Disclaimer
Naruto -Masashi Kisimoto-
Daisuke -Izumii89-
I am back! *ditimpukin* ini emang udah luamaaaa banget ga update haha mudah-mudahan masih ada yang mau baca ya! Dan ini the 'last chap' :D
Enjoy~
"Tapi jelaskan aku dulu, apa lagi yang kau ingin tuntut dariku? Aku sudah memberikan waktuku untuk melayanimu Sasuke, selama bertahun-tahun aku setia menunggumu dengan hati yang terluka, dengan caci maki dan air mata Sasuke. Dan aku sudah menyerahkan diriku padamu. Apa yang kau butuhkan lagi? Aku.. bahkan aku tidak marah saat melihatmu dan Karin melakukannya. Apa ada yang kurang Sasuke?" Sakura sudah cukup tersiksa selama ini dan apa ini? Pertengkaran hebat, eh?
"Tak ada." Hanya itukah? Tak ada? Hanya itu yang terucap dari bibir tipis berklan Uchiha itu. Benarkah?
Bagaikan disayat-sayat hatinya, Sakura hanya diam. Dia rasa tak ada lagi jalan lain menuangkan semua pedihnya dengan tangisan. Cukup semuanya. Beban hidupnya terus bertambah.
Diusap dengan lembut perutnya. Senyum kecilpun menghiasi wajahnya sesaat saat menatap tonjolan di perutnya itu. "Haaaah. Sasuke, aku hanya berharap kau bahagia. Aku.. "
" …mungkin bukan aku yang bisa membuatmu bahagia."
Air mata jelas mengalir deras dikedua pipi putih dan mulus milik Sakura –seorang calon ibu yang cantik. Jeda beberapa detik, tak ada yang bersuara setelah Sakura selesai mengucapkan kalimat itu. Kedua bola mata hijau mudanya menatap Sasuke lekat, lalu tanpa aba-aba ia segela melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu dan mengambil mantel tebalnya yang ia gantungan diambang pintu utama rumahnya. Sakura menoleh ke belakang, tak ada siapapun di belakangnya. Padahal hati kecilnya berharap akan ada Sasuke yang mencoba mengejarnya, namun nihil. Sakura tak mendapati siapapun di sana. Ia memegang pinggir pintu lalu membukanya. Angin kecang langsung menerpa tubuhnya, air hujan pun yang jatuh ke tanah memantul mengenai ujung kakinya yang menggunakan sandal terbuka. Dingin. Tapi di dalam rumah ini ada yang jauh lebih dingin dari angin ataupun air hujan ini, membekukan hatinya.
~oOo~
BRAAAAK!
Meja tak bersalah pun menjadi sasaran 'nya'. Sasuke memukul keras meja kayu yang ada di hadapannya. Beberapa lembar kertas jatuh berserakkan dan permukaan meja yang tadinya halus, nyaris saja terbelah. Sasuke memegang dahinya dan menopangkan tangannya di atas meja. " Kenapa selalu seperti ini!" ucapnya dengan nafas yang memburu. Setengah mati ia menahan emosinya sedari tadi, namun yang keluar dari mulutnya –sama seperti biasanya- hanya omongan menusuk yang melukai hati istri yang dicintainya. Benar. Semua yang dikatakan Sakura benar adanya, tak ada yang salah. Selalu Sakura yang tersakiti, itu benar. Sasuke pun membenarkan hal itu, namun apa Sakura juga tahu 100% apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh Sasuke –suaminya itu? Begitu berat tanggungan yang sedang dipikirkan Sasuke. Rasanya otaknya sesak dan ingin meledak, dan sekarang karena semua pikirannya itu ia lagi-lagi dengan mudahnya membuat Sakura –satu-satunya yang ia punya- pergi lagi dari rumah. Lari meninggalkan dirinya. Semuanya hilang dari benak Sasuke, pikirannya kosong. Namun satu yang pasti ia rasakan, ia takut. Takut akan hidup sendiri lagi.
.
.
.
Ternyata air dan angin yang Sakura dengar dari dalam rumah benar-benar kencang seperti apa yang ia pikirkan tadi, saat ia masih terjaga di dalam rumah. Air matanya kini telah bercampur dengan air hujan yang membasahi seluruh wajahnya. Kulitnya terasa perih akibat dihujam oleh ribuan titik air hujan, rasanya seperti ditusuki oleh beribu-ribu jarum. Bayangkan betapa derasnya hujan saat ini. Rasanya seluruh tubuhnya sakit dan nyeri –yang dalam maupun luar. Hari sudah sangat malam, ia tak tahu harus pergi kemana saat ini, namun yang ia ingat ia masih punya rumah untuk ia tinggali malam ini. Kepalanya tertunduk, melindungi wajahnya dari air hujan dan terpaan angin, lalu tanpa ragu ia melangkahkan kakinya lagi dengan pelan menuju kediamannya sejak kecil yang jaraknya tak terlalu jauh dari sana.
.
.
" Kaa-san," ucap Sakura sambil mengetuk pintu rumahnya yang terbuat dari kayu. Suaranya bergetar memanggil ibunya. Tubuhnya benar-benar dingin saat ini dan ia takut kalau sampai bayi dalam perutnya juga merasa dingin.
Tak lama setelah itu Sakura mengetuk pintu rumahnya lagi dan dari luar Sakura bisa melihat cahaya kuning menyala dari dalam rumahnya dan orang yang dipanggilnya Kaa-san telah menampakkan dirinya dihadapan Sakura yang sudah basah kuyub.
Sakura mengangkat kepalanya yang sempat tertunduk lalu air mata kembali keluar dari matanya. " Kaa-san, biarkan aku tinggal dulu di sini!" Sakura sedikit berlari lalu memeluk ibu tercintanya.
~oOo~
Suara burung-burung menembus ke dalam rumah yang sederhana namun megah ini, milik keluarga utama Uchiha. Bila bisa kita lihat ke dalamnya, Sasuke masih terduduk di depan meja katu di perpustakaan pribadi keluarganya. Kondisinya masih sama, atau bahkan memburuk. Kertas-kertas yang berserakkan masih terhampar dilantai dan bahkan beberapa perabotan diatas meja ada yang terbalik atau hancur. Sasuke masih menundukkan kepalanya dan tangannya menjambak-jambak rambutnya. Rasanya otaknya benar-benar sudah tidak beres saat ini. Rasanya ia ingin sekali murka pada dirinya dan menghancurkan dirinya sendiri. Sasuke tahu jelas semalam ada badai hujan seperti akhir-akhir pecan ini dan Sasuke juga tahu betul pasti Sakura melarikan diri semalam. Dan yang membuat Sasuke makin buruk adalah semalam ia membiarkan Sakura pergi begitu saja dan tidak mencari keberadaan wanita itu sampai saat ini. Ingin Sasuke mengejar, menahan dan membawa wanita itu kembali ke dalam pelukannya tapi ia terlalu malu untuk itu. Seakan sudah tak punya muka lagi jikalau semua hal itu dia lakukan. Ucapan Sakura sangat benar bagi Sasuke, semua yang diucapkan Sakura adalah kebenaran. Maka itu Sasuke pun tak punya alasan apapun untuk membiarkan Sakura tetap berada di sampingnya.
Telinga Sasuke mendengar ketukan pintu dari arah depan rumahnya. Awalnya ia hanya diam, namun karena ketukan itu semakin keras dengan langkah jotai Sasuke menghampiri pintu rumahnya dan membukanya. Tepat di hadapannya muncul sosok pria dewasa berambut perak dan menggunakan masker. "Hoi Sasuke," sapa orang itu. Bau lembabnya udara langsung tercium tajam oleh Sasuke, matanya melihat jalanan masih basah dan tanaman-tanaman di halaman rumahnya ada beberapa yang nyaris patah. "Ada perlu apa kau?" tanya Sasuke datar.
"Setidaknya, bisakah kau membiarkan aku masuk?" Pria dewasa itu atau yang sudah kita kenal dengan nama Kakashi tanpa segan-segan langsung masuk ke kediaman muridnya itu –berjalan tegap dengan kedua tangannya yang dimasukkan ke dalam saku celananya. "Sepi sekali. Mana Sakura?" tanyanya santai.
Sasuke hanya diam dan menggeleng. "Kalian bertengkar?" tanya Kakashi kemudian. Lagi-lagi Sasuke diam, ia hanya berdiri mematung di depan pintu. "Sepertinya tanpa kau jawab aku sudah tahu."
"Langsung saja katakan keperluanmu datang kemari." Sasuke melewati Kakashi dan masuk ke rumahnya lebih dalam ke ruangan tamu.
"A! Santai saja. Sebenarnya ku harap kau hari ini datang lebih pagi ke kantor Hokage karena ada yang harus dibicarakan mengenai misi selanjutnya. Ini akan memakan tenaga lebih banyak. Karena kau tak datang maka kuputuskan untuk menghampirimu ke sini. Sebagai ketua anbu selain dirimu, setidaknya aku juga harus bertanggung jawab, bukan?" terang Kakashi panjang lebar.
Sasuke menyenderkan tubuhnya yang kusut dan lemas di sofa hitam miliknya. "Jadi begitu. Langsung kita bicarakan saja sekarang."
"Pastinya. Waktu kita sangat sempit dan aku tegaskan –kita berangkat saat ini."
.
.
Dilain ruang tempat, wanita berambut merah muda yang mirip sekali dengan bunga Sakura tengah sibuk membereskan tempat tidurnya. Tempat tidur yang sudah lama sekali rasanya tak ia gunakan. Kamar kesayangannya sedari ia masih kecil. Tempat ia beristirahat atau bersembunyi karena menangis tiap kali ia mengingat pria itu. Matanya bengkak dan memerah, mungkin ini akibat menangis semalaman. Ia membuka jendela kamarnya lebar-lebar membiarkan udara pagi yang dingin memasuki ruangan itu dan menyegarkan kulitnya. Untung saja kebolehannya sebagai ninja medis dapat menyelamatkan ia dan bayinya agar tidak mati karena kedinginan dan demam. Sakura memejamkan matanya, membiarkan udara pagi menerpa wajahnya. Sekelibat pikiran mulai muncul dalam benaknya. Ia memikirkan Sasuke, bagaimana keadaannya pagi ini. Mengingat semalaman Sasuke terlihat sangat lusuh, pucat dan bahkan Sakura mengajaknya ribut dan pergi begitu saja. Bagaimana keadaan Sasuke pagi ini? Apa ia sakit saat ini, apakah ia sudah sarapan, apa ia sedang pergi atau bagaimana?
~oOo~
Dari jarak puluhan meter, bau anyir darah sudah tercium oleh orang berdarah Uchiha dan kawan-kawan semisinya.
"Sudah dekat," ucap salah satu dari mereka.
"Tidak. Bukan sudah dekat, tapi di bawah kita ini memang menjadi lintasan beberapa mayat bergeletakkan." Sasuke langsung menangkas ucapan salah satu teman seteamnya. Matanya sudah berubah menjadi merah dengan motif yang tak biasa. Kakinya sesekali berpijak pada dahan-dahan pohon besar untuk menjadikannya tumpuan.
"Kita harus berhati-hati." Kakashi mempercepat gerakkannya, menyusul Sasuke yang sudah jauh memimpin perjalanan.
.
.
.
Matahari yang bersinar terang di tengah-tengah bumi mulai berjalan ke Barat. Langit menunjukan warna jingga kemerahan, ukiran awan terasa begitu nyata dan beberapa burung-burung berterbangan seraya pulang ke tempat tinggal mereka. Sakura selama seharian ini menahan semua pikirannya mengenai Sasuke. Ia rasanya ingin melupakan sejenak mengenai semuanya dan membiarkannya dapat bernafas lega hari ini. Namun, apapun usahanya pasti di setiap kegiatannya nama Sasuke selalu muncul dalam benaknya. Hari ini Sakura tampak sedikit berbeda dari biasanya. Rambutnya yang biasanya tergerai ia biarkan diikat tinggi, lalu wajahnya yang biasanya segar terlihat pucat dan sinar matanya yang biasanya menyegarkan terlihat redup dan sayu. Rasanya waktu tak pernah selama dan semenyakitkan ini.
"Sakura, apa yang kau lakukan?" Seseorang tengah memergoki Sakura yang tengah bersandar di tembok dekat jendela geser di dekat ruang makan.
Sakura hanya tersenyum dan menggeleng. "Tidak ada, Kaa-san."
Orang itu yang dipanggil Sakura Kaa-san, turut menyandarkan tubuhnya di samping Sakura. " Kau ada masalah?" tanyanya penuh kasih. Sakura membalasnya dengan senyuman yang dipaksakan. " Kaa-san aku pergi ke tempat Ino dulu, ya. Aku ingin membeli beberapa bunga untuk di rumah ini," ucap Sakura dan langsung bangkit dari posisinya. " Aku segera kembali."
Dengan cepat Sakura mengelak. Ia tak mau membicarakan hal ini dulu pada orang tuanya. Ia tak mau menambah beban orang tuanya lagi. Selama ini Sakura selalu mandiri dan tak pernah melibatkan orang tuanya dalam masalah hidupnya. Bukan tidak menganggap keberadaan ibunya, tapi hanya saja Sakura tak ingin ibunya tau beban hatinya selama ini. Apa lagi yang Sakura inginkan ibunya tahu ia hidup bahagia dan akan segera memberinya cucu berdarah Uchiha yang sangat melegendaris itu.
~oOo~
KRING~
Bel yang digantung di atas pintu berbunyi –menandakan ada tamu yang datang.
"Selamat sore- -Sakura!" sapa Ino ramah dan sedikit member penekanan saat menyebut nama 'Sakura'.
Yang disebut namanya hanya tersenyum dan sedikit terkekeh sambil mengusap-usap rambutnya menahan sakit di perut yang ia rasakan jikalau ia tertawa.
"Ada apa?" Ino langsung meninggalkan pekerjaannya di meja kasir sekaligus meja kerjanya dan berjalan mendekat kea rah Sakura. " Wah! Perutmu sudah besar sekali ya! Kapan melahirkan?" tanya Ino antusias sambil iseng-iseng memegangi perut Sakura yang sangat buncit.
"Entahlah, seharusnya sudah dekat waktunya." Sakura menjawab pertanyaan Ino disertai senyuman. "Aku ke sini tentu ingin mencari bunga yang enak dipandang saat musim dingin seperti ini," lanjut Sakura.
Ino menggeleng-geleng kepalanya. "Dasar kau ini, masa musim dingin mencari bunga. Silahkan kau lihat-lihat saja dulu. Aku ingin melanjutkan mengisi buku pemasukanku ya!" Ino kemudian meninggalkan Sakura, dan Sakura akhirnya mencoba berjalan ke arah kanan ruangan dimana ada beberapa pot dan puluhan tangkai bunga di sana.
10 menit sudah Sakura menimbang-nimbang mana bunga yang berkenan di hatinya. Namun, sepertinya tak ada yang begitu masuk di dalam hatinya. "Uh.." Sakura mengerang tertahan, ia memegangi perutnya guna menahan beban di daerah itu dan kakinya sedikit melemas.
"Kau kenapa, Sakura?" tanya Ino. Karena sedikit khawatir melihat kondisi Sakura yang seperti itu dari belakang, Ino datang menghampiri Sakura dan menopang tubuh sahabatnya itu. "A-aku tak apa Ino!" Sakura langsung bangkit dan berdiri tegap. Ia mengambil 2 tangkai bunga Lilly putih dan menyerahkannya pada Ino. " Di saat musim dingin pun, kau masih punya bunga ini. Aku mau yang ini," ucap Sakura riang.
"Kau mau ini? Sebenarnya untuk siapa?" tanya Ino penuh arti. Sakura menggeleng dan tersenyum "Untuk Tsunade-sama. Aku sangat rindu padanya."
"Aku juga ada keperluan dengannya! Kita ke sana bersama ya, tunggu sebentar." Ino membawa bunga-bunga yang dipinta Sakura dan membungkusnya sedemikian rupa indahnya.
.
.
"Tsunade-sama!" teriak Sakura heboh saat membuka ruang kerja utama Hokage. Bola matanya berkeliling mengitari setiap sudut ruangan itu dan ia tak mendapati sosok yang dicarinya. "Tsunade-sama?"
Ino yang berjalan di belakang Sakura mulai mengintip ruangan itu dari balik badan Sakura. "Tak ada siapa-siapa?" tanya Ino kemudian. Sakura mengangguk. "Mungkin ia sedang ada kerjaan di luar. Padahal aku ingin memberikannya ini." Sakura sedikit tertunduk.
"Coba saja kita tunggu sebentar. Kau duduklah," kata Ino mempersilahkan Sakura masuk dan duduk sementara di dalam ruangan itu dan Ino tetap berdiri di muka pintu masuk sambil melihat ke kiri kanan –tak ada siapapun di lorong.
"Iya I-" Sakura secara relfek memegangi perutnya dan mencoba untuk bangkit dari posisi duduknya dengan susah payah. "-arrrrg!"
Ino langsung menoleh ke arah Sakura dan melihat wajah Sakura yang penuh dengan keringat dan tak henti-hentinya mengerang kesakitan sambil memegangi perutnya. "Sa-sakura! Kau kenapa? Ayo aku bantu!" Dengan paniknya, Ino menghampiri Sakura dan membantu Sakura berdiri. "I-ino, bisa bawa aku ke rumah sakit? A-aku..aaarg!" Sakura pun semakin menjadi-jadi.
"Sa-sakura tahan sebentar! Aku akan memanggil para shinobi yang bertugas dekat sini. Kuatkan dirimu, Sakura!" Ino benar-benar panik saat ini. Ia langsung berlari meninggalkan Sakura –mencari bantuan- yang jatuh terduduk di lantai sambil meremas-remas perutnya menahan sakit yang sangat menguasai dirinya. "Eng.. Arg!"
.
.
SRAK!
"Ugh." Sasuke melengguh tertahan saat entah apalah itu tiba-tiba membuat kulit telapak tangannya tersayat.
Kakashi dan beberapa anbu yang pergi bersama Sasuke langsung menoleh ke arah ketua mereka. " Sasuke-san, apa ada masalah?"
Sasuke mengusap telapak tangannya yang luka dengan tangannya yang satu lagi. " Ti-tidak ada."
"Ah untung ada Uchiha-san! Ternyata misi kita hari ini lebih cepat kelar dari biasanya dan bayangkan saja tak ada setengah hari kita sudah bisa pulang!" ucap salah satu shinobi biasa yang mengikuti misi ini.
Kakashi menoleh ke arah Sasuke. Jelas sekali diluar biasanya Sasuke bisa langsung menghabisi lawannya tanpa pandang bulu lagi, aura hitam benar-benar menyelimuti Sasuke dan cakranya terlihat kacau.
~oOo~
"Tsunade-sama, ternyata misi har-" salah satu petugas yang mengantar para shinobi dan anbu yang baru saja pulang dari misi tiba-tiba terdiam.
Kakashi langsung mempercepat langkahnya. " Ada apa?"
Sang pertugas membuka pintu lebar-lebar dan melangkah masuk ke dalam. " Tsunade-sama tidak ada di ruangannya."
Tak lama setelah itu Sasuke menyusul masuk dan melihat sekeliling ruangan. Tatapannya menyiratkan ada sesuatu yang tak beres. Sasuke melangkahkan kakinya lebih lagi untuk mendekat ke arah meja kerja sang Hokage. Ia sedikit membungkuk dan mengambil serangkaian kecil bunga Lilly yang terjatuh dan sedikit kusut kelopak bunganya.
"Ah! Kalian sudah kembali rupanya!" Salah satu shinobi memakai rompi hijaunya tiba-tiba masuk ke dalam ruangan milik Tsunade sambil berlari dan terlihat panik –nafasnya memburu. " U-uchiha-san, syukurlah! Sakura-san sedang melahirkan saat ini!"
DEG!
Seluruh manusia di dalam ruangan itu terdiam dan terlihat terkejut, terlebih lagi Sasuke. Ia langsung melempar asal rangkaian bunga yang dipungutnya dan langsung melesat pergi melalui jendela yang terletak di belakang bangku Hokage.
.
.
.
"Arg! Sa-sakit!" nafas Sakura tersenggal. Perawat meletakkan tubuhnya yang berkeringat di atas kasur dorong untuk 1 orang.
"Tahan Sakura-san! Tarik nafasmu dalam-dalam!" ucap salah satu perawat mencoba memberikan pengarahan pada Sakura yang ninja medis.
Sakura meremas keras pakaian yang dipakainya. "Ti-tidak bisa!"
"Sakura-san, Tsunade-sama segera datang. Ia akan membantu!" Salah satu ninja medis di Rumah Sakit membuka pintu ruang melahirkan dengan asal.
Orang yang dicari pun tiba. Dengan wajah panik, Tsunade berjalan cepat dan langsung menghampiri Sakura. "Kau.. kau kenapa? Apa tak bisa?"
Sakura langsung menggeleng dan menggigit bibir bawahnya. Tsunade yang baru saja melihatnya langsung tahu apa yang harus ia kerjakan sekarang. "Semuanya, panggil Shizune lalu segera suntikkan obat bius kepada Sakura, sekarang!"
.
.
.
"Sakura-chan kenapa!" dengan suara lantang, Naruto bisa dikatakan berteriak di lorong Rumah Sakit. Terlihat juga Hinata mengikuti Naruto dari belakang.
Ino berjalan ke kanan dan ke kiri berkali-kali. " Sakura tiba-tiba saja berteriak di ruang Hokage dan orang-orang bilang ia akan melahirkan!"
"Ng..a-ano, Ino-chan dan Naruto-kun, dari panik lebih baik kita duduk dan mendoakan Sakura-chan ya." Hinata mencoba mencairkan suasana.
Tak lama setelah itu Sai dan Lee datang dan langsung bertanya hal yang sama seperti Naruto. Lalu lagi-lagi Ino yang pada saat itu bersama Sakura dan mengetahui kejadiannya langsung menceritakan kepada kedua temannya yang baru saja datang.
"Sa-sasuke! Mana si teme!" tanya Naruto panik. Saking khawatirnya memikirkan Sakura ia sampai-sampai lupa kalau Sasuke tak hadir di sana. "Apa dia ada di dalam?"
"Tidak. Yang kudengar Sasuke sedang pergi misi dengan Kakashi-sensei dan beberapa shinobi lain," ucap Ino menjelaskan.
Lee yang sedang duduk diam di dekat pintu ruangan di mana Sakura berada pun akhirnya membuka mulutnya. "Setahuku bukankah team misi itu baru saja kembali? Aku baru saja dari pintu gerbang desa dan yang ku dengar mereka sudah kembali."
"Sudah berapa lama?" tanya Sai kemudian mengalihkan pembicaraan yang tadinya mulai mengarah pada Sasuke.
"Sakura maksudmu? Sudah 2 jam lewat, dan belum ada siapapun yang keluar dari ruangan itu." Ino menunjuk pintu ruangan itu.
BRAK!
Tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka. Terlihat seorang perawat yang menggunakan masker membawa seorang manusia kecil menggunakan kedua tangannya yang memakai sarung tangan. Manusia kecil itu benar-benar sangat mungil dan seluruh badannya serta tangan perawat itu dilapisi oleh darah merah yang segar. Perawat itu dengan cepat dan hati-hati membawa anak yang ada di tangannya itu menjauh dari sana.
"I-itu.."
"Jang-jangan-jangan itu anak Sakura!" Ino melanjutkan.
Seluruh pasang mata yang ada di sana saling menatap satu sama lain bergantian.
Tap tap tap tap
"Uc-Uchiha-san!"
Semua yang berada di lorong dekat ruangan dimana Sakura berada langsung menolehkan kepala mereka ke arah suara seorang perawat yang menyebut nama itu. Hanya dalam hitungan detik tiba-tiba Sasuke muncul masih menggunakan pakaian anbunya. Wajahnya pucat, tangannya kotor dan tubuhnya berkeringat. Ia berlari sekuat tenaga ke arah orang-orang yang dikenalnya itu.
"Sasuke! Akhirnya kau datang juga!" teriak Naruto heboh sambil menghampiri sahabatnya itu. "A-anakmu itu sudah lahir, bodoh! Selamat ya Sasuke!" Naruto langsung melompat ke arah Sasuke dan memeluk erat tubuh Sasuke yang sedikit lebih tinggi darinya. Sasuke tersentak. Tubuhnya kaku dan entah apa yang ia pikirkan sekarang.
"Sa-sakura." Gumam Sasuke pelan.
"Ah iya! Sakura-chan, ia masih ada di dalam sana," jawab Naruto yang mendengar gumaman Sasuke.
" Ya, Sakura masih ada di dalam sana." Timpal Ino.
.
.
.
Kini Ino, Hinata, Naruto, Sai, Lee dan tak lupa Sasuke tengah duduk di deretan kursi yang terletak rapi di depan pintu ruangan rumah sakit itu. Sudah hampir 1 jam setelah seorang pewarat keluar membawa bayi Uchiha itu –Sakura belum juga ada kabar. Semuanya diam, sibuk dengan pikirannya masing-masing. Intiplah sosok Sasuke yang tengah duduk di pojokan. Ia menundukan kepalanya dan memejamkan matanya, jemari tangannya saling menaut dan sesekali ia menggertakan giginya. Dalam hatinya ia gelisah dan ia takut sampai ada hal-hal buruk yang menimpa Sakura –istri yang dibuatnya menangis dan pergi dari rumah.
"Apa ada yang tidak beres dengan Sakura ya? Ini sudah lama sekali sejak tadi!" tiba-tiba Naruto memecahkan keheningan. Dari nada bicaranya jelas sekali Naruto juga mengkhawatirkan Sakura.
"Ng.. a-anu, Naruto-kun lebih baik jangan berpikir begitu. Kita berdoa untuk Sakura-chan saja ya." Hinata mencoba menenangkan Naruto dan mengusap pelan punggung Naruto yang berkeringat.
Ya, dari pada diselimuti oleh rasa khawatir lebih baik berdoa. Sasuke yang mendengar itu tetap diam –tetap tertunduk. Ia berdoa pada Kami-sama setidaknya berikan ia sekali lagi kesempatan untuk minta maaf secara langsung pada Sakura yang sekarang benar-benar sudah menyelamatkan clannya.
Suara dentingan jam yang berada di atas pintu ruangan itu entah mengapa jadi terdengar sangat nyaring sampai-sampai dengan mudah di dengar oleh siapa saja yang ada di sana.
"Ah!" Ino sedikit berteriak akibat terkejut. Ia melihat sosok Tsunade yang keluar dari ruangan itu, matanya terpejam dan bisa dilihat bahwa Tsunade sangat sangat lelah.
Semuanya yang tertunduk langsung mengangat kepala mereka, termasuk Sasuke.
"Tsunade-sama, bagaimana?" tanya Lee sebelum yang lain bertanya.
Tsunade tersenyum tipis. "Sudah selesai, ia ada di dalam dan kesadarannya belum kembali."
"Se-sebenarnya apa yang terjadi sensei?" tanya Ino yang penasaran mengapa melahirnya bisa begitu lamanya.
"Sejak awal Sakura memang tidak bisa melahirkan secara normal. Leher bayinya terlilit oleh tali pusar di dalam perutnya dan itu yang membuatnya harus oprasi. Kondisi Sakura sempat sangat drop di dalam setelah anaknya lahir dan untuk mengembalikan kondisi Sakura agar bisa stabil itu memakan waktu banyak. Maaf membuat kalian khawatir," jawab Tsunade. "Kalau begitu aku permisi dulu ya!"
Sebelum Tsunade melangkahkan kakinya, Sasuke sudah lebih dulu bangkit dan berdiri tepat di depan Tsunade. Semua orang terkejut melihat prilaku Sasuke yang amat sangat langka bagi mereka. Sasuke membukukkan tubuhnya, "Arigatou, Tsunade-sama." Kemudian Sasuke langsung masuk ke ruangan dimana Sakura berada.
"Dasar si bocah Uchiha itu, sudah jadi ayah."
.
.
.
Dengan sedikit rasa takut dan ragu, Sasuke melangkahkan kakinya mendekat di mana Sakura tengah berbaring lemas di atasnya. Sasuke tak mendapati kilauan hijau mata Sakura karena kedua matanya itu tertutup. Wajah Sakura juga terlihat agak pucat dan terlihat ada beberapa selang yang tersambung pada tubuh mungil itu.
Tangan Sasuke tergerak. Ia mengangat tangan kanannya perlahan lalu mengarahkan tangannya pada pucuk kepala Sakura. Lalu ia mengusap lembut pucuk kepala itu dan perlakuannya itu membuat mata Sakura terbuka.
"Sa-sasuke?"
Sasuke diam. Ia tetap diam sambil tangannya yang belum berhenti mengusap rambut merah muda ciri khas Sakura. Ia takut. Jujur ia takut menatap langsung mata Sakura, rasa bersalah benar-benar membuatnya takut kali ini. Ia tertunduk. "Go-gomen nasai," ucapnya pelan.
"Sudahlah, tak usah merendahkan dirimu di depanku dengan meminta maaf. Aku sudah melahirkan anak yang kau minta 'kan? Sekarang tugasku sudah selesai." Sakura menolehkan kepalanya ke arah yang berlawanan, ia hanya tak ingin Sasuke melihatnya saat ini karena –karena saat ini dengan perlahan namun pasti air mata dengan begitu saja keluar dari matanya.
"Apa maksudmu?" tanya Sasuke yang memang tidak mengerti dengan maksud ucapan Sakura barusan.
Sakura menjawab dengan pelan, mencoba agar suaranya tidak terdengar bergetar. "Dulu, saat kau melamarku –ah tidak! Saat memintaku, kau mengatakan karena aku akan berguna bagimu 'kan? Sekarang aku sudah berguna bukan? Ku rasa satu anak sudah cukup, tak usah menyiksa dirimu dengan hidup bersamaku, Sasuke. Kau sudah dewasa, sudah saatnya kau memang hidup berkeluarga dengan orang yang kau cintai, bahagiakan mereka sebagai salah satu bagian dari keluarga clanmu itu."
Sasuka tersentak. Ia mengerti sekarang apa yang dimaksud Sakura. Tunggu! Sebentar, itu bukan yang dimaksud Sasuke. Apa ada yang salah dengan pemikiran Sakura?
"Lebih baik kau berhenti bicara yang macam-macam. Diam dan tidurlah." Sasuke merespon di luar topik membuat Sakura merasa bahwa dirinya benar-benar tidak di pandang oleh Sasuke.
"Kau..sebegitunya benci denganku?" tanya Sakura. "Kau sejak dulu, apa tidak adakah sedikit rasa cintamu sebagai seorang laki-laki untukku Sasuke?"
Cukup sudah, Sakura tak bisa menahan rasa sakit yang menjalar keseluruh tubuhnya, terlebih hatinya. Tangisannya pecah dan dengan berani ia menatap Sasuke -dengan tajam sekali.
"Saat memintaku menikah denganmu kau hanya mengatakan kalau aku akan berguna. Apa itu benar?"
".."
"Saat pernikahan pun kau tidak menciumku. Kau sangat dingin padaku, kau sangat sangat kasar padaku. Kau bahkan menjauhiku saat menikah dan tetap menganggapku orang lain."
".."
"Bah-bahkan saat itu kau yang belum pernah menyentuhku barang sedikit pun, aku malah melihat Karin keluar dari kamarmu. Tiba-tiba kau berubah menjadi manis dan menganggapku ada. Apa itu semua hanya modus sebagai langkah pertamamu agar cepat mendapat keturunan dariku, begitu Sasuke? Bahkan di saat terakhir pun kau membuatku keluar dari rumah!Kenapa Sasuke-kun!"
".."
"Meski begini pun, kau tidak mengatakan apapun padaku," ucap Sakura lagi sambil terisak.
Penat. Rasanya kepala Sasuke benar-benar penat. Ia tak mengerti kenapa Sakura sampai bisa berpikir seperti itu. Ya memang yang diucapkan Sakura memang benar jikalau diingat-ingat semuanya. Tapi, tapi Sasuke tak pernah menyadari sekejam itukah dirinya selama ini?
"Sa-"
"Sasuke! Jelaskan semuanya. Jangan seperti ini ku-kumohon," kata Sakura sambil menyeka air matanya berkali-kali. Ia butuh kepastian akan segala bentuk kebimbangannya selama ini.
"Makanya kau diam dulu!" Sasuke lepas kendali lagi dan meninggikan suaranya secara tiba-tiba. "Sakura coba kau dinginkan dulu pikiranmu." Sasuke mengusap mata kirinya lalu menggenggam tangan Sakura yang terkulai lemas di samping tubuhnya.
Sasuke menghela nafas lalu diam beberapa saat sampai akhirnya mengatakan, "A-aku bukan orang yang pandai berkata-kata, aku tak tahu bagaimana harus bersikap, aku bahkan tak tahu kalau aku bisa-" Sasuke memberikan jeda beberapa detik. "-sam-sampai semakin membenci hm Lee, dan masalah Karin bahkan aku tak tahu apa yang sedang kau bicarakan, tetapi sekali ia pernah memanggilku lewat jendela kamar dan itu pun bersama Suigetsu. Sudahlah itu semua tidak penting lebih baik kau istirahat sekarang!" Sasuke mengakhiri ucapannya. Ia terlihat terengah-engah seperti orang yang baru saja berlari kiloan meter jauhnya. "Percayalah padaku," gumam Sasuke sambil menempelkan tangan Sakura yang di genggamnya pada dahinya.
" K-kau,"
" Hah, aku jadi banyak bicara. Sekarang lupakan," ucap Sasuke lagi. Mencoba mengatur kembali emosinya yang sempat kacau. "Satu lagi. Aku minta maaf kemarin ini menyakitimu. Aku tak ingin kau tahu kalau aku sebenarnya memikirkan masa depanmu dan masa depan Uchiha kecil itu."
"Sasuke kau jadi banyak bicara," ucap Sakura datar.
"Hn."
"Kau, apa kau menerima begitu banyak misi untuk men-"
"-agar bisa membiayai semuanya." Potong Sasuke.
Sakura tersenyum, dengan tangan satunya lagi yang bebas, ia mengusap pelan dadanya yang tadi sempat terasa perih namun sekarang terasa sangat hangat. "Sasuke maaf." Sakura tersenyum meski Sasuke tak melihatnya. Sasuke meresponnya dengan anggukkan. Uchiha bungsu itu mengangkat kepalanya lalu meletakkan tangan Sakura yang digenggamnya kembali ke atas tubuh wanita itu. Kembali dengan wajah datarnya Sasuke mulai membukukkan tubuhnya dan mendekat pada Sakura. Tangannya menyentuk kembali pucuk Sakura dan menggenggam beberapa helaian rambut merah muda itu. Wajahnya semakin mendekat dan mencium Sakura tepat di bibirnya yang sedikit mengering dengan lembutnya. Ia memejamkan matanya dan merasakan permukaan lembut itu dengan bibir tipisnya.
"Permisi Uchiha-san." Sebuah suara menghentikan kegiatan mereka. Keduanya pun menoleh ke arah suara dan mata mereka pun membulat. Dilihatnya seorang perawat berbaju putih berjalan mendekat ke arah mereka sambil membawa suatu buntalan putih yang ternyata di dalamnya terdapat bayi mereka tengah memejamkan matanya seperti kebanyak bayi yang baru lahir dimana mereka akan terus tertidur.
"Ingin mengantarkan bayi kalian, Uchiha-san," ucap perawat itu dengan sopan. Ia berjalan menuju samping ranjang Sakura lalu memberikan bayi itu ke tangan Sakura dengan perlahan. "Saya permisi dahulu, Uchiha-san. Oh ya, pihak Rumah Sakit Konoha akan segera memberikan data akte kelahiran bayi ini agar dapat segera diberikan ke pada Hokage untuk di data." Setelah mengucapkan itu perawat yang terlihat masih muda itu pun segera pergi.
Bayi itu terlihat sangat nyaman. Tubuh bayi itu dibungkus oleh kain yang sangat tebal berwarna putih membuat bayi itu merasa sangat hangat -mengingat saat ini masih musim dingin. Kulit bayi itu terliahat sangat putih dan sedikit memerah pada pipinya, bibirnya tipis, dan terdapat rambut-rambut halus di kepalanya berwarna hitam sama seperti yang Sasuke miliki.
"Laki-laki. Sangat tampan," ucap Sakura lembut sembari jemarinya mengusap lembut penuh kasih sayang bayinya itu. "Aku sangat bahagia."
"Hn." Sasuke mendekat dan dengan jari jelunjuknya iya menyentuh jemari bayinya yang mengepal di depan dada.
"Sasuke jangan!" cegah Sakura. "Tanganmu itu kotor, bayi daya tahan tubuh ini sangat kecil. Dengan mudah ia bisa sakit," ucap Sakura dengan penuh perhatian.
Sasuke hanya diam dan menatap Sakura sebal. Ia hanya ingin sekedar menyentuh kulit putih anaknya yang baru lahir itu. Lalu pandangan Sasuke kembali menuju bayi itu, dan betapa kagetnya ia. Matanya melebar dan tiba-tiba saja jantungnya bedegup kencang.
"Ada apa Sasuke-kun?" tanya Sakura yang melihat Sasuke tiba-tiba seperti mematung begitu.
"Sha-sharingan."
"Hm? Sharingan? Apa maksudmu?"
"Mata anak itu."
Sakura menatap aneh Sasuke, lalu ia menatap bayinya yang memejamkan mata dengan tenangnya. "Apa maksudmu dengan matanya Sharingan? Jangan aneh-aneh Sasuke," ucap Sakura sambil terkekeh.
Sasuke terdiam, ia yakin betul saat ia melihat anaknya tadi, anak itu membuka matanya beberapa saat dan menunjukan bola mata Sharingan. Ini diluar akal Sasuke. Seorang bayi yang baru lahir memiliki Sharingan.
"Dia masih terlalu kecil, Sasuke." Sakura mengusap-usap pelan dahi bayinya. Rasanya benar-benar tak ingin henti-hentinya menyentuh bayi itu, kulitnya benar-benar halus terlebih lagi perasaan Sakura yang dulu bayi ini hanya bisa ia bayangkan dalam rahimnya sekarang sudah dapat ia pegang dan ia dekap dengan perasaan hangat.
"Ia benar-benar sepertimu Sasuke, aku iri. Kulitnya putih pucat, rambutnya hitam dan ketampanannya. Aku sangat iri." Sakura berdecah sebal. Setidaknya tak ada ciri-ciri apapun pada bayi ini yang mewakili Sakura.
"Ia akan memiliki hatimu," ucap Sasuke tiba-tiba membuat Sakura langsung menatap Sasuke. "Jangan sampai ia dingin sepertiku."
Sakura tersenyum lembut dan menganggukkan kepalanya. "Hn! Tapi jangan cengeng seperti aku. Kuat seperti ayahnya," ucap Sakura dengan tulusnya.
"Sakura, nama bayi ini bo-"
"-kau yang memberi nama. Aku serahkan padamu," potong Sakura. Sejak awal baginya bayi ini milik Sasuke dan ia ingin nama bayi ini diberikan langsung oleh Sasuke.
"Ayahku, dia pernah bilang pada Itachi jika kalau aku punya adik ayahku ingin memberi nama ini."
"Be-benarkah?" tanya Sakura penasaran. "Apa itu? Ya, aku menyetujuinya." Sakura tersenyum dan tangannya meraih tangan Sasuke, mendekatkan tangan besar itu pada kepalan tangan bayinya.
"Daisuke."
.
.
The End
KABUUUUUUUUUUUUUR!
Ending macam apa ini! Maafkan saya ya semuanya . Maaf jikalau ini bukan ending yang sangat sangat memuaskan.
Cerita aneh! Banyak typo! Gada feel! LAMA UPDATE! *digampar*
tapi...
Di sini aku cuma bisa bilang TERIMA KASIH BANYAK BUAT SEMUANYA!
*curhat* ini fic pertama aku yang membawa aku ke dunia ffn. Ga nyangka responnya baik sampai sekarang, sangat-sangat baik bahkan! padahal setelah aku baca lagi semuanya kok ceritanya aneh begini? Jujur aku sempet mau discont fic ini tapi karena dukungan review kalian semua aku mencoba ^^
Makasih yang mau nunggun fic ini, meski aku berbulan2 ga update tp masih ada ratusan yang baca . maaf lebay tapi aku seneng banget karena ini fic pertama aku heheheh XDDD
Tetep dukung aku di fic fic lainnya ya ^_^
Sebenarnya aku ga mau the end di sini karena rasanya lucu ya liat SasuSaku yang udah nambah 1 baby, tapi aku belum ada ide :D
Ada pemikiran mau buat sequel2 atau MNLWS season 2 yang ceritanya hidup SasuSaku dengan anak2nya nanti. How do you think? :D aku masih mencoba mengumpulkan ide ehehehehe XDDD
.
MIND TO REVIEW YA!
Aku butuh saran reader untuk kedepannya lagi :D dan ide untuk kelanjutan cerita ini hehehe
Sekali lagi terima kasih banyak ya! *bow* maaf untuk segala ke jelekan dan ke anehan fic ini! :DD
HAI! AKU KEMBALI MENGEDIT FIC CHAP TERAKHIR INI HANYA UNTUK MENAMBAHKAN, JIKA MNLWS II -New Life udah di PUBLISH! HAHAHAHA
AKU MENCOBA MEMBUAT LANJUTAN DARI CERITA INI, SESUAI DENGAN PEMIKIRAN SAAT NEKAT BUAT ENDING CERITA INI ^^
ARIGATOU