Chapter two: Souvenir from Russia to Germany

Warning: First, A lil' bit (sure?) OCCness of Germany. Next, I'd like to stress something here. It's not humor fic. It's parody. Parody doesn't mean to be humor and vice versa. So, don't blame me if you don't find anything funny in this fic. Tapi, bukan berarti saya bilang bahwa tidak akan pernah ada humor di sini. Mungkin ada, tetapi tidak akan se-wah atau se-hore humor yang kalian temukan di fiksi humor saya yang lain *ehem! Promo dikit* Fiksi ini pada awalnya memang saya buat untuk menceritakan sejarah yang unik, kok. Dan gak semua yang unik itu lucu, kan? Well, bisa saja chapter depan saya bikin sejarah dengan tema lemon antara Hitler dan Mus- *keburu dilinder tank*

Oke, happy reading.

No matter how much I love Ivan Braginski, He's Hidekaz Himaruya's. Still is.

Ivan dengan gemas mengemudikan pesawatnya yang melaju kencang. Di belakangnya, pesawat dari Ludwig menembaki pesawatnya dengan membabi buta, tak peduli sekalipun pesawat Russia sudah mulai memercikan kobarak api di ekor pesawat dan sebelah sayapnya telah patah.

Ivan mengemudikan pesawatnya dengan tegang, sekalipun wajahnya yang imut-imut itu –yeah, pandangan subjektif Author, fyi- tetap tampak, seolah tak menghiraukan maut yang akan datang menjelang.

Well, mungkin itu karena maut sendiri udah ketir-ketir jika mencabut nyawa Ivan? Ingatlah soal kursi-konyol-pencabut-nyawa-tetapi-kok-emang-benar-benar-bisa-membunuh bernama Busby milik seorang makhluk Tuhan dengan ali- well, jangan menyangkutpautkan anatomi fisik. Itu adalah karunia Tuhan. Sekalipun alis Arthur itu selebat hutan milik Indonesia (yang ironisnya fakta memperlihatkan bahwa hutan Indonesia telah gundul disaat yang sama alis Arthur masih tetap lebat dan subur), namun tetap saja, itu tetap alis! Oke, tidak nyambung.

Balik lagi. Nyatanya, kursi yang kata Arthur keramat itu, toh pada akhirnya lebih memilih untuk bunuh diri daripada membunuh nyawa dari sang Soviet, da?

Bali lagi. Ehem!

Ivan masih mengemudikan pesawatnya. Ia tahu, sebentar lagi ia akan jatuh. Bukan karena pesawatnya kini bahkan telah kehilangan dua sayap dan ekornya. Bukan pula karena pesawat-pesawat Jerman yang dipimpin oleh Ludwig telah mengepungnya di belakang sana.

Namun karena saat itu pesawat Ivan melintas di dekat Himalaya.

Dan jika berbicara tentang Himalaya, maka akan berhubungan dengan salju. Dan jika berbicara tentang salju, maka kita akan tersuguhi dengan fakta bahwa orang Rusia begitu fanatik –bahkan mencapai tahap bodoh- jika menyangkut salju.

Dan yah, dengan sukacita, Ivan melompat turun dari pesawat untuk mendarat ke hamparan salju di bawah sana.

Tentu saja, sakit!

Dan berdarah-darah. Well, Ivan menyukai darah. Jadi singkirkan pikiran bahwa ia menyesal atas tindakannya barusan.

Dan, BOOM, pesawatnya menyusul mendarat beberapa saat kemudian.

"Oh, salju. Aku merindukanmu," ucap Ivan lirih sembari mengelus-eluskan pipinya di permukaan salju di bawah sana. Saat melihat pemandangan itu, mungkin semua negara tak akan percaya bahwa orang-gila-yang-tampak-sekarat-dengan-darah-di-sekitarnya itu adalah negara yang di kemudian hari akan menjadi pesaing Alfred dalam aksi flirting (baca: membujuk negara-negara lain untuk berpihak kepada mereka) di dunia internasional.

Namun kesenangan Ivan tak lama, karena ia harus buru-buru menyingkir saat mendengar deru pesawat dari atas sana. Ia mendongak, dan mendapati pesawat yang tadi memburunya, kini tengah hendak mendarat.

Dan Ivan, sebagai personifikasi negara Soviet yang keren –pandangan subjektif muncul lagi di sini-, segera berlari mencari tempat perlindungan.

Ivan berpikir bahwa ia terlalu awesome untuk mati di tangan adik dari orang yang tidak awesome.

-Dan di saat yang sama, di suatu tempat, seseorang tengah bersin hebat hingga burung kecil yang menclok terus di kepalanya bagai pengantin baru, terpental-

Beberapa saat kemudian, pesawat Ludwig mendarat. Ludwig keluar dari pesawat tempurnya dan berjalan-jalan di sekitar bangkai pesawat tempur Ivan yang udah porak-poranda. Dari tempatnya bersembunyi, Ivan berpikir, apa yang akan dilakukan Ludwig?

Mencari mayatnya mungkin. Heh, sayang sekali, Ivan masih hidup. Semoga saja, gara-gara gagal menjalankan misi untuk membunuh Ivan, tuh blonde dimasukkan ke kamp konsentrasi oleh bosnya yang tingginya bahkan tak sampai pinggang Ivan.

Yeah, Ivan lebay. Salahkan Indonesia, Nikita Willy, dan Pak Prabu (?).

Satu hal yang pasti dan diyakini oleh Ivan, Ludwig tidak tengah berusaha mendapatkan serpihan pesawatnya untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh.

Ya, itu konyol.

Tetapi, ternyata hal konyol justru adalah hal yang paling mungkin terjadi dalam dunia Hetalia dan terutama, dalam dunia internasional. Karena pada waktu itu, Ludwig mengambil serpihan pesawat Ivan dengan bendera berwarna putih, biru, dan merah di permukaan serpihan itu, sembari bergumam, "Kenang-kenangan, ah. Aseeeekkk! Capcus!"

Dan dalam keadaan berdarah-darah pun, seorang Ivan bisa sweatdropped parah mendengar kalimat Ludwig tersebut.

Errr... sejak kapan tuh blonde dengan lihai menjiplak gaya astaga-Ya-Tuhan-Amit-amit nya Francis?

Ivan mengacuhkan pemandangan di depannya. Dia dengan diam-diam segera berlari menuju pesawat tempur Ludwig yang ditinggalkan olehnya beberapa jauh di belakangnya sana. Saking asyiknya ngumpulin serpihan pesawat Soviet bagai pemulung sampah yang seneng banget nemu sampah (well, obviously), ia tidak menyadari bahwa ia kini terdampar di puncak Himalaya dan kemungkinan tak bisa kembali ke khayangan karena selendangnya dicuri oleh Jaka Tar- errr... maksudnya ke negaranya karena pesawatnya dicuri oleh Ivan.

Yeah, Ludwig took the trash and Ivan took the bloody cool aircraft! How coolly genius!

Dan yah, sekalipun dalam perjalanan pulangnya Ivan sempat nyaris mendarat darurat kembali karena pesawatnya –maksudnya pesawat Ludwig yang dicurinya- sempat ditembaki oleh pesawat Soviet dan sekutunya (ingat, Ivan dalam pesawat berbendera Jerman. Bahkan tiga Negara Baltic yang akan pingsan on the spot saat Ivan hanya terbatuk itu, ikut membabi buta menembaki pesawat Ivan. Seolah insting dan hati nurani mereka mengatakan bahwa ini adalah hari yang ditunggu, dan menyuruh mereka untuk menghancurkan pesawat Jerman itu beserta dengan orang di dalamnya), namun Ivan bisa kembali selamat di negara tercinta.

Selamat. Hanya mengalami patah tulang lengan kiri doang, kok.

Well, and Germany?

Hhhh... Kenapa Tuhan menakdirkan anak buah dari seorang Haji Kanjeng Tuan Agung Raden Romo Pangeran Sadis Mister Abang Hitler itu begitu bodoh, ya?

Oke, no offense.

End

Omake:

Beberapa tahun kemudian:

"Yang ini juga, ah. Ini juga, deh. Ah, itu juga oke. Hm, ini juga dong. Ahahaha, itu juga deh," ucap seorang blonde yang dengan riangnya ngumpulin serpihan-serpihan dari pesawat yang terjatuh di Himalaya tiga tahun yang lalu.

End

Kisah nyata juga. Dulu waktu perang, pesawat Soviet jatuh tertembak oleh Tentara Jerman. Pilotnya sembunyi dan terkejut banget saat melihat pesawat Jerman yang menembaknya tadi mendarat dekat situ. Pilot Jerma juga keluar untuk, yah, seperti yang saya tulis tadi, ngambil serpihan pesawat Soviet untuk kenang-kenangan! Dan pilot Sovietpun –dengan liciknya, mungkin keturunan dari Stalin. Wakakak- mengendarai pesawat Jerman dan menerbangkannya. Say goodbye to the idiotic German. Dan pilot Rusia itu juga sempat ditembaki pesawat Soviet sendiri hanya karena ia menaiki pesawat dengan lambang Jerman di permukaannya.

Yeah, setidaknya, dalam chapter kali ini, kita bisa mengambil hikmah bahwa ternyata pada jaman dulu, sampah ternyata bisa ditukar dengan pesawat tempur canggih dan keren.

Saya adalah salah satu Author yang sangat menghargai kritik dan saran yang membangun, dan tidak memberikan bahkan pandangan sebelah mata terhadap flame dan hinaan terhadap karya seseorang. Jadi, mohon bantuannya ^^v

Critism and comment are whole-heartedly appreciated.

-Yukeh-