Chap 4

Auhtor mau minta maaf sebelumnya sama Mia, soalnya dia udah nagih-nagih dan menunggu dengan sabarnya hingga saat ini. Udah lebih dari setengah tahun dia nungguin. Haha...
Cekidot Mia!

Warning: bahasa sesuka author, OC/OOC, abal, gak bermutu, garing kress kress, de le le. Mungkin ada 'sedikit' kejadian shonen-ai.

Rated: Naik menjadi T

Genre: friendship/romance/gajeness, terserah mau pilih yang mana. Soalnya disini humornya gak bakalan kerasa.

Naruto punya Mashashi Kishimoto.
—dikeroyok— XD

.

.

.

Hidan sudah mengunakan baju hitam dengan lambang Nazi(?) tanpa lengan dan celana jeans biru dengan rantai-rantainya, Itachi memakai baju merah lengan pendek dan celana hitam panjang dan Kisame baju biru dengan pingiran keju(kuning).
"Nah, ayo kita berangkat!" Ujar Hidan dengan semangat membara.

Hidan, Itachi, Kisame dan Zetsu pun berangkat. Sasori dan Deidara hanya termangu menyaksikan mereka pergi. Begitu mereka sudah tidak kelihatan lagi batang hidungnya, Sasori langsung meninggalkan tempatnya.
"Danna mau kemana, un?"

"Menurutmu aku mau kemana?" Tanya Sasori tanpa menoleh.
"Kamar? Aku ikut, un." Ucap Deidara dengan polosnya yang sukses membuat Sasori tersenyum. Seperti biasa, Sasori sudah cukup terbiasa dengan tingkah pathnernya itu. Yah, walaupun belum benar-benar terbiasa.

Mereka memasuki kamar mengerjakan hobinya masinng-masing. Yang satu melamun, yang satu merawat alias memeriksa keadaan kugutsu kesayangannya. Mereka saling membelakangi. Well, lebih tepatnya Deidara bersandar di punggung Sasori.

Yeap, Sasori tidak peduli dengan apapun yang akan Deidara lakukan asalkan itu tidak merugikannya. Dia lebih fokus dengan pekerjaannya ketimbang memperhatikan kohai yang dianggapnya tidak berguna itu.

Kali ini sih, Sasori tau bangaimana harus memanfaatkan keahlian kohai-nya itu. Masalah hutang mereka dengan Kakuzu pun tampaknya sudah bukan menjadi masalah lagi. Sekarang waktunya untuk kembali keperjaan mereka masing-masing.

Deidara mulai bosan untuk tidak melakukan apa pun. Yah, walaupun benar juga waktunya beristirahat untuk melepas lelahnya setelah dimanfaatkan Danna-nya itu. Membuat bom itu tidak hanya menghabiskan cakra-nya, tapi juga persediaan lempungnya. Dia berpaling.

"Danna, aku bosan, un," ucapnya merajuk. Tapi ucapan itu justru membuat Sasori kaget, dengan posisinya dan Deidara yang mengucapkan hal itu tepat beberapa senti dari bibirnya, sukses membuat Sasori meringkuk menutupi wajahnya yang terasa panas.

Entah kenapa hal itu juga membuat Deidara kaget, tidak biasanya Danna-nya itu bertingkah seperti itu. Sedikit bingung juga. Hal itu justru dapat membuatnya sedikit terkikik.
"Hihihi, Danna kenapa, un?"

x-x-x-x

"Pergi sana. Aku malas ke pasar hanya untuk melihat-lihat." Semakin Deidara merajuk, semakin Sasori ingin menjauhinya. Deidara pun semakin mengejarnya.
"Tapi Danna... Tunggu... un" Akhirnya Deidara pun berhasil memegang lengan baju Sasori.

"Dei-chan!"

Mendengar namanya dipanggil, tentulah Deidara langsung menoleh ke asal suara, yang rupanya dia itu adalah Hidan. Yang entah kenapa kembali ke markas.
"Hahaha, kenapa dengan Sasori-mu itu, hah? Main kejar-kejaran?" tanya Hidan sedikit mengoda.

"Hidan-kun apaan, sih? Katanya mau ke pasar, kok balik lagi, un?"
"Haha, iya tadi ada urusan di kamar mandi."

Sasori yang mendengar Deidara asik sendiri dan sedikit melupakannya, membuat ia semakin kesal terlebih melihat mereka lebih akrab.
"Dei-chan mau temani aku balik lagi ke pasar, gak?"
"Hm? Tapi—"

"Sudah jangan mengejarku, pergi saja sama Hidan!" Entah kenapa Sasori jadi membentak Deidara. Deidara yang mendengarnya tersentak dan melepaskan pegangannya pada lengan baju Sasori. Tapi, ia cukup terlihat bingung juga.

"Tapi... Danna..." Sasori hendak membentak lagi. " Aku maunya sama Danna, un!" Mendengar itu Hidan segera meninggalkan TKP, Sasori pun sukses blushing di depan Deidara.
"Dasar bodoh..." Sasori tersenyum dan menarik tangan Deidara. "Kau yang bersikeras agar aku pergi denganmu."

x-x-x-x

Sebelum mereka benar-benar pergi ke pasar, Sasori mengusullkan untuk berganti pakaian—terlebih mengingat mereka menjual bom kepada seorang teroris yang mereka temui di pasar, bisa-bisa mereka ditangkap oleh yang berwajib.

Sayangnya, baju Deidara dicuri—entah oleh siapa.
"D-Danna, boleh aku pinjam bajumu...un?"

"Hn?"

Deidara langsung berputar, memalingkan muka dari Sasori. Blush slighty. Keduanya terdiam untuk beberapa saat, sampai Sasori angkat bicara.
"Sayang sekali, bajuku habis dipinjam para preman gadungan gak punya modal itu, coba pinjam ketua—atau Konan."

Tanpa sepatah kata, Deidara meninggalkan tempat. Berjalan dengan kaku menuju kamar Pein atau Konan. Walaupun... dia sedikit bingung juga, buat apa dia meminjam baju ke Konan? Konan 'kan perempuan.

Benar dugaan, ternyata sang Leader juga gak punya modal(sama seperti anak buahnya) dia gak punya baju selain baju akatsuki yang melekat di tubuhnya saat ini. 'Berarti itu baju udah bertahun-tahun gak dicuci, un. Jaga jarak sama ketua!'

Untunglah, Konan berbaik hati meminjamkan baju untuk Deidara.
"Dei-chan tunggu disini, ya. Aku carikan baju yang cocok untukmu," Deidara pun manggut-manggut aja, lantaran memang tidak ada lagi yang bisa diharapkan.

"Nah, coba baju ini. Menurutku baju ini cocok untukmu. Sekalian saja, baju ini aku sumbangkan untukmu Dei-chan," Konan menyerahkan baju itu dan melanjutkan "Aku memang baik hati. Hohohoho, tidak perlu berterima kasih. Hohohoho" Entah kenapa Konan sangat bahagia bisa menyumbangkan sehelai pakaian dan tertawa tante-tante seperti itu.

Tanpa pikir panjang, Deidara langsung berganti pakaian dengan pakaian yang diberikan oleh Konan. Tanpa melihat cermin, dia langsung menemui Sasori. Karena menurutnya ia tidak perlu bercermin, lantaran Konan sudah bilang baju itu sangat cocok untuknya.

"Danna, un. Ayo pergi..."

Sasori terpaku, melihat seorang perempuan... bukan, bukan. Dia bukan perempuan, tapi Deidara yang begitu—entah bagaimana mendeskripsikannya, dia sangat manis untuk ukuran seorang laki-laki.
"I-iya..." Sasori blushing "Kau benar-benar meminjam baju pada Konan, ya?"

"Iya. Sebenarnya Konan memberikan baju ini, un. Selain itu, kupikir baju ini juga enak dipakai, un." Deidar tersenyum lebar.

"Yah, kalau begitu. Ayo, kita lihat bagaimana cara kerja para preman gadungan itu, sambil jalan-jalan." Itu adalah kalimat ajakan yang pertama kali Sasori lontarkan untuk seorang Deidara. Terlebih, kali ini Sasori menggandeng tangan Deidara!