Disclaimer: Harry Potter bukan milikku, tapi milik dari J.K. Rowlings

Warning: AU, OOC, OC, Durmstrang! Draco, typo, etc

Rating: T

Genre: Adventure, Friendship


THE MALFOY'S SECRET

By

Sky


Hogwarts, Britania Raya

Perasaan yang aneh pun secara tiba-tiba menyapu dirinya, membangkitkan bulu roma namun bukan karena ketidaknyamanan maupun rasa ngeri dalam penjabarannya, namun sebuah tatapan yang mengarah padanya. Tatapan yang ia rasakan pada dirinya pun bisa dikatakan seperti pemen kapas yang menyentuh kulitnya dalam suatu waktu, begitu nyaman namun aneh pada saat yang sama. Siapakah yang tengah memperhatikannya? Itulah pertanyaan yang tengah Harry miliki dan seketika itu pula berdengung di dalam kepalanya, membuat pemuda berambut hitam legam tersebut mencoba untuk membuka kedua kelopak matanya yang sedari tadi masih terpejam.

Selain merasakan sebuah tatapan yang menyerang dirinya, Harry pun juga merasakan sebuah beban yang duduk di atas tubuhnya, atau mungkin itu adalah seseorang yang tengah duduk di atas pangkuannya. Entah apapun itu Harry belum mengetahuinya karena rasa kantuk yang masih menyerangnya itu belum mau hilang dari benaknya. Tanpa mengindahkan apapun di sekitarnya, pemuda yang berusia 14 tahun tersebut akhirnya memfokuskan penglihatannya dari balik kacamata bundar yang tengah ia kenakan kepada sosok yang tengah mengambil tempat duduk di atas pangkuannya. Harry, yang saat itu masih berbaring di atas tikar piknik hanya bisa melihat sebuah sosok kecil berambut pirang platinum tengah duduk di sana, untuk sementara pandangannya yang masih kabur itu belum bisa melihat rupa maupun gender dari orang yang tengah ada di atasnya, namun perlahan-lahan ketika rasa buram yang menyelimuti penglihatannya memudar barulah Harry mengetahui identitas orang tersebut.

Untuk beberapa saat lamanya keduanya tidak saling bicara, tidak ada sepatah kata apapun terucap dari bibir keduanya, bahkan suara yang bisa Harry dengar saat itu hanyalah desah nafas keduanya saat kedua mata berwarna hijau emerald milik Harry beradu pandang dengan bola mata warna silver kebiruan.

Orang yang tengah duduk di atas pangkuan Harry tidak lain dan tidak bukan adalah orang yang baru saja menganggapnya sebagai Teddy Bear dalam tidurnya, dia adalah Draco Malfoy, murid Durmstrang yang Harry lihat pernah berduel dengan Viktro Krum dan juga orang sama yang pernah berjalan bersama pemain Quidditch terkenal tersebut. Dia adalah Draco Malfoy, Harry mengulangi kalimatnya dalam hati untuk sekali lagi, merasa tertegun saat kedua mata silver kebiruan yang indah milik Draco tersebut bisa fokus kepada sosok Harry yang sederhana di sana.

Apa yang tengah ada dalam pikiran anak ini? Tanya harry dalam hati, untuk sesaat lamanya rasa gugup yang sering menyelimuti Harry ketika bertemu dengan orang menawan yang baru pertama kali dikenalnya pun tidak tampak, sungguh luar biasa kemajuan yang Harry miliki, dalam hati pemuda tersebut memberikan selamat kepada dirinya sendiri.

Pertanyaan yang terlontar di dalam pikiran Harry itu sepertinya terucap cukup keras juga, tanpa sadar bibirnya mengutarakan kalimat pertanyaan yang sama dan hal itu membuat bibir merah muda alami milik murid Durmstrang tersebut berkedut kecil, sepertinya ingin membentuk sebuah lekukan senyuman untuk menanggapinya. Hanya saja Harry tidak sadar akan hal itu, kedua matanya yang berada di balik kacamata benik berbentuk bundarnya terlalu sibuk menulusi rupa sang murid Durmstrang yang masih duduk dengan nyaman di atasnya tersebut.

"Aku berpikir kalau Harry Potter itu ternyata lucu juga," ujar sang murid Durmstrang secara tiba-tiba, membuyarkan lamunan Harry (yang cukup membuatnya malu adalah menatap sang murid misterius tersebut dengan takjub) dan membuat kedua mata berwarna emerald tersebut terbuka cukup lebar, memperlihatkan sederetan garis pertanyaan yang jelas untuk terbaca.

"Eh?" suara bodoh itulah yang bisa Harry utarakan untuk menanggapinya, namun mulutnya yang sedikit menganga karena keterkejutan akan tanggapannya sendiri serta senyum yang diberikan oleh Draco langsung menutup secara otomatis.

Dalam hati Harry ingin meruntuki dirinya karena bertingkah cukup bodoh, seperti seseorang yang tidak memiliki tata krama dan mereka tengah berhadapan dengan putra seorang bangsawan. Mungkin Harry tidaklah dibesarkan dari khalayak penyihir serta mengetahui etika dan moral yang ada di dalam struktur sosial di tempat ini, namun ia tidak perlu menjadi orang pintar seperti Hermione untuk menyadari kalau orang yang ada di atasnya ini berada dari khalayak bangsawan, status yang cukup jauh dari apa yang Harry sandang sendiri.

Harry melihat bagaimana sang murid misterius dari Durmstrang tersebut tertawa kecil mendengar kalimat bodoh Harry yang ia ucap beberapa saat lalu, dan melihatnya sendiri pun membuat Harry mau tidak mau tersenyum. Draco Malfoy sepertinya butuh untuk lebih sering tersenyum atau tertawa, anak itu terlihat manis ketika melakukannya. Harry yang masih tidak bergerak dari posisinya tetsebut hanya memandang sosok di atasnya dengan senyum kecil yang terulas di bibirnya, menunjukkan kalau secara tidak langsung ia senang telah membuat seseorang tersenyum seperti ini meskipun mereka berdua adalah sepasang orang asing dimana Draco adalah murid Durmstrang yang berkunjung ke Hogwarts karena menyertai sekolahnya yang tengah mengikuti pertandingan Triwizards.

"Aku tidak pernah menyangka kalau kau memiliki rasa humor yang cukup khas, Mr. Potter," ujar Draco lagi, bibirnya yang tadi sempat melengkung membentuk senyum tersebut langsung tersemat rapi dan menata ekspresi kalemnya kembali.

Tidak ada yang pernah mengatakan hal itu kepada Harry sebelumnya, sehingga ia pun tidak tahu apa yang harus ia lakukan sesudahnya. Entah ucapan yang Draco berikan padanya berupa ejekan apa sebuah pujian pun juga masih menyisakan tanda tanya, hanya saja yang Harry lakukan sesudahnya hanya tersenyum kecil sebagai balasan.

"Entahlah, tidak ada yang mengatakan hal itu sebelumnya, kurasa aku memang memiliki rasa humor seperti yang kau katakan," disini Harry pun segera beranjak dari posisinya yang masih terlentang di atas tikar piknik, membuat Draco yang sedari tadi mengambil tempat duduk di atas pangkuannya langsung beralih dari sana dan duduk di samping Harry, tanpa ada rasa malu sedikit pun akan hal yang ia lakukan sebelumnya.

Draco pun menggelengkan kepalanya untuk beberapa saat, terlihat jelas sekali ia merasa sedikit terhibur dengan jawaban yang Harry berikan atas tanggapannya tadi. "Jadi... aku adalah orang pertama yang menemukan hal itu, bukan? Kurasa aku bisa mengambil sedikit kebanggaan karena telah berkata jujur pada Mr. Potter."

"Tidak ada salahnya untuk mengeluarkan pendapat 'kan?" sahut Harry dengan santai, kedua matanya melihat jubah hitam sekolahnya masih tersangkut di kedua bahu Draco, menyelimuti tubuh ringkih itu dari belaian angin sore yang cukup dingin di sana.

"Kurasa tidak," gumam Draco, remaja berambut pirang platinum itu selanjutnya tertawa kecil karena merasa lucu akan pembicaraan yang mereka berdua lakukan untuk saat ini.

Harus Harry akui kalau Harry menyukai suara tawa dari anak itu, sehingga ia pun juga ikut tertawa kecil seperti yang Draco lakukan meskipun alasan mengapa ia tertawa pun sungguh berbeda dengan yang dimiliki oleh Draco. Kedua mata emerald milik remaja berusia 14 tahun tersebut pun berpaling dari sosok Draco yang masih mengambil tempat duduk di sampingnya untuk menatap hutan lebat yang ada di hadapan mereka. Semilir angin pun melambai pelan dan mengacak rambut Harry dengan lembut, serasa beban yang ia tanggung beberapa akhir ini sedikit berkurang meskipun hal tersebut tidak menghilang seperti apa yang Harry harapkan sebelumnya.

Ingatannya akan pertengkaran yang ia miliki dengan sebagian besar murid Hogwarts dan puncaknya adalah ia terlibat baku hantam dengan Ron serta Seamus pun membuat moodnya yang sedikit membaik pun menjadi memburuk lagi. Bayangan yang tercipta dari rambut hitamnya itu pun menyembunyikan kedua matanya ketika Harry menundukkan kepalanya, secara tidak langsung ia pun melipat kedua kaki panjangnya dengan kedua telapak tangannya berpijak pada tikar piknik yang tengah ia duduki, moodnya benar-benar memburuk mengingat kejadian yang tidak mengenakan tersebut.

Ia marah kepada Ron dan Seamus yang menghinanya tadi, berani-beraninya mereka menuduh Harry sebagai orang yang suka mencari perhatian hanya karena namanya terpilih sebagai peserta keempat turnamen Triwizards, melihat usianya masih di bawah umur yaitu 14 tahun. Apa mereka tidak melihat kalau Harry sebenarnya tidak ingin mengikuti turnamen tersebut kalau bukan sihir dari piala api tersebut membelenggu sihirnya? Merlin, kedua mantan temannya tersebut benar-benar menyebalkan, Harry baru menyadarinya meskipun dari dalam lubuk hatinya ia masih mencoba meyakinkan dirinya kalau kedua kawannya tersebut marah padanya hanya karena kecemburuan sesaat.

Namun, kalau saja hanya pernyataan itu saja yang diucapkan pada Harry saja maka ia pun akan menghiraukannya seperti biasa, namun yang membuat darahnya mendidih adalah berani-beraninya mereka mengatakan kalau orangtuanya tidak mengharapkan Harry sejak dulu, seperti Harry adalah orang terbuang yang tak diinginkan oleh ayah dan ibunya. Harry tahu kalau memukul Ron dan Seamus seperti tadi adalah perbuatan yang salah, namun bila hal ini sudah menyangkut harga dirinya dengan kedua orangtuanya yang dikait-kaitkan padanya maka Harry pun akan dengan senang hati menjadi seorang Gryffindor untuk menghajar mereka semua. Pikirannya yang sedikit kalut itu membuat moodnya semakin menurun, ditambah lagi dengan pertandingan pertama yang akan dimulai dua hari ini pun semakin membuat Harry menjadi stress.

Ketenangannya dalam mengasihani dirinya sendiri pun terganggu saat ia merasakan sebuah tangan memegang milik Harry, menggenggamnya dengan lembut dan menarik perhatian Harry dari lamunan yang sudah ia ciptakan selama dua menit tadi.

Anak ini, pikir Harry dalam hati saat ia menemukan Draco menggenggam tangan kirinya untuk mengalihkan pikiran gelap nan menyakitkan miliknya untuk berpindah pada remaja berambut pirang platinum tersebut.

"Aku tidak terlalu tahu mengenai bagaimana perasaan manusia, terlebih bila mereka berada dalam posisi sepertimu, Mr. Potter," ujar Draco dengan suara lembut, kedua mata silver kebiruan miliknya tersebut bertemu dengan milik Harry untuk beberapa saat sebelum kalimat yang terhenti tadi kembali bersenandung di telinganya. "Tapi aku rasa, bila ada orang yang bisa melewati menjadi peserta keempat Triwizard dengan hasil yang mengejutkan, orang itu pasti adalah kau, Mr. Potter."

"Apa ini karena julukanku sebagai The-Boy-Who-Lived sehingga kau berkata demikian?" Tanya Harry secara otomatis, nadanya terasa getir karena pernyataan Draco yang barusan.

Draco pun menggelengkan kepalanya, kedua matanya tidak beralih sedikit pun dari Harry yang masih menatapnya.

"Julukan itu hanya sebuah julukan yang diberikan orang padamu, Mr. Potter, tidak lebih dari itu. Aku mengatakan demikian karena aku bisa melihat kalau kau adalah orang yang tidak akan menyerah semudah itu ketika ada tantangan maupun masalah dihadapkan padamu, aku percaya kalau kau bisa melakukannya. Berjuanglah pada turnamen ini," jawab Draco secara jujur, tidak ada kebohongan sedikit pun yang tercipta dari kata-katanya maupun dari nada bicara yang remaja itu gunakan.

Harry hanya bisa diam tertegun mendengarnya, merasa tidak percaya akan jawaban yang ia terima. Di sini ada seorang siswa dari sekolah lain yang bahkan mereka pun tidak saling mengenal, tapi perkataan dari siswa dari sekolah sihir Durmstrang ini justru membuatnya jauh lebih baikan daripada perkataan yang Harry dengar dari teman-temannya itu. Tidak ada kepura-puraan di sini, kejujuran terus merembes dari setiap nada dan kalimat yang diucapkan pada Harry, dan anehnya secara tidak langsung mampu menghapus emosi penuh keraguan yang Harry miliki.

"Terlebih kau adalah seorang Gryffindor, Mr. Potter," gumam Draco lagi, kali ini ucapannya terdengar lebih ringan dari sebelumnya. "Dari apa yang aku tahu, seorang Gryffindor itu akan pantang menyerah dan menghadapi apapun dengan kebanggaan mereka terus berada di sana. Dan kurasa sebagai seorang Gryffindor, Mr. Potter tentu tidak akan menyerah karena masalah seperti turnamen Triwizard 'kan?"

"Tidak... Aku tidak akan menyerah karena masalah kecil seperti ini," genggaman yang ada di tangan Harry mengerat secara pelan, yang tentu saja dibalas oleh Harry dengan suka cita. "Kurasa aku harus minta maaf karena telah mengasumsikan hal-hal yang tidak penting sebelumnya."

"Tidak apa-apa, aku bisa memaklumi hal itu," sahut Draco sebelum bibirnya terkatup pelan dan kedua matanya melebar untuk beberapa detik kemudian. "Sepertinya aku lupa untuk memperkenalkan diri padamu, padahal ini adalah pertemuan kedua kita, Mr. Potter. Perkenalkan, namaku adalah Draco Malfoy."

Tanpa perlu perkenalan diri di antara keduanya pun Harry sudah mengetahui nama remaja berambut pirang platium tersebut, terlebih setelah ia mendengarkan pembicaraan Draco dengan Viktor pada pertemuan mereka yang pertama secara langsung.

Kilatan jenaka akan hiburan yang disuguhkan di hadapannya itu membuat Harry terhibur sedikit demi sedikit, terutama setelah anak yang bernama Draco Malfoy ini yang sebelumnya berhasil menghiburnya kini malah bercerita hal-hal yang Harry sendiri tidak ketahui mengenai makhluk-makhluk dunia sihir. Dari setiap bait kata yang Harry dengar, anak itu tahu kalau ia telah menemukan teman yang cukup mengerti dirinya dan membuatnya nyaman meskipun anak tersebut bukanlah murid dari Hogwarts.

Sebuah hari ini yang aneh, pikir Harry dengan senyuman kecil terulas di bibirnya.


Hogwarts, Britania Raya

Pertandingan pertama untuk turnamen Triwizards akan dimulai beberapa jam lagi, tidak heran kalau Hogwarts dipadati oleh orang-orang dari kementrian sihir negara Inggris dan juga murid-murid yang terlihat begitu antusias memadati arena pertandingan. Mengambil telur emas dari sarang naga, itulah pertandingan pertama yang harus dilakukan oleh keempat peserta turnamen Triwizards untuk memperoleh nilai yang tinggi dan mencapai piala kemenangan. Tidak heran kalau turnamen ini disebut-sebut sebagai turnamen yang berbahaya dan mampu membunuh para peserta, mengambil telur dari induk naga adalah hal yang sangat berbahaya untuk dilakukan, bisa dikatakan sebagai tindakan bunuh diri yang cukup bodoh. Kalau mereka yang melakukan pekerjaan itu bukanlah orang yang profesional, maka sudah bisa dipastikan sang induk naga yang marah tidak akan menyisakan apapun dari mereka, api naga yang sangat panas seperti lava tentu akan membuat mangsanya lumer tak bersisa, terlebih lagi semua orang tahu kalau naga kebal akan sihir.

Aku merasa berterima kasih karena bukan dirikulah yang menjadi peserta, pikir Draco Malfoy yang saat ini berdiri di samping tenda peserta turnamen Triwizard. Tapi kurasa ibu jauh lebih menakutkan daripada keempat naga-naga itu.

Pikiran Draco mulai berjalan jauh menuju tempat tinggalnya yang ada di Rusia, dimana kedua orangtuanya tengah tinggal dan mungkin tengah mencemaskan nasib yang Draco miliki di Inggris sekarang ini. Ibu Draco yang bernama Narcissa Malfoy nee Black itu adalah seorang wanita yang hebat dan juga overprotektif, ia sangat memanjakan Draco meskipun yang bersangkutan itu kadang merasa risih akan perhatian lebih yang ibunya berikan padanya. Dan kalau Draco boleh membayangkan andai saja yang terpilih sebagai peserta Triwizards dari Durmstrang bukanlah Viktor namun adalah dirinya, bisa dibayangkan kalau Narcissa akan segera datang ke Inggris sebelum menghancurkan kementrian karena telah berani memaksa putra kesayangannya untuk ikut bertanding.

Draco rasa ia sangat beruntung di sini, bukan dirinya yang terpilih meskipun kesempatannya adalah ada, melihat Harry yang sebaya dengannya terpilih menjadi peserta keempat.

"Terima kasih, Morgana," gumam Draco dengan suara kecil, ia pun mengeratkan syall rajutan berwarna biru laut yang terikat di lehernya.

Perhatian Draco pun tersita dari hiruk pikuk yang menghiasi arena pertandingan yang berasal dari pendukung ketika pintu tenda pun terbuka, menampilkan Karkarof berdiri di ambang sana dan memberikan anggukan singkat pada remaja berusia 14 tahun tersebut.

"Viktor ada di dalam, kalau kau mau menemuinya sebelum pertandingan kusarankan kau segera masuk ke dalam, Mr. Malfoy," kata Karkarof dengan dingin, kedua mata hitamnya itu terus menatap pada sosok sang tuan muda Malfoy itu untuk beberapa saat lamanya sebelum membuka pintu tenda sedikit lebih lebar untuk Draco, membiarkan remaja tersebut untuk masuk ke dalam.

"Terima kasih, professor," jawab Draco dengan sopan.

Tanpa mempedulikan tatapan Moody yang tengah berjaga tidak jauh dari tenda peserta, Draco pun berjalan memasuki tenda peserta seorang diri. Suara hiruk pikuk dari pendukung dari luar pun sedikit teredam ketika dirinya masuk ke dalam tenda, kedua matanya pun membiasakan ruangan luas yang ada di dalam tenda sihir sebelum mereka menemukan sosok keempat peserta yang tengah larut dalam pikiran mereka masing-masing sebelum beralih pada Rita Skeeter yang terlihat begitu sibuk mengambil gambar para peserta.

Draco bisa merasakan bibirnya berkedut singkat, mencoba untuk menahan seringai saat ia menemukan Viktor mencoba menjauh dari wanita yang bernama Skeeter dan kameramennya itu. Namun usaha yang dilakukan oleh Viktor itu sepertinya sia-siap, sebab semakin ia menjauh maka wanita bernama Rita Skeeter itu terus membuntutinya, bahkan Draco bisa melihat bagaimana senyuman genit yang muncul di bibir wanita itu terus ditunjukkan untuk menggoda Viktor. Sepertinya melihat pemandangan yang ada di hadapannya ini, Draco bisa mengansumsikan kalau Viktor berperan sebagai seorang mangsa di sini sementara Rita Skeeter adalah sang pemburu.

Viktor yang malang, pikir Draco dengan penuh asumsi di sini.

Tanpa mengindahkan adanya keberadaan sang wartawan yang menyebalkan tersebut, Draco pun berjalan lurus sampai ia pun berdiri di samping Viktor, dan dengan tindakan singkat pun ia menarik lengan Viktor sebelum memberikan tatapan dingin pada Rita dan kameramennya.

"Tinggalkan kami!" kata Draco dengan nada dingin yang terselip di sana.


AN: Terima kasih sudah mampir dan membacanya. Saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang sudah mereview, memfavoritkan, serta memfollow fanfic ini.

Author: Sky