Four Souls

Rozen91

Harry Potter © J. K. Rowling

Line 1 : Pansy Parkinson


"Jangan membenci hanya karena kau tak menyukainya."


.

.

Hei,

kau yang di sana...


Mula-mula hanya bisikan. Pansy membiarkannya berlalu bersama angin dan gemerisik daun ynag terdengar jauh. Berjalan bersama kroninya dan mengganggu anak asrama lain yang berada dalam jarak pandang. Kemudian tertawa seperti ibu-ibu ber-make up tebal dengan kipas berbulu menyembunyikan senyum yang jelek. Wajah yang angkuh dan tidak menarik.


Hei,

kau yang berpaling...


Pansy mengerutkan hidungnya. Ia berhenti menyikat rambut, membiarkan helaian-helaian pendek dan lembut miliknya tergerai begitu saja. Matanya lurus menatap dua manik hitam kebiruan yang balik menatapnya dari dunia cermin. Apapun yang kau berikan di wajah itu, sebanyak apa pun usahamu, ia tetap saja tak melihat perubahan. Baginya, perubahan itu tidak ada.

Helaian hitam menampar pipinya saat ia berpaling, tak pernah menoleh ke belakang.


Hei,

kau yang ketakutan...


Kakinya menjejak ke belakang dan Blaise segera berdiri di depannya. Tangan gadis itu lantas meremas jubahnya hingga kusut.

"Ah, maaf," Theo mengawasi sikapnya dengan khawatir, "Pansy...aku tidak...aku lupa."

Peluh menetes tanpa henti, sementara ia terengah-engah, padahal ia tidak habis kerja berat. Bibirnya terbuka dan menutup tanpa suara. Goyle buru-buru mengusap-usap punggungnya.

Tubuhnya gemetar.

Sungguh, dia tak ingin melihat bentangan itu. Seindah apa pun yang mereka sajikan. Sungguh, Pansy setengah mati ingin menghindarinya.

Blaise menatap tajam Theo yang merasa bersalah karena sudah membawa mereka ke dekat Danau Hitam.

Kau,

Pansy Parkinson.

Permata turqoise yang mengawasinya.

Tanpa sengaja bertemu pandang.

Ia mengangkat tangannya.

Kemarilah...

Dan gadis itu ambruk.

.

.

Mula-mula hanya bisikan.

Akhirnya menjadi semacam mantra pengendali.

Kemudian saat itu, di saat ia sendirian, tanpa sadar berjalan dengan mata lurus ke depan. Seolah ia digerakkan. Seolah mengikuti seseorang yang memimpin di depannya—dan itu hanyalah imajinasi. Dan tiba-tiba ia tersentak kaget mendapati dirinya menghadapi bentangan luas salah satu unsur bumi. Air. Tenaganya mendadak hilang.

"Ti—tidak...!" ia tercekat. Satu langkah gemetar ke belakang, sungguh tak berguna karena akhirnya ia terduduk jatuh di tanah. Ia ingin memanggil, namun suaranya tak mau keluar. Ia ingin berteriak. Seseorang harus menolongnya!

Akan tetapi, ia tak perlu menunggu, karena telah datang dirinya—walaupun ia bukanlah seseorang ataupun orang yang diharapkan. Dan Pansy terbelalak karenanya.

Di hadapannya, air bergolak tenang dan butiran-butiran melayang secara tidak wajar ke udara. Bergerak memenuhi volume wadah yang tak nampak hingga akhirnya membentuk tubuh manusia dengan gaun panjang yang melambai-lambai di ujungnya. Pansy gemetar, kedua matanya melebar horor.

"Wadahku yang terpilih."

Suara wanita itu jernih, sejernih wujudnya. Walaupun begitu, Pansy dapat melihat wajahnya dengan jelas, persis seperti manusia. Kulitnya putih, rambut biru gelap yang panjang dan dibiarkan tergerai begitu saja, dan permata turquoise yang indah. Senyum lembut tertarik di bibirnya yang berwarna merah muda. Ia adalah air, dan Pansy membenci air. Sejak air menenggelamkan kedua orang tuanya ke dasar samudra.

"HUWAAAAAA!"

.

.

Dua orang duduk berseberangan di salah satu meja di pojok ruangan yang sepi. Orang pertama sibuk menulisi perkamennya sembari mengibas kunciran pirangnya ke belakang, sementara orang kedua menghentikan gerakan dalam keheningan.

Orang pertama menaikkan alis, tidak bertanya, namun menunggu.

Orang kedua kemudian berdiri. Rambut hitamnya yang panjang mengikuti lurusan badannya.

"Roh air telah memilih."

Suaranya datar dan dingin.

Orang pertama tertegun sesaat sebelum menyeringai, kemudian ikut berdiri tanpa memedulikan perkakas tulis yang dibiarkan tergeletak di atas meja.

"Cheshire," orang pertama memanggil pelan seraya menatap pangkuannya dengan tangan yang bergerak seperti sedang mengelus sesuatu tak kasat mata. Tiba-tiba, muncul seekor kucing berwarna hijau muda terang dengan belang hijau tua gelap yang sedang bergelung manja di pangkuannya. Ia mengelusnya lembut.

"Cari dia," perintahnya. Kucing itu tiba-tiba menghilang secara perlahan dengan bola mata hijau terang berpupil hijau gelapnya yang tampak seperti sedang tertawa.

Orang kedua beranjak pergi dari tempatnya.

Sedangkan, orang pertama mengikuti dengan senyum penuh rahasia miliknya.

.

.

Pansy Parkinson bersandar di dinding batu Hogwarts yang dingin. Tangannya yang bergetar memeluk erat dirinya sendiri. Ia berusaha mengatur nafasnya setelah berlari meninggalkan makhluk aneh di tepi Danau Hitam di dekat pohon-pohon pinus. Wajahnya pucat dan tubuhnya tak bisa diam. Ia takut.

Roh! ?

Ia tak tahu kalau ada makhluk sihir seperti itu! (Sebaiknya ia mulai memerhatikan pelajaran Hagrid) Tapi, dia tidak peduli. Dia takut. Apa yang menyebabkan ia didatangi oleh roh dengan elemen yang tak ia sukai? Satu-satunya penyihir pureblood dari keluarga Parkinson yang tersisa adalah dirinya. Ia yang terakhir dan ia yang selalu ketakutan. Cemas dan takut. Semua itu karena air.

"Meong..."

Pansy menoleh dan mendapati seekor kucing bercorak aneh menatap lurus padanya, seperti sedang membaca pikirannya. Ini tidak biasa bagi seekor kucing untuk bersikap seperti itu. Lama terpaku, ia akhirnya tersadar oleh bunyi sepatu yang berjalan ke arahnya.

"Slytherin?" Pemuda berambut kuning cerah mengangkat satu alisnya, ekspresinya tampak tidak percaya. "Wajar jika dari asrama itu yang dipilih, tapi, mengapa harus perempuan lagi?" keluh pemuda bermata emerald itu seraya menyeka keringat yang tak tampak di dahinya. Pansy hanya bisa mengedipkan matanya dan melempar tatapan bingung pada kedua orang yang tengah berdiri di sampingnya.

"Pansy Parkinson, siswi tahun ketiga, Slytherin," gadis berambut hitam angkat bicara. Tatapannya datar namun terasa tajam dan menusuk. Pansy menatap gadis itu dengan perasaan waspada. Firasatnya bernar-benar buruk tentang apa yang akan dikatakan oleh gadis itu di harinya yang sial itu.

"Wadah roh air yang terpilih," sorot matanya tak berubah, "Pansy Parkinson," lanjutnya dan Pansy membeku. Terkejut hingga ia tak menyadari bahwa dua orang itu telah meninggalkannya.

Ia masih terdiam bisu dalam duduknya. Tak ada yang bisa ia mengerti dari kata-kata gadis aneh itu. Wadah Roh Air? Apa maksudnya?

Dan (apa kau gila?) air?

Ia bahkan tidak mampu melihat air yang sangat banyak seperti lautan. Bayang-bayang masa lalu itu akan terus teringat saat dia berada di sana, di lautan, 'air yang banyak'. Bayang-bayang mengerikan yang tak pernah lepas dari ingatan. Bagai ilusi nyata di setiap harinya, menghantui tidurnya.

Ia ingat mermaid buruk rupa yang mencengkeram dan menarik kaki ayah dan ibunya ke dalam air. Mata gadis itu melebar. Tangannya mecengkeram kepalanya. Tubuhnya bergetar hebat.

Jangan diingat!

Takut!

Takut!

"Kau,

butuh bantuanku?"

Pansy terdiam. Suara wanita itu terdengar jelas di dalam kepalanya! Kenapa...

"Semua kesedihanmu, hal yang menyakitimu. Aku akan menghilangkannya sesuai dengan keinginanmu."

Benarkah?

"Ya. Hanya dengan menerimaku saja. Hanya dengan menerimaku saja."

Aku…

"Pans?" suara seorang laki-laki membuat Pansy nyaris meloncat kaget. Ia segera mengangkat wajahnya. Seorang pemuda berambut pirang platinum menatapnya aneh.

"Wha-apa, Drake?" Draco Malfoy hanya berkacak pinggang dengan tatapan datar yang menggambarkan bahwa moodnya sedang sangat buruk. Apakah Potty secara tak sengaja menerbangkan kamus Mudblood bermassa 4 kg dan menjatuhkannya di atas kepala Draco dari ketinggian 50 meter di atas permukaan kulit hidung Snape?

Remaja laki-laki itu mendengus sambil melipat tangan dan duduk di sampingnya. Ia bercerocos mengenai harinya yang buruk karena Granger, dan sesuatu yang berhubungan dengan Potter dan Troll. Sayangnya, ia tidak sadar bahwa—

"Sang wadah menerima pengisinya dan bertarung bersama.

Cari mereka dan aku akan menjadi pedangmu,

hei kau,

sang wadah."

—gadis itu sama sekali tak mendengarkannya sejak pertama ia memulainya.

Hingga ketika ia kembali bergerak seolah dikendalikan, gadis itu lantas berlari tanpa menyadari telah membuat mood Draco semakin bertambah buruk.

Kakinya berhenti di tempat itu lagi, tempat Roh Air menyapanya. Pansy bergerak kaku ke belakang. Selangkah demi selangkah dengan kaki yang bergetar. Kedua matanya waspada dan penuh kengerian seolah mengharapkan sesuatu keluar dan menerjangnya dari permukaan air yang tenang.

"Jangan menjauh," ucap seorang pemuda bermata emerald seraya berjalan maju ke tepi danau. "Jangan menjauh," ucapnya lagi sambil menoleh dengan senyumnya yang ramah.

"Kalian telah menjadi satu. Karena itu, kau harus menerimanya," dia melempar batu ke danau. Pansy hanya menatap punggungnya. "Namaku Sqiedefs Knightsroot, wadah Roh Tanah." Ia menoleh ke arah Pansy dengan senyum ramahnya. Mata hitam Pansy melebar.

"Wadah Roh Tanah?"

"Yah, kami juga adalah wadah Roh, sama sepertimu."

"Kami?"

"Ah, ini dia," tatapan laki-laki itu beralih, "Einen Kleird, wadah Roh Api."

Pansy menoleh ke belakang dan mendapati gadis berambut hitam panjang tak berjubah dengan kucing aneh di tangannya. Manik hitam kebiruannya menangkap lambang tikus tanah di bagian dada kemeja putih gadis itu. Hidungnya mengerut.

"Hufflepuff?" ucapnya sambil mengernyit jijik.

To be continued -

A/N: Huuffh (nyeka keringat). Akhirnya kelar juga chap yang sudah di-edit ini. Ku beritahu bagi para pembaca sekalian yang ingin mengetahui seperti apa penampilan Sqiedefs, Chesire (kayaknya banyak yang tahu, deh), dan Einen Kleird.

Sqiedefs : silahkan mengunjungi komik/anime Pandora Hearts karya Jun Mochizuki dan temukan seseorang yang bernama Jack Vessalius, mereka agak mirip, hanya saja Sqied tidak mengepang rambutnya, ia hanya menguncir kuda rambutnya, itulah penampilan pemuda tahun keempat ini. Saya membuatnya menjadi yang paling tua di antara 4 wadah roh tersebut. Karena, saya ingin membuatnya terlihat seperti seorang kakak yang ingin terus melindungi adik-adiknya. Mungkin karena sifat Jack, ya.

Cheshire : Pasti banyak yang tahu penampilan kucing ini. Silahkan mengunjungi film 'Alice di Pasar Sennen', ups! Maksud saya, film 'Alice in Wonderland' versi terbaru dan cari kucing yang bernama Cheshire. Di fic ini Cheshire bisa menghilang dan merubah wujud, sama seperti dalam filmnya. Tapi, dia hanya bisa merubah wujudnya sesuai dengan penunggangnya, yaitu Ein. Beberapa wadah roh mampu memanggil tunggangannya masing-masing, Cheshire termasuk salah satu tunggangan tersebut.

Ein : … masih dirahasiakan. Kupikir, akan kurang menarik dan akan membokar sedikit isi cerita jika kuungkap penampilan Ein di sini. Jadi, tunggu saja, ya! Rahasianya akan diungkap di dalam cerita.^_^

Thanks, for reading! Jika ada yang ingin diucapkan, silahkan tekan 'review'. ^_^

_Touch Of Fire_

{Rozen91}