
"Tapi.. bagaimana jika suatu saat ia mengekang?"
"Shion, percaya padaku. Dia itu hanya sendiri. Tidak memiliki teman dan sahabat yang melindungi maupun membelanya,"
Tayuya dan Shion adalah sahabat Karin yang juga ikut dalam penindasan Sakura di sekolah. Merekalah yang mengedarkan ke seantero sekolah bahwa Sakura adalah anak haram.
"Hei, itu dia.." Karin menoleh ke arah yang ditunjukan oleh Shion dan langsung memberi isyarat untuk mulai beraksi.
"Ohayou, anak haram" sapanya meremehkan. Sakura hanya terdiam dengan terus tertunduk. "Kau tuli ya?" Karin mulai kesal diabaikan. Sakura malah melenggang pergi melewati Karin. Namun itu mengakibatkan hal yang fatal untuknya. Karin mencengkram lengan Sakura dan menariknya agar berbalik dan menghadapnya.
PLAK
"Mulai berani kau!" teriak Karin. Ia mencengcram dagu Sakura. Memaksa menatapnya. Sementara Shion mulai menjambak rambut Sakura dan Tayuya mencengram kedua tangannya ke belakang. Aksi itu membuat beberapa siswa tertarik dan mulai mengerubungi mereka. "A-Apa yang kau.. l-lakukan?" tanya Sakura terbata karena menahan rasa sakit di kepalanya akibat jambakan yang ia rasakan pagi ini. "Aku? Melakukan apa? Cih!" Karin justru mendecih. "Aku melakukan apa yang aku ingin lakukan, mengerti?" Sakura menggigit bibir bawahnya menahan air matanya agar tidak keluar. Sebagaimanapun rasa sakit yang ia rasakan, tapi ia berusaha agar tidak menangis di depan orang banyak. Karena dulu Sakuri mengajarinya untuk tidak bersikap lemah di hadapan seseorang meskipun itu akan membunuhnya. "Ohh, mau jadi sok kuat ya?" ujar Karin ketus. Dengan aba-aba dari Karin, Shion melepaskan jambakannya pada rambut sakura secara kasar hingga Sakura terjatuh ke aspal yang lumayan kasar. Alhasil darah segar keluar dari lutut kanannya. "Dasar lemah!" Mereka bertiga berjalan melewati Sakura yang terjatuh. Sakura hanya meringis menahan sakit dan tangisnya. Tidak ada satupun dari mereka yang melihat adegan ini berusaha menolongnya. Karena itu sama saja dia berurusan dengan Karin.
Sakura berusaha berdiri dan menahan rasa sakit yang ia rasakan. Ia berjalan pincang ke arah UKS untuk mengobati lukanya. "Permisi," ujarnya saat membuka pintu UKS. Nampak Shizune sedang merapikan peralatan obat terkejut melihat darah Sakura memenuhi kaki kanannya.
"S-Sakura, kau baik-baik saja? Biar aku obati," ujarnya panik dan segera mengambil beberapa peralatan medis yang ia butuhkan. "Tidak usah Shizune-sensei. Biar aku obati sendiri" tolak Sakura sopan.
"T-Tapi.."
"Sudah, tidak apa-apa," Sakura tersenyum yakin pada guru medis tersebut bahwa ia bisa melakukannya sendiri. Shizune yang mengerti hanya membalas senyum Sakura. "Baiklah, kalau begitu aku tinggal sebentar ya Sakura," Sakura mengangguk. Shizune pun meninggalkan Sakura sendiri di ruangan UKS.
Sakura berjalan menuju ranjang periksa dan mengambil kapas basah yang tersedia pada meja di sampingnya. Perlahan ia menghapus darah yang memenuhi lututnya dengan hati-hati dan sesekali meringis. Setelah ia rasa semuanya sudah bersih, ia segera memperban lututnya secara sempurna.
TEETTT… TEETTT…
Bertepatan dengan selesainya Sakura memperban luka pada lututnya, bel masuk berbunyi dan ia bergegas menuju kelasnya.
.
.
"Baiklah, anak-anak. buka buku paket kalian bab V. Kita akan membahas tentang aljabar…"
Mendengar perintah dari Anko-sensei semua murid kelas X B membuka buku paket mereka. "Sakura, tolong kerjakan no 5 dan jelaskan!" perintah Anko-sensei. Sakura mengangguk dan segera maju kedepan. Anko-sensei sempat terkejut melihat perban ang melingkar di lutut Sakura ditambah cara jalan Sakura yang pincang. "Kakimu kenapa, Sakura?" tanyanya. Sakura berhenti berjalan. Alih-alih ia melihat Karin dkk melotot ke arahnya seolah mereka menyuruh Sakura untuk diam. "Err.. t-tidak apa-apa kok, sensei. Tadi saat berangkat sekolah aku tersandung batu,"
Bohong.
Tentu saja Sakura bohong. Mana mungkin ia berterus terang. Bahkan teman-teman satu kelasnya pun tahu kalau Sakura berbohong. Secara, mereka melihat langsung kejadian itu. Anko-sensei yang tidak tahu kejadian sebenarnya hanya mengangguk. Sakura segera mengerjakan apa yang gurunya itu perintah di papan tulis.
.
.
.
.
Malam ini begitu dingin. Bulan dan bintang yang biasanya menderang di langit kini hilang tertutup awan tebal. Semua orang tahu bahwa hujan akan turun. Sakura duduk di tepi ranjangnya seraya memandangi figura foto sang Ibunda tercintanya.
"Kaa-san, tidak terasa yah.. sudah 10 tahun aku tinggal tanpa Kaa-san. Dan kini Sakura sudah semakin besar.." ujarnya sambil tersenyum memandang ke arah foto.
Namun, senyumannya berubah dengan raut wajah sedih. "Tapi, sudah 10 tahun aku tidak mempunyai teman. Dan aku selalu disiksa oleh Tou-san.." air matanya kembali jatuh tepat pada figura foto. Ia menggenggam kalung yang ia gunakan. Kalung yang liontinya berupa kristal bening yang di dalamnya terdapat tulisan strong yang berarti kuat.
"Kaa-san masih ingat dengan kalung ini? Ini kalung pemberian Kaa-san.." Ia melepas kalung itu dan meletakannya pada telapak tangannya. "Dulu Kaa-san pernah memberikan kalung ini padaku saat aku ulang tahun yang ke-5.."
Sakura memejamkan matanya. Berusaha mengingat kembali kenangan kalung tersebut.
Flashback
"Sakura, Kaa-san punya hadiah ulang tahun untukmu" Sakuri menggenggam sesuatu di belakang tubuhnya.
"Apa itu Kaa-san?" tanya Sakura bingung sekaligus senang mendapat hadiah dari Kaa-sannya.
"Ini dia!" seru Sakuri riang sambila menyodorkan sebuah kalung kristal dengan tulisan 'strong' didalamnya.
"Wah, bagus sekali! Terima kasih ya.. Kaa-san~" Sakura berhambur ke pelukan Sakuri.
"Sini.. Kaa-san pakaikan.." Sakuri melingkarkan kalung tersebut pada leher jenjang Sakura. "Lihat.. kau tampak cantik dan manis, sayang"
Sakura tidak menghiraukan perkataan Kaa-sannya. Ia sibuk memperhatikan hadiah kalung pemberian Kaa-sannya dengan mata berbinar. Namun, tiba-tiba alisnya mengkerut melihat tulisan di dalam liontin kristal tersebut.
"Kaa-san, ini artinya apa?" tanyanya.
"Itu tulisan 'strong' yang berarti kuat…" ujarnya sembari mengangkat Sakura ke pangkuannya.
"Jika sudah besar nanti, Kaa-san ingin kau menjadi gadis yang kuat. Kuat di dalam sini," Sakuri menepuk pelan dada Sakura. Yang ia maksud tepat pada hatinya.
"Maksud Kaa-san, jika aku sudah besar nanti Kaa-san mau aku menjadi gadis yang berhati kuat?" tanya Sakura. Sakuri mengangguk sambil tersenyum.
"Jika kau merasa lemah, genggamlah liontin ini dan kau akan merasa tegar kembali.." jelasnya.
"Baiklah, Sakura akan menjadi gadis yang kuat!" ujarnya sambil meninju udara yang hampa di depannya. Dan setelahnya ibu dan anak itu tertawa bersama.
End flashback
Sakura mulai membuka matanya sambil tersenyum. Perlahan ia genggam erat liontin tersebut dan beralih menatap foto sang Ibu.
"Sesuai keinginan Kaa-san. Aku sekarang sudah menjadi seorang gadis yang berhati kuat," ujarnya.
"Sakuraaaa! Sakuraaa!"
Sakura terkejut saat namanya diteriaki oleh Karin dari bawah. Ia segera memakai kembali kalung tersebut dan menghapus air matanya kemudian menghampiri Karin.
"Ada apa Karin?" tanyanya. Ia menghampiri Karin yang sedang menonton acara TV bersama Ibunya. Sementara ayahnya sedang mengerjakan sesuatu yang menurut Sakura adalah pekerjaan kantor. "Bikinkah aku segelas susu!" perintah Karin. Sakura hanya mengangguk dan berjalan menuju dapur.
"Ini, Karin" selang beberapa menit Sakura kembali dengan segelas susu di tangan kanannya dan menyodorkannya pada Karin.
Tanpa mengalihkan pandangannya dari TV ia menyeruput susu hangat tersebut. Namun detik kemudian…
BRUUSHHH
"Baka, susu apa ini? Kau tidak bisa bikin susu ya? heh?" bentak Karin.
"T-Tapi, aku buatkan sama seperyi sebelum-sebelumnya," tukas Sakura. "Dasar baka! Bikin lagi sana!" geram Karin dan menyodorkan kembali susu yang ia pegang. Saat Sakura ingin berjalan kembali ke dapur, Karin menyenggol lutut Sakura yang terluka.
"Akh!" Alhasil Sakura terjatuh dan susu yang ia genggam tumpah tepat pada pekerjaan ayahnya. Dan itu berakibat buruk untuk dirinya sendiri.
Sementara itu..
"Hinata! Ada yang ingin menemuimu!" teriak Neji-sepupu Hinata-dari luar kamarnya. "Suruh saja ia masuk kamarku, aku sedang belajar!" tukas Hinata dengan nada suara yang ia tinggikan agar Kakaknya mendengar.
Tak lama masuklah seorang pamuda tampan dengan mata Onyxnya memasuki kamar salah satu sahabatnya. Dapat ditebak bahwa dia adalah…
"Sasuke? ada apa kau menemuiku?" tanya Hinata yang tak lepas dari layar laptopnya. Sasuke dudu di tepi ranjang Hinata sementara sang empunya dudyk di kursi meja belajar.
"Kau sedang apa? Chatingan dengan Naruto si 'baka dobe'?" bukannya menjawab, pemuda yang dipanggil Sasuke itu justru berbalik bertanya. Sontak wajah Hinata yang awalnya tenang berubah menjadi merah bak kepiting rebus. Bagaimana tidak? Naruto adalah kekasihnya. Dan setiap orang yang menggodanya dengan menyisipkan nama Naruto pada kalimatnya, wajahnya pasti memerah padam.
Naruto sendiri adalah sahabat Sasuke. Sebenarnya, awalnya mereka bertiga adalah sahabat. Entah mengapa justru Naruto dan Hinata malam berakhir dengan cinta. Tapi, itu tidak merusak hubungan persahabatan dari mereka.
Oke, kita lupakan dulu tentang persahabatn mereka.
"T-Tidak, a-aku sedang me-ngerjakan tugas dari.. Kakashi-sensei" ujarnya salting. Sasuke hanya tersenyum tipis melihat sifat sahabatnya yang tidak pernah pudar.
"Kau belum menjawab pertanyaanku, ada apa kau menemuiku? Tumben sekali?" tanya Hinata yang kesal karena pertanyaannya diabaikan.
"Tidak ada. Hanya ingin berkujung," jawabnya santai. Hinata kembali sibuk dengan laptopnya.
"Besok aku akan pindah ke sekolahmu," ujar Sasuke tiba-tiba. Hinata menghentikan pekerjaannya kemudian memutar kursinya menghadap Sasuke.
"Benarkah?" tanya Hinata tidak percaya. Sasuke mengangguk. Hinata hanya bisa tersenyum senang mendengar sahabatnya yang akan pindah ke sekolahnya. Sasuke sebenarnya tinggal di Iwa, mendengar ayahnya pindah tugas ke Konoha, mau tidak mau ia pasti pindah sekolah. Ia ke Konoha hanya sekedar mengunjungi sahabat-sahabatnya saja.
"Baiklah, selesaikan tugasmu. Aku ingin menemui Naruto dulu," ujarnya sambil mengajak-acak rambut Hinata dan beranjak pergi. Tapi sebelum hilang di balik pintu ia kembali berujar. "Oh ya, aku lupa. Naruto kan sedang chattingan denganmu," ujarnya kemudain secepat kilat ia menutup pintu kamar Hinata sebelum sebuah sisir mendarat di wajah tampannya.
"Dasar jahil!" geram Hinata dengan wajah memerah. Sasuke memang senang menggoda Hinata. Tapi, hanya pada sahabat perempuannya sajalah ia begitu. Jika dengan gadis lain, ia pasti berubah dingin.
.
.
"A-Ampun Tou-san~" rintih Sakura saat rambutnya lagi-lagi dijambak.
"Dasar bodoh! Kau telah merusak proposal kerjaku, bodoh!"
PLAK
Ayahnya benar-benar marah saat ini. Pipi cubby Sakura memerah akibat tamparan brutal dari sang ayah.
"A-Ampun Tou-san~ hiks.. Sakura t-tidak sengaja.. hiks," Ujar sakura terisak sambil memegangi tangan ayahnya yang menjambak rambutnya. Karin dan Mikawa-Ibunya- hanya terdiam sambil menyeringai. Seolah-olah ini adegan yang sangat menyenangkan bagi mereka.
"Dasar anak bodoh! Kau sama saja dengan Kaa-sanmu! Sama-sama menyusahkanku saja!" berbagai sumpah serapah Hakumo keluarkan dan sesekali menampar Sakura. Inilah yang ayahnya lakukan selama 10 tahun padanya jika sedang marah.
"Aku muak denganmu!" bentaknya sambil melepaskan jambakannya secara kasar.
"Karin, Mikawa, bawa dia ke kamar.. aku benci melihatnya menangis. Membuatku muak!" ujarnya. Yang disuruh hanya mengangguk mengerti dan menyeret Sakura secara paksa dan kasar.
BRUKK
Sakura di hempaskan di lantai kamarnya. Nyeri luar biasa ia rasakan pada lutut kanannya. Mikawa menghampiri Sakura yang terduduk dan mencengram dagunya. "Cih! Dasar cengeng! Hanya menangis yang kau bisa!" bentaknya.
"Sudahlah Kaa-san, tinggalkan saja dia" ujar Karin. Mikawa melepaskan cengkramannya dengan kasar.
BLAM
Sakura menyeret dirinya ke arah figura foto di mejanya. Ia raih dan kemudian memelukanya. Mendekapnya erat sambil menangis.
CTARR
Petir berhambar di langit. Angin kencang berhembus dan rintikan hujan yang menderas.
Sakura masih terisak dengan masih mendekap figura foto sang Ibunda. Perlahan tangan kananya menggenggam kalung yang ia gunakan.
"Kuatkan Sakura, Kaa-san~ hiks.. Kaa-san~hiks.. huhuu.. hiks" lirihnya.
To be Continue
bagaimana? apa cukup mendramatisir? #panik
Mungkin typo masih dimana-mana, 'mungkin'..
semoga saja tidak..
yak..
dengan segala rasa hormat xita mohon review, kritik maupun saran.. dan maaf.. tidak menerima flame :)