Disclamer: Kuroshitsuji belongs to Yana Toboso

Warning: AU, OOC, Humor garing

Ket: Ciel umur 15 tahun kelas 1 SMA, Sebastian umur 18 tahun kelas 3 SMA


Deal With The Otaku


Mentari telah bersinar terang, waktu sudah menunjukkan pukul enam pagi. Masih pagi memang, tapi ada sosok pemuda berambut kelabu yang sedang asyik dengan komputernya di ruang tamu. Daritadi kerjaannya hanya senyam-senyum gaje mulu(?).

"Hehe... Aku bakal dapet yang satu ini." gumam pemuda itu sambil asyik meng-klik beberapa tombol di layar komputer.

Iya, kebiasaan pemuda satu ini memang sangat sulit dihilangkan. Dari kecil hingga sekarang 1 SMA, ia kecanduan game. Belum ada orang yang bisa menghentikan kebiasaannya, mungkin kalau ada bisa masuk buku rekord dunia.

Sekarang pemuda itu masih asyik memainkan game. Ia memperhatikan layar komputernya dengan serius. Disana ada seorang karakter cewek berambut pirang. Dan ada beberapa pilihan, pemuda itu memilih "mengajak kencan".

"Terima kasih untuk ajakanmu." ujar karakter cewek itu dengan wajah memerah.

"Ah... Rencana sukses!" seru pemuda itu dan ia kembali memainkan game itu.

Mendengar pemuda berambut kelabu itu berisik, seorang pemuda berambut hitam keluar dari kamarnya. Ia melihat teman satu kamarnya sedang sibuk di depan mengernyit melihat tingkah pemuda itu.

"Woi, freak! Kamu ngapain pagi-pagi begini sudah cengar-cengir? Kencan internet?" ejeknya sambil berjalan ke belakang pemuda kelabu-sebut saja Ciel Phantomhive-itu.

Pemuda itu, Ciel merasa namanya dipanggil langsung saja berdiri. Ia menutup layar komputer dengan punggungnya, sebisa mungkin menyembunyikannya dari teman satu kamarnya, Sebastian Michaelis.

"Ah, bukan apa-apa." elak Ciel.

"Oh ya? Coba kulihat," kata Sebastian sambil mencoba meraih punggung kecil Ciel, melihat apa yang terpampang di monitor.

Ciel mulai panik, takut Sebastian tahu. Ia langsung saja mendorong Sebastian dengan tenaga penuh hingga membuat Sebastian terjatuh dengan tidak elit. Ciel langsung meng-close game yang ia mainkan tadi.

"Haha... Sudah, lebih baik kita siap-siap ke sekolah." Ciel langsung kabur menuju kamarnya tanpa rasa bersalah.

Sebastian yang tadi terjatuh berusaha bangun. Ia tidak menyangka. Ciel yang kecil, mungil, imut dan menggoda(?) bagi Sebastian bisa mendorongnya sampai seperti itu. Sebastian berusaha bangun sambil berlagak sok keren(?).

"Ah, tidak kusangka ia mendorongku begitu," gumam Sebastian. "Tapi, itulah Ciel-ku. Selalu menarik setiap saat."

.

.

.

Tidak lama kemudian Ciel sudah datang, ia sudah rapi dengan seragamnya. Ia melihat sosok Sebastian yang berada di meja makan sambil meminum kopinya. Ia berjalan mendekati Sebastian.

"Sebastian..." panggil Ciel.

"Sebaiknya kamu cepat sarapan. Kamu tidak ingin kita terlambat kan?" ujar Sebastian.

"Baiklah." Ciel segera saja memakan sarapan yang sudah disiapkan Sebastian. Maklum, ia sama sekali tidak bisa memasak dan menyerahkan pekerjaan itu pada Sebastian.

Ciel sudah selesai dengan sarapannya, ia langsung saja menghampiri Sebastian dan menarik-narik tangan Sebastian layaknya anak kecil yang minta dibeliin balon oleh mama-nya.

"Ayo berangkat. Nanti telat." ujar Ciel (sok) manis.

"Hei, sejak kapan kamu sudi memegang tanganku?" tanya Sebastian. Dia menaruh cangkir kopinya.

"Sejak tadi..." jawab Ciel dengan puppy eyes miliknya. "Ayo!"

Sebenarnya Ciel ingin cepat-cepat membuat Sebastian pergi dari sini, waktu masuk sekolah memang masih agak lama, apalagi asrama mereka dekat dengan kelas mereka. Datang lima menit sebelum masuk tidak ada yang tahu.

"Wow, wow!" Sebastian kewalahan dengan tarikan tangan Ciel, "Sabar dulu, anak kecil!"

"Hei, jangan mentang-mentang aku tiga tahun lebih muda kau memanggilku anak kecil." ujar Ciel ngambek.

"Loh, kamu memang anak kecil," sahut Sebastian sambil menjulurkan lidahnya.

Ciel cuma memalingkan wajah dari Sebastian, kesal dengan ucapan Sebastian yang memang nyata itu. "Cepat berangkat. Lamanya..."

"Sabar honey," goda Sebastian. "Kita masih memiliki banyak waktu kan?"

Sebenarnya panggilan "honey" itu membuat Ciel malu, tapi ia pandai menyembunyikan rasa malunya itu. Ia langsung saja membentak Sebastian. "Mau banyak waktu atau sedikit, yang penting kamu jangan ganggu aku! Aku sedang asyik!"

"Asyik ngapain? Pacaran sama si Lizzy keriting itu?" goda Sebastian. Dia mengambil syal hitamnya dan mengikatkannya di leher pucatnya. "Atau main game?" tanya Sebastian.

Ciel terkejut mendengarnya. Badannya mulai panas dingin, bisa-bisa ia pingsan(?) di tempat. "Hahaha... Bicara apa kamu?" ujar Ciel dengan wajah sedikit pucat. "Bye!" Ciel langsung kabur meninggalkan Sebastian di kamar. Ia ingin menghindar dari pertanyaan Sebastian itu.

"Dia main game." Sebastian berasumsi. Dia tertawa sendiri dan berpikir, game apa yang anak kecil itu mainkan? "Dia tidak main yang aneh-aneh kan?"


Ciel sekarang berada di taman sekolahnya, beruntung karena kamar asramanya tidak begitu jauh dari taman jadi ia bisa melarikan diri ke sini. Ciel berusaha mengatur nafasnya, ia baru saja berlari dari masalah yang sangat besar.

"Wah... Tadi itu hampir saja." gumam Ciel.

"Hei, kau lihat dimana Sebby?" tanya seseorang yang tahu-tahu muncul di belakang Ciel.

"KYAA!" jerit Ciel kayak cewek(?). Orang itu langsung menutup telinganya karena teriakan Ciel sangat kencang hingga ke Kutub Utara(?).

"Aduh~ jangan teriak-teriak dong! Aku bisa masuk rumah sakit karenamu." ujar pemuda berambut merah panjang dengan gaya centil itu, Grell Sutcliffe.

"Maaf," Ciel berusaha menjaga image baik yang selama ini ia jaga di hadapan makhluk abstrak di depannya*dihajar Grell*. "Ada apa?"

"Tadi aku nanya dimana Sebby?" tanya Grell lagi.

"Mana gue tahu? Emangnya gue nyokapnya?" jawab Ciel dengan bahasa gahol(?) miliknya itu yang entah didapat darimana.

"Lalu yang di belakang kamu itu siapa?"

"Hmm?"

Ciel mulai ketar-ketir sendiri, karena tadi ia yakin di belakangnya tidak ada siapa-siapa. Tidak mungkin hantu muncul pagi-pagi begini. Mereka menyimpan tenaga untuk muncul malam-malam(?).

Perlahan tapi pasti Ciel menoleh ke arah belakang, ia sudah siap dengan tas yang ia pegang. Dalam hitungan ketiga, Ciel akan melihat siapa yang berada di belakangnya. Satu, dua, tiga, empat*malah belajar ngitung*

'Oh... Kami-sama lindungilah aku. Aku belum sempat menyelesaikan game milikku.' batin Ciel. Jadi Ciel berdoa hanya demi game aja. Tidak beriman*plak*.

"Ciel..." panggil orang di belakang Ciel.

"KYAA!" lagi-lagi Ciel berteriak layaknya seorang gadis dan lebih parahnya ia menghajar sosok di belakangnya dengan tas yang ia bawa. Sosok yang berada di belakangnya itu jatuh hingga pingsan.

"Kyaa~ Sebby? Kamu tidak apa-apa?" tanya Grell menghampiri sosok itu.

"Eh?" Ciel kaget dan melihat ternyata sosok yang ia hajar tadi adalah Sebastian. "Ah, Sebastian. Maaf aku tidak sengaja."

"Hei, minta maaf yang benar. Kasihan Sebby-ku jadi begini karena kamu!"

Sebastian yang masih berada di lantai hanya tersenyum gaje. Ia memegang pipinya yang tadi kena hajar oleh Ciel dengan tas. Tiba-tiba ia tersenyum gaje lagi, membuat siapa pun yang melihatnya akan ketakutan(?).

"Ah~ pukulan yang manis." gumam Sebastian dengan (tidak) wajar.

"Kamu mau lagi?" tanya Ciel sambil berusaha menampar Sebastian. Tapi langsung saja dihentikan oleh Grell.

"Apa-apaan kamu, Ciel? Sebby nanti jadi makin luka." ujar Grell.

Sebastian langsung bangun dari posisi tidurnya itu dan memasang wajah (sok) keren itu. Yang bisa membuat wanita atau pria jatuh dalam pelukannya. Grell sih seneng-seneng aja liatnya, kalau Ciel malah sebaliknya.

"Sebby~ kita ke kelas bareng yuk?" ajak Grell yang udah nempel sama Sebastian.

"Maaf, Grell-san. Kita tidak bisa ke kelas bareng, karena aku mau nganterin Ciel." ujar Sebastian dengan senyum manisnya.

"EH?" Ciel terkaget-kaget mendengar ucapan Sebastian. "Siapa yang mau?"

"Nah, Ciel. Aku antarkan kamu ke kelas ya?" ujar Sebastian yang langsung main samber tangan Ciel. Ciel kaget dengan tindakan Sebastian.

"Ah... Tidak perlu."

"Jarak dari sini dan kelasmu jauh kan?"

"Kayaknya lima meter tuh gak jauh deh..."

"Sudah, aku antar saja."

Lalu mereka berdua meninggalkan sosok Grell di sana sendirian dengan perasaan galau(?). Grell langsung saja menangis meraung-raung(?) karena ditinggal Sebastian sendiri.*lebay deh*

.

.

.

"Sudah sampai." ujar Sebastian.

"Terima kasih." ujar Ciel.

"Ah, Ciel. Jangan pulang sebelum aku menjemputmu. Ok?"

"Masa aku harus diantar-jemput. Emangnya anak TK?"

"Aku kan mau sama-sama kamu, honey."

Ciel langsung saja menampar pipi Sebastian dan menutup pintu kelas dengan kasar. Sedangkan Sebastian, ia sibuk berkhayal dengan dunianya(?) itu. Ia memegang pipinya yang bekas ditampar Ciel.

"Aku ingin ditampar lagi." gumam Sebastian sambil berjalan menuju kelasnya.

Baiklah, kita tinggalkan saja pemuda yang sedang kasmaran itu. Yang menganggap semua siksaan merupakan anugrah terindah. Sedangkan Ciel langsung saja berjalan menuju kursinya.

"Pagi-pagi begini kamu dan Sebastian-senpai udah rame ya?" tanya seorang gadis berambut pirang ikal. Ia segera mendekati Ciel yang duduk di kursinya.

"Ah, Lizzy. Tidak kok." ujar Ciel kepada gadis di hadapannya, Lizzy.

Tiba-tiba bel masuk sudah berbunyi dan guru sudah masuk di kelas. Semua murid segera duduk di kursi masing-masing dan segera memulai kegiatan belajar mereka.


Hari sudah sore, sudah waktunya pulang sekolah. Sebastian langsung menuju kelas X-A, kelasnya Ciel. Ia membukanya, dan Ciel tidak ada. Padahal, biasanya Ciel masih duduk di bangkunya, menunggu dijemput. Hanya ada seorang gadis saja di sana.

"Kamu melihat Ciel?" tanya Sebastian langsung.

"Ah, Ciel. Dia sudah pulang." jawab gadis itu, Lizzy.

"Makasih."

Ia tidak menemukan anak kecil satu itu. Sebastian memutuskan untuk kembali ke kamar. Ia mengira Ciel ada di kamarnya. Yup, benar. Anak itu ada di sana. Di depan komputer untuk kesekian kalinya.

Ciel lagi-lagi asyik dengan komputernya itu. Wajahnya senyam-senyum terus, gila kali*plak*. Ia memperhatikan layar komputer dengan serius.

"Kau tahu... Aku... sebenarnya aku menyukaimu." ujar karakter cewek itu malu-malu.

"Yes! Kamu jadi milikku, Ann-chan!" seru Ciel sambil nari-nari gaje ala Irfan Bachdim(?).

"Ehm," dengus Sebastian. Dia mendekati Ciel dan memegang meja komputer Ciel. "Ah, ternyata kau sedang bersama perempuan lain. Hati ini pecah, oh darling." goda Sebastian.

Ciel kaget karena mendengar suara-suara dunia lain(?) yang tak lain adalah Sebastian. Langsung saja ia menutupi layar monitornya itu.

"Uuh, tahu nggak? Aku mencarimu di kelas dan ternyata kamu sudah tak ada. Ternyata kamu di sini dan berpacaran dengan orang lain. Aku cemburu, sweetheart." goda Sebastian sambil menyempitkan jaraknya dan jarak Ciel.

Wajah Ciel mulai memerah, ia hanya memalingkan wajahnya dari Sebastian. Tapi sedetik kemudian, ia langsung saja duduk dan kembali asyik bermain. Berusaha menutupi debaran jantungnya itu.

"Ah, kamu mengganggu." ujar Ciel yang sibuk memainkan game itu, game dating simulation. Game yang sedang populer di kalangan para pemuda pecinta cewek moe.

"Uuh, kok menjauh?" protes Sebastian. Dia melihat layar itu. "Kamu tumben berpaling dari Lizzy, love." godanya lagi.

"Aku tidak ada hubungan apa-apa dengannya. Dia aja yang nempel-nempel kayak perangko." ujar Ciel datar. Setelah ia selesai memainkan karakter cewek bernama Ann itu, ia langsung melanjutkan ke karakter lain.

"Uuh, aku kurang attractive ya? Huh~," gumam Sebastian. Dia mengambil boneka milik Ciel dan memeluknya. "Aku kurang apa, oh my love?" Sebastian menangisi dirinya yang kalah hanya oleh game.

Tapi Ciel tidak mendengar keluh kesah Sebastian, biarkan angin berlalu baginya. Biarkan Sebastian menangisi dirinya sendiri(?). Ia tetap meneruskan game itu.

"Halo... Rika-chan, sekarang giliranmu." gumam Ciel yang melihat karakter cewek berambut hitam panjang di dalam gamenya yang bernama Rika. Tatapan matanya bagaikan ingin melahap pizza(?).

Merasa tak didengar, Sebastian berlutut di belakang Ciel dan mendekap punggungnya. "Aku lebih berkualitas, sweetie."

Ciel merasa risih karena Sebastian tiba-tiba memeluknya, ia menghentikan kegiatannya itu. Ia melirik ke arah wajah Sebastian yang tampak putus asa layaknya pria yang dituduh selingkuh dengan wanita lain(?).

"Ada apa?" tanya Ciel.

"Aku kan lebih baik dari merekaaa~," rayu Sebastian.

"Satu hal yang kutahu kamu pria, Sebastian. Dan mereka gadis." ujar Ciel. Ia langsung mulai melanjutkan memainkan game itu.

"Cinta tidak mengenal gender~" goda Sebastian. Kini dia menaruh kepalanya di bahu Ciel.

"Jangan begitu. Berat." ujar Ciel yang segera menyingkirkan kepala Sebastian dari bahunya. Tapi jujur saja Ciel merasa aneh, wajahnya sedikit memerah.

"Tidak. Badanmu enaak~" tolak Sebastian sambil menyenderkan kepalanya di kepala Ciel.

"Ah, terserah kau saja." gumam Ciel pasrah. Tapi masih sempet-sempetnya ia melanjutkan game itu. Dan membuat Sebastian, cemburu.

"Ih~ aku kan pacarmu selamanyaaa~," ujar Sebastian manja(?).

"Sejak kapan?" tanya Ciel heran. Kali ini memainkan karakter bernama Rika itu. Hanya saja Ciel bingung.

"Sejak lahir."

"Bohong!" ujar Ciel. "Ah, Sebastian menurutmu bagaimana? Aku harus menyatakan cinta pada Rika-chan atau mengajaknya jalan-jalan?" tanya Ciel tiba-tiba.

"Eh? Sudahlah, kamu jangan main lagi!" jawab Sebastian tajam, setajam silet(?).

"Ah tidak... Aku belum selesai dengannya." gumam Ciel.

"Aku akan selalu ada di dekatmu~ Jadi akhiri saja hubungan kau dan dia~" tiba-tiba Sebastian bernyanyi gaje dan musik antah berantah(?) mengalun di kamar mereka.

Ciel yang mendengar nyanyian gaje Sebastian hanya bisa misuh-misuh gaje dalam hati. Berdoa agar konsentrasinya tidak pecah antara bermain game dan Sebastian yang dari tadi menganggunya.

"Ciel honey, aku sayang kamu. Jadi hentikan meneruskan tindakanmu ini." ujar Sebastian.

"Tidak!" jawab Ciel langsung.

"Aku mohon..."

"Tidak!"

"Iya?"

"Tidak!"

Sebastian malah makin menjadi-jadi, ia semakin menggila(?) dengan nyanyian gaje miliknya itu dan serangan rayuan-rayuan untuk Ciel.

"Sudahlah, Sebastian. Jangan jadi lelaki manja gitu." ujar Ciel sambil men-save gamenya dan langsung meninggalkan Sebastian. Sebastian yang tadi asyik nyender di bahu Ciel sedikit kaget karena sandarannya tiba-tiba pergi.

"Iiih, dasar anak kecil!" umpat Sebastian.


Hari ini adalah hari sabtu, sekolah Ciel libur jadi ia bisa bersantai. Sebastian baru saja keluar dari kamarnya, ia mencari-cari sosok Ciel. Ia heran karena semalam Ciel tidak tidur di kamar. Padahal Sebastian sudah mempersiapkan dari A-Z apa yang akan ia lakukan dengan Ciel.

"Dimana my honey ?" gumam Sebastian sambil berjalan menuju ruang tamu. Dan betapa kagetnya ia melihat sosok yang dicarinya sedang meregang nyawa(?) di depan komputer. "CIEL!" Sebastian langsung saja berlari menuju arah Ciel. Ia memukul pelan pipi Ciel.

"Ciel, kau tidak apa-apa? Sadarlah..." gumam Sebastian.

"Hmm~ Rika-chan~ kamu manis~" gumam Ciel. Sebastian heran dengan apa yang Ciel ucapkan, ia memperhatikan Ciel. Tampaknya Ciel sedang mengigau. Sebastian kesal karena dalam mimpi pun Ciel mengigau orang lain.

Tiba-tiba Ciel langsung menarik kerah baju Sebastian dan mencium bibir Sebastian. Sebastian sedikit terkejut dengan apa yang Ciel lakukan, tapi ya karena ini merupakan hal langka jadi dinikmati saja*kesempatan dalam kesempitan*.

Sebastian membalas ciuman Ciel itu dengan ganas, dan di pagi hari ini telah terjadi pertarungan panas(?) antar keduanya. Ciuman mereka berdua sama-sama ganas dan menuntut.

Ciuman mereka yang berlangsung selama 10 menit harus terhenti karena Ciel perlahan-lahan membuka matanya. Betapa terkejutnya ia melihat dirinya dan Sebastian berada dalam jarak yang sangat dekat. Sedang ciuman pula.

"KYAAA!" jerit Ciel layaknya cewek(?) dan langsung menampar Sebastian. "Apa yang kau lakukan, pervert?"

"Yang kulakukan?" tanya Sebastian lagi. "Membalas yang kau lakukan."

"Maksudmu?"

"Ciumanmu ganas juga, sweetheart." Sebastian perlahan menjilati bibirnya sendiri. Wajah Ciel langsung saja memerah.

Ia langsung saja melempari Sebastian semua benda yang ada di dekatnya. Dari buku, tas, kursi(?), meja(?), TV(?), lemari(?) hingga palu(?). Sebastian berusaha menghindari semua serangan Ciel layaknya Keanu Reeves di The Matriks Revolution.

Gerakan slow motion yang sangat sempurna. Tapi Ciel tidak menyerah, ia melempari boneka miliknya yang cukup besar dan tepat mengenai wajah Sebastian. Mana gaya slow motion keren (ancur) tadi yang ia perlihatkan? Semuanya langsung runtuh seketika.

"Ah~ Serangan yang indah. Aku menyukainya~" ujar Sebastian senang(?).

"Apa yang kau lakukan tadi? Itu kan..." ujar Ciel tertahan.

"First kiss-mu ya? Beruntungnya diriku ini..."

Dan lagi-lagi Ciel harus menghajar Sebastian karena tingkah mesumnya yang kelewat batas(?) itu. Sebastian sudah merebut ciuman pertama Ciel. Ya, sebenarnya bukan salah Sebastian. Orang bilang rejeki datang jangan ditolak.

"Huh! Dasar pervert, hentai!" ejek Ciel dengan berbagai macam sumpah serapah(?) yang ada. Sebastian cuma senyam-senyum gaje.

"Salahmu mengigau seperti itu." ujar Sebastian membela diri. Ia meyakini seorang pervert seperti dirinya butuh pembelaan(?).

Wajah Ciel langsung saja memerah dua kali lipat dari yang sebelumnya. Ia mengalihkan wajahnya dari Sebastian dan kembali meneruskan game-nya yang tertunda itu.

"Rika-chan maaf, aku mengkhianati-mu." ujar Ciel menangis sambil memeluk layar komputernya(?).

"Kamu mencampakkanku! Oh, tidak! Aku tak bisa hidup tanpamu!" goda Sebastian dengan gaya dramatis telenovela Italia.

Ternyata baik Ciel atau Sebastian sama lebay-nya*dihajar SebasCiel*. Tapi tampaknya Ciel sudah kembali normal. Ciel sweatdrop aja liat tingkah Sebastian ala drama. Ternyata ia baru tahu Sebastian pecinta telenovela.

"Rika-chan jauh lebih baik darimu." ujar Ciel sambil memainkan game-nya lagi. Sebastian melirik ke arah Ciel yang memilh option "menerima yang Rika berikan".

"Iih, Ciel-chan jahat!" gerutu tambah goda Sebastian sambil berkacak pinggang.

"Suka-suka aku kan?" gumam Ciel yang masih meneruskan game-nya.

"Iiiih! Jahaaaat!" gerutu Sebastian sambil mengacak-acak rambut Ciel.

"Ah, hentikan. Rambutku berantakan nanti." gumam Ciel sambil berusaha merapikan rambutnya. Dan ia kembali memainkan game itu, seolah-olah tidak ada Sebastian di sampingnya

"Uh! Jahat banget! Aku kan pacarmu forever and ever!" protes Sebastian.

"Ah... Sebaiknya, kamu coba memainkan game ini agar pikiranmu waras." ujar Ciel yang langsung bangun dari kursinya. Ia menuju toilet. Sedangkan Sebastian hanya melirik ke arah game yang Ciel mainkan itu.

"Apaan sih ini?" bingung Sebastian. Dia duduk di kursi komputer, mengambil mouse dan mengarahkan kursornya ke kanan kiri.

Ia melihat layar monitor yang menunjukkan sosok karakter cewek berambut hitam yang sedang berdiri di taman, dengan tulisan option. Satu, "mengajak kencan", dua "menemaninya satu hari ini", tiga "meninggalkannya".

Sebastian tidak tertarik, ia meng-klik icon save yang ada. Disana muncul data-data game yang Ciel mainkan. Roleplay dengan karakter cewek selama ini. Sebastian takjub melihat catatan waktu Ciel memainkan kesembilan karakter cewek dalam waktu satu minggu.

"Hebat juga dia." gumam Sebastian sambil melihat-lihat.

Pandangannya tertuju pada karakter cewek berambut pirang bernama Ann. Kalau tidak salah karakter ini baru Ciel selesai mainkan kemarin. Sebastian membuka data tentang Ann dan muncul beberapa gambar.

Sebastian membukanya satu per satu, gambar-gambar itu mulai dari awal pertemuan bertemu, hingga menyatakan perasaan. Sebastian memandang gambar-gambar itu, terbesit ide brilian di otaknya. Ia mengingat apa yang Ciel pilih untuk memainkan karakter ini.

'Sudah kupastikan. Aku akan melakukannya.' batin Sebastian.

Tidak lama Ciel sudah kembali dari toilet, ia melihat Sebastian sedang duduk di depan komputer. Ia tersenyum kecil saja dan berjalan mendekati Sebastian.

"Bagaiman Sebastian? Kamu harus bisa mendapatkan Rika-chan. Mau bertaruh denganku?" tantang Ciel.

Sebastian hanya tersenyum kecil saja, ia langsung menoleh ke arah Ciel. Tapi Ciel mulai merasakan aura-aura aneh dari Sebastian. Entah apa namanya, tapi ia merasakan sesuatu yang buruk akan menimpanya.

"Hmm, sebenarnya aku tidak mengincarnya. Aku mengincarmu." Sebastian menyeringai saja.

"Maksudmu?" tanya Ciel.

"Ciel, nanti... Kencan-lah denganku."

"EH?"

TBC

A/N: Minna-san, Blackish Girls kembali dengan fic baru. Kali ini kami membuat fic Humor, Romance. Maaf kalau humor-nya kurang, karena kami sudah berusaha sebaik mungkin. Ini juga fic multichap pertama kami.

Kalau penasaran dengan kelanjutannya, review yang banyak biar kami lanjutkan. Hahaha...

Akhir kata RnR...^^

Sign,

Blackish Girls