Buat Hazena : Cloud sama Tifa ngapain? Xixixi, itu rahasia :p

Buat Rokuna : Iy maaf, itu entah kenapa Om Vinny jadi OOC di sana _ _". Saia baru sadar setelah ngeliat komenmu dan ngebaca ulang... Hiks, gomen Q_Q

Buat Swandie : Sebetulny cerita CloTi yang ada di fic ini udah tamat. Judulny Tifa's Decision, Cloud's answer. Setting waktu dua fic ini bersinggungan :). Mungkin kalau sempat nanti aku mau bikin fic CloTi yang terbaru. Tapi belum janji kapan.

Yay, akhirny sampe juga di penghujung fic ini (hala, apa sih?). Terima kasih banyak untuk semua pembaca setia fic ini, dan maaf kalau fic ini sering updateny kelamaan atau pendek-pendek Q_Q. Semoga fic-fic saia yang berikutny akan lebih baik dari yang ini. Makasih untuk semua yang udah mau baca dan ngereview fic ini. *bows*

See you in the next fic :)

Karakter Final Fantasy VII adalah sepenuhny Milik Square-Enix.


Past Ten : The Red String

Hei, apa kau pernah dengar tentang legenda benang merah? Konon katanya, benang merah ini mengikat tiap orang dengan jodohnya masing-masing.

Benang merah biasanya terikat di jari kelingking. Tentu saja benang itu tidak nampak.

Namun bukan berarti tidak ada yang percaya kan?

Musim dingin hampir tiba, Yuffie sibuk menyulam di 7th Heaven. Melihat Yuffie bisa duduk anteng dan menyulam – sesuatu yang rasanya sangat mustahil dilakukan oleh seorang Yuffie, Cid memandangi gadis itu dengan merinding. Seolah-olah yang dia lihat saat ini bukan manusia, mungkin monster yang menyamar menjadi Yuffie. Atau efek samping dari Materia baru yang diciptakan oleh Shelke?

"Kenapa kau menatapku seperti itu, Cid?" Tanya Yuffie risih.

"Seharusnya aku yang bertanya, kau apakan Yuffie? Dasar monster!"

Kening Yuffie berkerut. "Tidak sopan!" Ia membanting sulamannya. "Ini aku, Yuffie yang asli! Apa yang membuatmu berpikir kalau aku ini palsu?!"

"Habis kau merajut..." Cid memeluk dirinya sendiri dalam ketakutan.

"Ini kan karena aku mau memberi kado untuk Vinny!"

"Oh? Oh iya," Cid menyadari sesuatu. "Bulan Oktober kemarin kau tidak ada di sini kan?"

Yuffie terjatuh lesu dengan kaki terlipat. "Iyaaaaa. Reeve menyebalkaaaaan! Dia menyuruhku untuk pergi ke Mideel bersama Cloud dan Nanaki!" Ia meremas-remas rambutnya dengan frustasi. "Sementara Shelke, dia berada di sini! Dia merayakan ulang tahun Vinny! Aku yakin dia menyogok Reeve untuk menyuruhku pergi!"

"Ya, dan kalau tidak salah dia juga memberikan sebuah kado yang indah untuk Vince," Cid mengelus-elus dagu dan berkata dengan nada mengejek. "Aku rasa Vinny akan menerima Shelke sebagai pengganti Lucrecia."

"Dasar kakek-kakek menyebalkaaaaaan!" Yuffie segera berlari untuk menghantam Cid, tetapi si target sudah kabur duluan ke luar. Gelak tawanya terdengar hingga ke dalam. Tifa hanya bisa menggeleng-geleng. Dilihatnya syal warna merah yang belum selesai itu, dia hanya berahap Yuffie bisa menyelesaikannya tepat waktu sebelum Vincent kembali dari North Crater. Tugas dari Reeve untuk mengecek apakah ada sesuatu yang aneh terjadi di sana setelah Vincent menggunakan Materia abu-abu itu untuk menghidupkan Yuffie kembali.

"Tinggal tiga hari lagi, ayo semangat Yuffie." Tifa memberi semangat kepada gadis yang masih kejar-kejaran dengan Cid di jalanan kota Midgar.

x=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=x

"Kau menyebalkan, Cid!" Protes Yuffie sambil mempererat selimut yang membungkus tubuh mungilnya. Air menetes dari ujung rambutnya.

"Salahmu sendiri! Sudah tahu di depan matamu ada lubang kenapa tidak loncat?" Cid menjitak Yuffie. "Dasar!"

"Argh, menyebalkan, menyebalkan, menyebalkan!" Yuffie berusaha memukul Cid, namun Cid menahan kening Yuffie sehingga tangannya tidak sampai ke arahnya.

"Yuffie, kalau kau tidak cepat, nanti Vincent keberu kembali." Tifa memperingatkan Yuffie.

Seperti ada sebuah sakelar dalam tubuh Yuffie, dia langsung berubah serius dan berhenti bermain-main. Cid mengeluh karena mainannya sudah tidak mau bermain lagi.

"Cid, untuk kali ini saja, tolong jangan ganggu dia."

Cid menghela nafas. "Baiklah. Tapi itu karena kau yang minta. Setelah dia selesai dengan hadiahnya ini, aku akan mengganggunya sampai dia tewas! Bwuhahahahaha!"

"Tolong, jangan lakukan itu juga. Atau kau akan dibunuh oleh ayahnya, juga mungkin oleh Vincent."

Cid tidak menggubris kalimat Tifa dan terus tertawa.

Tiga hari lagi, ayo berjuang! Batin Yuffie.

x=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=x

Akhirnya syal itu selesai juga, tepat sehari sebelum hari kepulangan Vincent. Yuffie yang sedang berada di ruang tamu di lantai dua 7th Heaven menghembuskan nafas dengan bangga. Walau selama mengerjakan ini Cid dan Barret menggodanya, dan dia harus berlari-lari mengejar Cid yang mengambil syal rajutannya, dia berhasil membuatnya!

TV di ruang tamu menyala daritadi, dan menjadi teman Yuffie melewati malam sambil merajut. Nampaknya sedang menyiarkan sebuah Dorama, dengan lesu Yuffie menatap layar TV tanpa berkedip. Dorama itu bercerita tentang sepasang kekasih yang ditakdirkan untuk bersama, hanya saja mereka harus melewati berbagai rintangan sebelum akhirnya bersatu. Nampaknya episode yang sedang ditonton Yuffie adalah episode terakhirnya, jadi Yuffie tidak begitu bersemangat karena dia tidak mengikuti Dorama ini dari awal, hanya mendengar dari beberapa orang yang lewat. Nampaknya Dorama ini sangat terkenal, sampai-sampai banyak yang membicarakannya.

Mata Yuffie menatap sebuah benang yang melingkar di jari kelingking pasangan itu, kemudian melirik benang warna merah yang ia gunakan untuk membuat syal. Dengan polosnya Yuffie melingkarkan benang itu ke jari kelingkingnya, lalu memotong benang itu dengan panjang yang ia kira-kira sudah cukup. Dengan wajah setengah sadar ia tersenyum melihat benang itu, dan mulai terlelap.

Aku harap, kau adalah orang yang berada di ujung benang merah ini... Vincent

x=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=x

"Yuffie, ayo bangun!" Suara Tifa membangunkan Yuffie yang sedang meringkuk di sofa.

"Ungh, jam berapa sekarang...?" Yuffie membuka sebelah matanya. "Lima menit lagi..."

"Ini sudah hampir siang! Kau mau tidur sampai jam berapa?"

"Ibu...hari ini aku libur, biarkan aku tidur sampai malam nanti..." Nampaknya Yuffie sedang mengigau.

"Apa kau ingin Vincent melihatmu dalam keadaan begini?"

Mendengar nama Vincent diucapkan, Yuffie langsung bangun. "Vincent sudah ada di sini?!"

"Belum, dia masih di kantor WRO. Tapi sebentar lagi dia akan ke sini. Kau tidak ingin memberikan kado dengan kondisi kacau semacam ini kan?"

Secepat kilat, Yuffie berlari menuju kamar mandi. Baru beberapa langkah dia menyadari kalau ada benda asing hingga di tangannya, ternyata benang merah semalam. Dilepasnya benang itu dengan susah payah, dan meminta Tifa untuk merapihkannya.

Sementara yang dimintai tolong hanya bisa tersenyum sambil geleng-geleng kepala. Berkali-kali Tifa melihat benang merah tersebut, kemudian tertawa pelan begitu menyadari bagaimana bisa benang itu terikat di kelingking Yuffie.

Yuffie sudah cantik dan wangi sekarang. Dengan penuh harap-harap cemas dia menunggu kehadiran Vincent di 7th Heaven. Cid, seperti biasa, menggoda Yuffie. Awalnya Yuffie tidak menggubrisnya, tapi lama kelamaan dia semakin kesal, dan akhirnya kembali mengejar Cid yang sudah berlari terlebih dahulu ke arah pusat kota Midgar.

"Kalau pada akhirnya dia akan berantakan lagi, untuk apa susah payah untuk mandi tadi?" Tanya Cloud bingung.

x=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=x

Hingga malam hari, sosok Vincent tidak muncul juga. Yuffie terpaksa berpatroli malam sendirian di Kalm. Beberapa hari lalu ada bandit yang menyerang kota ini, jadi WRO memperketat pengamanan kota dan berusaha menangkap pelakunya. Setelah lelah berkeliling dan memastikan kondisi kota, Yuffie duduk di atap sebuah gedung. Bulan sedang purnama sekarang.

Dengan gontai Yuffie memperhatikan tangan kanannya, matanya tertuju ke jari kelingkingnya yang kosong. Ia memejamkan matanya cukup lama, begitu ia membukanya, benang merah itu ada di sana! Dia nyaris berteriak, entah karena kaget, takut, atau senang karena dia bisa melihat benang merah di jari kelingkingnya.

"Reaksimu aneh." Ucap seseorang.

"Apa maksud..." Yuffie tertegun melihat siapa yang bicara dan duduk di sebelahnya. "Vinny." Matanya tertuju kepada benang merah yang melingkar dari Vincent, berganti ke benang di jarinya. Menyentuhnya dan menatapnya berkali-kali, dan yakin kalau ini bukan mimpi. Tapi bagaimana mungkin benang ini bisa nampak dan disentuh, bukannya benang ini hanya...

"Aku yang memasangnya, tenang saja. Jadi benang itu asli. Bukan imajinasimu." Kata Vincent seolah mengerti jalan pikiran Yuffie.

"Tapi kenapa...?"

"Apa kau tahu mengenai legenda benang merah?" Vincent balik bertanya.

"Yaaaa, aku tahu..." Jawab Yuffie bingung. "Lalu?"

"Aku bosan karena tidak bisa melihat benangnya, jadi aku memasangnya sendiri. Lagipula, aku sudah tahu siapa yang dijodohkan untukku." Vincent mengucapkannya dengan santai.

Sementara lawan bicaranya sudah mulai kalang kabut, pipinya makin merah merona. "Apa kau tadi, sungguh-sungguh?"

"Apa kau tidak mau? Aku bawa gunting."

Yuffie menghentikan tangan Vincent untuk memotong benang tersebut. "Tidak. Aku...aku mau..." Ucapnya terbata-bata dengan kepala tertunduk.

"Terima kasih."

"Untuk apa?" Yuffie masih tetap menunduk.

"Karena kau mau menunggu di ujung benang ini." Vincent mengecup ubun-ubun kepala Yuffie, mendorong tubuhnya untuk masuk dalam dekapannya.

Yuffie yang sudah hampir sampai di langit ke tujuh karena pelukan Vincent tersadar akan sesuatu. "Eh, tunggu!" Ia melepaskan pelukannya, kemudian memberikan syal yang telah ia rajut selama dua minggu ini dengan penuh perjuangan. "Aku tahu kalau aku telat, tapi, lebih baik daripada tidak memberikan sama sekali, kan? Selamat ulang tahun, Vinny."

"Terima kasih," Vincent mengambil syal tersebut. "Hah, kalau begitu aku tambah tua yah? Apa kau masih mau tetap bersama pria tua ini?"

Yuffie tertawa terbahak-bahak. "Aku tidak peduli setua apa dirimu, sebab cinta tidak mengenal umur. Iya kan?"

"Ya, memang... Tapi aku rasa kau harus tumbuh beberapa senti, atau aku merasa seperti sedang jalan dengan anakku dibandingkan kekasihku. Dan aku juga kerepotan jika tiap kali ingin menciummu harus menunduk."

Otak Yuffie seperti langsung berhenti bekerja tepat saat itu juga! Sekarang dia jadi khawatir mengenai ucapan Cid. Mungkin memang benar ada monster yang bisa menyamar menjadi seseorang. Dan sebetulnya Vincent yang sekarang ada di hadapannya adalah monster yang menyamar menjadi Vincent. "Vinny, kau baik-baik saja kan? Apa kepalamu terbentur sesuatu? Atau kau tenggelam ke Lifestream ketika kau pergi ke North Crater?"

"Tidak, aku rasa tidak... Aku baik-baik saja..." Vincent mengalungkan syal itu di lehernya, sebagian di leher Yuffie. Lalu menempelkan dahi Yuffie ke dahinya. Mereka bisa merasakan desas nafas masing-masing, merasakan kalau suhu tubuh mereka meningkat dengan sendirinya.

Yuffie sudah menutup matanya, karena berharap Vincent akan menciumnya. Tapi nyatanya Vincent malah menarik hidungnya dengan gemas sambil tertawa. Dengan kesal Yuffie mencubit pipi Vincent sebagai balasannya.

x=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=x

Tiga jam yang lalu...

"Tifa, aku harus pergi ke Junon! Kenapa kau malah menyuruhku untuk pergi ke Kalm?" Teriak Vincent emosi ketika Tifa menahannya di 7th Heaven.

"Apa kau mencintai Yuffie, Vincent?" Tanya Tifa serius.

Vincent mengerutkan kening. "Kenapa tiba-tiba kau bertanya seperti itu? Aku harus cepat pergi ke Junon atau..."

"Urusan di Junon sudah diserahkan kepada Cid dan Cloud. Jadi kau bebas hari ini." Potong Tifa dengan cepat.

"Dengar, aku bahagia atas berhasilnya hubungan kau dengan Cloud. Tapi bukan berarti kau harus memaksa orang lain untuk menjalin hubungan, kan?"

"Aku bertanya, kenapa kau malah balik bertanya?" Tifa bertolak pinggang. "Jawab pertanyaanku!"

"Oh ya ampun!" Vincent yang belakangan merasa dirinya semakin aneh akhirnya tidak bisa mengendalikan emosinya. Menurut penelitian yang dilakukan Shelke, keanehan yang terjadi dalam diri Vincent itu disebabkan karena keberadaannya didekat Materia abu-abu itu. Tapi Vincent rasa, bukan itu penyebabnya. Atau karena dia mengubah penampilannya, sehingga dia kembali menjadi dirinya ketika masih menjadi TURKS dulu? Sembrono dan tidak bisa menahan emosi.

"Kenapa kau bertanya seperti itu?"

"Karena kita ini keluarga, Vincent. Dan aku tidak bisa melihat anggota keluargaku tidak bahagia, sementara aku sendiri bahagia!"

Vincent terdiam sambil terus mengendalikan emosinya.

"Atau kau masih mencintai Lucrecia?"

Pertanyaan itu menusuk tepat di jantung Vincent. Walau belakangan dia sudah yakin kalau dia berhasil menghapus rasa cintanya kepada Lucrecia, nampaknya hal itu mustahil. Dia tetap mencintai Lucrecia, meskipun tidak bisa memilikinya.

"Pernahkah kau belajar untuk berhenti mencintai Lucrecia dan belajar untuk mencintai orang lain? Dia mungkin wanita spesial untukmu, tapi kau tidak bisa memiliknya. Kau harus menyerah. Seorang pria tahu kapan dia harus berhenti mencintai seorang wanita dan mencari cinta baru."

Vincent menatap Tifa dengan bimbang. "Aku..."

"Cobalah untuk menerima cinta Yuffie." Tifa menggenggam erat kedua tangan Vincent.

x=*=*=*=*=*=*=*=*=*=*=x

"Vinny, sungguh, kau harus kembali menjadi dirimu yang dulu. Yang misterius dan kalem. Aku lebih menyukaimu seperti itu daripada seperti sekarang," komentar Yuffie yang tengah merebahkan kepalanya di pundak Vincent. Syal merah itu masih dikenakan oleh Vincent.

"Hum," Vincent menundukan kepalanya untuk menatap Yuffie. "kau lebih suka aku dengan rambut panjang dan jubah merah itu? Dibandingkan aku dalam balutan jas?"

Yuffie garuk-garuk kepala, bingung harus menjawab apa. Di satu sisi dia senang melihat Vincent dengan penampilan sebelumnya, apalagi kadang dia suka menarik-narik jubah Vincent atau tidur menggunakan jubah itu sebaga selimutnya. (ini terjadi duluuuuuuu sekali, ketika Yuffie sedang terluka parah dan persedian Item mereka sedikit, mau tidak mau Vincent harus menuruti permintaan Yuffie agar dia bisa senang dan bisa bertahan sedikit lebih lama hingga Cloud datang.). "Ya sudah lah! Toh aku mencintaimu apa adanya. Tapi kau bukan monster yang sedang menyamar menjadi Vincent kan?"

Vincent tertawa mendengarnya, lalu mendorong tubuh Yuffie dengan lembut. "Apa aku perlu memberi bukti bahwa aku asli?"

"Ya, aku rasa."

Vincent mengecup bibir Yuffie dengan sekilas. "Bagaimana? Sudah percaya?"

Yuffie menggeleng. "Belum. Cium aku lagi. Yang tadi tidak terasa."

"Dasar!" Vincent menjitak Yuffie.

Kali ini bukan hanya sekedar kecupan seklias, Vincent benar-benar mencium Yuffie. Sama seperti waktu di rumah sakit dulu. Hanya saja sekarang lebih lembut dan pelan seolah ingin merasakan tiap inci bibir Yuffie. Hingga sebuah benda yang terjatuh dari langit membuat Vincent melepaskan ciumannya.

Yuffie mengadahkan tangannya untuk menangkap benda bulat putih itu. "Salju..."

"Nampaknya musim dingin tiba lebih cepat tahun ini,"

"Tapi paling tidak, musim dingin kali ini, aku tidak akan kedinginan." Yuffie menyeringai.

Kesal, Vincent mencubit pipi Yuffie.

"Pinny, fifiku hahit... Hangan hubit haku..." Ujar Yuffie dengan susah payah. Setelah Vincent melepaskan cubitannya dan mengecup kedua pipinya untuk menghilangkan rasa sakit, Yuffie tertawa pelan.

"Rasanya aku lebih suka kamu yang sekarang. Tapi mungkin aku akan merindukan dirimu yang sebelumnya..." Yuffie memeluk Vincent dengan erat.

Jika kita memang ditakdirkan untuk bersama, tidak peduli seberapa lama waktu yang dibutuhkan untuk bisa bersatu. Kita pasti akan bersatu.

Dengan caranya sendiri. Tanpa kita sadari.

Walau pun ada cinta lain yang menghalanginya, itu bukan masalah.

Sebab, kamulah yang berada di ujung benang merahku, bukan orang lain.


From the author's desk : Wuhaaaaa, akhirny tamat *croooot*. Dari awal saia emang tertarik sama legenda benang merah ini, dan berhubung atribut Vincent banyak yang warna merah, saia jadi kepikiran untuk menggunakan legenda itu sebagai judul fic ini :) *upsss, gak original dong judulny?*. Heheheh, kan terinspirasi *cari alesan*. Dan ide untuk munculin scene Yuffie nonton Dorama itu didapet waktu iseng searching tentang legenda benang merah ini, eh tauny ada dorama yg mengangkat tema legenda ini. Jadi pengen nonton deh~~~~~

Untuk bagian dimana Vinny berpikir kalau diriny yang dulu itu sembrono dan tidak bisa menahan emosi, terinspirasi dari scene ketika dia ditembak sama Hojo. waktu itu Vinny sempet marah sama Hojo, padahal seharusny kerjaan Vincent cuma jagain mereka. Apa pun keputusan mereka, itu bukan urusan Vinny. Jadi dari sana saia ngambil pemikiran mengenai sembrono dan tidak bisa menahan emosi itu :)

Sekali lagi, saia gak akan bosan-bosannya untuk mengucapkan banyak terima kasih untuk pembaca setia dan para pe-review fic ini. Terima kasih banyak. Tanpa kalian, fic ini tidak akan pernah selesai...