Krieet.

"Sebastian, aku pul―uh, kenapa gelap sekali!" Ciel menggerutu begitu ia membuka pintu rumah (well, kediaman "bersama" tepatnya) miliknya. Tangannya mencari-cari saklar ruang tamu, namun tidak kunjung menemukannya.

Akhirnya, Ciel memilih menjejakkan sandal rumah―sepatu bepergiannya sudah diganti sandal khusus untuk di rumah, karena ia sangat amat benci hal yang kotor-kotor untuk rumahnya―ke ruang tamu.

Ciel berpikir, lebih baik ia mencari Sebastian dahulu. Tapi tetap saja, ini gelap sekali!

Dengan berjalan sembari memegangi tembok supaya tidak terjatuh, akhirnya Ciel sampai ke dapur―merangkap ruang makan―rumahnya. Begitu mulai memasuki rumah, ia melihat nyala api dari lilin-lilin yang hampir padam, berasal dari ruang makan.

"Sebastian…?"

Tapi tidak ada jawaban dari pemuda berambut bagaikan kayu eboni di hadapan Ciel. Sebastian tetap tertidur dengan kepala menempel pada salah satu sisi meja. Menu makanan telah tersedia di meja makan.

Mau tak mau, Ciel tersenyum kecil. Ia kemudian mencicipi makanan yang disediakan Sebastian, dengan berusaha untuk tidak membangunkannya.

Satu suap cream soup

Dingin!

Sudah berapa lama, orang ini memasakkan makanan dan menungguku sebenarnya, sih? Benak Ciel terus berspekulasi; membuat raut mukanya semakin tidak karuan karena kekhawatiran.

Baru saja Ciel mau mencoba membangunkan Sebastian―hei, tidur di meja bisa membuatnya terkena stiff, tahu! Dia 'kan dokter; seharusnya lebih tahu―tapi kemudian ia tertarik dengan layar ponsel Sebastian yang menyala terang di tengah temaram lilin.

.

From: Angela Landers
Subject: Pasanganmu itu …

.

Pasangan? Ah, pikiran Ciel mulai dirayapi perasaan was-was. Dengan segera, ia mengecek konversasi di antara keduanya, dalam ponsel milik Sebastian. Beberapa pesan singkat terakhir hanya berisi pertanyaan Angela; mengapa Sebastian tidak menjawab pesannya.

Tentu saja! Si Straighter ini tertidur di ruang makan, tahu! Ciel mendengus ketika membaca pesan-pesan terakhir dari Angela―yang bahkan masih mengirimi pesan singkat ketika Ciel membuka-buka kotak masuk di ponsel Sebastian.

Sampai pada satu pesan dengan sisipan gambar. Ciel penasaran akan gambar apa yang disisipkan pada pesan singkat dari Angela. Gambar pornokah? Mengingat Sebastian dahulu―kelihatannya―adalah playboy kelas atas.

Tapi kemudian, Ciel membelalak.

Itu fotoku ketika berciuman dengan Alois di taman hiburan tadi! Bagaimana bisa

"Siapa si Angela Landers ini...," desis Ciel menahan geram. Dalam kalut, ia menghapus pesan tersebut―beruntung juga, Sebastian kelihatannya belum membaca pesan singkat tersebut.

Setelah menghapus pesan tersebut, Ciel meletakkan ponsel Sebastian dengan agak kasar ke meja makan mereka. Ia menahan geram dan sedikit kegugupan karena takut perbuatannya diketahui Sebastian; pemuda yang seharusnya tidak terlibat dalam semua kekalutan hatinya.

"Sial … Alois Sialan."

Ciel segera pergi dari ruang makan, meninggalkan Sebastian yang masih meletakkan kepalanya di meja. Ciel berpikir untuk mandi dan menenangkan pikiran dahulu, baru membangunkan Sebastian.

Biarlah ia sedikit kejam dengan mandi dahulu untuk mendinginkan kepala, daripada ia membangunkan Sebastian sekarang dengan emosi labil―yang malah membuatnya bisa meracau tidak jelas mengenai hubungannya dan Alois. Bisa gawat kalau sampai itu terjadi.

Ciel pergi meninggalkan ruang makan tanpa sadar …

… bahwa Sebastian telah membuka sebelah mata rubinya sedari Ciel membaca pesan singkat Angela, dengan posisi membelakangi Sebastian.

.

.

.

"Mau sampai kapan kau berbohong padaku, Phantomhive?"


House

still a present for AraAra Siluman Katak

Chap 7: That Couple, Truth

Disclaimer: Kuroshitsuji from Yana Toboso/Square Enix; House title only from House series in AXN. There's no money making here.

Warning: AU, OOC, typo. Shounen-ai SebastianXCiel / CielXSebastian and AloisXCiel; Implisit Yaoi. T semi M for save; may adults contents inside. Seme!Ciel and Uke!Sebastian in the beginning.

THINK TWICE PLEASE. (Heavy plots)

Don't Like Don't Read!

House: 2011: M. Gabriella


"Haah … begini lebih baik," lirih Ciel yang baru saja selesai mandi dan berganti pakaian. Sekarang, emosinya sudah mulai reda. Baguslah; ia harus bisa bersikap setenang mungkin, agar Sebastian tidak mencari tahu apa yang ia sembunyikan.

"Oh, Ciel. Sudah pulang rupanya," ujar Sebastian dengan nada yang lebih menyerupai pernyataan, bukan pertanyaan. Ciel menautkan alis melihat Sebastian yang berdiri di hadapannya dengan menguap sesekali.

Seakan bisa mengerti apa maksud tautan alis Ciel, Sebastian bertanya, "Kenapa? Bingung melihatku sudah bangun?"

Ciel mengangguk.

"Ah, tadi begitu kau mandi, gemerisik air dari shower sampai terdengar dari ruang makan. Entah karena ruang makan dan kamar mandi yang tidak terlalu jauh, atau memang kau yang mandi dengan ga nyantai," ujar Sebastian panjang lebar. Sudut dahi Ciel sedikit berkedut mendengar kalimat yang terakhir.

"Apa maksudmu dengan kata 'ga nyantai'?" ucap Ciel dengan nada menyelidik; matanya menyipit pada manik semerah delima milik Sebastian.

"Well, yang kumaksud dengan 'ga nyantai' itu―"

Perkataan Sebastian terhenti, karena dengan tiba-tiba, ia sudah berada di belakang Ciel. Kedua telapak tangannya ia lekatkan pada pipi Ciel, yang terasa panas seketika.

"A-ap―" Perkataan Ciel langsung terputus, ketika Sebastian mulai menciumi lehernya. Kata-kata Ciel bagai teredam begitu saja―walau memang Ciel segera menutup mulutnya, agar desahan-desahan (yang pasti membuat Sebastian makin menggila) tidak keluar dari kedua belah bibirnya.

"―yang kumaksud dengan 'ga nyantai' itu … ya, yang seperti ini."

Bibir milik pemuda berambut kayu eboni hampir mencapai bibir milik pemuda berambut kelabu. Tepat satu inchi di depan bibir Ciel, sesuatu terlintas―

'Hei, tak' bisakah kita yang sekarang kembali pada kita yang dahulu?'

―di benak Ciel; wajah yang terbingkai rambut pirang … yang tawanya begitu manis dan renyah terdengar di telinga Ciel.

Sontak, Ciel menahan wajah Sebastian dengan kedua tangannya. Safir milik pemuda bermarga Phantomhive itu menatap rubi milik si Michaelis dengan ekspresi bercampur aduk.

Apakah itu takut? Marah? Atau bahkan … sesal? Ciel sungguh tidak tahu lagi, bagaimana tatapan matanya pada Sebastian, hingga pemuda di hadapannya menatap safirnya dengan begitu datar.

Perlahan, Sebastian menghentikan kontaknya dengan fisik―dan batin―Ciel. Ia mundur teratur, lalu membelakangi Ciel.

Pelan, Sebastian berucap, "Maafkan aku. Ini mungkin terlalu mendadak―"

Permata langit milik Ciel melebar. Dalam sekejap, memori akan dirinya yang dahulu lebih agresif dan mengejar-ngejar Sebastian … menggabung menjadi satu; menggabung menjadi suatu kesatuan jalinan cerita yang utuh.

Bagaimana bisa ia yang dahulu "menyerang" Sebastian secara bertubi-tubi, malah menolak ketika Sebastian sudah ada di sampingnya? Sudah menjadi miliknya―seutuhnya?

Entah Sebastian yang berprofesi sebagai dokter merangkap paranormal atau Ciel yang seluruh tindakannya gampang terbaca, dokter muda itu langsung memotong saat Ciel mau bersuara.

"―aku lapar; aku mau makan. Kalau kau tadi sudah makan di luar, kau bisa masuk kamarmu sendiri."

Penekanan pada kata "mu"; dan Ciel tahu, bahwa ini bukanlah hal baik untuk berdebat dengan dokter muda yang ia pilih sebagai pendamping hidup.

Dengan berat hati, Ciel melangkahkan kaki menuju kamarnya―meninggalkan Sebastian yang menuju ke ruang makan, untuk memanaskan dan menyantap makan malamnya …

sendirian.

.

.

.

"Kau benar-benar tidak pintar berbohong, Slasher…."


.

.

.

( "Hei, Alois . Kenapa kau tiba-tiba kembali ke Inggris? Kudengar, Trancy Co. begitu tangguh di Amerika Serikat. Tapi, kau malah pergi ke Inggris, meninggalkan perusahaanmu begitu saja"

Alois memotong, "―Aku kembali untukmu―" lalu menyeringai―

Ciel mencibir; memotong, "―tidak mungkin hanya karena itu alasannya. Pasti ada alasan lain yang lebih penting―"

Alois tersenyum menjawab, "―kau sendiri yang bilang, bahwa perusahaanku yang di Amerika Serikat berkembang begitu tangguh. Kutinggalkan sebentar bukan masalah; dia yang di sana pasti bisa mengawasinya―"

Ciel masih belum percaya; tidak mungkin percaya begitu saja; ia berargumen lagi, "―tch, aku tidak percaya. Lagipula, siapa yang kaumaksud dengan 'dia'―"

―Cup!

Kedua safir Ciel membelalak, sementara dua safir yang lain, yang milik Alois, malah terpejam; mencoba membuat Ciel terlarut dalam ciuman dari Alois.

Dengan gerakan menuntut dari lengan Alois di pinggang Ciel, lama-kelamaan Ciel pun menyerah melawan. Ia mencoba menikmati suasana intim di antara dirinya dan pemuda Trancy di hadapannya. Walau tetap, pikirannya berkecamuk. Terlalu banyak misteri …

dan terlalu banyak dosa yang diperbuat oleh Ciel Phantomhive. )

.

.

.

Terlalu banyak misteri dari kepulangan kembali seorang Alois Trancy―ke Inggris. Ah, garis bawah itu memang diperlukan, mengingat Alois dulu bahkan rela meninggalkannya demi mengejar mimpinya

mimpi mendirikan Trancy Co.; dan bahkan sukses besar kini.

Jadi, seharusnya kepulangan ke Inggris tidak diperlukan, bukankah benar begitu? Mana mungkin Alois mau kembali ke Inggris hanya untuk menemuinya (dan memilih meninggalkan Trancy Co. di Amerika Serikat), sementara dahulu Alois tega meninggalkannya demi mendirikan perusahaannya itu?

Ciel menumpukan kepalanya di kedua telapak tangannya. Ia meremat-remat kulit kepalanya, sembari terus berpikir; memutar otak tanpa henti.

(Ah, untungnya pekerjaannya sebagai direktrur utama Phantom Co. sudah selesai. Ia bisa berpikir mengenai masalah pribadinya di siang hari ini, dalam waktu lima belas menit sebelum jam makan siang.)

Ciel berdiri dari kursi direktur miliknya. Ia mencoba memikirkan segala hal rumit ini dengan berjalan mondar-mandir di ruangannya. Terserah kalau sekretarisnya, Maylene, masuk dan menganggap kewarasan dirinya patut dipertanyakan.

Jalan-jalan―mondar-mandir―di ruangan lebih baik daripada harus duduk diam memangku tangan; inspirasi akan jawaban segala hal yang ia hadapi ini akan datang bila ia menggerakkan otot-otot yang melekat pada rangka tubuhnya, tidak hanya diam di suatu tempat.

Tapi tetap saja, hanya pirang yang dapat ia temui dalam rak memori otak jeniusnya.

Pirang. Pirang. Pirang. Pirang. Pirang―

Ada yang tidak beres

"Uuh!"

Sensasi tekanan pada kepala Ciel terjadi kembali.

Kepala Ciel bagai dihantam tonfa raksasa kini. Kepalanya kini serasa mau pecah; bagai dihantam palu godam. Telapak tangan kanan Ciel mencengkram erat kepala bagian kirinya. Rasa berdenyut tak tertahankan itu terus merajalela.

Merasa berdirinya tak lagi kokoh, Ciel menumpukan tangan kirinya ke meja; berusaha menahan beban tubuh ke arah kiri. Bergerak untuk duduk lagi pun rasanya ia tak sanggup.

Meski demikian, otak Ciel masih terpaku pada perintah "Pikirkan apa yang tidak beres dari kedatangan Alois Trancy ke Inggris!". Dengan menggeram dan sesekali meringis menahan sakit, Ciel memaksakan otaknya untuk terus bekerja.

Pirang. Pirang. Pirang. Pirang. Pirang―

―hitam. Eyepatch hitam.

Saat itu juga, safir gelap Ciel terbuka lebar. Memori-memori yang begitu asing dalam dirinya merasuki otaknya.

Bagai orang kesetanan, Ciel berteriak-teriak kesakitan; tak sanggup menerima intensitas memori yang begitu hebat menerjang.

"AAAAAARGHHHH!"

...

Setelah itu, semuanya gelap bagi Ciel Phantomhive.

there is no turning back now

.

.

.

[ di tempat Alois; tiga puluh menit sebelum Ciel ambruk―sampai keambrukan ]

( Alois menyela perkataan Ciel, "Kau sendiri yang bilang, bahwa perusahaanku yang di Amerika Serikat berkembang begitu tangguh. Kutinggalkan sebentar bukan masalah; dia yang di sana pasti bisa mengawasinya―"

Tapi, Ciel malah balik memotong, "tch, aku tidak percaya. Lagipula, siapa yang kaumaksud dengan 'dia'―"

―Cup!

Alois menyambar bibir Ciel begitu saja; menghentikan perkataan Ciel, sebelum kedua belah bibir pemuda Phantomhive itu dapat melontarkan argumen-argumen mematikan yang lainseperti dahulu ketika Alois masih bersama Ciel.

Walaupun Alois terlihat begitu mendalami ketika mencium Ciel, pikiran pemuda pirang itu berkecamuk.

Tidak. Tidak. Tidak.

Ia tidak boleh kebablasan lagi dalam berbicara; Alois harus menjaga bicaranya.

Kalau tidak …

apa yang sudah ia rencanakan matang-matang bisa hancur dalam sekejap. )

.

.

.

Ya; apa yang telah Alois rencanakan sedari di Amerika tidak boleh ketahuan.

Setidaknya, sekarang belum boleh diketahui Ciel.

Ah, sepertinya, ia harus segera mengajukan pilihan pada Ciel secepat mungkin; mengingat …

( Setelah mereka berdua usai berciuman, Alois tersenyum lembut pada Ciel. Ciel mencoba untuk tersenyum balikyang entah bagaimana, cara Ciel yang mau tersenyum balik padanya sangat … rumit; bagai terpaksa saja.

Begitu Ciel bisa tersenyum balik pada Alois, teriakan dari pemuda kelabu itu malah mengagetkan Alois.

"AAH!"

Dua telapak tangan Ciel langsung melekat pada kepala Si Surai Kelabu. Ciel meremas kepalanya dengan frustasi; ekspresi wajahnya begitu kesakitan.

Alois sempat panikdan untungnya, komidi putar yang mereka tumpangi sudah sampai bawah. Alois segera memapah Ciel begitu keluar dari wahana.

Dengan bantuan petugas, ia segera menuju ke apotek terdekatyang untungnya masih dalam wilayah taman hiburan itu. Alois meninggalkan Ciel sejenak di sebuah bangku taman dan meminta petugas tadi untuk menjaganya sebentar.

Secepat kilat, ia telah kembali membawa obat pereda nyeri kepala untuk Ciel. Setelah berbasa-basi dengan berterima kasih pada petugas, petugas akhirnya meninggalkan mereka berdua mengurus urusan mereka sendiri.

Begitu Ciel selesai menenggak obatnya, raut kesakitan di wajah Ciel berangsur-angsur menghilang. Alois menghela napas lega melihatnya.

Walaupun Alois memberikan obat pereda nyeri di kepala pada Ciel, ia tahu, bahwa nyeri kepala biasa bukanlah masalah Ciel.

Ini … gawat.

Ciel sudah terlalu lama bertemu orang baru. Kalau Ciel bertemu dengan orang-orang dari masa lalunya seperti dirinya …

… tidak; Ciel tidak boleh lebih mendekat lagi pada masa lalunya, sebelum pilihan telah Ciel jatuhkan. )

Alois benar-benar perlu bertemu Ciel sekarang. Kalau saja Ciel dua atau tiga kali mengalami hal seperti ini, bisa bisa―

Alois segera menyambar telepon di ruang kerjanya. Secepat kilat, ia menekan nomor kantor Ciel di Phantom Co. yang sudah ia hapal mati.

Tuut. Tuut. Tuu

"Selamat siang; dengan Phantom Corporation. Ada yang bisa kami bantu?"

"Saya Alois Trancy, pimpinan dari Trancy Corporation. Saya perlu bertemu dengan direktur utama Phantom Corporation, Mr. Ciel Phantomhive; apa ia ada?"

"Maafkan kami … tapi, Mr. Phantomhive baru saja dibawa ke rumah sakit karena ditemukan tergeletak di ruang―"

"―Apa katamu? Ciel dibawa ke rumah sakit?" Alois tidak peduli lagi dengan etika kesopan-santunan dalam bertelepon. Masa bodoh dengan dirinya yang adalah seorang intelek! Ciel dibawa ke rumah sakit?

Gawat―ini benar-benar gawat. Alois tahu, hal ini lama kelamaan akan terjadi; sesuai peringatan dari Amerika sana. Tapi sungguh, ia 'tak menyangka akan secepat ini.

"Beritahu padaku―rumah sakit mana dan kamar berapa?"

"Ka-kami tidak boleh memberitahukan informasi sepenting―"

"―SAYA REKAN BISNISNYA DAN SAYA BERHAK TAHU!"

"B-baik! Di Rumah Sakit Pusat London, kamar VVIP 104―"

Prek!

Tut. Tut. Tut.

Alois memutuskan hubungan secara sepihak. Ia segera menyambar jaket ungu dan kunci mobil miliknya.

Ia tidak peduli seberapa jauh rumah sakit tempat Ciel dirawat dengan rumahnya (di Inggris) kini. Kalau perlu, gas akan ia tekan berkali-kali demi cepat sampai ke rumah sakit.

Jangan sampai segalanya terbongkar secepat ini!

there is no turning back now

.

.

.

[ di tempat Sebastian; tiga puluh menit sebelum Ciel ambruk―sampai keambrukan ]

Sebastian tahu; Sebastian sadar.

Ciel-nya berbohong padanya, begitu pulang dari kegiatan "cari cewek" (seperti kata Ciel sebelum pergi).

Lalu, bagaimana Sebastian tahu bahwa Ciel menyembunyikan kebenarannya?

Ah, itu mudah saja. Sebastian sebenarnya sudah membaca pesan singkat Angela, beserta sisipan gambarnya. Hanya, ia biarkan saja terlihat seperti belum dibaca―dan beruntungnya, Ciel tidak menyadari ada tanda bahwa pesan itu telah dibaca Sebastian―untuk menjebak Ciel.

Sepertinya … itu berhasil, 'kan? Melihat gelagat Ciel, semuanya rasanya sudah jelas.

(―Well, kalau ada yang mau bertanya bagaima Sebastian bisa melihat perbedaan gelagat Ciel dari yang biasanya, salahkan saja Ronald, sahabat Sebastian yang seorang psikolog, karena telah mencekoki Sebastian dengan ilmu psikologi secara rutin.)

Yah, kalau ditanya bagaimana perasaan Sebastian, sih, pastinya kacau.

Kacau; ya, kacau.

Campuran dari sedih, kesal, kecewa dan perasaan entah-apa-itu―dinamai kacau, bukan?

Karena kacau itulah, Sebastian mengambil ponsel miliknya; bergegas menghubungi Ciel. Ia menekan tuts di layar ponsel miliknya dengan cekatan―sudah hapal ponsel pasangannya itu di luar kepala.

Tuut. Tuut. Tuut.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif; cobalah―"

Pik.

Tut. Tut. Tut.

Cih, Sebastian tidak menelpon untuk mendengarkan ocehan berulang kali dari operator nun jauh di sana!

"Ke mana bocah itu, sih?"

Dengan gusar, Sebatsian mengacak rambutnya kesal. Ia butuh penjelasan dari Ciel―berhubung otaknya masih jernih dan belum penat; kalau otaknya penuh, ia bisa emosian sebelum Ciel bisa bicara.

Oh, iya! Kukunjungi kantornya saja.

Untungnya, jadwal operasinya kosong untuk dua jam ke depan. Dokumen-dokumen pun sudah selesai dicek dan ditandatangani. Ia bisa keluar ruangan serba putihnya sekarang.

Cklek.

Pintu dibuka―

"Dokter Syaraf Sebastian Michaelis?"

―memunculkan sosok berambut perak panjang, tengah bersandar di dinding sebelah pintu ruangan Sebastian.

"Ya, saya sendiri. Ada apa, ya?" Sejujurnya, Sebastian malas meladeni orang di depannya―ia harus segera ke kantor Ciel, karena firasatnya memerintahkan demikian. Tapi, orang di depannya berpenampilan begitu … eksentrik; membuat Sebastian tertarik untuk menanggapinya.

"Sepertinya kita akan terlibat dalam percakapan yang panjang, hihihi," tawa si pria berambut putih panjang di akhir kalimatnya. Tawa yang begitu ganjil, hingga membuat Sebastian mengernyit heran.

"Maaf, tapi saya ada urusan―"

"―Aaah … sang direktur kecil kita bisa menunggu sedikit lebih lama, kok," potong pria "abstrak" di hadapan Sebastian.

Kedua alis Sebastian bertaut; ia yakin, yang dimaksud sebagai "direktur kecil" oleh pria di hadapannya, adalah orang yang sama dengan orang yang akan Sebastian datangi.

Untuk memastikan, Sebastian bertanya, "Phantomhive?" dan dijawab dengan kikikan ganjil pria di hadapannya seperti sebelumnya.

Sekali lagi, Sebastian bertanya untuk memastikan, "Ciel … Phantomhive, bukan?"

Lalu, senyum misterius dari pria di hadapan Sebastian seakan menjawab banyak tanda tanya di kepala Sebastian. Pria di hadapan Sebastian berucap dengan suara rendah,

"Kita bicarakan di kafe saja."

.

.

.

"―Sebentar, sebentar; jadi, namamu adalah Undertaker? Kau itu … salah satu pendiri perkumpulan para gay terkenal yang diberi nama-apa-itu―"

"―Gay Guys," ujar Undertaker memotong.

"Ah, iya; itu namanya. Gay Guys ini adalah perkumpulan para gay, di mana Ciel bergabung dan kini sudah menjadi salah satu dari angkatan lama di situ?"

Undertaker menyeringai kegirangan, sebagai tanda senang akan daya tangkap Sebastian yang begitu tinggi―walaupun ia telah bercerita secepat kilat pada Sebastian.

Well, mungkin Undertaker sudah lupa akan fakta bahwa Sebastian adalah seorang dokter syaraf―yang memang menuntut pemahaman secepat kilat, demi menganalisis penyakit pasien.

Sebastian menghela napas sejenak, lalu ia melanjutkan, "Lalu, ada juga seorang lagi anggota angkatan lama yang seusia Ciel―"

"―Namanya Alois Trancy," potong Undertaker, "dari sini, biar aku yang jelaskan."

Sebastian hanya mengangguk mengiyakan perkataan Undertaker. Undertaker kemudian merogoh sakunya dan mengeluarkan ponsel miliknya.

Tepat di saat Undertaker mengeluarkan ponselnya, aura hitam bagai keluar dari sekujur badan ponselnya. Bagaimana tidak keluar aura hitam? Coba kaudeskripsikan, aura apa yang harusnya keluar dari ponsel flip hitam, dengan tengkorak sebagai gantungan kuncinya, beserta stiker-stiker bernuansa kuburan di bagian belakang ponsel.

Auranya … hitam, 'kan?

'Bahkan ponsel pria itu juga beraura sama seperti dirinya,' pikir Sebastian dengan kening berkerut.

Baiklah, kembali pada alur cerita.

Undertaker tampak memencet satu dua tuts di ponsel flipnya, sebelum ia bersuara "hihi!" dengan riang gembira. Ia kemudian menunjukkan gambar pada layar ponsel flip miliknya pada Sebastian.

Sebastian melihat foto pemuda berwajah― terbilang imut, sebetulnya―dengan rambut pirang dan mata seterang langit yang terpampang di layar ponsel Undertaker.

'Rasanya aku pernah melihat rambut pirang macam itu.'

"Ini dia yang kumaksud―" Undertaker menunjuk foto pada layar ponselnya, kemudian berkata lagi, "―oh ya, ini masih dalam mode zoom."

Menekan beberapa tuts lagi, Undertaker menunjukkan foto seukuran layar ponsel. Foto yang membuat Sebastian membelalak―

"Ini dia―Alois Trancy. Pemilik Trancy Corporation, sekaligus …"

―karena Ciel-nya sedang dirangkul Alois Trancy pada foto di ponsel Undertaker.

"… mantan pacar Ciel Phantomhive."

.

.

.

Mencoba meredakan diri, Sebastian mengembalikan kedua pupil semerah darah miliknya ke ukuran semula.

'Lagipula, Alois itu hanya masa lalu Ciel.'

"Hmm, Alois memang masa lalu Ciel, kok―"

'H-hah?'

"Ba-bagaimana kau tahu pikiran―hei, kau bisa membaca pikiranku?" ujar Sebastian dengan agak panik.

"Eh? Tebakanku benar, ya," Undertaker menutup mulutnya dengan tangannya―ia tengah cekikikan senang sepertinya―lalu sedikit meracau, "ah, kemampuan mastermind milikku tidak berkurang walau sudah sepuluh tahun berlalu."

Undertaker menerawang ke langit-langit kafe. Bagaikan mengenang masa lalu, sampai melupakan ada Sebastian yang menatap datar padanya.

'Dasar orang aneh.'

"Oh ya, ayo kembali pada topik," ucap Undertaker dengan senyum lebar. Kali ini, Sebastian benar-benar memasang wajah datar. Sebenarnya siapa, sih, yang tadi keluar jalur?

"Yah, seperti yang kutunjukkan tadi, itulah mantan pacar Ciel sebelum menjadi is―pasangan rumah tanggamu. Hihihi, manis, bukan?" goda Undertaker sembari menggoyang-goyangkan ponselnya di hadapan Sebastian.

Sebastian hanya menatap datar pada foto di layar Undertaker.

Tentu saja! Ia 'kan bukan gay―err, oke, dia gay hanya dengan Ciel. Benar, tidak, sih?

"E-eh? Kau tidak tertarik? Ciel bilang kau itu mes―"

Deathglare Sebastian; Undertaker pun diam.

"Haah, kalau cuma itu saja yang kau mau ucapkan, lebih baik aku pergi. Firasatku tidak enak―"

"―Tidak. Aku baru mau bicara serius sekarang, Dokter Michaelis," ucap Undertaker dengan suara rendah. Perlahan, ia singkirkan poni perak yang menutupi matanya. Undertaker membuka kedua kelopak matanya; memperlihatkan dua iris emerald dengan binar spiral pada pupilnya.

Sejenak, Sebastian … terpesona. Apa? Terpesona? Kau benar-benar sudah jadi gay, Sebastian!

Menelan ludah sekali, Sebastian kembali duduk dari posisi berdiri tanggungnya tadi. Melihat tatapan lurus Undertaker, Sebastian tahu; Undertaker tidak akan bermain-main lagi kini.

"Kau sudah lihat foto tadi? Alois Trancy itu memang mantan pacar Ciel; masa lalu bocah Phantomhive itu. Dari deskripsiku, pasti kau sudah punya hal yang mau kau pertanyakan padaku. Benar begitu, Dokter Mi―"

"―Panggil aku Sebastian; tidak usah terlalu formal di tempat umum seperti ini. Ah ya, aku memang punya pertanyaan. Mengenai mengapa Alois menjadi mantan Ciel, yang berakhir dengan Ciel … memilihku …," ucap Sebastian sembari menggerakkan wajahnya ke sebelah kiri; wajah dipalingkan sedikit.

Dua rubi milik Sebastian menatap pada direksi berbeda yang ditatap Undertaker. Menatap lantai kayu kafe; seakan lantai kayu itu adalah pusat dunia Sebastian.

Undertaker yang menghela napas pendek melihat perubahan sikap Sebastian. Dengan senyum sinis ia bertanya,

"Kau menyesal?"

Hening.

Sebastian menatap Undertaker tajam, begitu mendengar pertanyaan yang dilontarkan baginya. Mendengus, ia lalu mengembangkan seringai.

"Tidak. Sama sekali tidak menyesal―"

"―Sedikitpun tidak?"

"―sedikitpun, tidak. Bocah itu begitu menarik, kau tahu? Lebih menyenangkan melihat tingkahnya daripada meniduri wanita-wanita yang selalu mengejarku," ujar Sebastian mantap; tatapannya menegaskan kesungguhan yang telah ia tetapkan. Tak ada lagi raut sesal di wajah tampannya.

Undertaker memejamkan mata; tersenyum dalam, lalu membuka mata, "Bagus. Kau memang pantas bersanding bersama Ciel."

"Eh, tunggu sebentar! Kata-katamu … bagaikan kau mengatakan secara implisit, bahwa Alois tidak pantas bagi Ciel. Atas dasar apa―"

"―Kau memang cepat tanggap; pemuda cerdas dan pilihan Ciel memang tepat kali ini. Hihihi, baiklah …," Undertaker menghela napas, "… akan kuceritakan segalanya. Bagaimana Alois Trancy mencampakkan Ciel Phantomhive, lalu kembali dengan mengejutkan untuk mengejar bocah kelabu itu."

.

.

.


.

.

.

[ Rumah Sakit Pusat London; waktu sekarang ]

Tap. Tap. Tap.

Derap langkah dokter muda dengan marga Michaelis menggema di koridor Rumah Sakit Pusat London.

Masih terngiang di kepalanya, percakapannya dengan Undertaker di kafe mulai dari tiga puluh menit sebelumnya.

( Undertaker menghela napas, "Akan kuceritakan segalanya. Bagaimana Alois Trancy mencampakkan Ciel Phantomhive, lalu kembali dengan mengejutkan untuk mengejar bocah kelabu itu." )

Mempercepat langkahnya, Sebastian menderapkan sepatu pantofelnya di koridor.

Ia abaikan etika dokter (yang juga berlaku bagi pengunjung) untuk tidak melangkah dengan menghentak-hentak di koridor. Dirinya harus lebih cepat lagi.

( "Dulu, Ciel dan Alois bagaikan pasangan 'tak terpisahkan. Berkali-kali, Gay Guys mau mengadakan pesta pernikahan bagi mereka, namun selalu ditolak oleh kedua belah pihak. Mereka mau mengadakan pesta dari uang hasil jerih payah mereka sendiri; selalu itu kata mereka." )

Langkah berderap yang ia lakukan semakin ia tambah kecepatannya. Berkali-kali, decihan kecil ia keluarkan dari mulutnya.

Mengapa ia tak bisa lebih cepat lagi?

( "Ciel selalu tampak ceria dengan Alois di sebelahnya. Perusahaan Phantom Company yang dikelolanya mengalami kemajuan pesat. Hingga suatu hari, di saat Ciel mau memberikan tiket taman hiburan untuk Alois, ia mendapati kamar Alois―yang selama ini tinggal bersamanyakosong; begitu pula dengan barang-barangnya.")

Langkah-langkah lebar yang dilakukan Sebastian telah bertransformasi menjadi lari-lari kecil.

Persetan dengan peraturan rumah sakit!

( "Ciel tahu kenyataan bahwa Alois telah pergi meninggalkannya, sebulan setelah ia mendapati kamar Alois kosong. Yang lebih menyakitkan, bukan dari mulut Alois sendiri ia mendengarnya. Ia mengetahui itu dari kesuksesan Trancy Company―perusahaan farmasi yang didirikan Alois―di Amerika Serikat, yang diumbar di koran berita Inggris." )

Brengsek!

Alois Trancy―atau siapapun itu namanya―benar-benar brengsek.

Ah, tidak; ia juga brengsek―Sebastian Michaelis, kau juga brengsek. Terlalu menggantungkan diri pada Ciel, 'tak acuh pada kepulangan Ciel yang semakin lama semakin malam.

Menyedihkan.

( "Phantom Company sempat mengalami penurunan akibat tidak adanya produk kreasi baru dari perusahaan itu. Ciel benar-benar terpuruk karena kejadian itu. Hingga akhirnya ia memutuskan, nama Phantom Company harus menjadi terkenal hingga ke luar domestik; ia harus mengejar Trancy Company. Sampai mati." )

Tidak―Ciel tidak kalah menyedihkannya dengan Sebastian dan Alois.

Balas dendam lewat itu? Cih, ide bodoh.

Dan Sebastian sama bodohnya, karena tidak menyadari penurunan fisik Ciel karena terlalu memforsir diri.

( "Gay Guys kemudian mengadakan taruhan; Ciel harus menemukan pasangan baru, atau ia akan dikeluarkan dari perkumpulan itu. Awalnya, taruhan itu bertujuan agar Ciel melupakan Alois sepenuhnya. 'Tak disangka-sangka, Ciel malah benar-benar tertarik padamu, Sebastian. Kami di Gay Guys turut bahagia mendengar kabar sukacita itu…." )

"Lalu Si Pirang Sialan itu kembali ke kehidupan Ciel begitu saja. Membuat bimbang bocah kelabu itu. Tch―"

Lari kecil dari Sebastian kini benar-benar menjadi lari yang sesungguhnya. Tidak dipikirkannya lagi, bahwa ia akan dimaki pihak rumah sakit karena suara hentakan pantofel hitamnya saat ia berlari sekarang.

Di lantai lima ini, ia menolehkan kepala ke kiri dan kanan berkali-kali. Mencari-cari di mana ruangan VVIP tempat Ciel dirawat.

"―dan aku lebih bodoh lagi, karena seenaknya menatap tajam dirinya yang berbohong … karena sebenarnya tidak mau menyakiti perasaanku; tidak mau aku terbebani. Dasar bocah!"

.

.

.

Tap. Tap. Tap.

Bila tadi Sebastian masuk dari arah Pintu Timur Rumah Sakit Pusat London, maka Alois yang tadi tancap gas ke rumah sakit masuk dari arah Pintu Barat.

Tidak seperti Sebastian yang bisa memulai larinya dengan langkah kecil dahulu, Alois langsung berlari dengan panik; mencari-cari di mana kamar Ciel di rawat kini.

Mungkin memang faktor kakinya yang tidak sepanjang Sebastian―tapi bukan itu masalah utamanya.

Sial! Kenapa semuanya harus terjadi secepat ini?

Ah, memang otak berbalut kulit kepala dan helai pirang milik Alois menyembunyikan sesuatu.

Sebuah fakta―yang tidak boleh Ciel Phantomhive ketahui terlebih dahulu, sebelum ia menyetujui pilihan yang diberikan Alois.

Alois tidak memperhitungkan kemungkinan kedatangannya yang tiba-tiba ternyata ikut mempercepat ambruknya Ciel. Kalau sampai ia ambruk dua kali….

Lebih cepat lagi, kaki sialan!

"Ah, itu dia!" seru Alois agak keras. Ia tidak mengindahkan tatapan tajam pengunjung yang berada di luar ruangan perawatan.

Yang jelas, rasa lega membuncah di dadanya, ketika ia akhirnya menemukan ruangan VVIP bernomor 104.

Ah ya, rasa lega―

Alois melebarkan pupil matanya, ketika melihat sosok tubuh tegap berambut hitam kelam; sosok yang tadi seperti sosoknya, sama-sama mencari ruang di mana Ciel Phantomhive dirawat.

―yang kelihatannya harus ditahan sementara.


.

.

.

Pirang bertemu dengan hitam; biru bersirobok dengan merah.

Sosok yang lebih rendah menatap tajam pada sosok yang lebih tinggi. Sosok yang lebih tinggi hanya menatap tenang pada sosok di hadapannya.

Alois Trancy―dan Sebastian Michaelis.

Di depan kamar VVIP Rumah Sakit Pusat London, ruangan bernomor 104 ini, telah terjadi sesuatu. Pertemuan antar dua insan berbeda latar belakang dan kisah hidup―

.

.

.

―inilah sebuah konfrontasi langsung; pertemuan antarkebenaran yang terkuak.

~suite~


A/N: OOC dan hancur kayak sampah. Mood saya emang bener-bener kacau. Anyway, maaf kalau words kebanyakan (itung-itung ganti ngapdet lama :P). Hadiah juga dari saya yang baru senang gara-gara juara satu lagi~ #salah.

.

Thanks to: Meg chan • sacchandesuEarl Yumi Trancy • Keikoku Yuki • Ayano Mamoru • TheMasochistDevil males login • cocoamiloAldred van Kuroschifferchiko-silver ladyKara LaFreak • FakkuFakku • kyu's neli-chanCoraNovZoticoKai Shadowchrive Noisseggra • I'm Devilish AngelFleur deCerisier PhantomhiveChernaya shapochkaKujo Kazuza PhantomhiveGin1609

Yang log -in sudah dibalas via PM.

Bagi yang ga log-in:

Meg chan: A-ahaha. Sudah apdet, nih. RnR, mungkin?

Keikoku Yuki: Saya emang ga mau ceritain soal kissu AloCiel. Bisa bikin saya tambah nge-fans dan akhirnya lupa SebasCiel #ehmaksudlo? Yo wes, RnR lagi mungkin?

TheMasochistDevil males login: KEREN? #tepar. Konflik untuk fic bergenre drama ya emang datang silih berganti ._.b. Oh, yang "gue-lo" itu, ya. Itu saya lagi coba cara penulisan yang agak santai, tapi emang kayaknya ga cocok buat fanfic-fanfic saya, ya -_-a. RnR lagi?

FakkuFakku: Ohyeah, 2-3 chapter lagi; saya udah capek buat multichapter juga, wkwkwk #dor. Bisa aja; kalo saya author-nya, Ciel cerain Sebastian juga jadi #loh. Undertaker? Dia kan keren :*#woi. RnR?

.

Ohya, Merry Christmas 2011 bagi yang merayakan dan Happy New Year 2012 lusa, ya~

Fic ini ga lama lagi kelar =") #lambailambai #heh

.

Akhir kata, REVEW!