Kembali pada SasuHina pair! Yay!
Ini pair paling fav saya. Ya udah deh~
(Perasaan saya selalu ngomong yaudah, yasudah ato ya skitar itu lah.)
"Aku akan menikahinya Ayah."
"Apa? Kau ingin melawanku?"
"Aku tidak bermaksud melawan Ayah tapi, aku mencintai dia."
"Sudah berapa kali ku bilang Uchiha Sasuke! Kau tidak boleh berhubungan dengannya!"
"Apa hanya karena dia berasal dari orang miskin? Sakura sekarang bahkan bisa memutar balikkan keadaan keluarganya."
"Diam kau! Kau tak usah tahu alasanku tidak menerima gadis itu!"
"Lalu ayah maunya bagaimana? Aku mencintainya dan sudah saatnya aku menikah. Aku sudah cukup dewasa."
"Aku akan mencarikan penggantinya."
"Tapi ayah."
"Diam! Kembalilah kekamarmu dan ingat! Kalau kau masih berhubungan dengannya, kau akan tahu apa yang akan aku lakukan padanya!."
…
…..
…
…..
Di dalam sebuah kamar yang luas. Dan penuh dengan foto-foto seorang pria yang sedang berpose layaknya seorang model. Seorang Uchiha bungsu, yaitu Uchiha Sasuke kini sedang meratapi nasibnya.
Uchiha Sasuke yang berprofesi sebagai Aktor ternama, kini meratapi nasibnya. Ia hendak menikahi gadis pilihannya Haruno Sakura yang sudah ia kencani selama 3 tahun. Sakura sendiri adalah seorang Aktris yang sering kali menjadi lawan main Sasuke dalam filmnya.
Hal itupun membuat kedua orang itu saling jatuh cinta dan memulai perjalanan mereka sebagai sepasang kekasih selama 3 tahun.
Namun sayang, sang Ayah dari si Aktor tidak mengijinkannya. Entah apa alasan sang ayah tidak mengijinkannya. Sasuke benar-benar tidak tahu.
"Sial."
Air mata keluar dari kedua matanya. Ia mengacak-ngacak rambutnya hingga berantakan dan jatuh bersujud di bawah.
Kemudia ia berdiri dan berjalan, lalu membanting semua benda-benda di sekelilingnya.
Ia pukul cermin di depannya dengan tangan kanannya dan menimbulkan luka di tangannya.
Namun rasa sakit di tangannya tidak sebanding dengan apa yang hatinya rasakan. Dirinya benar-benar takut tidak bisa hidup bersama kekasihnya yang sangat ia cintai itu.
"Sakura, maafkan aku."
…
…..
…
…
…..
"Kak neji! Aku pergi dulu!"
"Hati-hati Hinata."
Seorang gadis dengan semangatnya mengayuh sepedanya dengan kencang. Senyuman tak berhenti ia sunggingkan di wajahnya. Dengan ceria ia mengucapkan selamat pagi kepada orang-orang yang sudah tidak asing dengannya.
Hyuga Hinata nama gadis itu. Gadis muda berumur 20 tahun yang kini bekerja sebagai pengurus anak-anak panti asuhan. Kesukaanya terhadap anak kecil dan juga karma ia merupakan anak yatim piatu pula lah yang membuatnya memutuskan untuk membantu dan berbagi kasih kepada anak-anak disana.
"Itu kak Hinata!"
"Kak Hinata datang!"
"Kakak!"
Segerombolan anak kecil yang manis dan imut menyambut kedatangan Hinata saat mereka melihat gadis itu sampai di tempat mereka.
Dengan ceria dan semangatnya, mereka memeluk gadis itu saat ia turun dari sepedanya.
"Aduh, aduh. Ada apa ini?" Hinata merasa senang dan bahagia atas perlakuan adik-adik kecilnya yang kini tengah memeluknya.
"Kita semua rindu kakak!"
"Hm? Kok bisa? Kakak kan kemarin juga ada."
"Kami rindu kakak walau hanya di tinggal 1 jam saja!" Jawab seorang anak laki-laki sekitar berumur 5 tahun dan berambut coklat.
"Hehehe. Iya kakak juga sangat rindu dengan kalian!"
"Kita sayang Kak Hinata!"
"Kakak juga sayang kalian semua! Nah sudah pada sarapan belum?"
"Belum!"
"Kok belum?"
"Kita mau makan sarapan bareng kakak!" jawab anak-anak kecil itu bersamaan.
"Iya, ayo kita makan." Hinata lalu mengajak anak-anak itu memasuki ruangan. Dan setelah itu ia mendapati sang Ibu kepala panti melihatnya denga tersenyum.
"Anak-anak, sana masuk ke ruang makan duluan, nanti kakak menyusul."
"Iya!"
Anak-anak yatim piatu itu segera berlari memasuki ruang makan. Sedangkan Hinata mendekati ibu kepala panti yang tengah menatapnya.
"Selamat pagi Tsunade-sama."
"Pagi Hinata, seperti biasa anak-anak itu semangat sekali melihatmu."
"Hahaha, saya juga tidak tahu kenapa mereka sebegitu menyukai saya."
"Mereka sepertinya sangat menyayangimu. Sepertinya mereka akan histeris bila melihatmu menikah."
"Anda bisa saja Tsunade-sama."
"Aku juga mungkin akan merasakan hal yang sama bila kau menikah Hinata. Aku harap kau tidak menikah secepatnya."
"Saya tidak berencana seperti itu, saya senang sekali disini dan saya tidak mau meninggalkan mereka. Mereka sudah saya anggap seperti anak saya sendiri."
"Hinata, selain cantik kau baik sekali. Umurmu masih muda tapi sifat keibuanmu itulah yang sangat aku sukai."
"Terima kasih Tsunade-sama."
"Nah sudah saatnya kita memberikan sarapan."
"Baik."
….
…..
….
…..
…..
"Kita putus."
"A..apa? kenapa?"
"Aku sudah tak menginginkanmu. Pergi!"
"Kau bercanda!" Gadis itu lalu menarik lengan sang pria yang kini memunggunginya.
"A..aku masih mencintaimu."
"Aku tidak. Pergilah dan jangan pernah menemuiku lagi"
"Cut! Ya bagus! Sekarang kalian boleh beristirahat dan pulang. Sampai jumpa besok, dan terima kasih atas kerjasamanya."
Sasuke berjalan kearah tempat duduk dan mengambil minumannya yang tergeletak di sana. Para kru mengambil kain dan mengelap wajahnya. Saat ia menghabiskan minumannya, sang lawan mainnya tak lain kekasihnya Sakura menghampirinya.
"Sasuke." Ucapnya sambil menepuk bahu kekasihnya itu.
"Hn."
"Tahu tidak, aku takut sekali kejadian yang baru saja kita perankan akan jadi kenyataaan."
Sasuke terdiam dan mulai membereskan-barang-barangnya.
"Kok diam?" tanya Sakura heran.
Sasuke menghela napas dan menggenggam pundak Sakura di hadapannya.
"Sakura, ada yang ingin kubicarakan denganmu."
"Apa?"
Sasuke melepaskan genggamannya dan menghela napas. Sungguh berat hal ini ia lakukan. Ia sangat takut perkataanya ini akan melukai Sakura.
"Sebenarnya."
"Apa? Bilang saja."
"Sebenarnya aku ingin…"
"Hm?"
Sasuke kembali menhela napasnya dan memtuskan untuk membelakangi gadis yang ia cintai.
"Maafkan aku Sakura."
"Maaf untuk apa?"
"Maaf kan aku, sebaiknya kita akhir saja hubungan kita sampai di sini."
"A..apa? kau bercanda kan Sasuke?"
Sakura berjalan dan menghadapkan dirinya di depan Sasuke yang kini tengah mnunduk.
Matanya semakin berkaca-kaca setelah melihat kekasihnya tersebut menangis.
"S..sasuke, ap..apa salahku? Ke..kenapa?"
"Maafkan aku Sakura. Lebih baik kau lupakan aku." Jawab Sasuke sambil menyentuh pipi gadis itu.
"Ke..kenapa? apa ayahmu melarang hubungan kita lagi?"
Sasuke hanya bisa terdiam, ia takut akan ancaman ayahnya.
"Sakura, lupakan aku dan kau bisa mendapatkan pria yang lebih baik dari diriku."
Sasuke lalu pergi dam mengambil jacketnya yang ada di kursi dan meninggalkan Sakura yang kini duduk dan menangis kepergiannya.
…
…
…..
….
…..
"Dari mana saja kau?"
"Bukan urusan ayah." Jawab Sasuke tanpa menatap ayahnya yang kini berdiri di depannya sambil bekacak pinggang.
"Apa kau bilang?" teriak Fugaku sang Ayah.
"Anata, sabarlah. Sasuke, kau lelah nak? Ingin ibu bawakan minuman?"
"Tidak usah bu."
"Tunggu, bagaimana dengan gadis itu. Apa sudah kau lakukan apa yang aku perintahkan?"
Sasuke menghentikan langkahnya dan menatap ayahnya dengan tatapan dingin. Mulutnya tersenyum sinis.
"Aku sudah memutuskannya. Apa lagi yang kau mau?"
"Bagus. Aku akan memberimu penggantinya."
"Terserah. Aku tidak perduli. Toh sampai mati hidupku akan diatur olehmu."
Sasuke lalu meninggalkan kedua orang tuanya dan langsung memasuki kamarnya.
…..
…..
" Kakak! Lihat! Itu Uchiha Sasuke!"
Seorang gadis berumur 14 tahun menunjuk kearah tv yang saat ini sedang menyiarkan berita atau info tentang artis-artis ternama.
"Mana?" tanya Hinata.
"Itu, itu! Katanya dia putus sama Haruno Sakura itu loh." Jawab gadis bernama Ritsu itu.
"P..putus? kok bisa?"
"Hehehe..kakak pasti senang kan?"
"Se..senang bagaimana? Ritsu ada-ada saja."
"Aku tahu kalau kakak itu fans berat Sasuke! Iya kan?"
"M..mana mungkin?"
"Ritsu, jangan menggoda Hinata." Ucap Tsunade.
"Tapi benar loh Bu, saat ada kabar Sasuke itu berpacaran dengan Sakura, kak Hinata sampai menangis-nangis tidak rela loh!"
"T..tidak kok." Jawab Hinata sambil mengeluarkan semburat merah di wajahnya.
"Sudah, sudah." Jawab Tsunade sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang datang ke panti asuhan tempat Hinata bekerja. Mobil sedan hitam yang mengkilat dan plat mobil yang sudah di kenal Tsunade, Hinata dan anak-anak panti membuat seisi panti keluar untuk menyambutnya.
"Itu pasti Tante cantik dan Om cakep!" teriak seorang anak.
Anak-anak panti kemudian keluar dan berbaris untuk menyambut kedatangan orang tersebut.
"Selamat siang Tante! Selamat Siang Om!" Ucap anak-anak itu dengan serentak.
Si Om tersenyum melihatnya, sedang si Tante berjongkok dan menyanjarkan dirinya dengan anak-anak itu.
"Selamat siang anak-anakku yang manis. Semangat sekali hari ini."
"Iya dong! Soalnya Tante cantik datang terus kemari." Jawab seorang bocah perempuan.
"Terima kasih Mio-chan, Mio-chan juga cantik kok."
"Ah Tuan dan Nyonya, ada apa kalian datang kemari?" Tanya Tsunade kepada kedua orang itu.
"Hinata ada?" tanya Nyonya itu.
Datanglah Hinata menuju pasangan suami-istri paruh baya itu dan langsung membungkukkan badannya.
"Apa kabar Om, Tante"
"Baik, bagaimana kalau kita berbicara sebentar."
"Ada hal penting yang ingin kami sampaikan kepadamu, Hinata." Jawab Om.
Hinata, lalu mempersilahkan mereka berdua masuk. Kemudian mereka berempat termasuk Tsunade duduk saling berhadapan."
"Ada apa ya? Sepertinya penting sekali." Tanya Tsunade.
"Begini, tujuan kami datang kemari adalah untuk melamar Hinata." Jawab Om itu.
"Me..melamar?"
"Iya Hinata-chan. Kamu mau ya?"
"Melamar, maksud anda?" tanya Tsunade Heran.
"Ehm. Saya melamar Hinata untuk putra saya. Saya yakin Hinata lah yang sangat cocok untuk putra saya."
"T..tsunade-sama."
"Mungkin ini semua butuh persetujuan dari Hinata dan Kakaknya sendiri. Saya sendiri masih membutuhkannya. Bukan hanya saya tapi anak-anak ini juga."
"S..saya belum siap untuk menikah, Om, Tante. Kami berterimakasih atas bantuan kalian pada panti ini tapi…"
"Kamu tidak mau meninggalkan anak-anak panti ya?"
"I..iya Tante."
"Untuk masalah itu tidak perlu kau takutkan. Meski nanti kau sudah menikah dengan putraku, kau akan tetap bisa menemani anak-anak ini."
"T..tapi Kakak saya.."
"Kami akan mengunjungi kakakmu. Apa dia sekarang ada di rumah?"
"I..iya."
"Kalau begitu antarkan kami."
….
….
…..
"Jadi, tujuan anda adalah hendak melamar adik saya, begitu?"
"Benar sekali."
Neji menghela napasnya dan menegok kearah Hinata yang duduk disampingnya. Adiknya tersebut tidak mengucapakan sepatah kata pun dan hanya menunduk malu.
"Hinata, kamu mau?"
"A..apa?"
Neji kembali menghela napasnya dan kini matanya menatap tajam pada pria paruh baya yang melamar adiknya untuk putranya tersebut.
"Bolehkah saya tahu, apa alasan anda menginginkan adik saya menjadi menantu anda?"
Pria paruh baya itu dan istrinya saling menatap dan kemudian menyunggingkan senyuman yang ramah kepada Neji si kakak yang masih mengerutkan dahinya.
"Alasannya adalah, Kami sangat sayang dengan Hinata."
"Sayang? Hinata bukanlah siapa-siapa kalian." Ucap Neji tegas.
"Hinata memang bukan siapa-siapa kami. Kami bahkan bertemu di panti asuhan tempatnya bekerja." Jawab istri dari pria tersebut.
"Sifatnya yang tulus dan kasih sayangnya yang bagaikan seorang ibu itulah yang membuat kami ingin menjadikannya sebagai seorang menantu." Lanjutnya.
Hinata tersipu malu. Dia tidak menyangka alasan mereka melamarnya sesederhana itu.
"T..tapi Om,Tante, s..saya tidak kenal putra kalian. Bagaimana bisa saya menikah dengan anak kalian. B..bukannya saya tidak mau t..tapi."
"Masalah perasaan ya? Itu hal yang mudah, aku yakin kau pasti menyukai anakku" jawab wanita itu.
"Lalu dimana putra anda berdua? Dia tidak kemari?" tanya Neji.
"Dia sibuk, pekerjaanya padat."jawab pria paruh baya tersebut.
Neji kembali menatap Hinata yag menunduk. Dia merangkul pundak adiknya dan mengelusnya.
"Hinata, kalau kau bersedia, akupun tidak bisa apa-apa."
Hinata terdiam dan memikirkannya. Jujur saja ia merasa tidak enak apabila menolak tawaran kedua orang itu. Mereka berdua sudah ia anggap sebagai keluarga. Mereka berdua juga sudah dianggap sebagai orang tuanya sendiri.
Apalagi mereka sangat berbaik hati selalu memberikan sumbangan kepada panti. Dan keramahan mereka akan anak-anak itulah yang membuat Hinata sayang pada mereka.
"S..saya, bersedia."
"Syukurlah Hinata." Wanita itu kemudian memeluk Hinata dengan erat.
"Lalu kapan acara pernikahan dimulai?"
"Besok Lusa."
…..
…
…
….
…..
…..
…..
"Apa? Besok lusa? Kalian ini benar-benar seenaknya!"
"Sasuke, ini supaya kau bisa cepat melupakan gadis Haruno itu!" Bentak Fugaku.
"Aku tidak mengerti apa pikiran yang ada di dalam otak Ayah. Sesudah kau memaksaku untuk memutuskan Sakura, sekarang kau pun dengan seenaknya menentukan hari pernikahanku dengan gadis yang sama sekali tidak aku kenal. Ayah benar-benar keterlaluan!"
"Aku melakukan ini untukmu Sasuke. Kenapa dari dulu kau tidak mau menuruti perintahku! Kau ingin aku mati?"
"Bukan itu masalahnya Ayah! Kau itu sudah seenaknya!"
"Aku bertindak seperti ini karena aku sayang padamu! Hanya ini permintaanku!"
"Aku akan pergi!" jawab Sasuke sambil berjalan menuju pintu depan.
"Sasuke! Sasuke! Sa…"
"Ayah! Ayah! Sasuke, Ayah!
Sasuke menoleh kebelakang dan menemukan ayahnya tergeletak pingsan sambil di rangkul ibunya yang menangis. Matanya terbelalak dan raut mukanya yang sedari tadi marah menajdi khawatir. Ia pun berlari menuju ayahnya.
"Ayah! Ayah bangun! Ibu Ayah kenapa?"
"Telepon ambulan Sasuke! Cepat!" Teriak Mikoto sambil menangis.
…
…..
…..
…..
…..
…
Seorang Dokter berambut silver yang wajahnya di tutupi masker, memeriksa tubuh seorang pria yang saat ini hilang kesadarannya. Istri dan putra dari si pria yang kini tertidur tersebut menangis penuh rasa khawatir.
"Bagaimana keadaan suami saya dokter?"
Dengan mata yang menyipit yang menandakan wajah dokter itu tersenyum, ia menurunkan stetoskopnya ke lehernya.
"Suami anda sedang tertekan mentalnya nyonya."
Tertekan? Sasuke merasa bingung. Mental ayahnya tertekan? Bukankha harusnya dia yang tertekan.
"Dokter bilang, Ayah saya tertekan?"
"Iya, untuk saat ini kalian harus menjaga perasaannya, karena apabila dia kembali stress atau mengamuk, maka hal itu bisa menyerang jantungnya. Saya periksa juga bahwa ayah anda tekanan darahnya naik dibandingkan bulan lalu."
"Jadi kami harus bagaimana dokter?" tanya Mikoto khawatir.
"Kalian jaga saja makanannya dan perasaannya. Saya tidak tahu masalah apa yang sedang kalian hadapi tapi tolong, saat ini hargai perasaanya. Saya permisi dulu."
Dokter muda bernama Kakashi itu akhirnya pergi meninggalkan mereka. Mikoto menatap suaminya yang terbaring dan duduk di sampingnya. Ia mengelus-elus tangan suaminya. Dan menatap Sasuke yang masih berdiri menatap ayahnya.
"Sasuke.."
Sasuke menatap ibunya dengan kebingungan. Dan duduk menghadap ibunya dengan tatapan menyesal.
"Ibu, apa yang harus aku lakukan?" tanya Sasuke sambil menundukan wajahnya. Ia memang tidak ingin diatur ayahnya tapi ia tidak mau menjadi anak durhaka yang bisa membawa maut kepada Ayahnya.
"Turutilah keinginan ayahmu."
"Memangnya apa salah Sakura Mom?"
Mikoto tersenyum dan mengelus kepala anak bungsunya. Anak sulungnya Itachi kini sedang ada di luar negeri bersama istri dan anak pertamanya yang masih berumur 3 tahun.
"Sakura tidak salah apa-apa nak."
"Lalu kenapa Ayah sangat membencinya Mom?
"Sebenarnya…"
"Sa..Sasuke.."
Fugaku terbangun dari tidurnya. Ia memanggil putranya. Sasuke yang mendengar suara Ayahnya yang terbata-bata segera menggengam tangan Ayahnya.
"Aku disini Ayah."
"Sasuke, aku mohon, menikahlah dengan gadis pilihanku. Aku ingin kau bahagia bersamanya sebelum aku.."
"Ayah, jangan banyak bicara dulu. Istirahat saja dulu." Sahut Mikoto.
"Aku akan menuruti ayah. Asalkan Ayah tidak pergi meninggalkan kami."
"B..benarkah itu anakku?"
Sasuke mengangguk dengan pelan. Dia terpaksa menuruti keinginan ayahnya. Walau Sasuke adalah anak yang terlihat sombong dan acuh tak acuh. Dia sangat menyayangi Ayahnya. Ayahnya yang banyak memberikan pelajaran berarti untuknya. Ayahnya yang mendukung untuk bisa menjadi seorang actor.
….
….
….
Seorang gadis muda berdiri depan cermin, menatap sosok dirinya yang kini memakai gaun pengantin putih mewah. Rambut hitam panjangnya berhiaskan Tiara yang terpasang di atas kepalanya.
Saat ia masih meandang sosoknya di depan cermin. Masuklah seorang wanita yang sangat ia kenal memeluk tangan kanannya dan mengelus rambut panjangnya yang terurai.
Wanita itu tersenyum dan menangis bahagia melihat gadis di sampingnya begitu cantik dan anggun itu akan segera menikah.
"Tsunade-sama."
"Hinata, kau cantik sekali nak."
"Terima kasih Tsunade-sama."
"Kau sudah bertemu dengan calon suamimu?"
Hinata menunduk dan menggeleng pelan. Sampai saat ini dia belum pernah bertemu dengan pria calon suaminya itu. Hinata merasa takut, tapi entah kenapa ucapan calon ibu mertuanya yang menyatakan bahwa Hinata pasti akan mencintainya membuat rasa takut itu menghilang.
"Aku belum bertemu dengannya.."
"Aku penasaran seperti apa rupa putra mereka. Aku yakin putra mereka sangat tampan."
Hinata tersenyum. Dirinya gugup karena dalam waktu setengah jam lagi ia akan segera melaksanakan upacara pernikahan dirinya dengan pria yang belum ia ketahui.
…..
…
…
…..
Acara pernikahan dimulai. Hinata berjalan perlahan menuju altar. Ia melihat sebuah sosok pria yang sudah pasti dia adalah calon suaminya. Ia terus berjalan. Jantungnya berdegup kencang. Kakinya yang lemas ia paksakan berjalan.
Sesampainya ia di depan altar dan tepat di samping calon suaminya. Hinata tidak berani menatap wajah calon suaminya yang menurut Hinata sendiri sepertinya tinggi dan berbadan tegap.
"Uchiha Sasuke, Apakah kau bersedia hidup bersama Hyuuga Hinata sebagai istrimu dalam suka maupun duka,dalam senang atupun susah?
"Saya bersedia."
Hinata tersontak kaget sambil menundukkan kepalanya. Baru saja ia mendengar nama actor kesukaannya. Ia merasa dirinya sedang berimajinasi. Dan ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Hyuuga Hinata apa kau bersedia gidup bersama Uchiha Sasuke sebagai pendamping hidupmu dalam suka maupun duka, dalam senang ataupun susah?"
"S..sasuke Uchiha?"
"Hyuuga Hinata, sekali lagi.."
"S..sa..saya bersedia." Jawab Hinata masih menunduk.
"Dengan ini saya nyatakan kalian sebagai suami istri" ucap pendeta.
Hinata terbelalak ketika tangannya di genggam oleh pria yang sudah menjadi suaminya. Tanpa berani menatap wajah suaminya. Jari manisnya dipasangkan sebuah cincin, begitu juga sebaliknya walau saat Hinata memasangkan cincin di jari suaminya ia tetap menunduk dengan tangan gemetaran.
"Sekarang kalian boleh berciuman."
Hinata semakin gugup. Mau tidak mau sudah saatnya ia melihat seperti apa rupa suaminya. Dengan wajah yang menunduk, perlahan ada sebuah tangan besar yang mengangkat wajahnya dan dengan seketika itu pula, bibir mereka bertemu untuk pertama kalinya.
Hinata melebarkan kedua matanya saat ia melihat wajah suaminya yang kini menciumnya. Dirinya tidak percaya, dengan apa yang ia lihat. Ternyata sebuah nama yang Hinata dengar dari tadi bukanlah subuah imajinasi semata melainkan nyata.
"U..Uchiha…S..Sasuke….."
TBC
Yo Minna-san
Saya mau minta maaf karena kali ini pasti amat sangat banyak miss typonya
maklum saya ga sempet edit dan terburu2 mempublish
soalnya gak tau kapan bakal ol lagi
saya mau ujian tes masuk heuheu..saya dah kuliah sih cuman saya mau ikut tes lagi
mohon doanya ya supaya saya lulus dan bisa ambil study ke jpg
hoho
Mohon reviewnya. saya sangat bahagia di review loh ^^
Makasih
Salam Hangat
Nao-shi