Akhirnya cerita galau ini berakhir juga...

Akina Takahashi proudly presents,

The last chapter of Love Always Comes Late.


Chapter 13 preview:

Sakura berjalan sendirian menyusuri jalanan di tengah kota Ame. Cuaca saat ini berbeda dari biasanya. Cerah tanpa tanda-tanda akan hujan sedikitpun. Padahal biasanya hujan turun hampir setiap hari di negeri hujan ini. Ia bersenandung kecil ketika ia mulai berbelok menuju ke mansion Uchiha yang terletak di pinggir kota. Suasana hari ini sangat sepi walaupun cuaca yang sangat cerah ini sangat menggoda untuk melakukan aktivitas diluar rumah. Entah kenapa sepertinya orang-orang lebih suka bermain di tengah kota daripada di pinggiran kota seperti ini.

Baru saja Sakura hendak membuka pintu gerbang mansion yang kini telah menjadi miliknya dan Sasuke, ia telah dikagetkan oleh suara yang telah lama dikenalnya.

"SAKURA-CHAN!"

Sakura segera mendongakkan kepalanya berusaha mencari sumber suara. Betapa kagetnya ia ketika ia melihat si pemuda blonde sahabat terbaiknya yang dulu pernah sangat dicintainya berlari dengan kecepatan penuh menuju dirinya yang hanya diam terpaku.

BRUKK

Hampir saja Sakura terjatuh karena ditabrak tiba-tiba oleh Naruto jika saja pemuda itu tidak menahan tubuhnya.

"Naruto?!" pekik Sakura yang sama kagetnya dengan pemuda itu. "Oh astaga ini bukan mimpi kan?" gumamnya saat ia teringat mimpinya yang sangat mengerikan waktu itu.

"Sakura-chan! Sakura-chan!" Naruto mengeratkan pelukannya seolah ia tak mau melepaskan Sakura lagi. "Aku mencarimu kemana-mana! Kupikir, kupikir aku tidak dapat bertemu denganmu lagi!"

"Naruto…"

Naruto yang masih mengalami euphoria yang luar biasa karena berhasil menemukan Sakuranya kembali tanpa sadar segera menarik wajah gadis itu lebih dekat. Menciumnya dengan penuh nafsu.

Sakura berusaha berontak namun kekuatan Naruto yang jauh lebih besar darinya membuat semua usahanya menjadi sia-sia. "UUMPH HMMPH" Sakura panik. Sungguh panik. Apalagi ketika lidah Naruto berhasil memasuki dirinya. Mendominasi semua pergerakan lidahnya. Ia tahu ia harus mengakhiri semua ini. Demi Tuhan! Ia tidak mau mengkhianati Sasuke.

Naruto bukannya menghentikan kegiatannya ia malah semakin memperdalam ciumannya. Ia seolah kerasukan sesuatu yang membuatnya menjadi seperti ini. Sepertinya semua perasaannya meledak keluar. Mendominasi raganya dan mematikan otaknya sehingga ia tak bisa berpikir jernih saat ini.

"HMMPH UMMPHH" saat ini Sakura hampir kehabisan napas. Yang benar saja, Naruto sepertinya tak berniat untuk menghentikan ciuman panas yang telah berlangsung selama hampir dua menit ini.

"CTARR"

Seketika saja Sakura melihat Naruto jatuh terjengkang tak berdaya. Di hadapannya ia dapat melihat yukata hitam berlambang Uchiha di punggung Sasuke. Pemuda itu tampak luar biasa marah. Sharingannya berputar liar. Tangan kanannya yang ia pakai untuk meninju Naruto masih mengeluarkan listrik. Ternyata ia menggunakan chidori tadi. Pantas saja Sakura mendengar suara ledakan besar tadi.

"Sasuke-kun…" Sakura tak tahu harus berkata apa. Ia merasa telah mengkhianati pemuda yang ada di hadapannya ini. Bagaimanapun ia telah sangat kurang ajar karena membiarkan Naruto menciumnya tanpa izin.


Disclaimer: Masashi Kishimoto

Genre: Hurt / Comfort / Angst

Rated: M

Pairing: SasuSakuNaru

Warning: Canon, OOC, Angsty, Fluff, Mary sue, dan berbagai hal lain.

Naruto © Masashi Kishimoto


Love Always Comes Late

Story by: Akina Takahashi

Chapter 14: Fate

"Berani-beraninya kau mencium istriku!" geram Sasuke marah. Sharingannya berputar liar.

"Sudah, hentikan Sasuke-kun." Sakura memeluk Sasuke dari belakang. Berusaha menghentikan Sasuke yang sepertinya sudah mau melancarkan serangan untuk yang kedua kalinya.

"Sasuke? Teme?" Naruto memegangi dadanya yang sakit akibat diserang tiba-tiba oleh Sasuke. Sepertinya satu atau dua tulang rusuknya patah. Beruntung ia memiliki chakra kyuubi sehingga lukanya dapat sembuh dengan cepat.

"Cih, dobe brengsek kau!" Sasuke masih terlihat marah. "Sudah cukup Sasuke-kun!" Sakura mulai panik. Ia berlari menuju ke tengah-tengah kedua pemuda itu.

"Naruto! Sakura! Dan oh, astaga Sasuke!" Kiba berlari menuju ketiganya. Wajahnya berseri-seri. "Shikamaru! Sai! Neji! Hinata! Cepat kesini! Aku sudah menemukan mereka!" serunya.

Segera saja Neji, Shikamaru, Sai, dan Hinata berlari menghampiri mereka.

Sakura yang sedikit kaget karena bisa bertemu dengan teman-teman ninjanya akhirnya tersenyum. "Ayo sebaiknya kita segera masuk ke dalam." Ajak Sakura. Gadis itu mengerling pada Shikamaru. "Shikamaru tolong bantu pisahkan dua pemuda pemarah ini."

"Yare-yare." Dengan muka malas Shikamaru memisahkan Sasuke dan Naruto yang hampir saja memulai ronde kedua pertarungan mereka. "Merepotkan." gerutunya

Sakura mempersilakan Hinata, Kiba, Neji, dan Sai untuk segera masuk. Akamaru yang sejak tadi mengikuti Kiba dari belakang kini berlarian menuju ke halaman belakang mansion untuk mengejar seekor kupu-kupu berwarna kuning besar.

"Woah, mansion yang bagus sekali!" puji Kiba. Ia dengan segera mendudukkan dirinya diatas bantal duduk yang telah disiapkan Sakura. Sementara Sakura menyiapkan beberapa gelas ocha bagi para tamu kejutannya, Shikamaru telah berhasil mendamaikan Sasuke dan Naruto dan kini telah membawa keduanya untuk bergabung di ruang tamu.

"…"

Suasana awkward diantara tim tujuh menguar dengan hebatnya membuat Neji segera mengerling kearah Shikamaru yang segera mengerti maksud dari pemuda Hyuuga itu.

"Agh, menyebalkan." Shikamaru terlihat kesal. Ia mengacak rambutnya dengan malas. "Sebaiknya segera selesaikan masalah kalian." Ia segera bangkit dari duduknya dan memberi kode pada Kiba, Sai, Neji, dan Hinata untuk segera mengikutinya. "Ayo kita pergi keluar. Biarkan mereka menyelesaikan semuanya."

Dengan segera mereka berlima pergi meninggalkan Sasuke, Naruto, dan Sakura yang masih duduk diam di ruang tamu.

"…"

Sakura merasa kebingungan. Ia berusaha membuka topik pembicaraan namun ia kembali mengurungkan niatnya ketika melihat Sasuke dan Naruto yang masih bertatapan dengan tatapan tajam yang tak pernah ia lihat sebelumnya. Dengan segera ia menggenggam tangan kanan Sasuke yang duduk di sebelah kirinya, berusaha menenangkannya. Jujur saat ini ia sangat takut melihat mata onyx Sasuke yang kembali terlihat dingin seperti saat dirinya masih dipenuhi dendam dulu.

"Maafkan aku Sasuke." Akhirnya Naruto angkat bicara. Ia menundukkan kepalanya. Tak mampu menatap mata onyx sang Uchiha. "Semuanya terjadi begitu saja." Ia mengepalkan telapak tangannya kuat. "Aku… -maksudku kami mencari Sakura-chan kemana-mana. Berminggu-minggu telah berlalu sejak Sakura-chan menghilang. Kami hampir putus asa." Akhirnya ia mengangkat wajahnya menatap Sakura dan Sasuke yang tepat berada di depannya. Mata birunya menyiratkan penyesalan yang amat sangat. "Hingga akhirnya aku menemukannya disini. Jadi tanpa sadar aku…" ia tak sanggup melanjutkan perkataannya.

"Daijoubu." Sakura tersenyum. "Benar kan Sasuke-kun?" Ia melirik Sasuke yang masih membatu di sampingnya.

"…"

"Oh ayolah Sasuke-kun… maafkan Naruto. Oke?"

"…"

Naruto menatap Sasuke dengan tatapan cemas. Seketika mata birunya melebar ketika melihat Sasuke tiba-tiba saja menarik Sakura ke pelukannya.

CUPP

Dengan tiba-tiba sang Uchiha prodigy mencium bibir mungil Sakura dengan penuh hasrat. Sama seperti ketika ia Naruto mencium istrinya. Mata emerald Sakura melebar. Ia sempat berontak namun akhirnya ia terdiam. Sungguh saat ini ia merasa sangat kesal dan malu.

Naruto hanya terdiam. Sedikit banyak ada perasaan cemburu dalam hatinya. Ia mengalihkan pandangannya kearah lain. Tak mampu lagi melihat kedua pasangan yang tengah berciuman di depannya saat ini.

Akhirnya ciuman panas itu selesai juga. Sasuke melayangkan seringainya pada Naruto. "Dengan ini kita impas."

Sakura hanya menarik napas panjang. Wajahnya memerah karena kesal dan malu. Ia kesal karena ia merasa menjadi mainan yang diperebutkan Sasuke dan Naruto. Memangnya wanita macam apa dia sehingga pemuda-pemuda ini bisa seenaknya mencium dirinya.

Ia bangkit dari duduknya dan kemudian…

PLAKK

Gadis itu menampar Sasuke dengan keras. Sasuke yang kaget hanya menatap Sakura dengan tatapan tidak percaya.

Belum sadar dari keterkejutannya ketika ia melihat Sakura menampar Sasuke, Naruto melihat Sakura berjalan menuju kearahnya.

PLAKK

Sakura menampar pipi kiri Naruto. "Aww! Sakit Sakura-chan!" Naruto mengaduh sambil menatap wajah Sakura yang terlihat seperti ingin menangis. Wajah gadis itu memerah seperti udang rebus.

"Kalian berdua sama saja! Tidak berubah. Tetap bodoh seperti saat genin dulu!" geram Sakura. Mata hijaunya berair. "Kalian pikir aku ini wanita macam apa?"

"Sakura-chan maaf… aku-" Naruto salah tingkah.

"Diam kau Naruto!" Teriak Sakura. Ia benar-benar marah saat ini.

Naruto terdiam. Merasa shock karena ia tidak pernah melihat Sakura semarah ini sebelumnya.

"Sakura…" Sasuke berusaha menenangkan si gadis pink yang saat ini terlihat sangat marah. Namun si gadis bukannya tenang malah membentak Sasuke. "Uchiha Sasuke, kau juga!"

"…"

Naruto diam-diam melirik Sasuke. Sedikit merasa geli karena ternyata Sasuke juga diperlakukan sama dengannya. Sasuke yang merasa diperhatikan oleh si blonde segera saja menatap mata biru Naruto. Tawa tiba-tiba saja meledak diantara mereka saat mereka bertatapan mata.

"Hahahahaha."

Sakura yang masih kesal kini menjadi bingung ketika melihat kedua pemuda yang masih terduduk di kursi yang ada di hadapannya. "Ugh! Ini tidak lucu!" gerutunya sambil menghentak-hentakkan kakinya ke lantai.

"Hahahahaha." Tawa masih saja menggema di ruang tamu. Rupanya baik Naruto maupun Sasuke masih belum berniat menghentikannya.

"Kau lucu sekali Sakura-chan!" Naruto mengelap ujung matanya yang berair karena terlalu banyak tertawa. "Wajahmu memerah seperti tomat dan kau terlihat seperti anak kecil yang marah karena permennya diambil."

Sakura hendak berkata-kata namun ia mengurungkan niatnya. Dengan kesal ia berteriak. "Ya sudah! Urus saja masalah kalian sendiri!" Ia menghentakkan kakinya beberapa kali sebelum akhirnya ia berjalan menuju ke teras depan untuk bergabung dengan Hinata.

"Sakura-chan!" Naruto mencoba memanggil gadis itu. Namun Sakura hanya berbalik sesaat untuk mengejek Naruto sebelum akhirnya ia berlari keluar.

Sasuke dan Naruto sempat bertatapan sesaat sebelum akhirnya Naruto tersenyum. "Aku sudah lama tidak melihat Sakura seceria dan seekspresif itu. Sudah bertahun-tahun terakhir ini dia menjadi pemurung."

"Hn…" Sasuke menyetujui perkataan Naruto. Ia masih ingat pertemuan pertama mereka. Bagaimana wajah gadis itu saat ia bilang ia tidak mempunyai tujuan hidup lagi. Sesaat ia berpikir jangan-jangan Sakura telah tertular oleh sifat melankolisnya. Gadis itu memang tak banyak mengekspresikan perasaannya malah terkesan canggung jika berada di dekatnya. Sungguh ia lebih menyukai sosok Fangirl kekanakan Sakura yang dulu dianggapnya menyebalkan.

"…"

"Lama tak jumpa Sasuke." Naruto mengeluarkan cengiran jahil khasnya. "Kau terlihat lebih tampan dibandingkan dulu." sindirnya.

"Urusai dobe." Gerutu Sasuke. "Sepertinya kau terlihat lebih bodoh dibandingkan dulu." Ia membalikkan kata-kata Sasuke.

Seketika cengiran Naruto menghilang. "Hei, hei setidaknya aku memujimu kan? Kenapa kau menghinaku?!" ujarnya kesal. Naruto bangkit dari duduknya. Mengepalkan tangannya seolah mengajak Sasuke untuk bertarung. Rasengan mulai berputar membentuk lingkaran biru kecil di tangan kanannya.

"Sebaiknya kau dinginkan kepalamu dan duduk tenang disana." Sasuke mengambil segelas ocha yang ada di meja kemudian meminumnya perlahan. "aku tidak ingin rumahku hancur."

"TEME!" bukannya duduk Naruto malah mendekati Sasuke dan melayangkan tinjunya. Namun belum sempat rasengannya mengenai Sasuke. Si pemuda Uchiha ini telah mengaktifkan sharingannya terlebih dahulu. Naruto merasakan chakranya menghilang dan ia terduduk lemas diatas kursi yang baru didudukinya tadi.

"Sekarang bukan saatnya untuk bertengkar." Suara dingin Sasuke menggema. "Sakura ingin kita menyelesaikan semuanya saat ini juga."

Naruto sedikit malu dengan sikapnya tadi. Betapa mudahnya ia terpancing oleh Sasuke. "Gomen. Maafkan aku tadi aku sempat tidak bisa berpikir jernih."

"Hn…"

"…"

"Jadi…" Naruto akhirnya memulai pembicaraan. "Kita mencintai wanita yang sama…" mata birunya menerawang jauh.

"…"

"Hn…"

"Seharusnya aku menyerah sejak awal. Sejak kita masih genin dulu. Sejak dulu aku tahu bahwa Sakura-chan hanya melihatmu seorang. Tapi aku bersikeras untuk tetap memaksakan perasaanku padanya hingga saat kau pergi akhirnya Sakura-chan sedikit demi sedikit mulai melihatku." Naruto menghela napas. "Ahh seandainya saja aku menyerah sejak dulu… rasanya pasti tidak akan sesakit ini…"

Sasuke hanya terdiam. Menunggu Naruto menyelesaikan perkataannya.

"Tapi inilah yang terbaik. Kau sudah menikah dengan Sakura-chan dan aku sudah menikah dengan Hinata." Cengiran Naruto kembali muncul. "Kita berempat tidak akan terjebak pada lingkaran tiada akhir lagi. Semuanya akan berakhir bahagia. Benar kan Sasuke?"

"Kata-katamu puitis sekali. Sebaiknya kau menyusul jejak Jiraiya untuk menulis novel." Entah ini sindiran atau pernyataan serius namun kata-kata Sasuke kali ini sukses membuat Naruto tertawa. "Oh astaga teme! Kau belajar melawak dari mana?"

"Cih." Sasuke mendengus dan menatap Naruto kesal. "Berhenti tertawa."

"Hahahahahaha." Bukannya berhenti, tawa Naruto malah semakin keras.

"Dobe!" tawa Naruto kembali terhenti ketika Sharingan berputar liar dimata Sasuke.

"Ampun Sasuke! Peace! Oke?"

"Huh."

"Lagipula aku merasa tenang jika kau yang menjadi suami dari Sakura-chan. Kalau saja orang seperti Rock Lee yang menikah dengan Sakura-chan mungkin saja aku telah membunuhnya dan menculik Sakura-chan untuk kawin lari." Sesaat Naruto dapat melihat raut wajah Sasuke mengeras. Namun si Uchiha kembali ke raut wajah dinginnya yang biasa.

Naruto mengambil gelasnya dan menyeruput ocha yang ada di dalamnya. "Jadi kau tidak akan ikut dengan kami pulang ke Konoha?"

"Tidak." Sasuke menjawab singkat.

"Benar juga. Para tetua pasti akan menangkap dan memenjarakanmu karena kau masih berstatus sebagai missing nin." Naruto menganggukkan kepalanya. "Tapi tenang saja Sasuke! Jika aku berhasil menjadi Hokage, aku tidak akan membiarkan orang-orang keriput itu berbuat seenaknya!" seru Naruto dengan nada meyakinkan.

"Baka." Sasuke tersenyum tipis.

"Hm.. hmm… ngomong-ngomong Sasuke." Seketika senyuman jahil terpampang di wajah Naruto. "Apakah misi terakhirmu sudah berhasil?"

"?"

"Itu lho, misi yang paling ingin kau selesaikan seumur hidupmu. Selain membalas dendam tentunya."

Wajah Sasuke memerah ketika menyadari maksud dari perkataan Naruto.

"Apa kau sudah berhasil membangun kembali klan Uchiha?" Cengiran Naruto semakin melebar. "Berapa kali kau melakukannya dalam seminggu?"

Sasuke hanya menggeram kesal. Oh astaga, tidak tahukah si baka Naruto ini bahwa hal itu adalah topik pembicaraan terlarang di rumahnya? Bagaimanapun juga si baka ini tidak boleh tahu kalau ia dan Sakura hingga saat ini masih belum melakukan apapun.

"Hn… kau sendiri, bagaimana denganmu? Aku belum melihat adanya calon Uzumaki kecil. Padahal kau sudah menikah jauh lebih dulu daripada aku." Serangan mendadak Sasuke membuat Naruto kehilangan kata-kata. Karena pada kenyataannya ia dan Hinata masih berstatus perjaka dan perawan. Naruto terdiam. Ia mendengus. "Cih. Teme, lihat saja aku pasti akan berhasil lebih dulu. Bagaimanapun aku tidak mau kalah darimu!" Naruto menatap rival sejatinya dengan tatapan menantang.

"Hn." Sasuke tersenyum arogan. "Terserahmulah."

"…"

"Hei, kalian sudah selesai kan?" Kiba tiba-tiba masuk ke ruang tamu tempat Sasuke dan Naruto berada. "Di luar dingin sekali." Keluh Kiba.

"Tentu saja." Naruto segera bangkit berdiri, ia berjalan menyambut Kiba dan yang lainnya untuk bergabung dengan mereka.

Neji, Shikamaru, dan Sai secara otomatis duduk bersebrangan dengan Naruto dan Sasuke sementara Kiba yang baru saja selesai memberi makan Akamaru segera saja mendudukkan dirinya di sebelah Naruto. Tak lama kemudian terdengar suara tawa yang menggema di ruang tamu. Sepertinya Kiba bertingkah bodoh lagi hingga membuat yang lain tertawa terbahak-bahak.

"Kalian pasti lapar kan?" Sakura dengan cekatan mengambil celemeknya yang tergantung di pintu dapur. "Aku dan Hinata akan memasak untuk kalian. Tunggulah." Ujarnya.

Hinata mengikuti Sakura berjalan menuju ke dapur. "Sakura-chan…"

"Hm? Ada apa Hinata?" Sakura masih terlihat sibuk mengeluarkan sayur-sayuran dari dalam kantung belanjanya. Ia menyalakan keran air dan mulai mencuci semuanya. Sementara Hinata masih berdiri diam di sampingnya. Gadis itu terlihat gugup.

"Ano… Sakura-chan aku…"

Sakura menghentikan kegiatannya dan ia menatap Hinata sambil tersenyum. "Semuanya sudah berakhir dengan ending yang bagus kan?"

Hinata terlihat kaget. "Ah ya benar tapi…" –Naruto masih menyimpan perasaan padamu Sakura-chan.

"Hinata…" Sakura meletakkan tangannya pada bahu Hinata. Mata emeraldnya menatap byakugan milik gadis keturunan Hyuuga itu. "Jangan terlalu memikirkan apa yang sudah terjadi. Anggap saja semua itu sebagai pembelajaran agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama." Sakura tersenyum. "Kau dan aku sudah memilih jalan yang berbeda. Aku sudah memilih Sasuke dan kau sudah memilih Naruto. Yang bisa kita lakukan saat ini adalah menikmati apa yang telah kita pilih, bukan menyesalinya."

Kaget dengan perkataan Sakura yang menurutnya luar biasa bijak itu membuat Hinata hanya kembali terdiam.

"Hinata?"

"Tapi Sakura-chan… saat ini Naruto-kun tidak mencintaiku."

Sakura menghela napas kecil sebelum akhirnya berkata. "Mungkin iya. Tapi percayalah Hinata, saat ini kau telah menjadi sosok yang takkan bisa digantikan oleh siapapun di benak Naruto. Perasaannya padamu bukanlah perasaan biasa." Ia menggenggam tangan gadis pemalu itu dan kembali menatap matanya. "Dan aku yakin, tidak akan butuh waktu lama untuk mengubah perasaan itu menjadi perasaan cinta."

Sakura memeluk sahabatnya itu erat. "Saat ini Naruto telah menjadi bagian dari masa laluku. Aku sudah melupakan perasaanku padanya." Ia melepaskan pelukannya perlahan untuk menatap wajah Hinata yang basah karena tergenang air mata. "Aku akan menitipkan sahabatku yang bodoh itu padamu, Hinata." Senyum lembut nan hangat terpampang di wajah Sakura. "Ah, dan karena Naruto itu bodoh dan tidak peka sebaiknya kau segera mengatakan bagaimana perasaanmu secara jelas padanya. Kalau tidak, sampai kapanpun dia tidak akan mengerti."

"Sakura-chan…" Hinata menangis haru. "Arigatou." Ujarnya pelan sambil mengelap air matanya.

"Douiteshimahite." Sakura tersenyum tipis. Ia segera melanjutkan kegiatan memasaknya kembali. "Ayo kita selesaikan pekerjaan kita Hinata. Sepertinya para pria sudah kelaparan."

"Un." Hinata mengangguk pelan sebelum akhirnya mulai membantu Sakura untuk memasak.

.

.

.

Suasana malam hari ini tidak jauh berbeda dari suasana siang harinya. Hanya saja ada suara jangkrik dan suara katak yang saling bersahutan untuk memecah keheningan malam. Kedelapan shinobi Konoha itu telah kembali beristirahat di kamarnya masing-masing. Ada tiga kamar yang terisi di mansion Uchiha yang biasanya sepi itu.

Naruto menatap langit malam dari jendela yang terdapat di kamar yang ditempati dirinya dan Hinata. Mata birunya menerawang jauh sebelum akhirnya ia menghela napas panjang. "Ada apa Naruto-kun?" Hinata bangkit dari futonnya dan berjalan menuju suaminya yang terlihat gelisah itu. Naruto hanya diam, ia tidak bergerak dari posisinya yang tengah duduk bersila di lantai tatami sewarna bambu. Hinata mendudukkan dirinya di samping Naruto. Yukata biru muda yang dipinjamkan Sakura membuatnya terlihat lebih anggun dari biasanya.

Sejenak Naruto memperhatikan gadis pemalu yang ada di sampingnya. Seketika wajahnya memerah. Oh astaga, sejak kapan Hinata berubah menjadi secantik ini?

"Naruto-kun?" byakugannya terlihat bingung. Naruto yang tersadar dari lamunannya segera mengalihkan kepalanya ke arah lain.

"Err… kau terlihat cantik malam ini." Ujarnya malu sambil mengacak rambut blondenya pelan.

BLUSH

Seketika pujian kecil Naruto membuat gadis itu memerah karena malu. "A-a-arigatou…"

"Aah… douiteshimashite…"

Senyuman lebar Naruto seketika membuat degup jantung Hinata semakin menggila.

"Hinata…"

"Ah, eh, ya? Ada apa Naruto-kun?" Hinata yang tersipu kini terlihat seperti orang linglung.

"Terima kasih sudah menemaniku selama ini…" Entah apa yang merasuki Naruto, pemuda itu memberanikan diri menggenggam tangan Hinata. "Terima kasih sudah mau menjadi istriku." Naruto kembali mempersempit jarak mereka. "Terima kasih telah memberiku cinta yang begitu tulus."

Hinata tak dapat berkata-kata. Wajahnya sudah memerah seperti udang rebus. Ia hanya diam menunggu Naruto menyelesaikan perkataannya.

"Pertemuanku dengan Sasuke dan Sakura hari ini telah menydarkanku bahwa sebenarnya Tuhan telah menggariskan takdir kita dengan jelas sejak dulu. Sakura ditakdirkan untuk menjadi milik Sasuke, bukan milikku." Hinata dapat merasakan tangan Naruto yang menggenggamnya bergetar. "Sekarang aku sadar. Aku tidak perlu lagi menyiksa diriku sendiri dengan mengharapkan Sakura." Hinata menatap mata cerulean Naruto dengan lembut. Naruto kembali melanjutkan perkataannya. "Kau telah memberikan cintamu padaku dan aku akan menerimanya dengan senang hati."

"Naruto-kun…"

"Izinkan aku membalas cintamu Hinata." Suara pemuda blonde itu semakin mantap. Ia terdiam sejenak sebelum akhirnya memberanikan dirinya menatap Hinata "Aku mencintaimu."

Tak ada kata-kata yang keluar dari mulut Hinata. Gadis itu hanya menutup mulutnya yang sedikit terbuka karena kaget. Tanpa sadar air mata haru mengalir di wajahnya.

"Eh, kenapa kau menangis Hinata?" Naruto terlihat panik. Ia berusaha menenangkan Hinata yang kini mulai menangis sesenggukan di pelukannya. "Maaf, maaf aku tidak bermaksud…" kata-kata Naruto seketika terhenti ketika gadis itu dengan cepat menyambar bibirnya. Mencium pemuda itu dengan tiba-tiba.

"Hi-hinata?" Masih dengan keterkejutan luar biasa, Naruto meraba bibirnya yang basah. Ia menatap Hinata dengan ekspresi tidak percaya.

"Aku… aku bahagia… terima kasih Naruto-kun… Awalnya kupikir, kupikir kau tidak akan mencintaiku. Kupikir Sakura-lah yang akan mengisi hatimu selamanya. Jadi mendengarmu menyatakan cinta padaku…"

Naruto menarik Hinata ke dalam pelukannya. Ia menatap wajah cantik gadis itu sebelum akhirnya matanya manatap bibir Hinata yang telah menciumnya tadi. Dengan segera ia meraih tengkuk Hinata dan mengarahkan bibir gadis itu ke bibirnya. Hinata yang sekilas terlihat terkejut kini hanya diam menikmati perlakuan suaminya ini. Lama kelamaan ciuman itu berubah menjadi ciuman penuh hasrat. Naruto menggigit bibir bawah Hinata, memaksa gadis itu untuk mengizinkan lidahnya memasuki mulutnya.

Mereka saling bertukar saliva. Saling menggigit, mengecup, menjilat, dan menghisap apa yang berhasil mereka temukan di dalam mulut masing-masing. Naruto semakin memperdalam ciuman mereka tangannya menekan kepala Hinata agar ia dapat mencium gadis itu lebih dalam lagi.

Merasa pasokan oksigen di dalam tubuhnya berkurang, Naruto segera menghentikan ciumannya untuk mengambil napas sebanyak-banyaknya. "HAHH HAAH" Ia menarik napas panjang sama seperti yang dilakukan Hinata yang masih berada dalam dekapannya.

"Na-naruto-kun." Mata Hinata berkabut, bibirnya bengkak, yukatanya berantakan. Naruto yang masih merasa belum puas kembali menarik gadis itu ke pelukannya. Tangannya menarik ikatan obi Hinata hingga terlepas. "Izinkan aku memilikimu malam ini." Bisiknya di telinga Hinata yang dengan sukses membuat telinga gadis itu memerah.

"Ah tapi jangan memberitahu siapapun soal ini ya." Naruto tersenyum. "Sasuke pasti akan membunuhku jika ia tahu aku berbuat hal yang tidak-tidak di rumahnya."

Akhirnya untuk pertama kalinya Naruto benar-benar menjadikan Hinata menjadi seorang wanita seutuhnya. Menyentuh gadisnya, dan melakukan apa yang seharusnya ia lakukan di malam pengantin mereka.

Gomen na Sasuke, sepertinya calon Uzumaki yang akan lahir terlebih dahulu. Maaf aku mendahuluimu.

.

.

.

.

"Grr! Akan kubunuh si Naruto-baka itu!" geram Sasuke. Sharingannya berputar liar tak terkendali. Dari tangan kanannya muncul listrik yang berkilauan, siap untuk menyetrum siapa saja yang mendekatinya. Wajahnya memerah dan napasnya tersengal ketika melihat apa yang telah Naruto lakukan di rumahnya. Oh, salahkan Sharingan miliknya yang dapat melihat dari jarak jauh. Sekalipun kamarnya dan kamar Naruto terletak bersebrangan, Ia dapat melihat dengan jelas apa yang dilakukan oleh pemuda itu.

"Cih, tidak kusangka dia benar-benar menganggap serius taruhan itu!" suaranya tidak terdengar jelas akibat geraman yang muncul bersamaan dengan amarahnya yang memuncak.

"Ada apa Sasuke-kun?" Sakura yang tidak tahu apa-apa terlihat sedikit panik ketika melihat emosi Sasuke yang kembali naik malam ini. Ia mendudukkan dirinya diatas futon sambil menggenggam selimut yang dipakainya dengan erat.

"Tidurlah Sakura." Suara bariton pria itu terdengar berat dan penuh tekanan.

"Tapi, Sasuke-kun…"

"Cepat tidur sebelum aku menidurimu!" ancam Sasuke.

Sakura yang mendengar ancaman itu segera berguling ke samping dan menutup matanya. Dengan ketakutan ia merasakan Sasuke telah berbaring di sebelahnya dan memeluknya dari belakang.

"Sasuke-kun."

"Diam." Sasuke terlihat seperti sedang menahan sesuatu yang menyakitkan. Dalam benaknya masih terbayang bayangan Naruto bersama Hinata tadi. Dan saat ini sepertinya kedua sejoli itu masih melanjutkan kegiatannya. Entah sudah ronde keberapa sekarang. Jujur saat ini Uchiha Sasuke tengah mati-matian menahan nafsunya. Siapa sih yang tidak terangsang setelah melihat adegan mesum secara live?

"Kau berkeringat Sasuke. Napasmu tidak beraturan. Kau sakit?" Ia menyentuh lengan pemuda yang tengah memeluknya dari belakang. Sakura terlihat khawatir. Namun begitu Sakura berusaha membalikkan dirinya menatap Sasuke. Pemuda itu malah menahan gadis itu agar tidak menatap wajahnya. "Sasuke-kun?"

"Tidur!" Cukup satu kata dari Sasuke telah berhasil membuat Sakura menutup mulutnya dan berusaha untuk tidur lebih dulu.

"Ck, dasar hormon sialan."

.

.

.

"Kubunuh kau Uzumaki Naruto! Berani-beraninya kau!" Geram Neji, urat-urat yang berada di sekitar matanya yang berbyakugan mengeras. Ia mengeluarkan katananya dan segera berjalan menuju ke pintu keluar namun segera ditahan oleh Kiba.

"Kau ini kenapa sih Neji?" tanya Kiba panik. "Memangnya apa yang sudah dilakukan Naruto?"

"Aku tidak peduli! Apa yang harus kukatakan pada Hiashi-sama jika mengetahui hal ini?" Dengan emosi ia melempar Kiba yang tadi menghalangi jalannya. "Hinata-sama!"

"Mendokusai" Shikamaru yang sejak tadi diam saja segera mengeluarkan jurus bayangannya untuk menghentikan langkah Neji.

"Apa-apaan kau Shikamaru?!" geram Neji marah.

"Oh, aku hanya ingin menghentikanmu dari perbuatan yang merugikan orang lain." Jelas Shikamaru. "Pertama, saat ini Naruto dan Hinata telah menikah. Kedua, kita berada di mansion milik Uchiha Sasuke. Ketiga, saat ini status kita adalah pendatang di negeri Ame. Harusnya kau tahu apa yang akan terjadi jika kau berbuat kekacauan disini."

"Ugh." Akhirnya Neji terduduk lemas di lantai.

"Hmm… perasaan manusia memang sulit dipahami ya?" gumam Sai. "Kurasa aku harus lebih banyak membaca lagi tentang itu."

"Apa sih yang kalian bicarakan?" Kiba yang memang tidak terlalu pintar rupanya tidak mengerti apa yang telah terjadi sejak tadi. "Ne, ne Shikamaru! Bisa jelaskan padaku?"

"Tidak. Aku mengantuk." Dan belum beberapa detik setelah mengatakan itu, Shikamaru telah terlelap.

"HEEII! Kenapa cuma aku yang tidak mengerti sih?" Teriak Kiba frustasi.

.

.

.

.

"CHIDORI!"

"JYUUKEN!"

BRAKK

Naruto terpental beberapa meter keatas langit sebelum akhirnya jatuh ke tanah dengan suara bedebum keras.

Disana terlihat Hyuuga Neji dan Uchiha Sasuke yang terlihat sangat marah. Rupanya mereka berdua yang menyerang Naruto tanpa ampun tadi. Sementara itu Hinata dan Sakura terlihat sangat panik melihat keadaan Naruto yang hampir saja tak sadarkan diri akibat serangan mendadak itu.

"Naruto!"

"Naruto-kun!"

Kedua gadis itu berlari untuk memeriksa keadaan Naruto. Sementara Shikamaru hanya menghela napas. Merepotkan –pikirnya. Ia menguap lebar, sedikit kesal karena ia harus bangun pagi-pagi dan menghadapi pagi yang berisik seperti ini. Sai hanya terdiam, ia seolah berpikir keras sebelum akhirnya mengeluarkan buku sketsa dan kuas hitamnya. Dengan cekatan ia menggambar pemandangan yang ada di hadapannya dan menuliskan judul diatasnya "Naruto melakukan sesuatu yang berhasil membuat Uchiha Sasuke dan Hyuuga Neji ingin membunuhnya."

Kiba yang sejak semalam tidak mengerti apa yang terjadi hanya bisa melongo. Sejak kapan Sasuke dan Neji bisa bekerja sama? Aku bahkan tidak pernah melihat mereka mengobrol sebelumnya. Pikirnya.

"Argh! Baka-Sasuke! Neji! Apa yang sebenarnya ada di pikiran kalian?" Naruto berusaha bangkit. Hinata dan Sakura masih terlihat panik di samping kiri dan kanannya. "Kau tidak apa-apa Naruto-kun?"

"Kalau saja orang biasa yang terkena serangan tadi, orang itu pasti sudah mati!" Gerutu Naruto. Lukanya dengan cepat mengering akibat chakra kyuubi yang berwarna kemerahan mengalir diatasnya.

"Diam kau Naruto! Beraninya kau melakukan hal itu pada Hinata-sama!" geram Neji bersiap untuk melancarkan serangan keduanya. "Sebaiknya kau tidak menghalangiku Uchiha!" geramnya saat melihat Sasuke melangkah ke depan.

"Tidak. Silakan hajar dia sesukamu Neji." Sasuke mendengus. "Orang yang sudah mengotori rumahku harus merasakan akibatnya."

"AMPUN!" Naruto terlihat panik ketika melihat Neji mulai memfokuskan seluruh chakranya ke telapak tangannya. "GYAA! Aku benar-benar bisa mati!" Ia berlari ke balik tubuh Hinata dan Sakura. Berusaha mencari perlindungan.

"Sudah cukup!" Shikamaru mengeluarkan jurus bayangannya sehingga Sasuke dan Neji tidak dapat bergerak.

"Merepotkan. Kenapa aku harus mengeluarkan jurus bayangan sepagi ini?" gerutunya.

"Shikamaru-san, sebaiknya kita harus segera membawa Naruto pulang sebelum kekacauan besar terjadi lagi." Sai tiba-tiba saja angkat bicara.

"Kau benar, Sai." Shikamaru masih belum melepaskan jurus bayangannya dari Sasuke dan Neji. Ia menggerakkan tangannya memberi sinyal pada Naruto untuk mendekat kearahnya.

Naruto dengan patuh berjalan menuju Shikamaru, berlindung di balik ninja jenius itu. Sementara Neji dan Sasuke masih menatapnya tajam. "Kami akan pulang ke Konoha. Tsunade-sama pasti sudah khawatir." Merasa situasi sudah lebih terkendali, Shikamaru melepaskan jurus bayangannya dari Neji dan Sasuke.

"Ah, sampaikan salamku pada Tsunade-shishou." Sakura tersenyum. Ia berjalan mendekati Sasuke. "Kami sangat berharap agar kalian bisa datang kembali kesini." Ia melirik Sasuke. "Ya kan Sasuke-kun?"

"Cih." Pemuda itu hanya mendengus dan mengalihkan pandangannya kearah lain. "Tidak usah. Aku sudah cukup direpotkan oleh si bodoh Naruto."

"Hahaha. Ternyata tim tujuh memang sangat akrab ya. Sayang sekali Kakashi-sensei tidak dapat bergabung dengan kami." Kiba tertawa kecil.

"Tidak perlu mengajak sensei pervert itu kesini."

"Oh aku baru tahu ternyata Sasuke yang selama ini selalu terlihat cool itu ternyata banyak bicara juga." Gumam Sai sambil tersenyum.

"Sudah-sudah. Ayo cepat kita pulang." Shikamaru memerintahkan teman-temannya untuk mengikutinya. "Jaa na, Sakura, Sasuke!" Kiba, Naruto, Neji, Sai, dan Hinata melambaikan tangannya pada Sakura dan Sasuke dan pergi menjauhi mansion Uchiha.

"Jaa!" Sakura membalas lambaian tangan mereka sementara Sasuke dengan malas kembali ke dalam mansionnya. "Sasuke-kun! Chotto matte!"

Dengan tergesa ia menyusul Sasuke. "Ada apa?"

"Tak ada apa-apa." Sasuke menggeleng pelan. Ia menyeringai "Hanya lega karena akhirnya hanya kita berdua disini."

"He?" Sakura tidak mengerti. Entah kenapa ia merasakan bulu kuduknya meremang. Ia mundur beberapa langkah dari tempatnya ketika melihat Sasuke berjalan menuju kearahnya dan menghimpitnya ke dinding.

"Sudah saatnya aku menyelesaikan misi terakhirku membangun kembali klan Uchiha." Seringainya semakin melebar. Sakura hanya terdiam membatu. Wajahnya memerah "Sas…" Sebelum ia menyelesaikan kalimatnya Sasuke telah menyerang bibirnya dengan ganas. Menciumnya tanpa ampun.

Oh… gawat. Sepertinya sang singa sudah terbangun dari tidurnya.

Dan Sakura hanya dapat berharap semoga ia dapat berjalan normal keesokan harinya.

-OWARI-


Yatta! akhirnya fanfiksi ini berakhir juga... hutang saya telah terbayar, yeaay!

Gimana? gimana? Maaf kalau endingnya tidak sesuai dengan ekspektasi kalian. Tidak ada pertarungan super heboh ataupun adegan romantis SasuSaku yang gimana gitu di chapter ini. Bagaimanapun konflik mereka harus diakhiri, itulah sebabnya saya buat penyelesaian konflik diantara tim tujuh dan Hinata. Pada awalnya saya sempat menulis adegan lemon NaruHina, namun ketika saya membaca ulang lagi adegan itu saya jadi ngeri sendiri selain itu saya juga mengalami kesulitan untuk membuat adegan lemon untuk SasuSaku. Akhirnya setelah pergolakan batin yang panjang (lebay) saya memutuskan untuk menghilangkan adegan tersebut agar esensi dari cerita ini tidak berkurang. Terkadang penulisan lemon atau lime yang terlalu vulgar dapat merusak alur atau feel dari cerita itu sendiri.

Oh, dan ada beberapa reviewer yang mengira adegan Hinata terbunuh itu benar terjadi dan bahkan ada yang berekspektasi bahwa yang membunuh Hinata itu adalah Sasuke. Woah, imajinasi saya belum sampai kesitu. Hingga saat ini saya belum berhasil membuat karakter Sasuke yang bener-bener jahat gimana gitu. Wah maafkan saya karena membuat teman-teman pembaca menjadi bingung pada chapter 10 (eh 10 bukan sih?)

Pada chapter terakhir ini saya akan menjawab semua pertanyaan yang diajukan reviewers yang telah setia mereview fanfiksi ini.

QA Section:

NururuFauziaa chapter 13 . Jan 31, 2014
Q: apa nanti bertarung dgn sengit kayak di valley of the end?
A: wah saya ga kepikiran sampai kesitu malah. Gomen na Nururu-san kalau akhir dari cerita ini tidak sesuai dengan ekspektasi Nururu-san.

Benrina Shinju. chapter 13. Jan 25, 2014
Q: Bukannya Mizukage itu pemimpin Kirigakure, ya?
A: Ah iya benar, Mizukage itu pemimpin Kirigakure. Hehe maafkan kesalahan saya. Jujur saja saya sempat ga ngikutin manga Naruto sekitaran chapter 500 sampai 600an jadi saya ga begitu ngeh sama pemimpin aliansi lima negara itu. Salah saya sih karena saya tidak mencari tahu tentang Mizukage. Maaf yaa.. terima kasih atas pemberitahuannya. Anggap aja di fanfiksi ini Mizu-kage itu pemimpin Ame-gakure hehe.

minyak tanah. chapter 13. Jan 23, 2014

Q: ini ga adil buat hinata
A: Nah kalau endingnya begini sudah adil kan untuk Hinata :D

Himawari no AzukaYuri. chapter 10 Jul 3, 2013
Q: Bagian akhirnya dimulai dari Sakura siuman mungkin agak rush
A: Saya percepat bagian itu karena itu semua hanya ilusi, kalau saya perpanjang lagi alur disitu entah pada chapter berapa fanfiksi ini baru bisa tamat. Tapi mungkin karena rush, pada bagian itu feelnya sedikit berkurang ya? Maaf ya. Terima kasih atas pemberitahuannya Himawari-san :)

Guest. chapter 10 Jul 4, 2013
Q: Sebel sama Naruto yang gak peduli sama Hinata, sebel juga sama Sakura yang egois.
A: Naruto bukannya ga peduli sama Hinata, dia cuma masih bingung aja sebenarnya Naruto itu sayang loh sama Hinata :)
Sakura ga egois kok, makanya dia ngerelain Naruto nikah sama Hinata.

Special thanks for:

Juvia Hanaka,

Kumada Chiyu,

sakakibaraarisa,

ongkitang,

iya baka-san,

Aozora Straw,

Khaylila Paradis,

rifasalsah,

Zezorena,

Hana Kumiko,

aguma,

hanazono yuri,

zhaErza,

Juvia Hanaka,

Retno UchiHaruno,

GwendyMary,

miss chery24,

Always Sasusaku19,

Aulia Si Lia,

Elang23,

Raka,

Shin 41,

ratih,

Kurusano Zana,

sone uchiha,

guest,

Annisa009,

VeyHimeko Shafa,

VQ69momoy,

azoela uchiha,

Alifa Cherry Blossom,

Merrychibi2,

Sabaku no Zazu

Sebenarnya ada banyak lagi pertanyaan yang belum terjawab. (yah inilah akibatnya kalau hobi menumpuk pertanyaan dan baru mencoba untuk menjawab di akhir) tapi karena koneksi internet yang menyedihkan, saya terpaksa akhiri disini.

Terima kasih buat semuanya yang telah rela membaca dan mengikuti fanfiksi saya! Saran dan kritik saya terima, flame pun saya terima asalkan alasannya logis dan masuk akal. Jujur saja saya lebih menyukai kritikan dan saran yang membangun dibandingkan hanya sekedar tulisan yang menyuruh saya untuk melanjutkan fanfiksi (bukan berarti saya tidak menyukainya akan tetapi saya akan lebih merasa grateful jika ada reviewer yang berbaik hati mau mengoreksi fanfiksi saya dan memberikan saran kepada saya agar saya bisa menjadi lebih baik lagi.

Sampai jumpa di karya saya yang lain!