Spring Time : Everything About Us
by Cendy Hoseki
Naruto ©Masashi Kishimoto
Warning : AU, OOC, typo(s), gaje, dsb
Fict For GIST (Gaara Ino Spring Tale)
Chapter 3
Happy Reading
.
.
.
Ino berjalan dengan langkah limbung. Sial! Kepalanya terasa sakit sekali. Mungkin tadi ia agak keterlaluan dalam menenggak cocktail. Tak biasanya ia minum sebanyak itu. Ya mau bagaimana lagi, biasanya ia baru minum beberapa gelas, Gaara sudah terlanjur datang dan menyeretnya pulang. Tapi kini? Sudah lewat tengah malam, dan pemuda berwajah dingin itu tak kunjung menjemput dan menyeretnya pulang seperti biasa. Hanya ada dua kemungkinan yang terbersit di pikiran Ino.
Pertama, pemuda itu tidak menemukan club malam tempatnya berpesta malam ini. Ya malam ini kan dia memilih club malam yang tidak terlalu terkenal.
Atau kemungkinan kedua, Gaara memang tidak berniat untuk menghentikannya malam ini. Ya, setelah kejadian tadi sore, Ino maklum bila pemuda itu menjadi marah padanya. Bahkan mungkin pemuda itu tak akan mau lagi bertemu dengannya.
Baguslah kalau begitu. Bukankah ini yang dia harapkan? Dia memang tak menginginkan Gaara terus ikut campur dalam urusannya. Karena sekarang ia bukanlah teman yang baik bagi Gaara. Sekarang dirinya hanyalah seorang penipu dan seorang wanita penggoda yang sering sekali menggoda para pria brengsek untuk ia kuras semua uangnya.
Tapi benarkah ini yang ia inginkan? Apakah ia benar-benar ingin Gaara pergi menjauhinya? Ino berhenti berjalan, membuat para pejalan kaki yang lain memandang heran padanya. Sambil menahan rasa pusing yang luar biasa, gadis itu mencari tempat duduk yang ada di sekitarnya. Bingo! Ia melihat tempat pemberhentian bus, dan dengan tenaga yang tersisa, gadis ini menyeret kakinya menuju halte bus itu. Ia tak ingin pulang cepat malam ini, karena ia masih membutuhkan angin malam untuk mendinginkan otak dan hatinya yang kini beku hanya karena seseorang.
"Gaara…"
Ino tersenyum pahit ketika bibirnya tanpa sadar menggumamkan nama itu. Sambil duduk ditempat duduk yang memang tersedia di halte, gadis ini mengeluarkan sebuah gelang dari saku mantel-nya. Gelang yang tebuat dari anyaman tali sederhana tapi terkesan unik. Percaya atau tidak, gelang ini selalu di bawa Ino kemanapun ia pergi, seperti sebuah jimat keberuntungan. Yahhh… Meskipun ia tak pernah memakainya sih. Ada alasan khusus kenapa Ino tak pernah memakainya. Alasannya? Karena yang membelikan gelang ini masih memakai gelang yang sama persis seperti miliknya. Dan ia ingin agar orang itu berpikir bahwa seorang Yamanaka Ino sudah tidak peduli lagi padanya.
"Haaahhh…" Ino tampak mendesah kecewa ketika mengingat orang itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Sabaku Gaara. Hanya Gaara, yang sampai saat ini masih kekeuh menghalangi ia untuk terjun ke dunia malam ini. Padahal semua teman-temannya sudah pasrah menghadapinya. Bagaimanapun ia hanya tidak ingin kawan-kawannya terkena imbas karena berteman dengan dirinya. Siapa yang tega ketika melihat temanmu di maki dan di cecari pertanyaan, "Kenapa kau masih berteman dengan anak tukang bantai itu? Kau bodoh ya?"
Aa… Sudah cukup ayahnya di tuduh menjadi seorang pembunuh, jangan sampai teman-temannya juga ikut di tuduh yang tidak-tidak. Jadi lebih baik ia menjauh kan? Dan inilah cara dia menjauhkan diri dan mencari pelarian dari kekosongan karena tidak ada teman di sisinya.
Ino menyenderkan kepalanya ketika ia merasa pusingnya sudah agak hilang. Ia berharap setelah beberapa menit beristirahat, kondisinya akan pulih. Lagipula ia takut naik taksi malam-malam dengan keadaan setengah mabuk seperti ini. Kalau dia bertemu dengan supir taksi yang baik sih tak masalah. Tapi bagaimana bila bertemu supir taksi yang nakal? Bisa-bisa dia benar-benar kehilangan kegadisannya. Oke, ia memang wanita penggoda, tapi ia selalu menolak atau mencari celah supaya bisa kabur bila di ajak tidur oleh para pria hidung belang itu.
Huhhh… Seandainya Gaara di sini, mungkin pemuda itu akan langsung menggendongnya pulang dan memberikan dia obat setelah sebelumnya memaksa Ino makan, kemudian pemuda dengan tato kanji "ai" itu akan tertidur di sofa sampai pagi untuk memastikan ia baik-baik saja.
Lagi-lagi nama Gaara yang terlintas di kepalanya. Pemuda pendiam dengan karakter yang entah dingin atau terlalu cuek. Pemuda yang selama ini keras kepala untuk selalu ada di sisinya dan menjaganya walaupun selalu menerima amarah dan cacian darinya.
"Hai cantik… Sendirian ya?"
Ino menoleh ke arah samping. Dimana terdapat dua orang pemuda yang menatapnya dengan liar. Sial! Sepertinya mereka akan mencari gara-gara.
"Bos kami ingin sekali bertemu dengamu, nona Ino yang cantik."
"Huhhh… Maaf aku tak punya waktu." Ino beranjak berdiri.
"Owww… Kau ternyata sangat sombong. Padahal bos kami sudah sengaja mengirim kami untuk menjemputmu lho."
"Lupakan saja. Aku punya urusan yang lebih penting."
Salah satu pemuda itu maju dan menodongkan pistol di punggung Ino, "Apa ada yang lebih penting daripada nyawamu? Aku yakin, teman-temanmu akan sangat senang bila menerima paket berupa potongan tubuhmu. Mereka akan senang karena anak pembunuh akhirnya mati juga."
Ino terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk, "Baiklah bawa aku ke bos kalian."
Dan akhirnya Ino pun dibawa oleh kedua pemuda tadi menuju mobil yang terparkir tak jauh dari halte bus.
-GaaIno-
Ino di dorong dengan kasar ke sebuah gudang yang tampak sudah lama tak terpakai. Gadis itu meringis kesakitan ketika merasakan nyeri di lututnya.
"Selamat datang, cantik."
Ino menoleh ke arah suara, yang ternyata berasal dari seorang pemuda berambut perak yang disisr rapi ke belakang.
"Bos Hidan, kami sudah membawanya."
"Hmm… kerja bagus. Kalian boleh pergi sekarang." Jawab orang yang di panggil Hidan tadi pada kedua pemuda yang membawa Ino ke gudang itu.
"Jadi dia yang telah menjual ganja palsu pada kita?" tanya seseorang yang separuh wajahnya tertutup oleh masker.
Hidan menoleh ke arah kawannya, "Ya, dia yang menjual ganja itu padaku. Dan sebelum aku mengeceknya, ia sudah terlanjur merayu ku dan meninggalkan aku di hotel sendirian. Huhhh… Padahal aku belum menikamati tubuhnya."
"Kau yang terlalu bodoh!" jawab rekannya sambil terus menatap Ino yang sedang tersungkur.
"Oyy… Oyyy… Kakuzu. Padahal malam ini aku sudah berbaik hati memanggilmu untuk berpesta dengan gadis seksi ini."
Kakuzu hanya melirik Hidan sekilas, "Setelah kita bersenang-senang dengannya, segera ambil semua uangnya dan juga tarik semua dana-nya di bank. Baru kita habisi dia."
Ino melotot ketika mendengar pembicaraan kedua orang itu. Apa orang-orang ini sudah gila? Gawat! Sekarang dirinya benar-benar sedang terancam.
"Ya terserah kau. Ayo kita lakukan. Sepertinya gadis ini sudah tidak sabar, benarkan Ino?" kata pemuda bernama Hidan itu sambil melangkah menjauhi Ino.
Ino yang merasa terancam pun segera berlari menuju pintu keluar. Tapi sayang sekali, pintu itu sudah terkunci.
"Hahahaha… Kali ini kau tidak bisa kabur. Tenanglah dan nikmati semua ini. Karena ini akan jadi yang terakhir untukmu." Hidan terus berjalan mendekati Ino sambil menyeringai. Ino yang merasa terdesak pun memutuskan untuk berlari ke arah samping, berniat untuk menghindar.
"Heyy… Kau mau main kejar-kejaran dulu?" teriak Hidan dengn seringaian nakal.
Bukkk…
Ino terjatuh, rupanya ia menabrak sosok tubuh yang ternyata merupakan Kakuzu, partner Hidan.
"Mau kemana kau gadis cantik? Berniat lari eh?" Dan tanpa basa-basi lagi, Kakuzu menampar pipi Ino dengan keras.
Ino merasakan nyeri di sekitar pipinya yang kini membengkak. Darah tampak mengucur di sudut bibirnya. Gawat! Sekarang ia benar-benar terpojok. Ino melihat sekelilingnya, berusaha mencari sesuatu yang bisa di gunakan sebagai senjata.
"Kau mencari apa, hah?" Kakuzu berjongkok dan mencengkram rahang Ino dengan kasar. Dan sekali lagi Ino merasakan tamparan dari pemuda bertubuh besar itu.
"Uggghhh…" Ino mengeluarkan darah dari mulutnya, kali ini lebih banyak. Dan tanpa basa-basi, Kakuzu menarik rambut panjang Ino dengan kasar, ia menyeret Ino menju ke bagian tengah gudang dimana temannya sedang menyeringai liar. Dengan sekali hentakan, Kakuzu menghentakan cengkramannya di rambut Ino, hingga gadis itu terlempar dan menabrak kursi yang diduduki oleh Hidan.
"Kau mau melawan lagi, eh?" Hidan menginjak perut Ino yang masih tersungkur menahan sakit di sekujur punggungnya.
"Inilah hukumannya bila kau berani mempermainkan aku!"
"Arrggghhh…" teriak Ino kesakitan ketika merasakan Hidan makin menekan kakinya ke perut Ino.
Hidan menyeringai, dengan perlahan ia bangkit dari dudunya dan berjongkok di samping Ino. Ia membantu Ino untuk bangkit dan bersender di tiang, "Saatnya pesta. Kakuzu, aku dulaun ya yang menikmati tubuhnya."
Ino memejamkan matanya, ia sudah pasrah apapun yang terjadi. Mungkin ini memang akhir dari semuanya.
Braakkk!
Hidan dan Kakuzu cukup terkejut ketika mendengar suara yang ternyata merupakan suara pintu gudang yang di dobrak secara paksa oleh seseorang. Ino yang pandangannya mulai kabur, tak bisa melihat dengan jelas siapa yang datang. Ia hanya memejamkan matanya untuk menahan rasa sakit yang mendera sekujur tubuhnya. Yang pasti ia mendengar suara pukulan bertubi-tubi yang cukup keras. Sampai akhirnya suara-suara itu hilang dan berganti dengan suara langkah kaki.
"Kau tidak apa-apa?"
Ino terlonjak kaget, dengan segera ia mendongak dan menemukan sosok yang tak ia duga akan datang menyelamatkannya.
"Gaara…"
Gaara melepaskan ikatan di tangan Ino, dan dengan segera mendekap gadis itu erat-erat, "Maaf… Aku terlambat."
Ino tak lagi membentak Gaara seperti tadi sore, justru air matanya mengalir dengan deras dari kelopak matanya, "Kenapa? Kenapa kau menyelamatkanku?"
Gaara melepaskan pelukannya, di rangkumnya wajah Ino yang tampak bengkak karena efek tamparan Kakuzu tadi. Dengan ibu jarinya, ia berusaha menghapus air mata Ino.
"Gaara…" Ino memegang punggung tangan Gaara yang masih merangkum wajahnya.
"Aku adalah bayanganmu, yang meskipun tak pernah kau anggap ada, tak pernah kau hiraukan, tapi selalu ada di sisimu."
"Kenapa? Kau tau kalau aku sekarang adalah te-" ucapan Ino terhenti ketika bibir Gaara dengan lembut mengunci bibirnya. Menyalurkan rasa nyaman dan hangat. Ciuman yang tak terlalu menuntut karena Gaara tau bibir Ino sedang berdarah. Sebuah ciuman yang tak terlalu lama, tapi sanggup membuat Ino terdiam.
"Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu."
Ino terbelalak, cukup terkejut dengan pengakuan Gaara.
"Akan kulakukan apapun, asal kau bisa kembali menjadi Ino yang dulu."
"Gaara awas!" Ino berteriak ketakutan ketika melihat Hidan yang masih bangit dan berusaha menusuk Gaara dengan pisau dari belakang.
Jleebbb!
"Meskipun aku harus merasakan apa yang kau rasakan dulu."
Dan tangis Ino pecah tak lama setelah mendengar kata-kata Gaara.
-GaaIno-
Ino memasuki ruang tunggu tahanan dengan wajah lesu. Setelah seorang polisi menyuruhnya duduk, pikiran Ino pun kembali melayang. Memikirkan seseorang yang sangat berarti baginya.
"Ino…"
Sebuah suara membuyarkan lamunan Ino. Dengan segera gadis itu segera menghambur ke pelukan orang yang baru saja menyapanya.
"Bagaimana kabarmu? Kau tampak makin kurus akhir-akhir ini." Orang tersebut melepaskan pelukan Ino dan membimbing gadis itu untuk kembali duduk.
"Aku makan dengan teratur kok." Jawab Ino dengan suara serak. Di ruangan tempat para narapidana bertemu dengan sanak saudaranya memang tergolong sepi. Hanya ada mereka berdua di ruangan itu. Mata Ino menjelajahi ruang tunggu ini dengan pandangan kosong. Ya penjagaan di sini cukup ketat, makanya tak heran bila polisi itu menunggu di luar. Karena setelah para narapidana selesai menemui tamunya, narapidana itu akan di gledah samapi tiga kali oleh petugas yang berbeda.
"Hmm… Sepertinya kau tak berminat untuk menemuiku ya? Huhhh… Tau begini aku tak akan menemuimu."
Ino tersenyum menanggapi perkataan orang itu, "Kau yakin tak ingin menemuiku? Kau kejam sekali Gaara." Ino tertawa kecil sambil memegang tangan Gaara dengan lembut.
Gaara hanya menyeringai, "Tentu saja, tak masalah bagiku untuk tak bertemu dengamu."
Ino menggembungkan pipinya dengan sebal, sehingga membuat Gaara tertawa kecil.
"Tapi jangan salahkan aku bila ketika aku bebas dari sini, aku akan menculikmu dan memastikan kau tak akan bisa kabur dari sisiku."
Ino tersenyum kecil ketika melihat Gaara mencium punggung tangannya denga lembut. Tak terasa air matanya menetes.
"Kau menangis, Hime?" Gaara tekejut ketika melihat gadis di depannya tiba-tiba menangis.
"…"
"Maaf bila kata-kataku tadi membuatmu menangis. Aku tau pasti kau akan keberatan hidup dengan seorang pembunuh sepertiku." Gaara menyeka air mata Ino dengan tangannya, mata turquoise-nya menatap Ino dengan pandanagn menyesal.
"Kau bukan pembunuh Gaara! Kau adalah penyelamatku! Akan kupastikan hakim memberikan vonis bebas padamu." Ino menyentuh tangan Gaara yang sedang menyeka air mata Ino. Dengan perlahan, gadis itu mencium telapak tangan pemuda itu dan ia membimbing telapak tangan Gaara untuk merangkum wajahnya.
Gaara memandang wajah Ino dengan lembut, "Aku tak keberatan di penjara selama apapun, selama itu bisa membuatmu berubah menjadi Ino yang dulu." Pemuda berambut merah bata itu memeluk Ino dengan erat seolah tak ingin kehilangan gadis itu.
"Ino yang ceria, yang selalu optimis, dan –"
"Dan yang selalu mencintai seorang Sabaku Gaara." Potong Ino sebelum Gaara menyelesaikan kata-katanya.
Bungsu dari keluarga Sabaku itu tersenyum lembut, "Kau tau, aku jadi ingin cepat-cepat keluar dari sini dan membawamu pulang ke rumah kita."
"Rumah kita?" tanya Ino yang merasa bingung dengan perkataan Gaara.
"Iya, rumah kita. Dimana hanya ada kau dan aku, serta mungkin beberapa anak kita." Jawab Gaara sambil menempelkan dahinya ke dahi Ino.
Ino hanya tersenyum lembut, "Aku akan menunggu saat dimana kau resmi melamarku sebagai seorang Sabaku Gaara. Bukan sebagai seorang terdakwa."
"Benarkah? Hmm… Aku rasa, kakakku seorang pengacara handal yang bisa mengupayakan hingga aku di vonis bebas. Dan lagi, calon istriku pastinya akan membelaku habis-habisan di pengadilan nanti."
Ino tertawa kecil mendengar perkataan Gaara, tapi tawa itu tak berlangsung lama ketika ia melihat Gaara menatapnya dengan pandangan yang terluka, "Ada apa Gaara?"
"Aku punya satu permintaan untukmu, hime. Maukah kau mengabulkannya?"
"Apa itu?"
"Jangan pernah pergi ke club malam tanpa aku. Karena aku takut bila aku tak di sampingmu ketika kau pergi ke sana, pesonaku di matamu kalah lagi oleh wine dan cocktail seperti kemarin-kemarin."
Seketika itu juga Ino memukul dada bidang Gaara berulang kali. Pipinya tampak bersemu merah ketika ia mengetahui bahwa Gaara sedang menggodanya.
Gaara tertawa pelan sebelum akhirnya ia mengunci bibir Ino yang sedang menggerutu. Kali ini ciuman itu lebih lama, karena Gaara menyalurkan semua perasaan cintanya pada gadis itu. Ino memejamkan matanya dan membalas ciuman Gaara. Sebuah ciuman yang merupakan tanda cinta mereka. Cukup lama mereka bertahan dalam posisi seperti itu, hingga pada akhirnya Gaara melepaskan ciuman itu dan berbisik dengan perlahan di telinga Ino, "Aku mencintaimu, Sabaku Ino…"
.:FIN:.
Catatan Author:
Akhirnya, chapter tiga update… Ini rekor tercepat saya dalam update fict lho. Secara baru tadi sore saya update chapter dua. #lompat-lompat gaje.
Oke, akhirnya fict ini jadi juga dengan berbagai halangan merintang tak jadi masalah dan tak jadi beban pikiran #nyanyi ost Kera Sakti. #di tendang rame-rame.
Maaf jika fict ini alurnya membingungkan dan kusut. Maklum authornya sedang stress.
Yosh fict ini special untuk event GIST… Semoga GaaIno makin jaya! (berasa seperti mau yel-yel…) :D
Makasih buat semua yang sudah ngasih support and semangat, yang udah review, masukin fict ini dalam daftar fave ato alert, dan juga yang sudah mau menyempatkan waktunya buat baca fict gaje ini. Tanpa kalian, mungkin saya gak akan semangat seperti ini.
Spesial thanks for :
Sukie 'Suu' Foxie, Yuki Tsukushi, el Cierto, Yamanaka Chika, zoroutecchi, vaneela, agusthya, frauaaron.
Untuk chapter terakhir, maukah para reader memberikan kritik atau masukan tentang kekurangan fict ini? Boleh lewat review ataupun PM kok….
Arigatou,
.Cendy Hoseki.