The First Time S!

Fandom: One Piece

Rating: R…M/NC-17 overal (damn…^^;)

Genre: Humor/Romance

Pair/Karakter: AceLuff, ZoSan (side), everyone else ^_^

Summary: Ace berkeras tidak akan 'menjamah' Luffy sampai adiknya itu lulus SMA… Huh? Kenapa Luffy pakai acara diculik segala oleh fans-nya! Masih berkeras hati kah, Ace? Lalu, apa kata Zoro dan Sanji mengenai hal itu?


A/N: Seperti yang Luna janjikan, SEKUEL 'The Meaning of a Family' sudah dipos. Akan tetapi, Guys… Luna bakal melanggar hukum nih… T_T Karena itu mohon maaf dulu sebesar-besarnya kalau fic ini akan membuat anak-anak di bawah umur TERCEMAR kepolosannya… Oleh sebab itulah, kalau memang ada yang berumur DI BAWAH 17 tahun, please, please, pleaaaaaaase sekali, LEWATI TANPA BACA bagian yang ada tanda LEMON-nya, ya? YA? Luna anggap IYA lho, pokoknya. Sudah diperingatkan di sini soalnya, jadi Luna nggak tanggung jawab kalau ada apa-apa, ya!

Ya, itu saja pembukaannya. Nah, bagi yang merasa sudah cukup umur untuk membaca, silakan berfangasm ria! *kabur sebelum dihajar massa* O iya! *balik lagi* Fic ini adalah two-shots. Jadi akan ada lanjutannya minggu depan, oke? *kabur lagi*

Disclaimer: One Piece punya Odachi, Luna cuma main sama karakternya saja.

Warning: lemon!alert (AceLuff)—tidak terlalu eksplisit (you wish), tapi ada adegan ranjang guuuys, BE WARE; super!uke Luffy (oOC!alert, tapi diusahakan supaya tidak keterlaluan deh), AU, KRAK, total PWP, pembicaraan dan adegan seks di bawah umur (ilegal!age alert), bahasa kasar, dll… (habis ini luna bakal masuk neraka nih… -_-;)


The First Time Super!Sekuel The Meaning of a Family (Part 1)


Ini merupakan sebuah kisah yang terjadi dalam kurun waktu delapan bulan sebelum Zoro dan Sanji pindah ke apartemen baru mereka. Kali ini, tokoh utama kita adalah anak-anak keluarga D yang tadinya dikira bersaudara kandung, tetapi ternyata bukan. Apalagi mereka juga terkenal dengan sifat nekad kronis dan kesintingan yang hanya bisa dipahami logika mereka sendiri.

Nah… pada malam itu, sebuah peristiwa pun terjadi di rumah keluarga D, tepatnya di ruang tengah keluarga tersebut.

Luffy menatap mata Ace lekat-lekat sebelum mendekatkan wajahnya pada sang kakak. Mata hitam bagai langit malam Luffy memindahkan fokusnya dari mata gelap keabu-abuan Ace ke bibirnya yang berwarna kemerahan dan terlihat sedikit basah itu sebelum menutup, seakan-akan meminta Ace untuk menyelesaikan apa yang telah Luffy mulai.

Ace menelan ludah saat memperhatikan tindak-tanduk Luffy yang meskipun sebenarnya sedikit polos dan ragu-ragu, tampak begitu erotis di mata Ace. Acepun turut mendekatkan wajahnya sembari menjadi cermin sikap Luffy. Namun, tidak seperti adiknya, ia tidak lalu sepenuhnya menutup mata sampai bibirnya menyentuh bibir pink Luffy yang lembut itu.

Ace serasa diserang badai elektris. Seluruh tubuhnya menggelenyar merasakan kecupan polos bibir Luffy di indra sentuhnya yang paling sensitif, yakni bibirnya sendiri. Padahal ini hanya ciuman biasa. Ace pernah beberapa kali berciuman dengan gadis-gadis semasa di SMA, bahkan beberapa pria di kampusnya pun pernah ia cium meskipun itu semua hanyalah pelarian Ace dari cintanya terhadap Luffy yang dulu ia anggap terlarang. Apalagi beberapa ciuman di antaranya ada yang cukup serius sampai ke tahap lanjutan yang melibatkan sentuhan-sentuhan di bagian tubuhnya yang membuat hormonnya cukup menggila, tetapi ini… ini sungguh berada di level yang jauh lebih dasyat dari itu.

Apa karena ini dengan Luffy?—batin Ace menanyakan pertanyaan yang cukup bodoh karena sudah jelas memang itulah alasannya. Dulu Ace hanya bermain dengan pasangannya, tapi kali ini… kali ini Ace menggunakan seluruh perasaannya hingga sepenuh hati.

Terlebih lagi, nalar dan pikiran rasional Ace sekarang sedanglah ditantang oleh dan bertempur dengan musuh-musuh yang begitu tangguh. Dalamnya perasaan cinta Ace pada Luffy adalah salah satunya. Hal lain berhubungan dengan frustrasi seksualnya yang telah menahan diri begitu lama untuk tidak menyentuh Luffy seperti ini. Mereka bertarung dengan sengit, dan rasio Ace sedang terdesak untuk menyerah kepada instingnya liarnya sebagai seorang lelaki untuk memeluk Luffy dan membuatnya menjadi milik Ace sepenuhnya, baik hati maupun tubuh.

Tidak! Ace, sadarlah! Luffy masih DI BAWAH UMUR!—nalar Ace menjerit nyaring, mencoba menyadarkan Ace yang tanpa sadar telah sedikit membuka mulutnya dan tengah menggunakan lidahnya untuk menjilat bibir bawah Luffy, isyarat meminta agar sang adik mengijinkan Ace menginvasi mulut Luffy yang pasti akan terasa panas dan luar biasa nikmat itu.

Lalu, meskipun Ace tahu bahwa Luffy tak punya ide tentang apa yang sedang ia lakukan, sang adik melenguh, sedikit terkejut, dan tanpa sadar membuka mulutnya sedikit tanpa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kemudian, akal sehat Ace gagal memperingatkannya ketika naluri Ace menganggap itu sebuah isyarat 'pemberian izin' dari Luffy, dan hormonnya merasionalisasi apapun tindakan Ace selepas poin ini. Lidah Ace dengan semangatnya masuk membuat kontak dengan lidah Luffy yang terkesan malu-malu.

Luffy berasa manis bagaikan madu, dengan wangi seperti buah peach yang bercampur samar dengan vanila. Lalu ada satu rasa lagi yang sangat unik dan gurih, yang hanya bisa Ace deskripsikan sebagai rasa 'Luffy.'

Tak hanya mengajak lidah Luffy untuk berdansa, Ace juga mencicipi kelezatan langit-langit mulut Luffy baik yang lembut maupun yang keras, mencampurkan air ludah mereka berdua dan membuat masing-masing dari mereka mengakrabkan diri dengan rasa dan aroma dari lawannya.

Di dalam mulut Luffy begitu hangat, begitu nikmat, begitu… memabukkan. Ace serasa melayang di angkasa.

"Ahf… Ace…," Luffy mendesah pelan, mencoba mengambil nafas dari hidungnya karena Ace tak memutuskan ikatan mulut mereka. Lelehan saliva mengalir dari ujung-ujung bibir dan meskipun paru-paru serasa terbakar, Ace tetap tak mau melepaskan ciumannya dari Luffy. Ace terlalu bergairah untuk berhenti hanya karena kebutuhan oksigen. Ia sudah begitu lama menanti Luffy, ingin memilikinya sepenuhnya.

"Ah…!" Urgensi dari erangan dan rintihan Luffy membuat Ace semakin liar. Ekspresi wajah Luffy yang sedikit memerah itu begitu erotis, begitu menggoda, membuat akal sehat Ace semakin lebur dalam hasrat dan gairahnya.

"Luffy…, Luffy…," Ace mendesahkan nama Luffy setelah perlahan ia memutuskan kontak bibir tersebut, terengah dan tersengal, mencoba menormalkan nafasnya juga.

Luffy masih belum membuka matanya, ekspresinya limbung dan pasti seperti halnya Ace, tampak mabuk. "Ace…," bisik Luffy di sela-sela helaan dan desahan nafas pendeknya.

Ya Tuhan…!—Ace tak sanggup lagi. Mendengar Luffy mengelukan namanya seperti itu…! Ace bisa gila kalau tidak memiliki Luffy sekarang! Sekarang…!

Tangan kanan Luffy yang entah sejak kapan telah melingkar dilehernya menjeratnya dengan semakin erat, sedangkan jari-jari tangan kirinya bertaut di rambut hitam berombak Ace, membuatnya makin berantakan. Lalu, entah sejak kapan juga tubuh Luffy sudah merapat dengan tubuh Ace, begitu rapatnya sampai-sampai Luffy sudah duduk di pangkuan Ace, dengan kedua kakinya melingkar di pinggang Ace. Ditambah lagi tangan kanan Ace sudah mulai meraih kancing baju Luffy, sedang tangan kirinya mulai menyusup ke bawah pakaiannya, membuat kontak dengan kulit punggung Luffy yang terasa hangat dan lembut itu.

Apalagi saat ini, ada organ di bagian bawah tubuh Ace yang sangat tertarik dengan posisi mereka itu.

ASUSILA TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR! TINDAKAN KRIMINAL!

Lalu tiba-tiba saja rasio dan nalar Ace kembali menghantam kepala Ace seakan membalas dendam. "WHOAH!" Ia mebuka mata lebar-lebar, tersentak kaget, dan sekarang dengan paniknya mencoba mendorong tubuh Luffy untuk sedikit menjauh dari tubuhnya (dan organ khusunya) yang sangat reaktif itu.

"Ace?" Luffy membuka matanya sedikit dengan ekspresi penuh tanda tanya kenapa Ace tiba-tiba menghentikan aktivitas mutual mereka.

Jantung Ace masih berdebar-debar dengan kencangnya, nafasnya memburu, dan pasti wajahnya berwarna semerah tomat untuk banyak alasan, tetapi sedikit-demi sedikit akal sehatnya sudah mulai bisa kembali mengontrol naluri hewan liarnya. "Uh… untuk saat ini, sementara sampai di sini saja, ya?" pinta Ace dengan senyum kaku, keringat dingin muncul di wajahnya karena ia mencoba terus memaksa dan mengontrol libidonya untuk turun dengan kekuatan pikirannya saja.

"Hah? Kenapa? Rasanya enak kok," kata Luffy sedikit heran. Kenapa Ace mau berhenti dari kegiatan yang begitu menyenangkan begini?

Mendengar itu, darah Ace serasa mengalir di satu titik di antara kunci pahanya. Ace sampai memekik kaget. "Ugh… a-aku tidak bisa…! Kalau lebih dari ini… aku bakal 'memakan'-mu, Luffy!" kata Ace merasa sangat tersiksa dengan dilema antara akal sehat dan nafsunya. Wajahnya sampai makin merah padam karena harus mengatakan hal yang sangat memalukan seperti itu.

Hening.

Kemudian keheningan pun berlanjut sampai Luffy tiba-tiba saja, "EEEEEEEH!" berteriak kaget. "K-kau mau memakanku, Ace! Sejak kapan kau jadi kanibal begitu!" lontarnya syok dengan wajah horor.

Ace jatuh tersungkur dari sofa tempat mereka duduk dan bercumbu tadi dengan bulir-bulir keringat berjatuhan dari kepalanya. "Bu… bukan 'makan' yang itu, Luffy…!" Acepun berlinang air mata karena tak tahu harus berkata bagaimana supaya adiknya mengerti dengan maksud kata-katanya.

"Lho, bukan karena mau makan aku, ya? Kalau begitu jangan bilang makan dong, Ace. Aku kan jadi kaget," dengus Luffy sambil sedikit cemberut dengan imutnya. Ace sampai serasa terserang ribuan volt listrik melihat kelucuannya itu. Rasanya Ace hampir mimisan.

"Um… maksudku… itu…," Ace terbata-bata,bulir-bulir keringat dari rasa salah tingkahnya terus bermunculan di wajah. Ia tak tahu bagaimana cara menjelaskan istilah-istilah teknis yang bisa menggantikan bahasa lugas 'seks' yang sifatnya terlalu 'vulgar' itu untuk dikatakan secara gamblang. Weleh, bahkan Ace tak tahu sampai mana pengetahuan Luffy tentang seks. Luffy begitu polos, Ace yakin kalau adiknya masih sangat lugu dan tak mengenal dan familiar dengan tindakan-tindakan yang bersifat seksual.

Bagaimana ini!—pikiran Ace menjerit lagi dengan sedikit panik, dan libidonya yang tak turun-turun sama sekali tak membantunya untuk mencari jalan keluar dari masalah ini.

"Po—pokoknya aku tidak akan melakukan hal-hal yang lebih dari ini sampai kau lulus SMA, Luffy!" janji Ace dengan semangat berkobar. Luffy sampai salah tingkah karena bisa melihat kobaran api imaginer yang menghiasi punggung kakaknya yang tengah mengepalkan satu tinjunya di depan dada itu.

Meskipun 'Ace kecil' harus menderita dan melanjutkan frustrasinya sampai setahun lagi, Ace berkeras tidak akan menodai kesucian Luffy sampai Luffy cukup umur dan mengenal istilah 'bercinta' dengan gamblang! Ia bahkan sudah bersumpah pada Garp akan menunggu sampai setidaknya Luffy sudah lulus SMA. Kalau ia menguatkan batin dan jiwanya, Ace pasti bisa.

"Untuk itu, Luffy dilarang tidur sekamar denganku sampai upacara kelulusanmu beres," kata Ace sambil mendengus tegas.

"Eeh?" Luffy memngeluh dengan nada protes. "Memangnya kenapa kalau aku tidur sekamar dengan Ace? Kita sudah biasa tidur seranjang, kan?" lanjutnya dengan muka cemberut lagi, benar-benar tak mengerti dengan logika Ace itu.

"Tidak boleh!" Ace melotot dengan wajah putus asa. "Bahkan kau tidak boleh dekat-dekat denganku lebih dari biasanya…!" Ace menatap kedua tangannya dengan mata terbelalak dan tubuh gemetaran. "A… aku tidak akan bisa mengendalikan diriku kalau tangan ini bisa meraihmu, Luffy! Aku tidak punya rasa percaya diri untuk bisa menahan diri! Saat ini aku terlalu berbahaya! Jadi kau tidak boleh menggoda imanku, mengerti?" wantinya dengan suara melengking yang membuat para tupai malang di luar rumah mereka berjatuhan dari pohon karena kaget.

Luffy hanya bisa menatap Ace dengan sebulir keringat jatuh dari belakang kepalanya. "Ace… lebay deh," katanya.

"Biar saja aku lebay, yang penting aku akan melindungimu, Luffy!" kata Ace sambil menggenggam kedua tangan Luffy sambil menatapnya dengan serius.

Makanya… melindungiku dari apa, sih?—pikir Luffy makin salah tingkah.

"Nah, sekarang sudah cukup tenang dan terkontrol," kata Ace merasa sedikit lega karena libidonya sepertinya sudah turun. "Kau ingin makan malam apa, Luffy?" tanyanya sambil tersenyum ala kakak yang baik lagi.

"Uuh… yang biasanya?" Luffy sedikit ragu dan bingung dengan ucapan Ace yang tidak nyambung, tapi sebingung apapun, Luffy tetap tak akan menolak makan malam dari Ace.

"Oke. Kumasakkan sekarang," kata Ace sembari berdiri dan mengacak-acak rambut Luffy dengan penuh sayang sebelum beranjak dari sofa ke dapur.

Luffy hanya bisa menatap sosok Ace yang berjalan menjauh itu sambil menghela nafas panjang, masih bingung. "Mungkin Ace cemas karena aku belum punya teknik hebat di ranjang?" gumamnya sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya.


All The Way—Ace x Luffy—All The Way


Sanji menyemburkan jusnya ke muka Luffy saat bocah bermata obsidian itu menceritakan kejadian di rumahnya semalam.

"Ew! Sanji! Jijiiik!" teriak Luffy memprotes sambil mencoba mengelap semburan naga air itu dari wajahnya.

"Ka-… Kau—! Lihat-lihat waktu dan tempat dong kalau mau membicarakan hal seperti itu!" protes balik Sanji keras dengan suara berbisik dan dengan wajah memerah seperi lobster rebus.

"Kau sendiri, lihat-lihat kalau mau menyemburkan minuman, dong!" Luffy berteriak balik lagi, tak mau kalah, masih sambil terus mencoba membebaskan diri dari perasaan basah dan lengket yang menyerang mukanya akibat jus melon itu.

"Salahmu sendiri bicara seperti itu saat orang sedang minum! Kau mau membuat orang jantungan, ya!" Sanjipun mendebat dengan sengit, masih tertegun kalau Luffy baru saja berbicara sevulgar itu di kantin sekolah mereka yang masih penuh dengan siswa-siswi yang tengah menikmati hidangan santap mereka, mana di siang bolong begini lagi.

Mikir apa bocah edan ini?—batin Sanji tak percaya. Padahal ini Luffy. LUFFY begitu, lho! Bocah yang mentalnya seharusnya masih seperti anak SD itu! Kok bisa-bisanya dia bicara tentang French kiss yang seharusnya hanya diketahui orang dewasa!

Luffy cemberut. "Habis…, Ace tetap bersikeras tak akan melakukan hal yang lebih jauh dari ciu—hmp!"

"WAAAH!" Sanji menutup mulut Luffy dengan buru-buru. "Tidak usah memberikan detilnya dong! Aku tak butuh hal itu segala!" kata Sanji dengan wajah panik dan salah tingkah yang campur aduk.

Luffy masih cemberut, tak puas kalau belum menceritakan semuanya sekaligus menyiksa Sanji dengan bahasa lugasnya yang sangat 'barbar' dan gamblang itu. Seharusnya Luffy tidak tahu tentang semua itu! Lalu kenapa Luffy membicarakan hal sekontroversial itu seperti sedang bicara tentang cuaca?

Sanji menghela nafas panjang melihat Luffy masih cemberut saja seperti anak kecil yang sedang ngambek. "Jadi… masalahnya karena Ace tak mau bergeser ke langkah berikutnya, kan?" tanya Sanji sambil bertopang dagu dengan wajah sok keren setelah melepaskan mulut Luffy dari kedua tangannya tadi.

Luffy mengangguk. "Bahkan dia mundur sampai beberapa langkah! Dia tak mengizinkan aku tidur sekamar dengannya lagi! Coba bayangkan! Tidak adil, kan? Kejam, kan? Padahal dulu dia tak pusing memikirkan hal seperti itu!" protes Luffy jadi sewot sendiri memikirkan tindakan Ace yang tak logis bagi kepala Luffy itu.

Itu sih… bukan karena Ace tak memusingkan hal itu! Tapi karena dia tak punya pilihan lain sebab kau yang menyusup ke tempat tidurnya waktu dia tidur, kan? Yang tidak adil dan kejam itu KAU Luffy! Kau tak sedikitpun memikirkan bagaimana susahnya Ace menahan diri!—Sanji hanya bisa menepuk jidatnya sendiri dengan telapak tangannya, salah tingkah.

"Ah… tapi aku mengerti maksud Ace, sih…," kata Sanji memutusan untuk memberikan alasan yang lebih masuk akal daripada apa yang ia pikirkan barusan. "Ace sudah berumur 21 tahun ini, dan kau," ia menunjuk hidung Luffy dengan tatapan yakin,"-baru berumur tujuh belas."

Luffy terdiam beberapa detik sebelum, "Terus?" ia bertanya dengan wajah bingung.

"Batas umur legal, Luffy! Kau masih di bawah umur sedangkan Ace sudah melewati batas legal itu. Kalau Ace menjamahmu, artinya dia menjadi kriminal karena melakukan tindak asusila dengan anak di bawah umur," jelas Sanji ala seorang guru.

"Ooh, ada batas umur minimalnya, toh?" Luffy manggut-manggut, bisa sedikit paham sekarang. Tentu Ace tak mau melanggar hukum… tapi koneksinya dengan Grup Jenggot Putih juga melanggar hukum, kok. Lantas kenapa Ace tidak memusingkan hal itu? Luffy benar-benar tak paham dengan jalan pikiran Ace meskipun mereka sudah jadi saudara selama hampir dua dekade. "Lalu, harus umur berapa supaya bisa jadi legal?" lanjutnya bertanya.

"Di Jipanggu, delapan belas," jawab Sanji tegas.

"Eeeh! Itu kan masih tahun depaaaaan!" rengek Luffy tak terima. "Keburu jadi kakek-kakek, dong!"

"Kau ini berlebihan, ah. Tahun depan kan tinggal beberapa bulan, Luffy!" kata Sanji salah tingkah lagi.

"Tapi ulang tahunku masih bulan Mei, Sanji! Masih lamaaaa sekali baru aku berumur delapan belas!" protes Luffy lagi.

"Ya jangan protes ke aku, dong! Aku tak bisa berbuat apa-apa soal itu, kan?" balas Sanji menyeimbangakan diri dengan Luffy.

"Huuu! Sistem hukum kita payaaah!" kata Luffy lagi sambil mendengus kesal. "Bagaimana kalau Ace capek menunggu dan pindah ke lain hati, coba?" keluhnya sambil cemberut lagi, mengeluarkan kecemasannya yang sesungguhnya.

"Ah… ternyata itu yang kau khawatirkan ya?" Sanji menghela nafas panjang. Tipikal Luffy sekali kekhawatirannya. Ia jadi terkekeh pelan memikirkan hal itu.

"Apanya yang lucu?" protes Luffy lagi, rengutan-rengutan wajahnya belum menghilang, membuatnya makin manis dilihat.

"Luffy, lama-lama kau makin manis saja!" kata Sanji tertawa lalu memeluk leher sobatnya itu sambil mengacak-acak rambut hitamnya yang lembut dan halus dengan gemasnya.

"Akh! Sanji! Jangan acak-acak rambutkuuu!" protes Luffy sambil berontak, berusaha melepaskan diri dari Sanji yang hanya terus meringis dan mengeratkan pelukan sayangnya.

Di sisi kantin yang lain, Zoro dan Chopper baru saja masuk.

"Wah, Sanji dan Luffy kelihatan akrab sekali hari ini, ya?" Chopper terkikik saat mendapati kedua sobat seniornya bercanda dengan ria begitu. Zoro memandang kakak tiri dan pimpinan gengnya dengan wajah bosan.

"Hubungan sang koki dengan monster pemakan segala," kata Zoro sambi geleng-geleng kepala.

Chopper tertawa mendengar lelucon Zoro. "Biarpun kau tidak sedang bercanda, yang tadi itu lucu sekali, Zoro!" katanya senang.

Zoro tersenyum simpul melihat wajah meringis Chopper yang lucu itu. Sobat sekelasnya itu memang sangat manis, tak kalah dengan keimutan Luffy.

"Ah, Zoro! Chopper!" Luffy melihat keduanya dan melambai ke arah mereka.

"Yo," balas Zoro sambil menaikan satu tangannya.

"Luffy! Sanji!" Chopper pun cepat-cepat berjalan ke meja mereka.

"Datang juga, lama sekali kalian," kata Sanji sambil menyodorkan kotak bekal makan siang ke arah Zoro sekalian jus blueberry-nya.

"Terperangkap anak-anak kelas III yang sedang mempersiapkan acara kelulusan mereka Senin lusa," kata Zoro sambil duduk di sebelah Sanji.

"Ramai sekali lho. Banyak yang kumpul di kelas III-C. Para siswa lelaki dan perempuan bergerombol di lorong. Padahal kalau mau ke kantin kan harus lewat sana dari kelas kami, jadi harus memutar jauh," jelas Chopper.

"Ah… di kelas III-C ada Kak Hancock, sih…. Kalau ratu lebahnya mau pergi, tentu saja para tawon pekerjanya akan mengerumuninya," kata Sanji dengan wajah lesu.

"Kau juga ingin melihatnya, kan?" Zoro menyeringai.

"Tentu saja! Aku kan, penggemar beratnya! Tapi yang dilirik Kak Hancok itu cuma… si cebol ini!" Sanji menjitak kepala Luffy yang entah sejak kapan sudah mengambil alih kotak makan siangnya.

"Aduh! Apa sih, Sanji!" protes Luffy sambil mengusap-usap kepalanya. "Aku kan, tidak berbuat salah apa-apa padamu!" katanya membela diri.

"Kau merampok makan siangku," gigit Sanji sambil menarik kotak makan siangnya kembali ke hadapannya.

"Tapi… meskipun sudah jadian dengan Zoro, Sanji tetap suka melirik anak perempuan, ya?" tanya Chopper heran.

"Chopper… itu sudah penyakit Sanji dari dulu. Tidak bisa diapa-apakan," kata Zoro sambil memulai makan siangnya dengan cuek.

"Eh, enak saja! Kalian ini tidak sopan, deh! Aku orang yang berkomitmen dengan serius, kok," kata Sanji dengan wajah sedikit bersemu merah. "Anak gadis itu manis-manis dan imut-imut. Tidak ada salahnya mengagumi keindahan, kan? Ini lebih seperti hobi mengamati karya seni yang luar biasa, tahu!" lanjutnya beralasan.

"Hobi yang menyeramkan, tepatnya," kata Zoro sarkastik.

"Zoro cemburu?" celetuk Luffy dengan wajah tanpa dosa.

Gerakan Zoropun terhenti saat ia akan memasukan telur dadar gorengnya ke dalam mulut. Ekspresinya sedikit sulit dibaca, tetapi rona merah muda menaburi pipinya membuat Sanji, Chopper, dan Luffy menahan tawa. "Berisik, ah," katanya sok tenang seraya melanjutkan kegiatannya sambil memejamkan mata, sok cuek.

"K-kau itu tipe yang tsundere, ya?" Sanji sampai gemetar karena berusaha menahan gelembung tawa yang hampir meledak darinya. Adik tirinya itu memang sangat manis!

Luffy tak kuat lagi menahan diri dan langsung tertawa keras. "Aduh duh… Zoro memang lucuuuuu!" katanya sambil memukul-mukul meja, nyaris histeris.

"Cerewet! Chopper, lakukan sesutau pada dua orang idiot itu!" kata Zoro dengan wajah merah padam sekarang, entah karena malu atau sebal bukan main. Dua orang kakak kelasnya itu senang sekali mengusili orang, sih!

"Ah… aku rasa tak ada obat untuk sembuh dari bodoh," ujar Chopper bercanda, melirik ke arah lain, mencoba untuk menahan tawanya juga.

"Kalian ini…," dengus Zoro jengkel.

"Lalu… 'hubungan' kalian sudah sampai mana?" tanya Luffy kemudian, yang kini membuat Sanji tersedak ludahnya sendiri karena masih tertawa, dan Zoro menyemburkan minumannya. Akan tetapi, karena Luffy sudah belajar dari pengalaman dengan Sanji tadi, ia langsung menghindar hingga kali ini, Chopper yang duduk di sebelahnya yang jadi korban.

"Eww! Gross!" teriak Chopper kaget dan tak sengaja bahasa Inggrisnya mengambil alih ucapannya.

"Wah, sori, Chopper!" kata Zoro panik. "Dan LUFFY! Apa-apaan pertanyaan itu!" protesnya keras pada sang bos dengan wajah syok.

"Pertanyaan biasa, kan? Aku kan, juga bisa penasaran," kata Luffy dengan wajah polos. "Lagian… aku bosan kalau kalian menganggapku anak kecil terus. Begini-begini aku juga lelaki, malah aneh kalau aku tidak tertarik dengan yang begituan, kan?" lanjutnya tegas.

Kata orang yang masih bersemangat 45 menonton Discovery Channel dan maniak serangga seperti anak SD!—pikir Sanji yang masih terbatuk-batuk sampai sesak nafas dan Zoro yang sedang membantu Chopper membersihkan noda jus bluberry dari seragamnya dengan wajah penuh keringat salah tingkah.

"Tapi… selama aku mengenalmu, baru kali ini aku dengar kau bicara tentang itu, Luffy. Biasanya kau cuek saja kalau anak-anak lain membicarakan hal-hal yang berbau seks begitu. Apa yang membuatmu tiba-tiba tertarik?" tanya Chopper dengan nada dokter profesionalnya sambil mengusap seragamnya dengan sapu tangan Zoro.

Sanji dan Zoro sampai harus melihat ke arah lain karena pembicaraan mereka terlalu menyerempet hal-hal yang memalukan.

"Ah… kau tahu… aku tak pernah merasakan hal seperti ini terhadap orang lain," kata Luffy sambil menghela nafas panjang dan menerawang jauh. "Waktu aku masih belum sadar kalau aku jatuh cinta pada Ace, aku tak memikirkan hal aneh saat kami berdekatan atau berpelukan, tapi setelah aku sadar, aku jadi memikirkan dan merasakan banyak hal. Bersentuhan dengan Ace membuat jantungku berdegup kencang dan tubuhku ringan bagai melayang. Berciuman dengannya membuat hatiku bergetar, lalu muncul perasaan aneh seperti ada kupu-kupu yang mengepak-kepakkan sayap dalam perutku. Aku tak bisa membandingkannya dengan yang lain karena aku hanya melakukan hal ini dengan Ace, tapi ada dalam pelukan Ace membuatku sangat nyaman dan bahagia. Aku yakin ini cinta," kata Luffy panjang lebar. "Aku ingin merasakan lebih banyak lagi perasaan yang menyenangkan yang misterius itu. Aku ingin Ace juga merasakannya bersamaku…."

Luffy menggigit bibir bawahnya dengan mata setengah tertutup dan rona kemerahan di pipinya, ekspresi yang sangat menggoda, membuat Chopper memerah juga mendengar pengakuan yang sangat… jujur itu. Zoro sampai terpana, menjatuhkan sumpitnya saat melihat ekspresi Luffy itu, sedangkan Sanji yang menjatuhkan dagu itu terancam mimisan melihat keimutan Luffy dan merasakan feromonnya yang beterbangan dari seluruh tubuh seksinya.

"Gaaah! Luffy! Kau melakukannya lagi!" Sanji memegang kepalanya dengan kedua tangannya, begitu panik dan tergoda sampai wajahnya merah padam begitu.

"Ja-jadi ini senjata paling mematikan Luffy itu…. Pantas saja Sanji bilang begitu dasyat. Sekarang aku paham…!" kata Zoro sambil mencoba untuk mengalihkan pandangannya dari Luffy yang saat ini terlihat sangat menarik itu.

Sungguh menakutkan jurus Luffy yang satu ini!—pikir kedua saudara tiri itu dengan keringat dingin di wajah mereka.

Anak-anak lain di kantin yang melihat mereka pun tak luput dari hantaman jurus maut tak tertahankan Luffy itu dan beberapa ada yang pingsan lagi dengan banjir darah dari hidung. Sisanya segera kabur karena tahu dirinya pun tak akan bertahan lama menolak pesona Luffy.

"Ah, hahaha," Chopper tertawa salah tingkah, masih dengan wajah merona. Biarpun Luffy sedang dipenuhi feromon untuk menarik lawan jenis… atau sesama jenisnya begitu, Chopper adalah dokter yang pro dalam menghadapi tantangan seperti ini, jadi ia masih bisa menanganinya dengan baik. "Jadi kau mulai berminat karena Ace, ya?" lanjut Chopper tenang.

"Mn," Luffy mengangguk dengan polosnya, sampai-sampai Zoro dan Sanji heran bagaimana dia bisa melakukannya sambil membicarakan hal seperti ini.

"Yah… memang sudah sewajarnya kalau kau juga tertarik, Luffy. Sudah masanya. Lalu, apa yang membuatmu penasaran? Kau seharusnya sudah mendapat edukasi seksual dari mata pelajaran Biologi, kan?" tanya Chopper lagi.

"Memang, tapi pelajaran di kelas hanya membahas mekanis terjadinya, dan mungkin hal-hal yang harus diwaspadai dalam hubungan seksual. Hal seperti itu… kukira belum cukup," kata Luffy sambil mendengus. "Lagipula… sepertinya Ace masih menganggap aku anak kecil, dan dia tak mau melakukan hal yang lebih jauh dari ciuman. Mungkin karena aku tak punya pengalaman sama sekali, jadi dia sedikit cemas akan teknik-tekniknya?" tebak Luffy sedikit sebal. "Apa dia ingin aku belajar di luar dulu? Bereksperimen dengan orang lain?"

"Ah, kurasa bukan begitu, Luffy," cegah Chopper cepat-cepat. "Aku tahu Ace cemas karena kau belum berpengalaman, tapi bukan berarti kau harus cari pengalaman di luar," lanjutnya dengan sedikit panik. Bisa gawat kalau Luffy jadi salah kaprah begitu. "Um… kurasa Ace ingin agar kalian pelan-pelan saja dalam berhubungan, tidak terburu-buru dan mempertimbangkan sisi baik dan buruknya dulu sebelum melangkah lebih jauh. Mempelajari satu sama lain dulu, begitu…," usulnya.

"Chopper… kau pikir sudah berapa lama aku 'berhubungan' dengan Ace? Sisi baik dan buruk? Aku bahkan mengenal Ace LUAR-DALAM, sisi mana lagi yang harus dipelajari?" tanya Luffy heran.

"Kau mengenal Ace sebagai 'kakak' Luffy. Kau belum mengenal Ace sebagai seorang kekasih. Ada hal-hal tertentu yang hanya diketahui seorang kekasih," kata Chopper dengan profesionalnya.

"Seperti bagian tubuh mana yang harus disentuh agar membuat mereka merasakan kenikmatan?" tanya Luffy serius.

Chopper memerah lagi mendengarnya."Um… itu salah satunya, tapi bukan hanya itu. Kerisauan dan perasaan 'memberi dan menerima' juga ada dalam hubungan sepasang kekasih. Ada kekurangan-kekurangan yang harus diterima dengan lapang dada dan melengkapinya dengan apa yang kita punya juga termasuk di dalamnya. Adanya 'kompromi' juga penting untuk membuat hubungan itu tetap berjalan. Kita tak lagi berpikir sebagai aku, tetapi sebagai 'kami'. Kalau kau sudah bisa saling memahami hingga hal yang sulit itu, barulah kalian bisa dianggap sebagai sepasang kekasih," jelas Chopper lagi dengan begitu panjang lebarnya, membuat Luffy, Sanji dan Zoro tertegun, mencoba meresapi makna dari keseluruhan kata-katanya.

Keheningan pun jatuh di meja mereka selama beberapa detik sebelum, "Chopper… itu terlalu susah untukku," Luffy menanggapi dengan wajah bodoh, membuat sebulir keringat muncul di pipi sobat-sobatnya.

"Ah… maaf atas komat-kamit yang membingungkan itu," kata Chopper salah tingkah, lupa kalau ia bicara dengan Luffy.

"Yang aku tahu ya… aku ingin 'bersatu' dengan Ace," kata Luffy dengan wajah menerawang lagi. "Kupikir… kalau kami saling mencintai, Ace pun akan menginginkan hal yang sama. Meskipun ada dinding bernama perbedaan umur… atau apapun itu yang menghalangi Ace untuk bertindak, kalau Ace benar-benar mencintaiku, ia pasti akan mendobrak jatuh dinding itu, seperti yang biasa ia lakukan," kata Luffy sambil tersenyum lembut mengingat-ingat hal segila apa yang bisa Ace lakukan saat ia dipenuhi dengan niat.

"Mungkin… Ace hanya takut melukaimu, Luffy," kata Zoro tiba-tiba, membuat Luffy dan yang lain menoleh ke arahnya.

"Melukaiku?" tanya Luffy heran.

"Yah… soalnya saat kalian 'bersatu' Ace harus 'melukaimu' terlebih dahulu. Aku saja merasa sangat takut saat pertama kali melakukannya pada Sanji, sampai-sampai aku hampir muntah," lanjutnya.

"HEI!" Sanji protes dengan wajah horor.

"Tidak apa-apa, kan? Kasihan Luffy," kata Zoro cuek.

"Kau kan, bisa bilang 'MISALNYA'! Tidak usah pakai nama dong!" Wajah Sanji benar-benar sangat merah karena sangat malu.

"Tidak apa-apa. Tidak detil kok," kata Zoro lagi sambil menahan kedua tangan Sanji supaya tidak mencekiknya. "Yang jelas, Luffy, kalau ini hal yang pertama bagimu, tentu saja Ace tidak ingin rasa 'sakit' itu terlalu membebani tubuhmu. Karena Ace cinta mati padamu. Dia bisa gila kalau kau sampai membencinya gara-gara itu. Makanya dia menahan diri, dan mungkin sedang mencari cara agar tidak terlalu melukaimu saat kalian melakukannya nanti," jelas Zoro.

"Begitu…," Luffy menunduk sambil berpikir keras. "Lantas, bagaimana kalian melakukannya supaya tidak sakit?" tanyanya kemudian dengan wajah bersemangat ingin belajar.

"Ah… itu sih…," wajah Zoro merona sekarang sambil menggaruk-garuk belakang kepalanya, sedangkan ekspresi Sanji makin pucat saja.

"HYAAA! Stop sampai situ! TIDAK ADA YANG BEGITU!" teriak Sanji berang dan panik sambil membungkam mulut si marimo yang tak mengenal kata 'privasi' itu. Sanjipun berdiri sambil mencengkeram kerah belakang seragam Zoro. "Aku permisi dulu. Ada marimo yang harus kujadikan kroket!" katanya sambil menyeret Zoro keluar dari kantin dengan geram.

"Lho, terus bagaimana dengan pertanyaanku tadi?" teriak Luffy dari kursinya, bingung kenapa Sanji begitu sewot sampai harus membawa Zoro kabur segala.

"Luffy… kau itu memang luar biasa dalam hal-hal yang aneh…," komentar Chopper bersimpati pada Sanji yang pasti merasa sangat malu karena pertanyaan 'polos' Luffy itu.

"Kalau menurut Chopper bagaimana?" tanya Luffy sekarang beralih ke dokter muda di sampingnya itu. Wajah Chopper hanya memerah lagi mendengarnya.

"Kenapa tidak minta Ace mengajarimu, Luffy?" tanya Chopper balik.

"Makanya, bukannya lebih baik kalau aku belajar dari Ace langsung? Ace saja yang tiba-tiba panik sendiri dan kabur. Apa dia pikir aku akan melarikan diri darinya kalau pengalaman pertama kami tidak mulus? Kalau Ace berpikir begitu… artinya Ace masih meragukan perasaanku, ya?" kata Luffy dengan bingung lagi.

"Mungkin kau perlu mengompori Ace sedikit," kata Chopper sambil meminum susu kotaknya.

"Mengompori… ya…?" Luffy mempertimbangkan hal tersebut dengan serius, tapi bagaiman cara Luffy mengompori Ace? Luffy tidak pandai dalam hal-hal seperti ini. Ia masih sangat baru dalam hal cinta-cintaan ini.

Bagaimana cara membujuk Ace untuk 'mengajari'-ku?—batin Luffy pun turut bertanya dengan penasaran.


All The Way—Ace x Luffy—All The Way


"Cara mengompori orang agar mengajari kita bercinta?" Nami mengerutkan alisnya dengan bingung.

"Luffy-san akan bercinta dengan Ace-san?" pekik Vivi kaget dengan mata berbinar-binar dan wajah memerah malu.

"Vivi…!" Usopp salah tingkah melihat fujoshi di tim mereka mulai bersemangat dengan hal-hal yang terbesit di imaginasinya sendiri itu.

Padahal tidak ada yang menyebut ini tentang Luffy dan Ace. Yah, Luffy bertanya tentang hal seperti itu memang pasti ada hubungannya dengan Ace dan dirinya sendiri karena Luffy tak mungkin mengurusi masalah cinta orang lain. Namun, tetap saja daya tangkap Vivi tentang hal seperti ini sedikit menakutkan.

"Aku ingin, sih… tapi Ace bersikeras untuk menunggu sampai aku lulus SMA," kata Luffy sambil menghela nafas panjang dengan lemas.

"Yah… kalau hormon remaja sudah menggila, tidak mudah menahan diri sih, ya? Aku bisa mengerti perasaan Ace," kata Nami dengan kalem. "Ace tak ingin mengambil keuntungan dari Luffy yang tak bisa berpikir jernih karena dikuasai hormon remaja, kan?" lanjutnya sambil manggut-manggut.

"Mengambil keutungan bagaimana? Kalau suka sama suka tidak masalah, kan?" debat Luffy sambil mendengus yakin.

"Aku setuju dengan Luffy-san…!" kata Vivi dengan tubuh gemetaran saking semangatnya. "Akan lebih bagus lagi kalau kalian merekamnya…!"

"Vivi-chan!" Nami jadi merah padam mendengar usulan Vivi. Ia langsung menarik Vivi supaya menjauh dari Luffy dan pembicaraannya yang terlalu berbahaya.

"Ah… dasar. Kenapa kau berbicara hal sepersonal ini dengan kita sih," kata Usopp sambil garuk-garuk kepala dengan salah tingkah. "Sini sebentar, Luffy," lanjutnya sambil menarik lengan sobatnya supaya mendekat sebelum membisikkan sesuatu di telinganya.

Luffy mendengarkan baik-baik dengan tanda tanya di dalam kepalanya sebelum mengrenyitkan dahinya sesaat setelah Usopp selesai berbisik. "Menyentuh diri sendiri?" tanyanya dengan bingung dan suara yag cukup keras, membuat Usopp panik dan langsung membekap mulut Luffy yang ember itu.

"Jangan keras-keras, dong! Bikin malu saja!" dengusnya sebal dan salah tingkah dengan wajah merona. Luffy lantas mengangguk paham sampai Usopp melepaskan mulutnya lagi. "Jadi… sudah pernah belum?" lanjutnya bertanya dengan sedikit ragu-ragu.

"Kenapa aku ingin melakukan hal itu?" tanya Luffy makin bingung.

"Jadi kau belum pernah sekalipun?" tanya Usopp takjub.

"Memang kau pernah?" tanya Luffy lagi, sedikit penasaran.

"Oh, jangan ditanya lagi. Tentu saja. Bahkan bisa kulakukan sampai berkali-kali dalam sehari!" katanya dengan sok bangga.

Luffy curiga kalau Usopp sedang berbohong seperti biasanya, tapi dia putuskan untuk membiarkannya saja. "Aku tidak tertarik dengan itu, Usopp. Tidak menyenangkan kalau sendirian, kan? Aku ingin Ace menyentuhku," kata Luffy dengan tegas.

Usopp jadi merona mendengarnya. "Kau… kenapa bisa berkata hal memalukan begitu dengan wajah seperti itu, sih?" katanya agak merinding.

"Apanya yang memalukan? Aku dan Ace kan sudah ber—!"

"Waaah, iya, iya! Jangan ada detil! Aku tak perlu itu!" potong Usopp keras dan buru-buru. "Aku mengerti sekarang. Kalau kau saja belum pernah menyentuh diri sendiri, mana mungkin Ace percaya diri untuk menyentuhmu! Mungkin ia takut kau tak akan bereaksi meskipun ia sentuh!" katanya sambil meninju telapak tangannya sendiri.

"Ah…," Luffy mengangguk. Dalam kepalanya, ini lebih masuk akal daripad teori teman-temannya yang lain. Mungkin selama ini Ace masih menganggap kalau Luffy itu aseksual.

"Tapi aku cukup menikmati berciuman dengan A—,"

"GYAAA! Kubilang jangan ada detiiiil!" lalu Usopp segera kabur karena tidak tahan dengan Luffy yang tidak kenal dengan istilah 'jangan tanya, jangan cerita' itu.

"Tidak sopan," kata Luffy dengan wajah dongkol. "Yah… tapi kalau Ace takut aku tak akan bereaksi, mungkin aku juga harus sedikit menunjukkan minat ya…, tapi bagaimana?" Luffy lalu melihat ke luar jendela kelasnya dan tiba-tiba saja sebuah ide terbesit di benaknya. Yah, meskipun ide itu bukan pilihan yang akan ia sukai. "Ck, masa' aku harus sampai ke 'tempat itu' untuk mencari tahu tentang hal ini sih?" gerundelnya sambil berdecak pasrah.

Yah… pilihan terakhirnya untuk mempelajari hal itu…

…jelas saja ke gudang informasi yang disebut… perpustakaan.


All The Way—Ace x Luffy—All The Way


"Nona Hancock… setelah lulus nanti, kami akan sangat merindukanmu…!" kata salah seorang gadis pengikutnya dengan wajah sedih.

"Ah, para gadisku yang manis, bukan berarti kita akan berpisah selamanya, kok. Kita pasti bisa bertemu lagi nanti," kata Boa Hancock (18), gadis kelas III SMA Grand Line dengan rambut hitam lurus selembut sutera, tubuh seksi aduhai, dan paras sangat cantik bak dewi dari kahyangan itu sambil tersenyum lembut, membuat par fans-nya berteriak histeris dan mengelu-elukan namanya.

"KYAAAA! NONA HANCOOOCK!"

"AKU MENCINTAIMU, BOA HANCOCK-SAMAAAAA!"

"NONA HANCOCK TERSENYUM KE ARAHKU! MATIPUN AKU RELAAAAA!"

"EH, ENAK SAJA! NONA HANCOK TERSENYUM KE ARAHKU TAHU!"

"AAAAH! NONA HANCOCK! JADILAH KEKASIHKUUUUU!"

"TIDAK! DENGANKU SAJA, HANCOCK-SAMA! AKU AKAN MEMBAHAGIAKANMUUUUU!"

"BIDADARIKU, NONA HANCOCK! AKU RELA MATI UNTUKMUUU!"

"Kenapa… ada laki-laki dalam lingkar pengikutku, ya?" Hancock yang mendengar beberapa suara berat dari lingkar fansnya lantas bertanya dengan senyuman mautnya yang membuat gadis-gadis pengikutnya mamasang ekspresi horor.

"Tidaaaak! Ada laki-laki di sini!" jerit Margaret (18), salah seorang pengikut terdekat Hancock yang bertubuh langsing ideal dan berambut cokelat pendek itu dengan sangat kaget.

"Cepat singkirkan para makhluk biadab itu dari hadapan Kakak! Mengotori pemandangan saja!" Boa Marigold (16), adik termuda Hancok yang bertubuh agak gemuk dan berambut pirang emas itu berteriak berang melihat sekumpulan lelaki di antara fans perempuan kakaknya itu.

Dengan sigap, Aphelandra (18) dan Sweatpea (18) yang bertubuh cukup besar dan kekar itu menyingkirkan fans pria Hancock dari ruang kelasnya yang sudah seperti singgasana ratu itu.

"Mereka sudah dibereskan, Kakak," kata Sandersonia, adik pertama Hancock yang bertubuh kurus dan berambut keriting kehijauan sambil tersenyum.

"Terima kasih, Adik-adikku yang manis. Aah, aku pasti akan merasa kehilangan kalian juga…," kata Hancock sambil berwajah sendu dengan imutnya, membuat para fansnya meledak lagi.

"KYAAAAAAAAAAAA! HANCOK-SAMAAAAAA!"

"CANTIKNYA DIRIMUUUUUU!"

"Aah… tapi… ada satu hal lagi yang lebih kusayangkan…!" kata Hancock dengan ekspresi sengsara.

"Nona Hancock?" para fansnya jadi cemas melihatnya.

"Aku tak bisa lagi bersama dengan Luffy…! Ah, apa yang harus kulakukan? Kalau berpisah darinya, aku tak akan bisa bertahan…! Ratu tak bisa hidup tanpa rajanya…!" kata Hancock sambil menutup wajahnya dengan dua tangan, sangat gundah dan risau.

"Luffy-sama?"

"Oh ya! Luffy-sama kan baru kelas II."

"Nona Hancock…, malangnya dirimu…."

Marigold dan Sandersonia saling melirik dengan penuh arti.

"Jangan khawatir, Kakak. Luffy-sama pasti akan datang padamu dan menyatakan cinta," kata Marigold sambil tersenyum menenangkan.

"Benar, tak ada lelaki yang tidak senang dicintai oleh Kakak," kata Sandersonia mendukung.

"Aku tahu Luffy hanya merasa malu saja berdekatan denganku karena dia sangat polos dan manis seperti malaikat…, tapi aku ingin sekali saja menghabiskan waktu berdua dengannya sebelum kami berpisah jalan… Kalau bisa sih, kami tak perlu berpisah lagi dan bakal sangat lengket setelah kencan…! Aah~, bagaimana kalau Luffy tiba-tiba ingin menciumku dan langsung melamarku? Kalau untuk Luffy, apapun akan kuberikan…! Aaaah~ Luffy~~~!" Hancock sudah mulai tenggelam dalam fantasinya sendiri dengan wajah memerah. Entah apa yang sedang ia bayangkan dalam kepalanya yang tidak beres itu.

"Kalau memang itu harapan dan keinginan Kakak tercinta…," kata Sandersonia memulai.

"…-maka itu tugas kami untuk membuatnya terjadi," Marigold menyelesaikan.

"Kami akan membantu juga!" seru para fans terdekat Hancock dengan wajah yakin.

Operasi 'BAWA LUFFY-SAMA KEPADA NONA HANCOCK!' dimulai!


All The Way—Ace x Luffy—All The Way


Luffy memandang gambar-gambar dalam buku di tangannya dengan kepala nyut-nyutan.

"Kenapa adanya hanya tentang lelaki dan perempuan? Memang tidak ada yang lelaki dengan lelaki, ya? Organ laki-laki dan perempuan kan berbeda, jadi tidak akan bisa berhasil dong," katanya dengan wajah bingung. "Aaargh! Aku menyerah!" kata Luffy sambil melempar buku itu ke belakang dengan frustrasi. Ia sampai menggaruk-garuk kepalanya karena pusing. Buku itu sama sekali tidak membantunya mencari informasi.

Bagaimana ya…? Apa pakai komputer saja? Katanya banyak informasi dari internet juga…—pikir Luffy sambil memegang dagunya. Baiklah. Tidak ada salahnya mencoba.

Luffy pun berdiri dan hendak beranjak ke lab komputer, tetapi seseorang menarik tangannya dari belakang. "Huh?"

"Luffy," panggil gadis itu saat Luffy menoleh ke arahnya.

"Oh, kau…," Luffy mengenali wajah gadis berambut cokelat pendek itu. Dia anak kelas III yang pernah Luffy tolong dari gangguan orang mesum di jalan saat pulang sekolah. Namun, entah kenapa Luffy selalu lupa namanya. "Mar-…Marmaret?"

"Margaret, Luffy," kata Margaret salah tingkah.

"Ah, ya, itu dia," katanya sambil meninju telapak tangannya, teringat nama yang benar. "Ada apa?" tanyanya kemudian sambil merapikan buku-buku di mejanya dan mengambil buku yang tadi ia lempar.

"Ah… sebetulnya aku sedikit butuh bantuanmu," kata Margaret sambil menakupkan kedua tangannya di depan wajah.

"Soal apa?" tanya Luffy sambil memiringkan kepalanya.

"Um… aku tak enak kalau bicara di sini, nanti dimarahi petugas perpus. Bagaimana kalau kau datang ke pesta makrab yang akan diadakan Nona Hancock sore ini? Kalau di sana kita bisa bicara dengan lebih leluasa, dan kau bisa makan sepuasnya!" kata Margaret dengan wajah berbinar-binar.

"Wow! Pesta! Pasti asyik!" kata Luffy dengan semangat juga. Kebetulan hari ini Ace ada urusan di kampusnya sampai larut, jadi tidak ada yang akan membuatkan makan malam untuk Luffy malam ini. Tadinya Luffy akan mampir ke Baratie untuk makan, tapi kalau dia diundang ke pesta, tentu dia akan ikut. "Boleh, deh. Sore ini jam berapa?" tanyanya setuju.

"Benar? Asyik! Kita berangkat sekarang saja, ya? Aku akan bantu-bantu Nona Boa bersaudara untuk menyiapkan pestanya soalnya," kata Margaret dengan wajah senang.

"Wah, aku beruntung. Kebetulan malam ini tidak ada makan malam di rumah. Pestanya sampai lewat jam makan malam, kan?" Kemudian Luffy dan Margaret pun berjalan keluar dari perpustakaan sambil mengobrol.


All The Way—Ace x Luffy—All The Way


Ace buru-buru menyelesaikan tugas kuliahnya yang lupa ia kerjakan, padahal hari ini adalah batas terakhir pengumpulannya. Dasar, tinggal dengan Luffy benar-benar membuat konsentrasinya teralihkan. Mana buku-buku kuliahnya ia tinggal di apartemennya dan bukan di rumah kakeknya lagi.

"Marco, pinjam bukumu!" keluh Ace dengan wajah memohon.

"Dasar. Apa saja yang kau lakukan selama di rumah adikmu, sih?" hardik Marco sambil mendengus sebal dan merogoh tasnya untuk mengambil buku teks Manajemen Bisnis. "Masa' tugas sebulan saja kau lupakan?"

"Melawan kepercayaan populer, Marco, aku tidak semaniak itu sampai akan dengan tega menyentuh adikku yang masih di bawah umur," kata Ace dengan nada datar, ekspresinya tersiksa.

"Hah? Kau belum menyentuh Luffy?" tanya Marco dengan heran sambil menyerahkan buku itu ke tangan Ace yang sudah terulur. "Sama sekali? Tidak sedikit pun?" lanjutnya tak percaya.

"Jelas lah! Luffyku yang polos dan manis itu… mana mungkin aku bisa mengambil keuntungan darinya!" kata Ace tegas, "-dan tolong jangan membayangkan tentang yang macam-macam dengan Luffy di dalamnya, mesum," wanti Ace sambil menyipitkan mata padanya.

"Tidak sopan," dengus Marco lagi dengan jengkel, sampai-sampai ada cuatan pembuluh vena di pelipisnya. "Tapi masa kau sama sekali tidak menyentuhnya? Kasihan kan… dia anak remaja dengan hormon yang sedang membabi buta, lho. Kalau sudah tidak tahan, bagaimana dia menyalurkan hasratnya?"

Pertanyaan Marco yang penasaran itu membuat Ace mematahkan pulpennya karena syok akan kesadaran yang baru sampai kepadanya.

Marco yang sadar dengan ekspresi Ace itu bertanya lagi. "Kau juga tidak bertanya tentang pengalaman Luffy, ya? Aah… Ace…, kau ini…. Bagaimana kalau Luffy mencari pengalaman diluar?" tanyanya.

"A-… aku harus pulang!" seru Ace tiba-tiba berdiri dengan wajah pucat penuh horor sebelum melesat ke arah pintu kelas.

"Lho, bagaimana dengan tugasmu!" teriak Marco kaget sambil melambaikan kertas tugasnya.

"Persetan dengan tugas bodoh itu! Luffy lebih penting!" teriaknya sembari berlari dan sosoknya pun menghilang sesaat setelah ia menendang pintu kelas supaya terbuka dan keluar ke lorong. Marco hanya geleng-geleng kepala melihat keantikan sobat dekatnya itu.

"Lho, mana Ace?" Sabo yang baru saja kembali dari kamar kecil dan berniat membantu Ace menyelesaikan tugasnya heran saat melihat meja Ace yang kosong.

"Dia baru saja mendapat pencerahan dan pulang," kata Marco sambil merapikan buku-buku yang sempat jatuh gara-gara Ace yang berdiri tiba-tiba. Dasar, Ace bahkan meninggalkan tasnya.

"Pencerahan?" Sabo memiringkan kepalanya dengan bingung.

"Sudah, biarkan saja. Sekarang bantu aku menyelesaikan tugas Ace," kata Marco sambil melihat sudah sampai mana Ace menulis tugasnya.

"Katamu kau tak mau membantu pemalas yang hanya suka mengkopi catatan orang?" Sabo duduk di sebelah Marco sambil terkekeh menggodanya.

"Cerewet. Dia berhutang makan malam padaku selama seminggu setelah ini," kata Marco sambil melanjutkan tulisan Ace.

"Wah, tambahkan hutang Ace itu padaku juga. Kali ini aku akan membuatnya bangkrut," tawa sabo penuh humor sembari menandai teks pada buku yang bisa menjelaskan persoalan dalam tugas tersebut.


All The Way—Ace x Luffy—All The Way


Sanji baru saja selesai mengumpulkan buku daftar absen harian ke ruang guru dan akan segera pulang saat melihat Luffy keluar dari gerbang sekolah bersama seorang gadis.

"Huh?" Sanji sampai harus mengusap-usap matanya dengan punggung tangan dan memincingkannya supaya yakin ia tak salah lihat. "Luffy? Dengan siapa… oh!" Sanji ingat gadis itu. "Margaret dari kelas III? Kenapa dia pergi bersama Luffy?" gumam Sanji heran.

Lalu Sanji teringat dengan pembicaraan mereka tadi siang.

"Waduh…! Masa' Luffy benar-benar mau 'cari pengalaman' di luar?" pikir Sanji dengan wajah pucat.

"Hei," Zoro menepuk pundak Sanji pelan, tapi tetap membuat Sanji terperanjat karena kaget.

"Zoro!" seru Sanji keras saat membalikkan badan dan mendapati adik tirinya yang sedang menenteng shinai di tangan kanannya dan menyandarkan bagian tengah ke ujung di atas pundaknya. "Dasar, bikin kaget saja…," lanjut si koki pirang sambil mengelus dada.

"Kenapa wajahmu serius begitu?" tanya Zoro heran.

"Ah… barusan aku melihat Luffy jalan keluar bareng dengan Margaret dari kelas III," kata Sanji pelan.

"Kenalan Luffy?" tanya Zoro sembari berjalan bersama sanji ke arah ruang klubnya.

"Yah, Luffy pernah menolongnya dari gangguan orang mesum," jawab Sanji lagi.

"Hm… mungkin dia minta bantuan Luffy lagi? Siapa tahu ada yang mengganggunya lagi," kata Zoro tanpa prasangka.

"Sejak kapan kau jadi orang berpikiran positif begitu?" tanya Sanji heran.

Zoro meringis. "Mungkin sejak kita jadian?" katanya sambil mendekatkan wajahnya ke Sanji dan mencuri cium darinya sebelum kabur.

"Hei!" teriak sanji kaget sekaligus malu dengan wajah merah padam sedangkan Zoro tertawa meninggalkannya. "Dasar Marimo idiot! Lihat-lihat tempat, dong!" protesnya pelan, masih merona. Ia menyentuh bibirnya sambil perlahan. Ekspresinya agak kacau karena tindakan adik tirinya yang suka tak terduga itu.

Akhirnya, karena terlalu sibuk memikirkan adik tiri sekaligus kekasihnya itu, Sanji jadi tak sempat lagi memikirkan kenapa Luffy pulang bareng Margaret, dan bukan bersama Usopp atau Chopper seperti biasanya.


All The Way—Ace x Luffy—All The Way


"Oh, di sini tempatnya… rumahnya besar juga," komentar Luffy saat dibimbing Margaret masuk ke dalam Kediaman Keluarga Boa. Rumahnya betul-betul besar, sampai tingkat tiga. Halamannya juga sangat luas. Ada kolam ikan yang dihiasi air mancur di tengah halamannya. Dipinggir-pinggirnya tersebar pohon ginko yang saat ini daunnya sudah menguning dan sedang berguguran dengan anggunnya. Kalau ditelusur, pasti ada taman atau rumah kaca dan kolam renang di belakang rumah yang indah seperti istana berwarna merah itu.

"Tentu, Luffy. Kau kenal dengan Nona Boa Hancock, kan? Itu lho, ratu kecantikan sejagad kita," kata Margaret dengan wajah merona dan mata berbinar kagum.

"Boa… Hammock?" Luffy memiringkan kepalanya, merasa tak familiar dengan namanya.

"Nona BOA HANCOCK, Luffy! Aah, masa' menyebut nama beliau saja salah, sih! Biarpun kau sangat manis, aku tak akan memaafkanmu kalau kau tidak sopan begitu pada Nona Hancock nanti!" kata Margaret benar-benar salah tingkah.

Luffy ini memang betul-betul tak bisa dipercaya. Normalnya siapapun mengenal nama Boa Hancock. Dia kan pemenang ratu kecantikan tingkat nasional. Banyak pria dan wanita yang memuja kecantikannya. Semua orang percaya kalau suatu saat dia akan jadi super model atau aktris besar di masa mendatang. Saat ini saja banyak pencari bakat yang menginginkannya masuk ke agensi mereka karena terpesona dengan 'keindahan' dan keanggunannya.

"Yah, apalah… terus, soal permintaan tolong itu. Apa yang bisa kubantu?" tanya Luffy cuek karena terlalu repot kalau harus menghafal nama orang yang tidak ia kenal satu per satu.

"Ah, sebetulnya kau sudah membantuku dengan datang kemari," kata Margaret sambil membuka pintu masuk rumah itu. "Kau tahu kan, Senin lusa adalah upacara kelulusan. Nona Hancock ingin punya waktu berdua saja denganmu sebelum ia lulus SMA, Luffy. Kuharap kau mau menemaninya malam ini," lanjutnya sambil tersenyum senang.

"Ooh, minta ditemani makan malam? Boleh saja," kata Luffy sambil mengangguk.

"Yah, bukan cuma makan malam, sih, tapi begitulah kira-kira," Margaret terkikik geli dengan kepolosan Luffy dan membawa bocah yang lebih muda setahun darinya itu masuk ke dalam rumah bergaya Istana China itu.

Begitu masuk, Luffy langsung disambut oleh para pelayan dan dua putri pemilik istana itu. "Selamat datang di Kediaman Keluarga Boa, Luffy-sama," Sandersonia menyapa dengan senyum.

"Kakak kami sudah menunggumu," sahut Marigold sambil tersenyum percaya diri juga.

"Ah, kakak-beradik pecinta ular," kata Luffy mengenali sembari menunjuk kedua gadis di depannya itu. Ia ingat pernah bemasalah dengan mereka beberapa kali, tapi sepertinya bukan hanya mereka. Luffy samar-samar mengingat kalau seharusnya mereka tiga bersaudara.

"Luffy…! Jangan bersikap tak sopan, ya?" bisik Margaret mengingatkan.

"Iya, kau ini diam-diam cerewet juga," dengus Luffy jadi sedikit sebal.

"Ayo masuk, Luffy-sama," Sandersonia menggandeng tangan Luffy dan membimbingnya masuk ke bagian rumah yang lebih dalam.

"Katanya akan ada pesta di sini?" tanya Luffy sedikit lebih bersemangat saat mengingat tujuannya datang ke tempat itu.

"Iya, sedang disiapkan, kok. Untuk sekarang, kau temani kakak tertua kami dulu, ya. Kakak sangat ingin bicara berdua denganmu," Marigold membujuk.

"Oke… jangan lupa cemilan dan tehnya, ya," Luffy meringis ceria tanpa prasangka. Ia sangat senang kalau akan dijamu dengan makanan enak.

Untuk sementara Luffy tak akan pusing berpikir tentang cara membuat Ace mengubah pendiriannya dan fokus pada menikmati pesta itu.


All The Way—Ace x Luffy—All The Way


Ace sampai di rumah dan buru-buru mencari Luffy sore itu, tapi sepertinya Luffy belum pulang sekolah. "Aneh, sudah jam lima sore, Luffy kok belum pulang, ya?"

Ace mengambil ponselnya dan melihat apa Luffy telpon. Lalu ia teringat kalau tadi pagi Ace sudah bilang pada Luffy bahwa ia akan pulang larut malam ini. Mungkin Luffy sedang di tempat Sanji atau di Baratie. Anak itu sering kelaparan sih.

Ace lalu menelpon ponsel Sanji. Setelah nada dering ketiga, ponselnya diangkat.

"Halo," dan suara Sanji pun terdengar.

"Sanji, ini Ace," kata Ace memulai. "Ah… apa Luffy ada di tempatmu?" tanyanya kemudian.

"Eh, tidak tuh. Memang dia belum pulang?" jawab Sanji dan tanyanya balik dengan nada heran.

"Belum… ini sudah jam pulang sekolah. Kau tahu ia dimana?" tanya Ace lagi.

"Tadi sih, kulihat dia keluar gerbang dengan anak kelas III, Margaret."

Ace melebarkan matanya saat mendengra itu. "Mar-Margaret? Anak perempuan?" tanya Ace mulai was-was.

"Iya. Kenalan Luffy. Dulu ia menolong Margaret dari orang mesum."

Mendengar informasi itu, Ace jadi makin curiga. "Apa… dia jangan-jangan… salah satu fans Luffy?" tanya Ace dengan bulir-bulir keringat dingin bermunculan di wajah.

"Oh… sekarang kau mengingatkanku. Margaret memang pernah bilang kalau dia menyukai Luffy yang imut itu…."

Wajah Ace langsung memucat mendengarnya. "Be-beri tahu aku alamat gadis itu!" teriak Ace tiba-tiba, yang pasti membuat Sanji kaget.

"Uh, aku tidak tahu alamatnya, Ace. Dia kan anak kelas III… Ah, tunggu sebentar, biar kutanyakan ke Nami-san atau Vivi-chan, siapa tahu mereka tahu. Aku tutup dulu, ya."

Lalu sambungan telpon itu terputus.

Duh…—Ace jadi makin cemas saja saat menunggu Sanji menelpon lagi. Bagaimana kalau Marco benar tentang hal ini? Bagaimana kalau Luffy sedang bereksperimen?

"Ti… tidak akan kubiarkan! Kalau Luffy ingin belajar, seharusnya dia belajar denganku!" seru Ace tak terima.

Ace akan membawa Luffy kembali. Ia tak rela kalau pengalaman pertama Luffy jadi milik orang lain. Ace duluan yang jatuh cinta pada Luffy, kok. Ace sudah mencintai Luffy lebih dulu dari siapapun, lebih besar dari siapapun. Tidak ada yang boleh menyentuh Luffy kecuali dia!

Ponsel Ace berbunyi lagi dan Ace segera menjawabnya tanpa melihat identitas penelpon lagi. "Bagaimana Sanji?"

"Ah, aku dengar dari Vivi-chan, katanya anak-anak perempuan kelas III akan ada pesta makrab di Kediaman Keluarga Boa. Oya, dan menurut Nami-san yang berkeras agar aku menyampaikan hal ini padamu, Ace, Margaret bukanlah tipe orang yang akan mengajak Luffy kencan, jadi dia berspekulasi kalau ini semua rencana Nona Hancock karena gadis itulah yang naksir berat dengan Luffy," jelas Sanji panjang lebar. "Sepertinya dia berniat menghabiskan waktu terakhirnya di SMA bersama Luffy, begitu kata Nami-san."

"Aaah! Jadi benar dia diculik fans-nya!" Ace berteriak horor. "Tolong beri tahu aku kau TAHU di mana rumah Keluarga Boa atau siapapun itu!" pinta Ace mendesak.

"Eh… kau tidak tahu Boa Hancock? Itu lho, gadis tercantik di Jiapnggu yang menang kontes ratu kecantikan nasional?"

"Ah! Boa Hancock yang itu!" Ace ingat pernah membaca artikel tentang gadis itu di majalah fashion Izou.

Gadis yang amat sangat cantik. Gadis secantik itu naksir berat dengan Luffy! Ya ampun…! Bisa gawat kalau Luffy sampai tergoda! Biarpun aku yakin Luffy tidak akan pindah ke lain hati semudah itu, Luffy tetaplah anak lelaki… masih remaja lagi! Bagaimana kalau gadis itu memanfaatkan kepolosan Luffy!—Makin Ace pikirkan, situasi ini makin terasa horor baginya.

"Ah, terima kasih, Sanji! Aku akan menyusulnya!" Ace hampir memutus sambungan telponnya saat Sanji bicara lagi.

"Tunggu, Ace!"

"Ya?" Ace kembali mendengarkan.

"Ah… ini tentang hubunganmu dengan Luffy," suara Sanji terdengar ragu, tetapi sepertinya ini penting jadi Ace mendesaknya untuk melanjutkan kata-katanya. "Um… kurasa tidak ada salahnya kalau kau menunjukan rasa cintamu dengan cara yang seharusnya, kau tahu? Bertindak dan bergeser ke langkah selanjutnya."

Ace melebarkan matanya. "Kenapa… kau bicara begitu?"

"Um… tadi siang, Luffy bertanya tentang hubunganku dengan Zoro. Dia sepertinya cukup risau karena kau tidak mau… um… 'menyentuhnya'. Ugh, ini benar-benar memalukan…!"

Ace yakin wajah Sanji pasti merah padam saat mengatakan hal itu.

"Ah… aku tahu kalau alasanmu tidak menjamahnya adalah karena masalah umur yang belum cukup, tapi pikiran sederhana Luffy sepertinya beranggapan kalau dia belum cukup pantas untuk kau 'sentuh', jadi… pembicaraan kami sedikit berwarna-warni tadi. Um… dia tidak menerima alasan seperti itu. Kurasa ada baiknya kalau kau tunjukkan saja semuanya, Ace. Karena Luffy perlu mengenal sisi 'kekasih' dari dirimu juga. Ada hal-hal yang hanya bisa dilakukan sepasang kekasih, kan?"

Ace tertegun mendengarnya. "Tapi… itu artinya aku melanggar hukum…."

"Sejak kapan kau peduli dengan hukum, Ace? Kalau kau peduli, kau tak akan berhubungan dengan orang-orang Jenggot Putih."

Ace lalu tersenyum kecil mendengarnya. "Terima kasih, Sanji. Logikamu sangat mengena," kata Ace lagi dengan wajah yakin sekarang.

"Jelaslah. Aku kan memang pintar." Nada suara Sanji terdengar sok bangga. Ace jadi meringis lebar membayangkan ekspresinya. "Jangan kecewakan Luffy, ya, Ace," pintaSanji kemudian.

"Tentu," jawab Ace dengan penuh determinasi.

Begitu… Luffy juga merasa risau, ya…? Kalau begitu, tak ada lagi yang harus kutahan. Tunggu saja, Luffy. Aku akan menunjukkan sisi diriku yang paling mencintaimu!

Ace lalu menutup telpon, dan kali ini… kali ini dia tak akan melarikan diri lagi. Kali ini ia siap, untuk menjadikan Luffy miliknya sepenuhnya.

Bersambung…


A/N: Hehehe… nggak bisa langsung ke adegan syur-nya dooong *dirajam massa karena memberi warning berlebihan*. Luna simpan adegan HOT-nya di bagian kedua, ya? Pasti ada kok… minggu depan sih… ^_^; *ditimpuk talenan*

Nah, jadi bagaimana menurut kalian? Apa fic ini cukup menggairahkan sampai sejauh ini? Fic ini baru membahas tentang AceLuff, untuk yang ZoSan akan ada fic khusus tersendiri setelah fic ini selesai. Ah… soal PWP? Menurut luna sih, ini cukup PWP. Lha wong isinya cuma begini saja… *sweats* Nah, sekarang luna ingin dengar… err, maksud luna, baca pendapat teman-teman. Kritik dan saran bakal sangat membantu, lho! XD